Anda di halaman 1dari 17

Universitas 17 Agustus Surabaya

NILAI SEJARAH DAN PENGEBANGAN


KOTA SAWALUNTO Arsitektur Perkotaan
Dosen Pengampu
Dr. Andarita Rolalisasi, ST.MT.

Kelompok
1. Ahmad Aldi D 144800086
2. David Yefrianto 144800078
3. Zzahwa Muhammad A 144800091
4. Diky Setyawan 144800057
5. Reno Wisasanga 144800064
6. Rahardian R.P. 144800100

Program Studi Prodi Arsitektur 2019-2020


Kota Sawahlunto sebelumnya diakui oleh penambangan batubara Sejak
penurunan produksi pertambangan di Sawahlunto, maka Kota menjadi daerah
administrasi baru yang terbagi menjadi tua dan area kota baru. Makalah ini
membahas perubahan identitas Sawahlunto. Involusi perkotaan mencirikan
kondisi kota; itu jumlah populasi meningkat tetapi tanpa perluasan kota
karakter. Beberapa bagian kota adalah pemukiman kecil dengan kuat identitas
lokal. Dengan demikian, kondisi ini mempengaruhi "kerusakan" atau " dualitas
”identitas Sawahlunto diwakili oleh kota tua dan kota talawih
Pendahuluan
• Bagaimana potensi dan nilai sejarah dalam perkembangan kota Sawahlunto?
Rumusan Masalah • Bagaimana pemanfaatan potensi wilayah dan nilai sejarah Sawahlunto?
• Bagaimana potensi dan kendala wilayah dalam perancangan kota Sawahlunto?

• Mampu memahami pemanfaatan potensi wilayah dan nilai sejarah Sawahlunto


Tujuan Pembahasan • Ketepatan dalam mengenali potensi dan kendala perkembangan kota Sawahlunto
• Ketepatan menggunakan potensi dan kendala wilayah dalam perancangan kota
Sawahlunto
Gambaran Umum Kota Sawahlunto
Kota Sawahlunto di kenal sebagai kota tambang dengan luas wilayah
sebesar 27.345 ha atau 273,45 km2 , secara administrasi terdiri dari 4
kecamatan, 10 kelurahan dan 27 desa. Kecamatan terkecil adalah Kecamatan
Silungkang dengan luas 32.93 km2 sedangkan kecamatan terluas adalah
Kecamatan Talawi dengan luas 99.39 km2, untuk lebih jelasnya mengenai luas
wilayah administrasi Kota Sawahlunto dapat dilihat pada tabel berikut:
Kecamatan Luas Wilayah (km²)
Kecamatan Silungkang 32,93
Kecamatan Lembah Segar 52,58

Gambaran Geografis dan Kecamatan Barangin 88,55


Kecamatan Talawi 99,39
Administrastif Wilayah Jumlah 273.45

Sumber BPS Tahun 2004.

Secara Geografis Kota Sawahlunto berada pada posisi koordinat antara


100.41 dan 100.49 Bujur Timur, 0.34 - 0.46 Lintang Selatan, dengan batas
wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : dengan Kabupaten Tanah Datar


Sebelah Selatan : dengan Kabupaten Solok
Sebelah Timur : dengan Kabupaten Sijunjung
Sebelah Barat : dengan Kabupaten Solok.
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di suatu wilayah selama 6
bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tapi
bertujuan untuk menetap. Rata-rata pertumbuhan penduduk adalah angka yang
menunjukkan tingkat pertambahan penduduk pertahun dalam jangka waktu
tertentu. Angka ini dinyatakan sebagai persentase kenaikan dari penduduk pada
tahun dasar. Dengan luas wilayah Kota Sawahlunto sekitar 273,45 km2, kepadatan
penduduk Kota Sawahlunto tahun 2014 adalah sebanyak 215,66 jiwa/km2.

Jumlah Penduduk
Kecamatan Luas Wilayah (km2 )
2012 2013 2014
Gambaran Demografi Silungkang
Lembah Segar
32,93
52,58
10.298 10.437
12.150 12.111
10.637
12.206
Barangin 88,55 17.174 17.377 17.681
Talawi 99,39 17.945 18.143 18.448
Jumlah 273,45 57.567 58.068 58.972
. Sumber : Kecamatan Dalam Angka Tahun 2012, 2013,2014

Berdasarkan data diatas kecenderungan setiap kecamatan mengalami


peningkatan kepadatan penduduk setiap tahunnya dengan kepadatan yang relatif
masih sangat rendah. Namun jika dibandingkan dengan luas wilayah kota yang
memiliki kelerangan relatif landai, maka angka kepadatan akan meningkat karena
hanya 39,2% wilayah yang memiliki kelerengan dibawah 25%.
Perkembangan jumlah penduduk berdasarkan Lapangan Usaha

Penduduk usia kerja dibedakan antara penduduk angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
Persentase penduduk angkatan kerja di Kota Sawahlunto adalah 63,34 persen dari total
penduduk usia kerja (penduduk 15 tahun keatas). Sedangkan sisanya 32,50 persen adalah
bukan angkatan kerja. Dari 32,50 persen penduduk yang bukan angkatan kerja, sebagian
besarnya adalah sekolah, ibu rumah tangga, pensiunan dan lainnya.

Tabel Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha
Di Kota Sawah Lunto 2012,2013dan 2014
Jumlah
Menurut lapangan usaha
2012 2013 2014

Kondisi Sosial dan Ekonomi Pertanian


Pertambangan dan Penggalian
23,50
13,10
20,58
11,85
17,75
7,74
Industri Pengolahan 4,40 6,82 4,06
Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,50 2,92 1,39
Bangunan 6,70 3,56 5,03
Perdangan, Hotel dan Resto 21,10 22,01 23,89
Pengangkutan dan Komunikasi 5,20 4,25 3,79
Keuangan, Persewaan dan Jasa
2,10 3,01 4,79
Perusahaan
Jasa-Jasa 100,00 100,00 100,00

Berdasarkan tabel diatas perkembangan jumlah penduduk meningkat dibidang


perdagangan, hotel dan resto serta dibidang keungan , persewaaan dan jasa perusahaan.
Hal ini memperlihatkan bahwa tidak ada perubahan signifikan dari perkembangan
penduduk dilihat dari lapangan usaha.
Laju Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari pertumbuhan setiap sector usaha pembentuk
PDRB, karena pada dasarnya pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan PDRB yang
dihitung atas dasar harga konstan. Berikut ini dapat dilihat pertumbuhan semua sector usaha
pembentuk PDRB pada kurun waktu 2008-2012 .

Sektor 2008 2009 2010 2011t 2012


Pertanian 7,40 5,26 7,28 3,12 9,90
Pertambangan Penggalianr 0,89= - 10,3 -15,02 -3,88 -7,66
Industri Pengolahan - 1,74 12,60 10,32 6,81f 4,33
Listrik, Gas & Air Bersih 5,22 14,67 8,20 6,20 10,68
Lanju Pertumbuhan Bangunan 5,73 6,09 15,46 8,81 8,85
Perdagangan, Hotel &
Ekonomi Restoran
6,24 9,19 8,91 7,49 7,11

Pengangkutan dan
4,80f 7,08 8,12 8,07 8,64
Komunikasit
Keuangan, Persewaan &
3,86 5,28 7,95 6,88 7,48
Jasa Kerusahaanr
Jasa-Jasae 4,78 7,86 9,42 8.82 9,46

Sumber : PDRB Kota Sawahlunto 2012


Produktivitas total daerah dapat menggambarkan seberapa besar tingkat produktivitas
tiap sektor dalam rangka mendorong perekonomian suatu daerah. Hal ini tergambar
melalui PDRB atas dasar harga berlaku. Dari ke-9 sektor/ lapangan usaha tersebut,
yang berkontribusi terbesar terhadap PDRB Kota Sawahlunto adalah sektor/ lapangan
usaha jasa-jasa, dan yang kontribusinya paling kecil sektor listrik, gas dan air bersih.
Tabel produktifitas daerah per sektor (adh berlaku) di kota Sawahluntotahun 2008-2012 (juta rupiah)

Produktivitas Total Daerah

Sumber: PDRB kota Sawahlunto 2012


Pembangunan industri pariwisata kota Sawahlunto merupakan wujud dari keinginan untuk
mencapai visi kota “Sawahlunto Tahun 2020 Menjadi Kota Wisata Tambang yang Berbudaya”,
karena itu semua sector pembangunan lain diarahkan guna menunjang percepatan
pembangunan pariwisata. Inovasi dan kretivitas menjadi factor utama keberhasilan sector ini
disamping potensi alam yang tersedia, karena konsep “Heritage Tourisme’ menjadi unggulan
dan pembeda kota Sawahlunta dengan daeah tujuan wisata lain. Perkembangan kepariwisataan
Kota Sawahlunto dapat terlihat angka kunjungan wisatawan sebagai berikut :
JUMLAH KUNJUNGAN
no OBJEK WISATA
2008 2009 2010 2011 2012

1 Wisata Ziarah 2.320 8.185 9.952 11.247 *

2 Museum Gudang Ransum 6.250 6.381 5.640 8.014 9.359

Potensi Wilayah 3
4
Museum Kereta Api
Air Dingin / Waterboom
978
201.800
2.069
157.436
2.477
150.392
2.569
167.073
4.034
170.305

5 Kereta Api Wisata - 40.456 42.854 38.648 *


6 Wisata MICE / Convensi 4.947 34.231 36.489 48.379 249.870
7 Taman Satwa Kandi 83.543 85.139 128.084 279.958 302.566

8 Even Pacu Kuda 175.000 192.000 169.601 25.000 *


9 Kereta Api Mak Itam - 7.641 8.281 1.960 1.500

10 Even Motocross / Roadrace 12.356 58.865 63.123 92.464 *


11 Lobang Mbah Soero 1.330 3.307 2.801 3.891 *
12 Desa wisata rantih - - 865 907 3.447

13 Makan bajamba - - 16.000 20.000 *


14 Simfest - - 9.000 17.000 *
15 Pekan Muharam - - 3.000 12.000 *
Sejarah dan dasar – dasar pembentukan
identitas kota sawahlunto
Kota Sawahlunto memiliki tahapan sejarah yang panjang. Dimulai dari sebuah
permukiman awal yang dihuni oleh kelompok masyarakat agraris. Sebelum batu bara
menjadi komoditas yang mendorong eksplorasi kolonial Belanda, Sawahlunto merupakan
areal persawahan yang membentang di seluruh bagiannya.
Dalam periodisasi Nas (1986), Kota Sawahlunto pada awalnya merupakan kota
kolonial (colonial town). Kota ini awalnya merupakan bentang lahan persawahan sebelum
akhirnya diolah oleh Nagari Kubang, sebuah kelompok sosial dalam masyarakat adat. Kata
awal "Sawahlunto" mereferensikan kondisi saat itu yang masih berupa persawahan. Sawah
yang dimaksud terletak di sebuah lembah yang dialiri sebuah anak sungai yang bernama
Batang Lunto.
Sejarah dan Berbeda dengan kota-kota lainnya di pantai barat yang telah ada sebelumnya, kota-
dasar – dasar pembentukan kota yang berada di dataran tinggi Sumatera Barat relatif baru dalam pertumbuhannya
identitas (Asoka dkk, 2005). Kota Sawahlunto dapat dibedakan dari kota-kota lainnya karena faktor
kota sawahlunto penentu utama, yaitu deposit batu bara yang sangat melimpah, Tidak seperti kota lainnya
yang berada di dataran tinggi, Kota Sawahlunto awalnya tidak sebagai pusat pemerintahan
di Sumatera, melainkan kota tambang
Tahun 1891 adalah awal pertambangan batu bara di Kota Sawahlunto. Kota ini pun
telah sepenuhnya menjadi sebuah kota kolonial (colonial town). Dengan demikian, di
Sawahlunto ditempatkan seorang pejabat pemerintah Aspirant Controleur, wakil kontrolir.
Empat tahun kemudian (1895) Sawahlunto telah ditetapkan sebagai ibukota Kelarasan Kota
VII dan Silungkang dinilai tidak strategis lagi oleh Belanda secara ekonomis karena
eksploitasi batu bara lebih penting untuk diperhatikan. Padahal sebelumnya, Kota
Sawahlunto masih termasuk ke dalam Keselarasan Silungkang karena berada dalam
Kanagarian Kubang.
Tahun 1903, Kelarasan Kota VII menjadi Kelarasan Sawahlunto seiring dengan
perkembangan kota yang pesat. Status kota ditunjukkan lebih jelas dengan mengangkat
seorang Burgelijken Stand (walikota) pada tahun 1911. Hal ini disebabkan karena Kota
Sawahlunto dipandang memiliki posisi yang strategis saat itu . Perkembangan selanjutnya,
tahun 1914 Sawahlunto dijadikan sebagai ibukota Afdeeling Tanah Datar yang semula berada
di Batusangkar. Status yang lebih tinggi lagi dimiliki Sawahlunto pada tahun 1918. Sawahlunto
ditetapkan sebagai gemeente (kotapraja). Walikota yang dipilih oleh Kepala Afdeeling Tanah
Datar dibantu oleh Gemeenteraad (Dewan Kota) yang terdiri dari 5 Eropa, 3 Pribumi dan 1
Cina.
Pada tahun 1929 Kota Sawahlunto diperluas menjadi 5.777 Ha yang tidak berubah sampai
tahun 1990. Bahkan pada tahun 1930 Kota Sawahlunto memiliki jumlah penduduk terbesar
Sejarah dan kedua di Sumatera Barat (Colombijn, 1994). Pada masa penjajahan Jepang, Kota Sawahlunto
dasar – dasar pembentukan menjadi ibukota kabupaten (Ken) Solok dengan bupati seorang Jepang bernama Bung Tsu
Tjonya. Penjajah Jepang pun mendidik penduduk lokal untuk membantu dalam pertambangan
identitas batu bara. Namun, perekonomian kota menjadi mandek karena seluruh keuntungan dari
kota sawahlunto komoditas batu bara dikuasai Jepang. Hal ini menyebabkan kondisi fasilitas kota menjadi rusak
karena tidak adanya biaya perbaikan dan pemeliharaan. Kehidupan masyarakat pun menjadi
Lanjutan
sulit karena perekonomian yang mandek, tidak ada arus uang yang berputar di kalangan
penduduk lokal (Asoka, dkk, 2005).
Setelah kemerdekaan, kota dibagi ke dalam dua kecamatan, yaitu Kota Sawahlunto
Utara (dua nagari) dan Sawahlunto Selatan (tiga nagari). Kota ini masih memiliki arti penting
bagi pergerakan kemerdekaan karena menjadi pusat perakitan senjata yang berada di pabrik
Tambang Batu bara Ombilin. Sejak dibukanya areal tambang batu bara, penduduk Kota
Sawahlunto dihuni oleh masyarakat Minangkabau (dari berbagai kabupaten di Sumatera
Barat) sebagai masyarakat asli dan masyarakat pendatang (Jawa, Sunda, Batak, keturunan
Cina, bahkan keturunan Belanda). Pertambangan telah menyatukan berbagai etnis tersebut
yang terlihat sampai saat ini.
Kesimpulan
Konteks perkembangan kota sangat memberikan pengaruh terhadap identitas sebuah kota.
Identitas Kota Lama sangat dipengaruhi oleh keberadaan kota yang merupakan warisan kolonial.
Sesuai dengan definisi Nas (1993), kota kolonial merupakan kota yang dibangun oleh pemerintah
kolonial Belanda untuk tujuan pusat pemerintahan. Namun, ciri Kota Lama tidaklah sebagaimana yang
dipersepsikan oleh Nas. Kota Lama merupakan kota pertambangan dengan fungsi pemerintahan yang
muncul belakangan. Di samping itu, bentang alam turut membentuk identitas kota, selain corak
kehidupan kota yang heterogen.
Melalui produk kultural yang dapat dijual kepada investor dan wisatawan, kota diharapkan dapat
berkompetisi dan bertahan dari perkembangan ekonomi yang tidak menguntungkan karena hilangnya
basis produksi semula. “Kota Wisata Tambang yang Berbudaya” diwujudkan ke dalam pengembangan
kawasan Kota Lama dengan identitas sejarahnya (Pemerintah Kota Sawahlunto, 2001). Pemerintah
kota pun berusaha keras untuk memelihara kualitas lingkungan kota yang semakin menurun untuk
meningkatkan identitas sebagai “Little Dutch”.
Namun, sisi identitas yang lain sedikit terabaikan. Kota Sawahlunto menyisakan wilayah-wilayah
“belakang” yang merupakan kawasan perdesaan dan kota kecil, seperti halnya Talawi. Kehidupan kota
ini sangat bergantung terhadap bentang alam yang datar dan dilalui Sungai Ombilin sebagai penggerak
ekonomi kota yang sebagian besar pertanian (agroindustri skala kecil). Pusat kota merupakan Pasar
Nagari yang menjadi konsentrasi kegiatan perkotaan, sekaligus identitas lokal yang dominan. Dalam
perkembangan mutakhir, kota ini sedikit tersentuh “pembangunan kota”. Dalam hal ini, identitas kota
memiliki kekuatan untuk mengarahkan pembangunan kota. Dalam perkembangan saat ini, Kota
Sawahlunto telah menjadi kota yang identitasnya “terbelah”.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai