Anda di halaman 1dari 34

Spinal Cord Injury (SCI)

Disusun oleh Kelompok 5 :


Faiza Ja’far. S (022021005)
Muhammad Ihsan. F (022021025)
Farraz Nandyarie (022021042)
Definisi SCI
Spinal cord injury (SCI) adalah trauma yang
menyebabkan kerusakan pada spinal cord sehingga
menyebabkan menurunnya atau menghilangnya
fungsi motorik maupun sensorik. Pasien SCI dapat
mengalami kehilangan fungsi motorik, sensasi,
aktivitas refleks, dan kehilangan control bowel dan
bladder (Fransisca 2008)
Klasifikasi SCI
Klasifikasi berdasarkan American Spinal Injury
Association (ASIA) dibagi dalam ASIA Impairment
Scales (AIS).
A = Complete
B = Sensory Incomplete
C = Motor Incomplete 1
D = Motor Incomplete 2
E = Normal
Epidemiologi SCI
 Penyebab paling sering spinal cord injury pada
orang dewasa adalah kecelakaan kendaraan
bermotor (40%), jatuh (20%), luka tembak (14%),
dan kecelakaan kerja (13%) (Mahadewa, 2009).
 Berdasarkan data yang terdapat di RSUP
Fatmawati pada tahun 2018, sebanyak 7 pasien
mengalami spinal cord injury, sebesar 71,4% laki-
laki dan sebesar 28,6% perempuan.
Etiologi SCI
Etiologi dari SCI dibagi menjadi 2 yaitu:
 Traumatik adalah penyebab yang terjadi langsung
pada medulla spinalis seperti kecelakaan lalu
lintas, jatuh dan cedera olahraga yang
berhubungan dengan olahraga (American
Association of Neurological Surgeon, 2001)
 Non-traumatik merupakan penyebab infeksi dan
non-infeksi yang dapat menyebabkan cedera
medulla spinalis (Batticaca, 2008)
Patofisiologi SCI
 Kondisi patofisiologi akibat tumor medula spinalis
disebabkan oleh kerusakan infiltrasi, pergeseran dan
dekompresi medula spinalis dan cairan serebrospinal.
 Derajat gejala tergantung dari tingkat dekompresi dan
kecepatan perkembangan. Dengan pertumbuhan tumor bisa
muncul defisit motorik dan sensorik yang berhubungan
dengan tingkat akar dan medula spinalis yang terserang.
 Karena tumor membesar terjadilah penekanan pada medula
spinalis. Sejalan dengan itu pasien kehilangan fungsi semua
motor dan sensorik dibawah lesi/tumor
Manifestasi Klinis SCI
Gambaran klinis dapat bervariasi pada pasien SCI tergantung pada
tingkat cedera, otot, dan fungsi sensorik. Selain itu juga harus
diperhatikan jenis cedera yang bersifat komplit atau inkomplit. Berikut
ini ada tanda dan gejala pada pasien SCI pada umumnya :
A. Gangguan motorik atau paresis di bawah tingkat cedera atau lesi
B. Gangguan sensorik
C. Disfungsi kardiopulmoner
D. Gangguan mengontrol suhu
E. Spastisitas
F. Disfungsi bladder dan bowel
G. Disfungsi seksual
Intervensi Fisioterapi
A. Stretching
Peregangan (Stretching) adalah latihan fisik yang
merengangkan sekumpulan otot agar mendapatkan
otot yang elastis dan nyaman yang biasanya
dilakukan sebelum atau sesudah olahraga.
Manfaat Peregangan (Stretching):
1. Meningkatkan suhu tubuh beserta jaringan-
jaringannya.
2. Menaikkan aliran darah melalui otot-otot aktif.
3. Meningkatkan detak jantung sehingga dapat
mempersiapkan bekerjanya sistem jantung dan
pembuluh darah (cardiovaskular).
B. Strengthening exercise
Strength atau kekuatan, yaitu merupakan
suatu kondisi dimana kemampuan fisik
manusia yang diperlukan dalam
meningkatkan prestasi belajar gerak (Sifa
2012). Kekuatan juga merupakan salah
satu unsur kondisi fisik yang sangatlah
penting dalam aktifitas berolahraga,
karena dapat memebantu dalam
peningkatan komponen-komponen seperti
kelincahan, kecepatan dan ketepatan.
Sehingga strengthening exercise
merupakan suatu latihan yang bertujuan
untuk meningkatkan kekuatan ataupun
kemampuan otot.
 
C. Transfer
Latihan transfer ini mempunyai dua
tehnik. Pertama dengan posisi awal
terlentang dan pasien atau klien
memiringkan seluruh tubuhnya ke
sebelah kanan atau kiri sesuai yang
diinginkan pasien tersebut. Lalu dengan
menggunakan kekuatan kedua lengan,
pasien atau klien tersebut menumpu dan
perlahan-lahan beranjak ke posisi
duduk. Kedua dengan posisi awal duduk
di tepi bed lalu disanggah dengan
menggunakan bantuan board antara bed
dan kursi roda lalu pasien diinstruksikan
untuk bergeser dengan mengangkat
pantat dengan menggunakan kedua
tangannya ke kursi roda.
 
Edukasi
Memberikan edukasi kepada pasien untuk mengulang
kembali latihan dirumah serta memberikan edukasi
tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
sehingga intervensi yang dilakukan oleh terapis dapat
optimal.

Evaluasi
Evaluasi dilakukan sebelum melakukan tindakan,
sesaat melakukan tindakan, dan setelah dilakukan
tindakan Fisioterapi. Jika pasien mengalami kemajuan
dari sebelumnya maka evaluasi ditulis dalam format
Subjektif, Objektif, Assesment, dan Planning.
Contoh Kasus
 Identitas Klien
 1. NRM 01615405
 Nama : Ny. PL
 Jenis kelamin : Perempuan
 Tempat/Tanggal Lahir : 7 Maret 1978 (40 tahun)
 Alamat: Kp. Cibereum Cilendi Kidul Bogor
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Pegawai Swasta
 Hobi : Olahraga
 Tanggal masuk : 4 Februari 2019 Tanggal pemeriksaan : 19 Februari 2019
 Diagnosa medis : SCI AIS D NL T6 e.c Post OP tumor intradular
 Medika mentosa : Propanolol, Mecobalamin, Ranitidin, Propylthiouracil
Asesmen
 Anamnesis
 Keluhan Utama:

Pasien mengeluhkan kesulitan melakukan aktivitas saat posisi duduk.


 Keluhan Penyerta: -
 Riwayat Penyakit Sekarang:

Pada Februari 2018, pasien mengeluhkan kedua kakinya pegal-pegal terutama pada
bagian betis. Semakin lama, pasien merasakan berat pada kedua kakinya sehingga Juni
2018 pasien pergi ke RS Mary Cileungsi untuk melakukan pemeriksaan. Kemudian,
pasien diberikan obat-obatan dan diperbolehkan untuk pulang. Setelah itu, pasien masih
dapat beraktivitas seperti biasanya dan tetap melakukan hobinya. Pada Juli 2018, pasien
tidak dapat merasakan kedua kakinya serta tidak dapat mengontrol BAK dan BAB,
sehingga pasien melakukan pengobatan rawat jalan ke RSUP Fatmawati. Pada Agustus
2018 melakukan MRI dengan hasil tumor pada tulang belakang dan September 2018
melakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil terdapat hormon tiroid yang sangat
tinggi kemudian pasien disarankan untuk melakukan operasi. Selama menunggu jadwal
operasi, pasien hanya berbaring di tempat tidur dan sesekali suami pasien menggerakan
kedua kakinya. Pasien melakukan operasi pada 7 Februari 2019, pasien sudah dapat
merasakan kedua kakinya. Pasien dirawat di ICU selama 4 hari. Kemudian, pasien
dipindahkan ke Gedung Prof. Soelarto dan diminta untuk menjalani fisioterapi. Kondisi
pasien semakin membaik, pasien sudah tidak menggunakan kateter untuk BAK dan BAB.
Pasien juga sudah dapat menggerakan kedua kakinya, melakukan ambulasi dari tidur ke
duduk dengan bantuan serta duduk di tepi bed dengan kedua tangan di samping tubuh dan
berpegangan pada bed.
 Riwayat Penyakit Dahulu:
Hipertiroid
 Riwayat Sosial
 Pasien bekerja sebagai guru SD.
 Pasien sudah menikah dan memiliki 1 orang anak.
 Sering mengikuti aerobik di sebuah komunitas.
 Kemampuan Sebelumnya
 Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan aktif dan
mandiri.
 Harapan Pasien
 Dapat berjalan kembali
 Pemeriksaan Umum
 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan Darah : 110/70 mmHg
 Denyut Nadi : 69 x/menit
 Pernafasan : 17 x/menit
 Kognisi dan Persepsi : Baik

 Pemeriksaan Fisioterapi
 Inspeksi
 Statis
 Pada posisi terlentang
 Ekspresi wajah pasien tampak ceria.
 Pasien menggunakan thoracolumbal corset.
 Kedua tungkai pasien semi fleksi knee dan eksorotasi hip
 Pada posisi duduk di kursi roda
 Pasien menggunakan thoracolumbal corset.
 Pelvic tampak posterior tilting.
 Pada posisi duduk di tepi bed
 Pasien menggunakan thoracolumbal corset.
 Pelvic tampak posterior tilting.
 Kedua tangan pasien berpegangan pada bed.
 Dinamis
 Pasien menggunakan thoracolumbal corset.
 Pasien dapat menggunakan kursi roda secara mandiri.
 Pasien dapat transfer dari kursi roda ke bed dengan bantuan
maksimal.
 Pasien dapat ambulasi dari tidur ke duduk dengan bantuan
minimal.
 Palpasi
 Suhu general normal.
 Tonus otot pada upper extremity normal.
 Hypertone otot hamstring dextra dan sinistra.
 Kemampuan sensorik
 Dermatom
 Kesimpulan dari pemeriksaan Sensory point berada di level T5 pada
kedua sisi tubuh.
 Key point motoric
 Kesimpulan dari pemeriksaan lebih dari 50% key point motoric memiliki
nilai lebih dari 3.
 Kondisi keseimbangan
 Modified functional and reach test

Jarak dari penandaan pertama ke penandaan kedua adalah 4 cm


 Koordinasi
 Finger to nose dalam posisi duduk di tepi bed: dapat dilakukan dengan
satu tangan berpegangan ke bed.
 Heel to shin dalam posisi terlentang: tidak dapat dilakukan.
 Kemampuan fungsional
 Spinal Cord Independence Measurement (SCIM)
No. Kategori Konten Skor
1. Pemberian makan 3 = Makan dan minum secara mandiri, tidak membutuhkan 3
bantuan atau alat
bantu.
a. Tubuh bagian atas
2. Mandi 0
0 = membutuhkan bantuan penuh  
 
b. Tubuh bagian bawah 0
0 = membutuhkan bantuan penuh
a. Tubuh bagian atas  
3. Berpakaian 4
4 = Berpakaian secara mandiri tidak membutuhkan alat bantu  
atau pengaturan ruang.  
 
b. Tubuh bagian bawah  
1 = Membutuhkan bantuan minimal dengan pakaian tanpa 1
kancing, resleting
atau renda.
3
4. Berdandan 3 = Berdandan mandiri tanpa alat bantu.
10
5. Pernapasan 10 = Bernapas tanpa bantuan atau alat
bantu.
6
6. Spingter Management 6 = RUV kurang dari 100cc atau Intermittent Self Kateter,
Bladder membutuhkan bantuan untuk memasang perlengkapan
drainage.

7. Spingter Management 10 = Buang air besar teratur tanpa bantuan, tidak ada 10
Bowel
kecelakaan.

Penggunaan toilet 0
8. 0 = Membutuhkan bantuan penuh
9. Mobility in bed and action 4 = Melakukan dua atau tiga kegiatan tanpa bantuan. 4
to prevent pressure
sores

Transfer tempat
10. tidur ke kursi 0 = Membutuhkan bantuan penuh. 0

11. Transfer kursi roda 0 = Membutuhkan bantuan penuh. 0


ke toilet ke bak
12. Mobility indoors 2 = Bergerak secara mandiri di kursi roda 2
manual.
13. Mobility untuk jarak sedang 2 = Bergerak secara mandiri di kursi roda manual. 2
(10-
100 meter)

14. Mobility outdoors (more than 1 = membutuhkan kursi roda listrik atau bantuan minimal untuk 1
100 mengoperasikan
meters) kursi roda manual.
Manajemen tangga 0 = Tidak dapat naik atau turun tangga.
15. 0
0 = Membutuhkan bantuan penuh.
16. Transfer kursi roda 0
ke mobil
0 = Membutuhkan bantuan. 0
17. Transfer tanah ke
kursi roda
     
Total : 46/100
Kesimpulan

 Kesimpulan: pasien masih memerlukan bantuan


dalam melakukan beberapa kegiatan seperti
berpakaian pada tubuh bagian bawah, penggunaan
toilet, dan juga transfer maka perlu ditingkatkan
untuk mencapai kemandirian pasien
Analisa Gerakan

 Kualitas gerak:
 Saat tidur ke duduk
Pasien belum mampu bangun ke posisi duduk dengan mandiri, masih memerlukan
bantuan minimal. Pasien cenderung menggunakan kekuatan pada kedua tangannya. Saat
posisi duduk, pasien berpegangan di tepi bed dengan kedua tangan pasien berada di
samping tubuh.
 Saat duduk ke berdiri
Pasien belum mampu bangun ke posisi duduk dengan mandiri, masih memerlukan
bantuan maksimal. Pasien belum mampu mengontrol kedua lututnya untuk mengunci.
Pada saat berdiri, tubuh pasien condong ke depan, sehingga diperlukan fiksasi pada
pelvic.
 Saat berdiri ke duduk
Paisen belum mampu ke posisi duduk dengan mandiri, masih memerlukan bantuan
maksimal. Pasien belum mampu mengontrol gerakan trunk, hip, dan pelvic dengan baik
sehingga pasien cenderung membanting badannya untuk duduk.
 Kompensasi
Pasien mengkompensasi gerakan saat mengunci kedua lututnya dengan
mencondongkan tubuhnya ke depan dan menumpukan badannya pada
kedua tangan.
 Gerakan involunteer

Tidak terdapat gerakan involunteer.


 Deformitas

Tidak ada
 Pemeriksaan Khusus dan Pengukuran
 Pemeriksaan spastisitas dengan Modified Asworth Scale

Kesimpulan pemeriksaan nilai 1+ pada fleksi knee dextra dan nilai 1


pada fleksi knee sinistra.
 Pemeriksaan kekuatan otot dengan Manual Muscle Testing (MMT)

Kesimpulan pada pemeriksaan MMT didapatkan hasil upper extremity


dengan nilai 5 dan penurunan kekuatan otot pada lower extremity
dengan nilai 3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi

 MRI
Tanggal hasil: 27 Agustus 2018 Kesan:
 Lesi padat intramedulla setinggi Th6-Th7, ukuran +/- +/- 1,07 x 1,03 x 2,34
cm DD/ ependimoma, astrocytoma, metastasis.
 Lesi hiperintense di corpus L1 DD/ hemangioma.
 Degenerasi discus intervertebralis L4-5.
 Tidak terlihat penyempitan celah discus intervertebralis.
 Tidak tampak bulging/ protusio/ ekstrusio discus intervertebralis
thoracolumbal ke posterior yang menyebabkan canalis stenosis.
Pemeriksaan laboratorium
 Penanda tumor

Tanggal hasil: 24 September 2018 Kesan:


 Ca 125 dengan metode chemilominescens = 6 U/mL
 Ca 15-3 dengan metode chemilominescens = 0,7 U/mL
 Pemeriksaan thyroid
Tanggal hasil: 23 November 2018 Kesan:
 Sero-imunologi thyroid dengan metode chemilominescens = 4,96 ng/dl
 Pemeriksaan natrium, kalium, dan klorida Tanggal hasil: 7 Februari
2019
Kesan:
 Natrium dengan metode ISE = 139 mmol/L
 Kalium dengan metode ISE = 3,71 mmol/L
 Klorida dengan metode ISE = 106 mmol/L
Diagnosa Fisioterapi
 Problematik Fisioterapi
 Body Function and Structure Impairment
 Kelemahan core muscle.
 Kelemahan otot lower extremity.
 Spastis pada extensor knee.
 Activity Limitation
 Tidak dapat menjaga keseimbangan dinamis pada posisi duduk.
 Kesulitan transfer dari bed ke kursi roda.
 Keseimbangan berdiri statis inadekuat.
 Participation Retriction
 Tidak dapat mengajar dan olahraga lagi.
Diagnosa FT berdasarkan ICF
 Gangguan keseimbangan duduk dinamis, kesulitan
transfer dari bed ke kursi roda, dan keseimbangan
berdiri statis inadekuat karena adanya kelemahan
core muscle serta otot lower extremity dan spastis
pada extensor knee yang disebabkan oleh SCI et
causa post OP tumor intradural intramedular
sehingga pasien tidak dapat mengajar dan olahraga
lagi.
Rencana Fisioterapi
 Tujuan jangka pendek
 Meningkatkan kekuatan otot flexor dan extensor trunk.
 Meningkatkan kekuatan otot lower extremity.
 Meningkatkan keseimbangan duduk dinamis.
 Meningkatkan keseimbangan berdiri statis.
 Tujuan jangka panjang
 Dapat berjalan dengan menggunakan mandiri
Penatalaksanaan Fisioterapi
1. Passive Stretching Exercise
 Stretching gastroc dan hamstring
 Stretching core muscle

Dosis
F : 1 x sehari
I : 5 repetisi,
T : 2 sets, hold 8 detik dan rest 4 detik
T : 1 menit, 30 detik
2. Strengthening Exercise

 Bridging Exercise
 Quadriceps Setting
 Hamstring Setting
 Adductor Strengthening Exercise
 Abductor Strengthening Exercise

Dosis
F : 1 x sehari
I : 10 repetisi, 2 sets, hold 8 detik dan rest 4 detik
T : 3 menit
3. Sitting Balance Exercise
 Anterior weight shifting
 Side to side weight shifting

Dosis
F : 1 x sehari
I : 10 repetisi, 2 sets, hold 10 detik dan rest 30 detik
T : 5 menit
4. Functional sitting balance exercise
 Memindahkan gelas dari kanan ke kiri

Dosis :
F: 1 x sehari
I: 10 Repetisi, 2 sets
T: 40 detik
Edukasi
 Pasien diminta untuk aktif latihan yang telah
diberikan oleh fisioterapis dengan pengawasan
keluarga
 Keluarga pasien diminta memberikan passive
stretching sebelum melakukan latihan dan selalu
memberikan semangat kepada pasien.
Saran
 Untuk Pasien
Pasien disarankan untuk mengulangi program latihan setiap hari agar tujuan
dari latihan tersebut dapat tercapai. Dan pasien diharuskan melakukan
home program yang telah diberikan seperti latihan beban di bed dan
pada saat di rumah.

 Untuk Keluarga Pasien


Keluarga pasien diharapkan dapat membantu proses kesembuhan pada
pasien seperti membantu mengarahkan saat pasien melakukan latihan.
Keluarga juga diharapkan mampu memberikan motivasi kepada pasien
untuk lebih rutin dan disiplin dalam menjalankan terapi atau home program.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai