Anda di halaman 1dari 71

SENYAWA FLAVONOID

OLEH

Burhanuddin
Taebe
SENYAWA FENOLIK ALAM

FENILPROPANOID POLIKETIDA

FLAVONOID
FLAVONOID
I. PENDAHULUAN
 Senyawa fenol alam
 2% Karbon tumbuhan diubah jadi flavo-
noid atau 1 milyar ton pertahun
 Warna bunga dan buah, flavin (kuning,
jingga), antosian (merah, biru, ungu)
 Tumbuhan: pigmen, pertumbuhan, perta-
hanan, tabir surya, berkomunikasi
 Manusia : antioksidan, antiinflamasi,
immunostimulan, antikanker, antivirus
dan antimikroba.
Kerangka dasar
 Kerangka dasar 15 atom C, dua cincin
benzen, terikat pada rantai propana,
susunan C6–C3–C6 susunan yaitu : 1,3–
diarilpropana (flavonoid) 1,2–diarilpro-
pana (isoflavonoid) dan 1,1 – diarilpro-
pana (neoflavonoid)

C3
C3 C2
C1
C2
C3 C1

C2
C1

FLAVONOID ISOFLAVONOID NEOFLAVONOID


FLAVONOID

OH

HO O
O OH

O
O OH

FLAVON KUERSETIN

O O

OCH3
O

KRANJIN
ISOFLAVONOID

HO O H3CO O

O
O CH2
OH OH O
HO OCH3 O

FEREIRIN PTEROKARPAIN

O O
O

OCH3
ROTENON
OCH3
NEOFLAVONOID
H3CO O O O O

OH

HO

DALBERGIN BRAZILIN

H3CO O O

KALOFILOID

O
FLAVONOID

Struktur dasar : inti dasar dgn 15 atom C yg membentuk


konfigurasi C6-C3-C6; yakni 2 cincin aromatik yang
dihubungkan oleh 3 atom C yang dapat / tidak dapat
membentuk cincin ketiga

Perbedaan kelas flavonoid :tingkat oksidasi & pola


substitusi cincin C
Perbedaan tiap kelas : pola substitusi pd cincin A & B
ISOFLAVON

Nama senyawa Atom C - 5 Atom C - 7 Atom C – 4’


Genistein OH OH OH
Genistin OH O-glc OH
Daldzein OH OH
Daldzin O-glc OH
Biochanin A OH OH OCH3
formononetin OH OCH3
FLAVAN-3-OL

Atom
Atom Atom Atom Atom Atom
Nama senyawa C – 4’
C-3 C–5 C–7 C – 3’ C – 5’

(+)-catechin OH OH OH OH OH
(-)-epicatechin OH OH OH OH OH
(-)-epigallocatechin OH OH OH OH OH OH
FLAVAN-3-OL

Atom
Atom Atom Atom Atom
Nama senyawa C – 4’
C-3 C–5 C–7 C – 3’

Cyanidin OH OH OH OH OH
Cyanin O-glc OH OH OH OH
pelaronidi OH OH OH OH
Markham, 1982

1. Flavonoid O-glikosida
2. Flavonoid C-glikosida
3. Flavonoid sulfat
4. Biflavonoid
5. Aglikon flavonoid yg aktif-optik
(
1. Flavonoid O-glikosida

Satu gugus OH terikat pd 1 gula/lebih dgn


ikatan hemiasetal yg tak tahan asam
Glikolasi → flavonoid kurang reaktif & lebih
mudah larut dlm air
Gula : glukosa (umum), galaktosa, rhamno-
sa, xilosa & arabinosa
- Gula lain : alosa, manosa, fruktosa,
apiosa, as. glukoronat, galakturonat
- Disakarida : soforosa, gentibosa, rutinosa
1. Flavonoid O-glikosida

Apigenin-7-O-glycosides : R1 = R2 = H, R3 =
sugars
Luteolin-7-O-glycosides : R1 = OH, R2 = H, R3 =
sugars
Tricetin : R1 = R2 = OH, R3 = H.
1. Flavonoid O-glikosida
2. Flavonoid C-glikosida

Gula terikat pada atom C flavonoid (inti


benzena) dengan ikatan C-C yg tahan asam
Jenis gula :
- Glukosa (umumnya) : viteksin, orientin
- Galaktosa : apigenin 8-C-galaktosida
- Rhamnosa : violantin
ering mengalami O-glikosida lebih lanjut
(OH gula / fenol) atau asilasi (OH gula)
2. Flavonoid C-glikosida

Vitexin : R1 = H
Orientin : R1 = OH

(Markham et al, 1989)


3. Flavonoid Sulfat

Mengandung 1 atau lebih ion sulfat yang


terikat pada hidroksil fenol atau gula
- mudah larut dalam air
- sebagian besar berupa glikosida bisulfat

Axillarin 7-sulphate
(Flamini et al, 2001)
4. Biflavonoid

Merupakan flavonoid dimer (dari flavon &


flavanon)
Ikatan antar flavonoid : ikatan C-C
Sifat fisik & kimia mirip monomer flavonoid
pembentuknya (spektrum UV-Vis, uji warna)
4. Biflavonoid
5. Aglikon flavonoid aktif-optik

Mengandung atom C asimetrik


Flavanon, dihidroflavonol, katekin, ptero-
karpan, rotenoid & beberapa biflavonoid
Asal usul Biogenetik

Awal, Robinson (1936): kerangka C6 – C3


– C6 dari kerangka C6 – C3 fenilpropana
mempunyai gugus fungsi oksigen pada
para, para dan meta atau dua meta dan satu
para pada cincin aromatik. Senyawa
fenilpropana, seperti asam amino
fenilalanin dan tirosin, bukan menurunkan
flavonoid, hanya bertalian.
Cincin benzen dihubungkan satuan tiga
karbon dapat atau tidak dapat membentuk
cincin ketiga.
Untuk memudahkan maka cincin benzen pertama
diberi indeks A, cincin benzen kedua indeks B dan
cincin yang dapat terbentuk cincin C

3' 3
OH
2' 4' 2
4
8 1 B 3' 2' 1 B
9 O 2 5' HO OH 5
7 1'
6' 4' 6
A C A
6 3 5'
10 4
5 O 6' O
Dilanjutkan Birch: tahap pertama
biosintesis flavonoid, dari unit C6 – C3
berkombinasi dengan 3 unit C2
menghasilkan unit C6 – C3 – (C2+C2+C2),
maka biosintesis dari flavonoid melalui 2
jalur bisosintesis yaitu poliketida (asam
asetat atau mevalonat) membentuk cincin
A dari kondensasi 3 molekul unit asetat,
sedang cincin B dan tiga atom karbon dari
rantai propana berasal dari jalur
fenilpropana (shikimat).
HO O
HO OH

O
OH O
OH

FLAVANON KHALKON

Pokok-pokok Biosintesis Flavonoid


Hubungan Biogenetik Berbagai jenis Flavonoid (Grisebach)
OH OH OH
H
HO O HO OH HO O
[O] O

OH O OH O OH O

Flavanon Khalkon

OH OH
Ha
HO O a HO O
b +OH-
+ H OH
OH O OH O
[O]
+ a Flavanonol
-H b H
-H+
OH OH

HO O HO HO O
O
CH OH
OH
O
OH O OH OH O

Flavon Auron Flavonol

H
HO O HO O
O

H
OH O OH O
OH
Isoflavon

Katekin

Antosianidin
Biosintesis Antosianidin dan Katekin (Haslam)
OH OH

HO O HO O
OH OH

OH O
OH O OH OH

Flavanonol
-H2O
OH
H+ OH
O O
OH O O
2[H] OH
O
O
OH
OH

H+
OH OH
H+
HO O
OH O O
OH

OH
+ OH
OH

H+ H+

H+
OH OH O

HO O HO O HO O
OH + OH OH

OH OH OH
OH OH OH

Katekin Antosianidin
Fungsi flavonoid pada tumbuhan
Fungsi penyerbukan: pigmen tumbuhan,
warna jingga, merah, biru dan ungu pada
bunga dan buah, faktor penarik lebah, kupu-
kupu, burung dan hewan lainnya, terjadi
penyerbukan. Burung suka merah, lebah biru.

Fungsi pengatur tumbuh. tidak langsung


sebagai zat pengatur tumbuh, melalui sistem
IAA (Indole Acetic Acid) – IAA Oxidase.
Secara in vitro, flavonoid (kuersetin ) dapat
menghambat enzim IAA – Oxidase, berarti
kuersetin secara tidak langsung meningkatkan
pertumbuhan.
Sebagai ”feeding deterrent” maupun
”feeding stimulant”. Kadar tanin yang
tinggi pada buah muda merupakan
”feeding deterrent” kera maupun
manusia tidak bernafsu untuk memakan
sebelum masak. Senyawa morin dan
isokuersetrin dalam daun murbei (Morus
alba L), merupakan ”feeding
stimulant” bagi ulat sutera (Bombyx
mori).
Zat alelopati. Untuk berinteraksi dengan
lingkungan, tumbuhan menggunakan sinyal
berupa senyawa kimia.Pada tahun 1986, secara
hampir bersamaan, para ahli dari berbagai
laboratorium di dunia melaporkan bahwa
simbiosis antara tumbuhan polong-polongan
dengan bakteri marga Rhizobium dipicu oleh
sinyal kimia berupa senyawa flavonoid dari
akar tumbuhan. Sejak tahun 1982, ahli ekologi
mengetahui tumbuhan “Spotted knapweeds”
(Centaurea maculosa Lam.) mengeluarkan
senyawa alelopati yang menghambat
pertumbuhan tumbuhan lain di sekitarnya,
tahun 2001 diketahui adalah (-) – katekin
(golongan flavan), sekarang diteliti untuk
herbisida alam.
Tabir surya. Rusaknya ozon di lapisan
stratosfir, terutama di daerah dekat Kutub
Selatan, tumbuhan mengalami cekaman
sinar ultraviolet B (UVB). Sejenis semang-
gi di Selandia Baru mempunyai toleransi
yang tinggi terhadap sinar UVB, adaptasi
ini karena adanya kadar flavonoid yang
meningkat.
II. Ekstraksi dan Isolasi
1. Ekstraksi
 aglikon adalah polifenol sehingga bersifat polar,
agak asam, larut dalam basa.
 umumnya pelarut polar dapat diunakan seperti
etanol, metanol, butanol, aseton, dimetil sulfoksida,
dimetilformamida, air.

 bentuk glikosida karena ada gula mudah larut dalam


air, campuran pelarut diatas dengan air merupakan
pelarut yang baik.

 aglikon kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan


flavon serta flavonol termodifikasi, cenderung larut
dalam pelarut seperti eter dan kloroform
Analisis flavonoid yang ideal adalah bentuk
segar, walaupun kering dan lama masih
memberi hasil baik. Bila bahan segar, sisa
cuplikan yang dianalisis segara dikeringkan
mencegah kerja enzim. Ekstraksi baik dua
tahap; pertama metanol-air (9 : 1) dan kedua
metanol-air (1 : 1). Ekstrak dicampur dan
diuapkan hingga sepertiga , atau hampir semua
metanol menguap. Ekstrak dapat dibebaskan
dari senyawa kepolarannya rendah seperti
lemak, terpena, klorofil, xantofil dengan
ekstraksi (dalam corong pisah) menggunakan
pelarut heksan atau kloroform. Ekstraksi
dilakukan beberapa kali, lapisan air
mengandung sebagian besar flavonoid,
dirotapavor.
Lanjutan
Pemilihan pelarut tidak hanya tergantung pada
kepolaran, tetapi juga tempat substansi berada. Bila
pada vakuola sel, bersifat hidrofilik, penyarian dengan
air atau pelarut alkoholik. Jika dalam kloroplas pelarut
nonpolar sebelum alkoholik.
Ekstraksi antosianin atau flavonoid kepolaran rendah
tidak cocok. Antosian, daun segar atau bunga segera
digerus dengan NaOH yang mengandung 1% HCl
pekat. Ekstraksi terjadi ditandai adanya perubahan
warna larutan, kromatografi atau analisis spektroskopi
ekstrak segera dilakukan untuk mencegah hidrol isis
glikosida. Untuk simplisia yang mengandung
flavonoid dengan kepolaran yang lebih rendah lagi
langsung diisolasi dengan heksana atau eter beberapa
menit, ingat ekstrak yang diperoleh mengandung
lemak dan lilin.
2 Isolasi

Metode terbaik isolasi campuran flavonoid a.l ; KKt


dan KLT. Metode KKt, kertas disarankan kertas
Whatman 3MM (46 x 57 cm) atau setara. Ekstrak
ditotolkan 8 cm dari tepi lipatan pertama dan 3 cm dari
lipatan kedua dengan garis tengah 3 mm berpusat
pada satu titik, keringkan bercak dengan pengering
rambut. Ekstrak yang ditotolkan secara umum yaitu
dari sejumlah ekstrak yang diperoleh dari 50 – 100 mg
bahan tumbuhan kering. Elusi pertama dapat BAA (n-
Butanol,Asam asetat,Air = BAW) 4:1:5 atau TBA (t-
BuOH:HOAc:H2o) 3:1:1.Kertas diangkat, keringkan di
lemari asam, bagian kromatogram yang dilipat (a)
digunting. Eluen kedua menggunakan biasanya
berupa larutan dalam air seperti asam asetat
15%.Untuk antosianin disarankan pengembang
setara ,biasanya BAA atau Bu/HCl dan kedua HCl 1%.
Flavonoid tidak nampak, kecuali antosian
(bercak jingga sampai lembayung yang
biru dengan uap ammonia), khalkon,
auron dan 6-hidroksi flavanol kuning).
Karena alasan tersebut, untuk
mendeteksi bercak, kromatogram
diperiksa dengan sinar UV (366 nm dan
254 nm) diperjelas dengan uap
ammonia.
Lanjutan
Untuk isolasi flavonoid skala besar dapat dilakukan dengan
kromatografi kolom. Dasarnya, cara ini meliputi penempatan
campuran flavonoid (berupa larutan) di atas kolom berisi serbuk
penjerap (seperti selulosa, silika, atau poliamida), lanjutkan
dengan elusi setiap komponen memakai pelarut yang sesuai.
Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi dengan keran
pada salah satu ujungnya dengan ukuran garis tengah berbanding
panjang kolom 1:10 atau 1:30.

Mengemas kolom dengan hati-hati agar kolom homogen, Jika


tidak ada kaca masir, dapat kaca wol atau kapas, sumbat ini
direndam pengelusi tingginya ± 10 cm. Kemasan kolom dibuat
bubur dengan pelarut sama, lalu dituang ke dalam kolom tanpa
putus agar tidak terbentuk lapisan. Kemasan dibiarkan turun dan
kelebihan pelarut dibiarkan turun. Jika fase diam poliamida yang
digunakan maka dianjurkan untuk mengembangkan dulu satu
jam.

Selanjutnya larutan cuplikan ditempat di atas kemasan sedemikian


rupa sehingga berupa satu pita, menggunakan pelarut sesedikit
mungkin untuk hasil yang baik. Biarkan larutan cuplikan meresap
ke dalam kemasan dengan membuka sedikit keran, tutup dan
tambah perlahan-lahan cairan pengelusi dan dibiarkan kembali
meresap ke dalam kemasan.
Karakterisasi dan Identifikasi
Secara umum ditentukan dengan uji warna,
kelarutan, bilangan Rf dan ciri spektrum
ultraviolet.

Jika tidak tercampur, dengan uap ammonia


berwarna spesifik masing golongan. Falavon &
flavonol kuning-kuning kemerahan. Antosianin
merah biru, flavononol orange atau coklat.
Warna merah & lembayung terjadi mendadak
dalam suasana asam, khalkon atau auron.

Flavonoid kuning terang atau jingga dalam


larutan basa, jika bagian tumbuhan tanwarna
diuapi amonia, terbentuk garam karena
struktur kuinoid pada cincin B seperti berikut :
Adanya gugus fenol memberikan reaksi
positif dengan pereaksi fenol, misalnya
besi (III) klorida dan pereaksi asam
sulfat memberi warna spesifik. Reaksi ini
tidak spesifik, tidak dapat digunakan
membedakan golongan dan harus diikuti
oleh uji warna lainnya.

Flavonoid dengan gugus hidroksil


kedudukan orto berwarna kuning intensif
jika bereaksi dengan asam borat dan
larutan natrium asetat, seperti rekasi
berikut:
OH O- O

O O O
-
OH

O O O-
Pembentukan struktur kuinoid dari flavonoid dengan basa

HO
OH OH
O B
OH
O
NaOAc, H3BO3
HO O
HO O
OH-

O
O
Kompleks flavonoid dengan asam borat dan natrium asetat
Selain pada kedudukan orto, gugus hidroksil
dengan kedudukan lain diduga dapat membentuk
ikatan dengan campuran asam sitrat dan asam
borat, pada pemanasan, pereaksi sitroborat,
mekanisme reaksi yang terjadi belum dapat
diketahui secara pasti. Warna fluoresensi yang
terbentuk adalah kuning, kuning kehijauan
dengan sinar UV 366 nm.

Pereaksi AlCl3 membentuk kompleks dengan


flavonoid (gugus hidroksil berkedudukan orto)
menimbulkan warna kuning, ini tidak stabil
dengan HCl dan terurai kembali, jika gugus
hidroksil yang berkedudukan dekat gugus
karbonil akan stabil dengan penambahan HCl.
Cl
OH O Al

OH O

HO O HO O
AlCl3

HCl
O O

Cl
O Al
OH O OH
OH
OH
HO O
HO O
HO O
AlCl3 HCl
O O
Al O O
OH O Cl Cl Al
Cl Cl
Kompleks flavonoid dengan AlCl3 lewat gugus
hidroksil yang berkedudukan orto dan yang
berkedudukan dekat gugus karbonil, digunakan
dasar penetapan adanya gugus hidroksil pada
kedudukan tertentu dalam molekul flavonoid.

Lazim identifikasi flavonoid diawali dengan


reaksi warna menggunakan pereaksi-pereaksi,
seperti natrium hidroksida, asam sulfat, besi (III)
klorida, logam magnesium dan asam klorida.
Kelarutan dari flavonoid menjadi dasar dalam
ekstraksi dan pemisahan secara kromatografi,
sifat-sifatnya dengan pereaksi-pereaksi tertentu
menjadi dasar analisis spektrofotometri UV-
tampak.
 Isoflavon, falavanon dan dihidroflavonol punya spektra
UV mirip, disebabkan tidak punya sistem konyugasi
sinamoil cincin B. Larutan isoflavon dalam metanol
memberikan spektra UV puncak II pada 250 nm –
270 nm, puncak I pada 300 nm – 330 nm. Flavanon
dan dihidroflavanon puncak II pada 270 nm – 290
nm dan puncak I pada 320 nm – 330 nm.
 Peran gugus OH pada cincin A flavon dan flavonol
memberi pergeseran batokromik nyata pada pita II
dan sedikit pada pita I.
 Metilasi dan glikosilasi pada flavon dan flavonol pada
absorpsi. Jika gugus 3, 5, dan 4’ – OH pada flavon dan
flavonol termetilasi dan terglikosilasi terjadi
pergeseran hipsokromik terutama pita I. Pergeseran
yang terjadi terbesar 12 – 17 nm, bisa mencapai 22 –
25 nm pada flavon yang tidak mempunyai gugus 5 –
OH.
 Pita II (serapan cincin A bagian benzoil), pita I
(serapan cincin B bagian sinamoil). Intesitas
serapan tergantung panjangnya sistem
konyugasi, adanya subtitusi terutama pada
kedudukan atom C3 dan C5. Sebagai contoh
senyawa flavon yang mempunyai sistem
sinamoil mengandung sistem konyugasi lebih
panjang daripada sistem benzoil, intensitas
puncak I lebih kecil dari intensitas puncak II.
 Flavon, flavonol tersubtitusi oksigen hanya
pada cincin A, dalam metanol cenderung
memberikan spektra nyata pada pita II dan
lemah pada pita I, tetapi jika cincin B
tersubtitusi oksigen, pita I akan kelihatan lebih
nyata.
Penambahan pereaksi geser atau pereaksi diag -
nostik dan dengan adanya hidroksilasi, glikolasi
metilasi serta asetilasi dapat mengubah karak-ter
te
resapan senyawa flavonoid, ini dapat digu-nakan
untuk memperkirakan struktur flavonoid
tersebut.
1. Efek hidroksilasi
Adanya gugus OH pada cincin A pada flavon or flavo-
nol memberi pergeseran batokromik nyata pada pita I
or pita II. Apabila gugus OH tidak ada pada flavon atau
flavonol, max muncul pada  lebih pendek diban-ding
jika ada gugus 5 – OH. Subtitusi gugus OH posisi 3, 5
dan 4 punya sedikit efek or tidak sama sekali pada
spektra UV. Pita absorpsi I isoflavon punya intensitas
lemah, pita II intensitas kuat. Absorbsi pita II isoflavon
biasanya antara 245 – 270 nm dan relatif tidak punya
efek pada cincin B dengan adanya hidroksilasi.
2. Efek natrium metoksida
NaOCH3 basa kuat dapat mengiionisasi semua gugus
dalam flavonoid. Degradasi or pengurangan kekuatan
spektra setelah waktu tertentu merupakan petunjuk
baik akan adanya gugus yang peka terhadap basa.

Spektra isoflavon yang mempunyai gugus OH pada


cincin A ada pergeseran batokromik baik pada pita I
maupun pita II.

Puncak spektra UV senyawa 3’ – 4’ di-OH isoflavon


akan mengalami penurunan intensitas beberapa menit
setelah penambahan NaOCH3. Adanya perbedaan
kecepatan dekomposisi 4’ mono-OH isoflavon dapat
digunakan menentukan bahwa dekomposisi yang
berjalan cepat menunjukkan adanya 3’ – 4’ di -OH
isoflavon.
Penambahan NaOCH3 pada flavon dan flavonol dalam
metanol umumnya memberi pergeseran batokromik
semua pita serapan. Pergeseran batokromik yang
besar pada serapan pita I sekitar 40 – 65 nm tanpa
penurunan intensitas, menunjukkan adanya gugus 4’ –
OH bebas. Flavonol yang tidak punya gugus 4’ – OH
bebas juga memberi pergeseran pada pita serapan I,
dengan penurunan intensitas. Pergeseran batokromik
yang disebabkan adanya gugus 3 – OH bebas. Jika
suatu flavonol mempunyai 3 dan 4’ – OH bebas, maka
spektra dengan NaOCH3 akan mengalami dekompo-
sisi.

Pengganti NaOCH3 yang baik ialah laruan NaOH 2M


dalam air.
3. Efek natrium asetat

Na-OAc adalah basa lemah dan hanya akan mengionisasi gugus


yang sifat keasamannya tinggi, khususnya untuk mendeteksi
adanya gugus 7 – OH bebas. Na-OAc hanya dapat mengionisasi
isoflavon khusus pada gugus 7 – OH, gugus 3’ atau 4’ – OH
pada flavonol. Oleh sebab itu interpretasi terhadap pergeseran
spektra isoflavon untuk penambahan Na-OAc menjadi sederha-
na. Adanya 7 – OH isoflavon menyebabkan pergeseran batok -
romik 6 – 20 nm pada pita II setelah penambahan Na-OAc.

Na-OAc dan asam borat akan membentuk kompleks dengan


gugus orto -OH pada cincin B menunjukkan pergeseran
batokromik pita serapan I sebesar 12 – 30 nm. Gugus orto -OH
pada cincin A juga terdeteksi dengan efek Na-OAc dan asam
borat. Adanya pergesaran batokromik sebesar 5 – 10 nm pada
pita II menunjukkan adanya gugus orto hidroksi pada posisi C6
dan C7 atau C7 dan C8.
4. Efek aluminium klorida

Membentuk kompleks dengan gugus OH dan keton ber-


tetangga tahan asam, membentuk kompleks dengan
gugus orto – OH tidak tahan asam. Adanya gugus 3’, 4’
– OH pada isoflavon atau flavanon dan dihidroflavo -nol
tidak terdeteksi dengan AlCl3 karena cincin B punya
sedikit or tidak ada konyugasi kromofor utama. Jika
isoflavon, flavanon (dan mungkin dihidroflavonol) me -
ngandung gugus orto – OH pada posisi 6, 7 atau 7, 8
maka spektra AlCl3 menunjukkan pergeseran batok-
romik (biasanya pada pita I dan pita II). Serapan pita II
spektra UV semua 5 – OH isoflavon terdeteksi dengan
pe+an AlCl3/HCl, kecuali 2 – karboksil 5, 7 – dihidroksil
isoflavon, ditandai pergeseran batokromik pita II 10 –
14 nm (relatif terhadap spektra CH3-OH). Spektra iso-
flavon tidak punya gugus 5 – OH bebas tidak berefek
setelah pe+an AlCl3 / HCl.
Pada flavon dan flavonol, adanya gugus
orto – OH pada cincin B diketahui jika
pe+an asam pada spektra AlCl3 terjadi
pergeseran hipsokromik sebesar 30 – 40
nm pada pita I (atau pita Ia jika terdiri dari
dua puncak). Adanya pergeseran batokro-
mik pada pita Ia (dalam AlCl3 / HCl)
dibandingkan dengan pita I (dalam CH3-
OH) sebesar 35 – 55 nm, menunjukkan
adanya 5 – OH flavon or flavonol 3 – OH
tersubtitusi.
PENETAPAN KADAR FLAVONOID
 PRINSIP KERJA : ditetapkan kadar flavonoid
sebagai aglikon, hidrolisis asam dengan heksa-
metilentetramin, selanjutnya ukur spektrofoto-
metri dengan pereaksi geser AlCl3
 CARA KERJA : ekstrak setara 200 mg simplisia,
direfluks dengan 1.0 ml lar. 0,5% b/v
heksmetilentetramin, 20.0 ml aseton dan 25 ml
HCl 25%, refluks 30 menit. Saring dengan
kapas kedalam labu tentukur 100 ml. Ampas
cuci dengan aseton 2x20 ml didihkan sebentar,
filtrat campur dengan filtrat pertama
Adkan volume dengan aseton, pipet 20 ml dan
tambah 20 ml air, kocok. Selanjutnya ekstraksi
dengan etil asetat 15, 10 dan 10 ml etil asetat.
Lapisan etil asetat dikumpulkan dalam labu
tentuku 50 ml, adkan volume dengan etil asetat

 SPEKTROMETRI : sebanyak 4 ml lartuan etil


asetat dalam labu tentukur 5 ml, tambah 0,2 ml
AlCl3 dalam lar asetat asetat glasial 5% dalam
MeOH. Diamkan, ukur max
 PEMBUATAN LARUTAN BAKU :
 Rutin ditimbang saksama 0,0113 g, masukkan
dalam labu tentukur 10 ml dan larutkan dengan
Et-OH 96%, ini sebagai larutan stock yang
dibuat dengan berbagai konsentrasi
 2ml lar stock diencerkan dalam labutentukur 10
ml dengan 0,2 ml AlCl3 dan asam asetat glasial,
hasil 0,0226%
 1 ml lar 0,0226% diencerkan dalam labutentu-
kur 5 ml dengan 0,2 ml AlCl3 dan asam asetat
glasial, hasil 0,00452%
 3 ml lar 0,0226% diencerkan dalam labuten-
tukur 5 ml dengan 0,2 ml AlCl3 dan asam asetat
glasial, hasil 0,00678%
 2 ml lar 0,0226% diencerkan dalam labutentu-
kur 5 ml dengan 0,2 ml AlCl3 dan asam asetat
glasial, hasil 0,00904%
 3 ml lar 0,0226% diencerkan dalam labutentu-
kur 5 ml dengan 0,2 ml AlCl3 dan asam asetat
glasial, hasil 0,01356%
 Ukur max masing-masing konsentrasi
SKEMA PENETAPAN KADAR FLAVONOID
PROSEDUR KERJA
Sampel ekstrak Setara 200 mg
simplisia
+ 1.0 ml lar 0,5% b/v
heksmetilentetramin
+ 20.0 ml aseton
+ 2.0 ml lar HCl 25%
+ Refluks 30’
- Saring kapas

Adkan volume
ampas Labu ukur 100 ml dengan aseton

+ 2x20 ml aseton
- Didihkan sebentar

20 ml filtrat
ampas filtrat
20 ml filtrat
- dalam corong pisah
+ 20 ml air, kocok
+ 15 ml, 10 ml, 10 ml etil asetat

Dalam labu takar 50 ml


Lapisan air Filtrat etil asetat Adkan volume etil asetat

- Pipet 4ml, encerkan dalam


tabu takar 5 ml
+ 0,2 ml AlCl3 dalam asam ase-
Y = b + aX tat glasial 5% v/v
- Ukur max
- Kurva baku dibuat dengan
prosedur sama
Konsentrasi Absorbansi
0,00225 0,000452 0,208
0,00452 0,000904 0,258
0,00678 0,001358 0,408
0,00904 0,001808 0,53
0,01356 0,002712 0,754
0,0226 0,00452 1,102
KURVA BAKU

Nomor Konsentrasi Absorbansi


1 0,000452 % b/v 0,208
2 0,000904 % b/v 0,258
3 0,001356 % b/v 0,408
4 0,001808 % b/v 0,53
5 0,002712 % b/v 0.754
6 0,00452 % b/v 1,102
HASIL PENGUKURAN SAMPEL
Berat Absorbansi
Nomor Absorbansi
sampel Rerata
1 101 mg 0,330
2 101 mg 0.308 0,314
3 101 mg 0.304
4 100,2 mg 0,375
5 100,2 mg 0,376 0,374
6 100,2 mg 0,370
CARA PERHITUNGAN
 Persamaan garis liner dari kurva baku
Y = 227,54 X + 0,0976
Y – 0,0976
X=
227,54
Jika absorban 0,314 , maka kadar flavonoid :
0,314 – 0,0976
X= = 0,009510416 %
227,54
Kadar flavonid total dalam 4 ml = 5/4 x 0,001021359 %
= 0,001188802 %
= 0,01188802 mg/ml
Berat flavonid total dalam 50 ml larutan etil asetat :
= 50 ml x 0,01188802 mg/ml
= 0,5944009844 mg ~ 20 ml filtrat aseton
Berat flavonid total dari ekstrak yang dihidrolisis:
= 100/20 ml x 0,5944009844 mg
= 2,9720049222 mg
Jadi kadar flavonoid dalam ekstrak :
= 2,9720049222 mg / 101 mg x 100%
= 2,94 %
CARA PERHITUNGAN
 Persamaan garis liner dari kurva baku
Y = 227,54 X + 0,0976
Y – 0,0976
X=
227,54
Jika absorban 0,374 , maka kadar flavonoid :
0,374 – 0,0976
X= = 0,0012147315 %
227,54
Kadar flavonid total dalam 4 ml = 5/4 x 0,0012147315%
= 0,0015184143 %
= 0,015184143 mg/ml
Berat flavonid total dalam 50 ml larutan etil asetat :
= 50 ml x 0,015184143 mg/ml
= 0,7592071724 mg ~ 20 ml filtrat aseton
Berat flavonid total dari ekstrak yang dihidrolisis:
= 100/20 ml x 0,7592071724 mg
= 3,7960358618 mg
Jadi kadar flavonoid dalam ekstrak :
= 3,7960358618 mg / 100,2 mg x 100%
= 3,79 %
Jadi Kadar flavonoid rerata = ½ (2,94 % + 3,79 %)
= 3,37 %
HO O MeOH 252, 268, 307
AlCl3 249, 307
AlCl3 + HCl 251, 307, 372sh
O

7-Hidroksi Flavon
OH MeOH 242, 308sh, 340
O
OH AlCl3 248sh, 273, 304, 378, 468sh
AlCl3 + HCl 242, 312sh, 342
O

3’,4’-Dihidroksi Flavon
HO O MeOH 247, 274, 323
AlCl3 247, 272, 284sh, 375
HO
OH O AlCl3 + HCl 255sh, 282, 292sh, 346

Baikalein
OH
MeOH 242sh, 253, 287, 291sh, 349
HO O
OH
AlCl3 274, 300, 328, 426

OH O
AlCl3 + HCl 266sh, 275, 294sh, 355, 385

Luteolin

Anda mungkin juga menyukai