Anda di halaman 1dari 105

Komplikasi

HHNK/HHS
hipoglikemia

akut Ketoacidosis
Koma Acidosis non
hiperglikemia ketotik/laktat acidosis

Neuropathy,
microvascular Nefropathy,
Retinopathy
kronik
Kelainan jantung,
macrovascular Cerebral,
Gangren
Penyulit akut Penyulit menahun
• Ketoasidosis Akut (KAD)  • Makroangiopati 
Ditandai dengan peningkatan Mengenai bagian p.d.
kadar glukosa darah yang jantung, tepi, otak
tinggi (300-600 mg/dl), tanda
dan gejala asidosis (+) dan
• Mikroangiopati 
plasma keton (+) kuat. Retinopati diabetik &
Osmolaritas plasma (300-320 nefropati diabetik
mOs/ml) dan anion gap • Neuropati  Neuropati
• Status Hiperglikemia perifer (paling sering)
Hiperosmolar (SHH) 
Ditandai dengan glukosa
sangat tinggi (600-1200
mg/dl), tanda dan gejala
asidosis (-),Osmolaritas
plasma (330-380 mOs/ml),
plasma keton (+/-), anion gap
normal atau sedikit meningkat
komplikasi akut DM
Hipoglikemia
• Hypoglycemia is a condition characterized by
abnormally low blood glucose (blood sugar)
levels, usually less than 70 mg/dl.
• Hypoglycemia may also be referred to as
an insulin reaction, or insulin shock
Hipoglikemia
• DEFINISI
Merupakan terminologi klinis yg digunakan u/
keadaan yg disebabkan oleh menurunnya kadar
glukosa dalam darah shg memberi gejala
patfis
• Mekanisme pertahanan tubuh yang fungsinya aktivasi
sistem neuroendokrin, tidak berlangsung secara
adekuat → hipoglikemia, karena tubuh tidak bisa
mempertahankan kadar normal GD baik oleh penyebab
dari luar maupun dalam tubuh sendiri. Hipoglikemia
juga tjd akibat tubuh tidak dapat mengatur regulasi
glukosa mll bbrp proses yg dipengaruhi oleh bbrp
hormon seoerti insulin, glukagon, epinefrin, kortisol
dan GH.

etiologi
• Obat diabetes (insulin, sulfonilurea)
• Obat-obat lain (beta blocker, pentamidine, trimetoprim)
• Sehabis minum alkohol, tu bila telah puasa dalam keadaan lama
• Intake kalori yang sangat kurang
• Hipoglikemia reaktif
• Infeksi berat, kanker, gagal ginjal dan hepar
• Insufisiensi adrenal
• Kelainan kongenital yg menyebabkan sekresi insulin berlebihan
• Hepatoma, mesothelioma, fibrosarkoma
• Insulinoma
Diagnosis
Whipple Triad :
• Ada gejala hipoglikemia, berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan jasmani
• Kadar glukosa dalam plasma yg rendah pada
saat yang bersamaan, berdasarkan PP
• Keadaan klinis segera membaik stlah kadar
glukosa plasma normal ketika diberi glukosa
Gejala klinis
TERAPI
Pada penderita dg gejala (ringan,sadar,kooperatif) pengobatan efektif dengan
beri makanan dan minuman yang manis
• 2-3 tablet glukosa, 2-3 sendok teh gula atau madu
• 120-175 jus jeruk
• Segelas susu non-fat (lemak dan coklat memperlambat abs glukosa diusus)
• Setengah kaleng soft drink (coca cola)
• Pada umumnya 20 menit bisa kembali normal, bila tidak lanjut ke tahap
berikutnya.

Pada penderita tahap lanjut, tu dengan gejala neuroglikopeni


1. Infus larutan dextrosa (first line treatment)
2. Bila gagal, tambah suntikan glukagon IV atau IM
3. U/ insufisiensi adrenal, dibutuhkan suntikan hidrokortison IM
4. Suntikan GH
5. Jika masih gagal, diaxozide atau streptozotocin
6. Operatif
Ketoasidosis diabetikum
• Ketoasidosis diabetikum (KAD) → keadaan hiperglikemia
pada pasien dgn diabetes melitus akibat defisiensi insulin
dan kelebihan sekresi glukagon dan hormon
counterregulatory lainnya
• Merupakan keadaan DM yg tidak terkontrol dan
membutuhkan penanganan darurat dengan insulin dan
cairan IV
• Konsentrasi keton di dlm darah (acetoacetate & 3 -
hydroxybutyrate) ≥ 5 mmol/L
• Konsentrasi bikarbonat darah (kapiler/arteri) ≤ 15 mmol/L
ETIOLOGI KAD
• Faktor pemicu :
– Infeksi
– Stres akut (infark miokard, stroke, trauma)
– Penghentian insulin
– Penghentian nutrisi parenteral
Ketoasidosis Diabetik
Glukagon ↑
Insulin ↓

Jaringan lemak Hati Hati Jaringan tepi

Lipolisis ↑ Ketogenesis ↑ Glukoneogenesis ↑ Pengunaan glukosa ↓

Asidosis (ketosis) Asidosis (ketosis)

Diuresis osmotik
Tanda KHAS HIPERGLIKEMI :
Kesadaran menurun dan dehidrasi berat Hipovolemia

Tanda KHAS KAD : Dehidrasi


Hiperglikemi berat dengan ketosisasidosis
Diagnosis
• Anamnesis
• PF
• Trias biokimiawi
• Kunci diagnosis
• P.lab
Tata laksana
• Rehidrasi
• Insulin
• Kalium
• Bikarbonat
• Fosfat
• Transisi ke insulin transkutan
Pemantauan
• Pemeriksaan
– Konsentrasi glukosa darah tiap jam dengan alat
glukometer
– Elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam selanjutnya
tergantung keadaan
– Analisis gas darah; bila pH < 7 waktu masuk
periksa setiap 6 jam sampai pH > 7,1 selanjutnya
setiap hari sampai stabil
– Tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan dan
temperatur setiap jam
Komplikasi
• Yg paling sering: hipoglikemia, hipokalemia,
dan hiperglikemia berulang
Prognosis
• Umumnya pasien membaik setelah diberikan
insulin dan terapi standard lainnya
• Kematian karena KAD biasanya karena
penyakit penyerta berat yang datang pada
fase lanjut
STATUS
HIPERGLIKEMI HIPEROSMOLAR (SHH)
• Suatu spektrum dekompensasi metabolik
pada pasien diabetes
• Perjalanan klinis berlangsung dalam jangka
waktu tertentu (beberapa hari sampai
beberapa minggu)
Perbandingan KAD dgn HHNK
KAD
Variabel HHNK
Ringan Sedang Berat
Kadar glukosa plasma
>250 >250 >250 >600
(mg/dL)
Kadar pH arteri 7,25 – 7,3 7 – 7,24 <7 >7,3
Kadar bikarbonat serum
15 - 18 10 - <15 <10 >15
(mEq/L)
Keton pd urin/serum + + + Sedikit / -
Osmolaritas serum efektif
Bervariasi Bervariasi Bervariasi >320
(mOsm/kg)
Anion gap >10 >12 >12 Bervariasi
Sadar, Stupor, Stupor,
Kesadaran Sadar
drowsy koma koma
Faktor Pencetus
• Infeksi
• Pengobatan
• Noncompliance
• DM tdk terdiagnosis
• Penyalahgunaan obat
• Penyakit penyerta
Patofisiologi
• Diuresis glukosuria  kegagalan kemampuan ginjal dlm
mengkonsentrasikan urin  memperberat derajat kehilangan
air  hiperosmolar
• Tdk tercukupinya insulin  hiperglikemia  diuresis osmotik
 m↓ cairan tubuh total  hiperosmolar  memicu sekresi
ADH  timbul rasa haus
• Tidak terjadi ketoasidosis karena:
– Keadaan hiperosmolar
– Konsentrasi FFA yg rendah utk ketogenesis
– Ketersediaan insulin cukup utk menghambat ketogenesis, namun tdk
cukup utk mencegah hiperglikemia
– Resistensi hati thdp glukagon
Gejala klinis
• Dehidrasi berat
• Hiperglikemia berat
• Gangguan neurologis dengan/tanpa ketosis
• Rasa lemah
• Gangguan penglihatan
• Kaki kejang
• Mual & muntah
• Keluhan saraf  letargi, disorientasi,
hemiparesis, kejang, koma
Pemeriksaan fisik
• Tanda-tanda dehidrasi berat:
– Turgor buruk
– Mukosa pipi kering
– Mata cekung
– Perabaan ekstremitas yang dingin
– Denyut nadi cepat dan lemah
• Peningkatan suhu tubuh (tidak terlalu tinggi)
• Distensi abdomen
– Akibat gastroparesis
– Membaik setelah rehidrasi adekuat
• Perubahan status mental
Pemeriksaan lab
• Konsentrasi glukosa darah sangat tinggi (>600
mg/dl)
• Osmolaritas serum tinggi (>320 mOsm/kg air)
• pH > 7,30 disertai ketonemia ringan/tidak
• Asidosis metabolik dengan anion gap ringan
• Konsentrasi K+ meningkat/normal
• Konsentrasi kreatinin, blood urea nitrogen, dan
hematokrit hampir selalu meningkat
Tatalaksana
• Cairan: 1L normal saline/jam
• Elektrolit
– K+ awal <3,3 mEq/L
• Insulin ditunda, berikan K 2/3 KCl & 1/3 KPO4
– K+ awal >5 mEq/L
• Konsentrasi K diturunkan sampai <5 mEq/L
– K+ awal 3,3 – 5 mEq/L
• Beri 20 – 30 mEq kalium dlm tiap L cairan IV
• Insulin
– Beri cairan yg adekuat terlebih dahulu
– Bolus awal 0,15 U/kgBB IV, diikuti drip 0,1 U/kgBB/jam
Komplikasi
Terapi tidak adekuat akan menyebabkan:
• Oklusi vaskular
• Infark miokard
• Low-flow syndrome
• DIC
• Rabdomiolisis
Pencegahan
• Penyuluhan mengenai pentingnya
pemantauan konsentrasi glukosa dah &
compliance tinggi terhadap pengobatan
• Adanya akses terhadap persediaan air
Prognosis
• Biasanya buruk
• Sebenarnya kematian pasien bukan karena
sindrom hiperosmolar sendiri, tetapi oleh
penyakit penyerta
• Angka kematian 30-50%
• Di negara maju penyebab utama adalah
infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang
sangat tinggi
LO 3
komplikasi kronik DM
MAKROANGIOPATI
Cardiovascular disease
•  atherosclerotic vascular disease
• cardiac ischemia, peripheral or carotid arterial disease,
a resting electrocardiogram indicative of prior
infarction
• proteinuria, or two other cardiac risk factors  plans
to initiate an exercise program
• The absence of chest pain ("silent ischemia") is
common in individuals with diabetes

• Risk factor
– dyslipidemia, hypertension, obesity, reduced physical
activity, and cigarette smoking
Pathophysiology
• insulin resistance and type 2 DM  levels of
plasminogen activator inhibitors (especially
PAI-1) and fibrinogen >  enhances the
coagulation process and impairs fibrinolysis 
thrombosis
• Diabetes is also associated with endothelial,
vascular smooth-muscle, and platelet
dysfunction
Tanda gejala
• Infark miokard kadang2 tidak disertai nyeri
dada khas (angina pektoris) →silent
myocardial infarction (SMI) karena
– Gg. Sensitivitas sentral terhadap rasa nyeri
– Penurunan konsentrasi b-endorphin
– Neuropati perifer yg menyebabkan denervasi
sensorik
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik:
• DM tipe 1 30-40 thn
• DM tipe 2 >50 thn
• Pasien DM SMI gejala tidak khas : mudah
lelah, dispepsia
Diagnosis
Pemeriksaan penunjang:
• EKG
• Treadmill test
• Gejala angina pektoris
• Gejala GI
• EKG istirahat ada tanda iskemi
• Disertai penyakit arteri perifer atau oklusi arteri
karotis
• Disertai 2 atau > faktor resiko KV
Treatment
• Revascularization procedures for CAD, including
percutaneous coronary interventions (PCI) and
coronary artery bypass grafting (CABG)
• drug-eluting stents and a GPIIb/IIIa platelet
inhibitor
• ACE inhibitors (or ARBs)
• beta blockers  safe
• Antiplatelet therapy reduces cardiovascular
events in individuals with DM who have CAD
– aspirin dose (75–162 mg)
• Dislipidemia management

*Second-line treatment: fibric acid derivative, ezetimibe, niacin, or


bile acid–binding resin. See text for pharmacologic treatment based
on age and risk profile. LDL, low-density lipoprotein; HDL, high-
density lipoprotein
Kaki Diabetes
• Def : kelainan tungkai kaki bawah akibat DM
yang tidak terkendali
• Etiologi :
– Gangguan pembuluh darah
– Pesyarafan
– Infeksi
• Gangguan pembuluh darah
– Oleh karena penurunan sirkulasi darah
– Sakit pada tungkai bila berdiri, berjalan
– Terasa dingin
– Nyeri waktu istirahat dan malam hari
– Sakit pada telapak setelah berjalan
– Luka sukar sembuh
– TD nadi kaki kecil/menghilang
– Perubahan warna kulit, tampak pucat atau kebiruan
• Gangguan Neuropati
– Sensorik  perasaan baal, kurang berasa pada
ujung kaki terhadap panas, dingin, sakit, disertai
pegal dan nyeri
– Motorik  kelemahan sistem otot, deformitas
kaki, hammer toe, sulit mengatur keseimbangan
tubuh
– Otonomik  kulit kering, pecah pecah, dan
tampak mengkilat
• Infeksi
– Penurunan sirkulasi  proses penyembuhan luka
menurun  kuman masuk  infeksi
– Leukosit terhambat  luka jadi ulkus gangren 
perluasan  Osteomielitis
• Masalah Umum
– Luka melepuh pada kaki karena pemakaian sepatu
sempit
– Kapalan (callus), mata ikan (corn atau kutilmulmul)
– Cantengan (kuku masuk ke dalam jaringan)
– Kulit kaki retak dan luka kena kutu air
– Kutil pada telapak kaki
– Radang Ibu Jari Kaki (Hammer toe)
• Pemeriksaan kaki DM
– Pemeriksaan kaki sehari-hari : periksa semua
bagian kaki (punggung, sisi kaki, telapak, tekuk
kaki) apakah ada kulit retak atau melepuh, ada
luka dan tanda tanda infeksi
• Perawatan Kaki DM
– Bersihkan kaki setiap hari pada waktu mandi dengan
air bersih dan sabun mandi. Keringkan kaki dengan
handuk le,but dan bersih termasuk sela-sela jari
terutam jari kaki ketiga keempat dan kelima
– Beri pelembab/lotion pada daerah kaki yang kering
kecuali sela-sela jari
– Gunting kuku lurus mengikuti bentuk normal jari kaki,
tidak terlalu pendek ataud ekat dengan kulit
– Hindarkan luka pada jaringan kuku. Jika kuku keras
untuk dipotong, rendam kaki dengan air hangat
(37 C) sekitar 5 menit, besihkan dengan sikat kuku,
sabun dan air bersih
– Pakai alas kaki sepatu atau sandal untuk
melindungi kaki. Jangan memakai sendal jepit
karena bisa luka di sela jari satu dan dua
– Gunakan sepatu sandal yang sesuai ukuran dan
enak untuk dipakai. Pakai kaus kaki yang terbuat
dari katun
– Periksa sepatu sebelum dipakai, apakah ada
kerikil, benda benda tajam sepertu jarum dan
duri.
– Lepas sepatu setiap 4-6 jam serta gerakan
pergelangan dan jari jari kaki
– Bila menggunakan sepatu baru lepaksan setiap 2
jam dan periksa keadaan kaki
– Bila ada luka kecil, obati luka dan tutup dengan
pembalut bersih. Periksa apakah ada tanda radang
• Syarat sepatu yang baik
– Ukuran : sepatu lebih dalam
– Panjang sepatu ½ inchi lebih panjang dari jari-jari kaki
terpanjang saat berdiri
– Bentuk : ujung sepatu lebar
– Tinggi tumit sepatu kurang dari 2 inchi
– Bagian dalam sepatu (insole) tidak kasar dan licin,
terbuat dari busa karet, plastik dengan tebal 10-12mm
– Ruang sepatu longgar, lebar sesuai bentuk kaki
• Yang tidak boleh dilakukan
– Merendam kaki terlalu lama
– Menggunakan botol panas atau pemanas untuk
memanaskan kaki
– Berjalan di atas apsal atau batu panas
– Gunakan silet untuk mengurangi kapalan
– Merokok
– Pakai sepatu atau kaus kaki sempit
– Pakai sepatu berhak tinggi atau ujung sepatu lancip
– Menyilangkan kaki terlalu lama
– Menggunakan obat tanpa anjuran dokter untuk
menghilangkan mata ikan
– Menggunakan sikat atau pisau untuk kaki
– Membiarkan luka kecil di kaki
• Hiperglikemia  kelainan pembuluh darah 
kelainan neuropati  perubahan pada kulit
dan otot  ulkus.
• Stage 1 dan 2: peran pencegahan primer
sangat penting. Dpt dilakukan pd pelayanan
primer o/ podiatrist, dokter umum dll.
• Stage 3 dan4 : umumnya sudah memerlukan
perawatan yg lebih memadai, dan dilakukan
o/ spesialistik
• Stge 5,6: rawat inap,
Pengelolaan kaki diabetes
• Pencegahan terjadinya kaki diabetes dan
terjadinya ulkus (pencegahan primer sblm trjdi
perukaan pd kulit)
• Pencegahan agar tidak terjadi kecacatan yg
lebih parah (pencegahan sekunder dan
pegelolaan ulkus/gangren diabetik yg sudah
terjadi)
Pencegahan primer
• Penggolongan resiko terjadiya kaki diabet dan resiko
besarnya masalah yg timbul:
1. Sensasi normal tanpa deformitas
2. Sensasi normal dgn deformitas/ tekanan plantar
tinggi
3. Insensitivitas tanpa defor
4. Iskemia tanpa defor
5. Kombinasi – A. Kom. Insensitivitas, isemia dan/
defor.
B. Riwayat adanya tukak, deformitas charcot
• Penyuluhan tentang terjadinya kaki diabet, resiko
terjadinya ulkus – pakai alas kaki
• Terkait kategori 3 dan 5– alas kaki untuk
melindungi kaki yg insensitif
• Kategori 2 dan 5 – perhtikan sepatu dan alas kaki
yg di pakai untuk meratakan penyebaran tekanan
pd kaki
• Kategori resiko 4 (masalah vakular)– latihan kaki
untuk memperbaiki vaskularisasi kaki.
• K6– masuk ke pencegahan sekunder
PENCEGAHAN SEKUNDER
Pencegahan sekunder
• Pengelolaan ulkus/ gangren
• Kontrol metabolik- kadar GD untuk
memperbaiki faktor terkait hiperglikemik yg
dpt menghambat penyembuhan luka. Perlu
insulin dan nutrisi, kadar albumin serum, HB
dan terajat oksigenasi jaringan dan fungsi
ginjal.
Kontrol vaskular
• Kel. PD perifer dpt dikenali seperti : warna , suhu
kulit, perabaan arteri dorsalis pedis dan a. Tibialis
posterior dan pengukuran TD.
• Dgn cara Ankle brachial index, ankle presure, toe
presure, TcPO2 dan pemeriksaan echodoppler
dan px arteriografi.
• Modifikasi faktor resiko
• Stop merokok perbaiki faktor resiko terkait
arteriosklerosis: hiperglikemi, HT, dislipidemia
• Walking program- latihan kaki
• Th/ farmako: kalo adanya kelainan akibat
arteriosklerosis di tempat lain (jantung, otak)
aspirin mungkin diperlukan.
• Revaskularisasi
Wound control
• Perawatan luka
• Lakukan debridement– untuk mengurangi jar.
Nekrotik dan produksi pus.
• Th/ topikall untuk mengurangi mikroba pd
luka sprti cairan calin untuk pembersih luka
• Microbiological control-- Pola kuman di RS
• Presure control– dekompresi ulku/abses dgn
insisi abses
• Education control.
MIKROANGIOPATI
Diabetic neuropathy
• occurs in ~50% of individuals with long-standing type 1 and type 2
DM
• Risk factor >  BMI & smoking
• Peripheral neuropathy  cardiovascular disease, elevated
triglycerides, and hypertension

• ADA recommends screening  distal symmetric neuropathy


beginning with the initial diagnosis of diabetes and screening for
autonomic neuropathy 5 years after diagnosis of type 1 DM and at
the time of diagnosis of type 2 DM

• Type  poly/mononeuropathy & autonomic neuropathy


Polyneuropathy/Mononeuropathy
• Most common  distal symmetric polyneuropathy

• presents with distal sensory loss (Hyperesthesia, paresthesia, and


dysesthesia), 50% do not have symptoms of neuropathy
• sensation of numbness, tingling, sharpness, or burning that begins
in the feet and spreads proximally
• Pain typically involves the lower extremities, is usually present at
rest, and worsens at night.
• Late  sensory deficit in the lower extremities persists

• Physical exam  sensory loss, loss of ankle reflexes, and abnormal


position sense
Autonomic Neuropathy
• can involve multiple systems
– Cardiovascular
• tachycardia and orthostatic hypotension
– gastrointestinal
– genitourinary
– metabolic systems

• Hyperhidrosis of the upper extremities


• anhidrosis of the lower extremities (dry skin with cracking,
which increases the risk of foot ulcers)

• Autonomic neuropathy  reduce counterregulatory


hormone release  inability to sense hypoglycemia
appropriately (hypoglycemia unawareness)
Treatment
• improve glycemic control
• hypertension and hypertriglyceridemia should be treated
• Avoidance of neurotoxins (alcohol) and smoking
• supplementation with vitamins for possible deficiencies (B12,
folate)
• check their feet daily and take precautions (footwear) aimed at
preventing calluses or ulcerations
• Chronic, painful diabetic neuropathy 
– antidepressants (tricyclic antidepressants such as amitriptyline,
desipramine, nortriptyline, imipramine or selective serotonin
norepinephrine reuptake inhibitors such as duloxetine)
– anticonvulsants (gabapentin, pregabalin, carbamazepine,
lamotrigine)
• Diabetic neuropathy that result in pain 
duloxetine and pregabalin (U.S. Food and
Drug Administration (FDA))
• Therapy of orthostatic hypotension
(fludrocortisone, midodrine, clonidine,
octreotide, and yohimbine)
• Nonpharmacologic maneuvers (adequate salt
intake, avoidance of dehydration and
diuretics, and lower extremity support hose)
Gastrointestinal dysfunction
• Hyperglycemia + parasympathetic dysfunction 
delayed gastric emptying (gastroparesis)
– anorexia, nausea, vomiting, early satiety, and
abdominal bloating
• DM-related GI autonomic neuropathy  altered
small- and large-bowel motility (constipation or
diarrhea)
– Nocturnal diarrhea, alternating with constipation
Treatment
• Improved glycemic control should be a primary goal
• Smaller, more frequent meals that are easier to digest
(liquid) and low in fat and fiber
• dopamine agonists metoclopramide, 5–10 mg, and
domperidone, 10–20 mg, before each meal
• Erythromycin interacts with the motilin receptor 
promote gastric emptying
• Diabetic diarrhea  loperamide and may respond to
octreotide (50–75 micro-g three times daily, SC)
Genitourinary dysfunction
• Diabetic autonomic neuropathy  genitourinary dysfunction
– cystopathy, erectile dysfunction, and female sexual dysfunction
(reduced sexual desire, dyspareunia, reduced vaginal lubrication)

• Clinical manifestations
– inability to sense a full bladder and a failure to void completely
– bladder capacity and the post-void residual increase, leading to
symptoms of urinary hesitancy, decreased voiding frequency,
incontinence, and recurrent urinary tract infections

• Diagnsosis  cystometry and urodynamic studies


Treatment
• timed voiding or self-catheterization, possibly
with the addition of bethanechol
• Erectile dysfunction  Drugs that inhibit type
5 phosphodiesterase
• Sexual dysfunction in women  vaginal
lubricants, treatment of vaginal infections, and
systemic or local estrogen replacement
Complications of Polyneuropathy
• Ulcers
• Charcot arthropathy
• Dislocation and stress fractures
• Amputation - Risk factors include:
– Peripheral neuropathy with loss of protective sensation
– Altered biomechanics (with neuropathy)
– Evidence of increased pressure (callus)
– Peripheral vascular disease
– History of ulcers or amputation
– Severe nail pathology
Diabetic nephropathy
• microalbuminuria and macroalbuminuria in
individuals with DM are associated with
increased risk of cardiovascular disease
• commonly have diabetic retinopathy
Pathogenesis
• chronic hyperglycemia + (growth factors,
angiotensin II, endothelin, AGEs) 
– hemodynamic alterations in the renal
microcirculation (glomerular hyperfiltration or
hyperperfusion, increased glomerular capillary
pressure)
– structural changes in the glomerulus
(increased extracellular matrix, basement
membrane thickening, mesangial expansion,
fibrosis)
patfis
• Peningkatan laju infiltrasi glomerulus→
hiperfiltrasi
Tanda gejala
• Kelelahan terus menerus
• Rasa sakit umum
• pusing
• Mual muntah
• Kurang nafsu makan
• Kaki bengkak
• Gatal kulit
Screening
Treatment
• Treatment’s purpose
– normalization of glycemia
– strict blood pressure control
– administration of ACE inhibitors or ARBs
– Dyslipidemia should also be treated

• many glucose-lowering medications (sulfonylureas


and metformin) are contraindicated in advanced
renal insufficiency
• calcium channel blockers (non-dihydropyridine
class), beta blockers, or diuretics should be used (if
ACE / ARB not possible)
• Restriction of protein intake in diabetic
individuals with microalbuminuria (0.8 g/kg
per day) or macroalbuminuria (<0.8 g/kg per
day, which is the adult Recommended Daily
Allowance, or ~10% of the daily caloric intake)
Non farmako
• OR rutin
• Membatasi alkohol
• Batasi asupan garam 4-5 gr/hari
• Asupan protein 0,8g/kgBB per hari
Retinopati
• Kelainan mata pada pasien diabetes yang
disebabkan karena kerusakan kapiler retina
dalam berbagai tingkatan, sehingga
menimbulkan gangguan penglihatan mulai
dari yang ringan sampai yang berat, bahkan
sampai terjadi kebutaan total dan permanen
Klasifikasi
• Retinopati diabetik non-proliferatif
– Bentuk paling ringan, biasanya asimptomatik
– Sulit dideteksi, hanya dengan pemeriksaan
oftalmoskopi
– Penebalan membran basalis, perdarahan ringan,
eksudat keras yang tampak sebagai bercak warna
kuning dan eksudat lunak yang tampak sebagai
bercak halus (cotton wool spot)
Klasifikasi
• Retinopati diabetik proliferatif
– Pembentukan pembuluh darah baru
– Dinding pembuluh darah baru hanya terdiri dari 1
lapis sel endotel saja tanpa sel perisit dan membran
basalis  sangat rapuh, mudah mengalami
perdarahan
– Sangat berbahaya karena dapat tumbuh secara
abnormal keluar dari retina meluas sampai ke vitreus
 perdarahan  kebutaan
– Apabila perdarahan terus berulang  terbentuk
jaringan fibrosis/sikatriks
Klasifikasi
• Makulopati diabetik
– Penyebab kebutaan paling sering pada DM
– Beberapa bentuk:
• Iskemik  penyumbatan yang luas dari kapiler di
daerah sentral retina
• Eksudatif  kebocoran setempat sehingga terbentuk
eksudat keras seperti pada RDNP
• Edema makula  kebocoran yang difus, apabila
menetap akan terbentuk kista berisi cairan
Patofisiologi
• Perubahan histopatologis kapiler retina
• Penebalan membran basalis  hilangnya sel
perisit & meningkatnya proliferasi sel endotel
• 5 proses di tingkat kapiler:
1. Pembentukan mikroaneurisma
2. Peningkatan permeabilitas
3. Penyumbatan
4. Proliferasi pembuluh darah baru dan pembentukan
jaringan fibrosis
5. Kontraksi jaringan fibrosis kapiler dan vitreus
Pencegahan dan pengobatan
• Kontrol glukosa darah
• Kontrol tekanan darah (< 150/85 mmHg)
• Kontrol profil lipid
• Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (jarang
dilakukan)
• Fotokoagulasi dengan sinar laser:
– Panretinal untuk RDP/glaukoma neurovaskular
– Fokal untuk edema makula
• Vitrektomi/vitreolisis untuk perdarah vitreus atau ablasio retina
• Intervensi farmakologi: inhibitor enzim aldose reduktase, inhibitor
GH, anti VEGF, inhibitor PKC, anti inflamasi
LO 4
jenis insulin
• Insulin dihasilkan oleh kalenjar pankreas pada
tubuh kita, hormon insulin yang diproduksi oleh
tubuh kita dikenal juga sebagai sebutan insulin
endogen.
• Namun, ketika kalenjar pankreas mengalami
gangguan sekresi guna memproduksi hormon
insulin, disaat inilah tubuh membutuhkan hormon
insulin dari luar tubuh, dapat berupa obat buatan
manusia atau dikenal juga sebagai sebutan insulin
eksogen.
Indikasi
• Penurunan BB yang cepat
• Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
• Ketoasidosis diabetik
• Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
• Hiperglikemia dengan asidosis laktat
• Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
• Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,
stroke)
• DM gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
• Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
• Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Prinsip pemberian
• Emergency  beri regular insulin.
• Permulaan pemberian insulin  injeksi
tunggal dengan intermediate acting insulin.
• Mulai dengan dosis kecil, dinaikkan perlahan-
lahan.
• Untuk merubah dosis, tunggu beberapa hari -
1 minggu.
• Jika kontrol sukar, berikan intermediate acting
insulin 2x/hari.
• Hindari terjadinya hipoglikemia
Efek metabolik terapi insulin
• Menurunkan kadar gula darah puasa dan post
puasa.
• Supresi produksi glukosa oleh hati.
• Stimulasi utilisasi glukosa perifer.
• Oksidasi glukosa / penyimpanan di otot.
• Perbaiki komposisi lipoprotein abnormal.
• Mengurangi glucose toxicity.
• Perbaiki kemampuan sekresi endogen.
• Mengurangi Glicosilated end product.
Insulin
TIPE – TIPE INSULIN
Insulin kerja cepat (RAPID) • cepat diabsorpsi
• Novorapid, Humalog, Apidra
Insulin kerja singkat (SHORT) • insulin reguler merupakan satu-satunya larutan insulin
• insulin reguler satu-satunya produk insulin cocok
diberikan IV
• Actrapid, Humulin R

Insulin kerja sedang • mengandung protamin dan zink yang memiliki


pengaruh imunologik (urtikaria)
• Monotrad, insulatrad, humulin N
Insulin kerja panjang • punya kadar zink tinggi untuk memperpanjang waktu
kerja, cth : ultralente
• Insulin basal seperti Glargine (lantus), dan Detemivir
(Levemir) tidak punya kadar puncak
Insulin
Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar
gula darah, yaitu :
Gula darah
< 60 mg % = 0 unit
< 200 mg % = 5 – 8 unit
200 – 250 mg% =10 – 12 unit
250 – 300 mg% =15 – 16 unit
300 – 350 mg% = 20 unit
> 350 mg% = 20 – 24 unit
Perlu diperhatikan daerah mana saja yang dapat dijadikan
tempat menyuntikkan insulin.

• Bila kadar glukosa darah tinggi, sebaiknya disuntikkan di


daerah perut dimana penyerapan akan lebih cepat.
• Namun bila kondisi kadar glukosa pada darah rendah,
hindarilah penyuntikkan pada daerah perut.
• Secara urutan, area proses penyerapan paling cepat adalah
dari perut, lengan atas dan paha. Insulin akan lebih cepat
diserap apabila daerah suntikkan digerak-gerakkan.
Penyuntikkan insulin pada satu daerah yang sama dapat
mengurangi variasi penyerapan.
• Penyuntikkan insulin selalu di daerah yang
sama dapat merangsang terjadinya
perlemakan dan menyebabkan gangguan
penyerapan insulin. Daerah suntikkan
sebaiknya berjarak 1inchi (+ 2,5cm) dari
daerah sebelumnya.
• Lakukanlah rotasi di dalam satu daerah selama
satu minggu, lalu baru pindah ke daerah yang
lain.
Untuk mengurangi rasa sakit pada waktu penyuntikkan
dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut

 Menyuntik dengan suhu kamar


 Pastikan bahwa dalam alat suntik tidak terdapat
gelembung udara
 Tunggulah sampai alkohol kering sebelum menyuntik
 Usahakanlah agar otot daerah yang akan disuntik tidak
tegang
 Tusuklah kulit dengan cepat
 Jangan merubah arah suntikkan selama penyuntikkan
atau mencabut suntikan
 Jangan menggunakan jarum yang sudah tampak tumpul
Penyimpanan Insulin Eksogen

Bila belum dipakai :


• Sebaiknya disimpan 2-8 derajat celcius (jangan
sampai beku), di dalam gelap (seperti di
lemari pendingin, namun hindari freezer.
Bila sedang dipakai :
• Suhu ruang 25-30 derajat celcius cukup untuk
menyimpan selama beberapa minggu, tetapi
janganlah terkena sinar matahari.
• Sinar matahari secara langsung dapat mempengaruhi
percepatan kehilangan aktifitas biologik sampai 100
kai dari biasanya.
• Suntikkan dalam bentuk pena dan insulin dalam
suntikkan tidak perlu disimpan di lemari pendingin
diantara 2 waktu pemberian suntikkan.
• Bila tidak tersedia lemari pendingin, simpanlah insulin
eksogen di tempat yang teduh dan gelap.
Efek samping
• Hipoglikemia
• Lipoatrofi
• Lipohipertrofi
• Alergi sistemik atau lokal
• Resistensi insulin
• Edema insulin
• Sepsis

Anda mungkin juga menyukai