Pendahuluan
difotosintesis oleh tumbuhan atau sekitar 1.000.000.000 ton per tahun diubah
sudah ada di alam ini telah cukup lama, yang terdapat pada ganggang hijau lebih
1 milyar tahun silam. Tidak ada senyawa yang begitu menyolok seperti flavonoid
alam, misalnya flavin memberi warna kuning atau jingga, antosianin warna
merah, ungu atau biru dan secara biologis dia memainkan peranan penting
dalam proses penyerbukan pada tanaman oleh serangga. Pada mulanya para
pertahanan diri dari serangan hama dan penyakit, tabir surya, dan sinyal kimia
golongan senyawa ini telah lama digunakan sebagai penyamak kulit dan
pewarna kain. Berbagai komoditi penting seperti teh, coklat dan anggur, mutunya
sangat ditentukan oleh warna maupun rasa yang berasal dari flavonoid yang
terdapat didalamnya.
Istilah flavonid yang diberikan untuk senyawa-senyawa fenol ini berasal
dari kata flavon, yakni nama dari salah satu jenis flavonoid yang terbesar
ditemukan pada setiaap telaah ekstrak tumbuhan. Oleh karena itu, para ilmuwan
atom C, dua cincin benzen yang terikat pada suatu rantai propana sehingga
struktur, yaitu : 1,3 – diaril propane atau flavonoid, 1,2 – diaril propane atau
C3
C3
C2
C1
C2
C3 C1
C2
C1
1. Flavonoid
OH
HO O O
O OH O
OCH3
O
O OH O
2. Isoflavonoid
HO O
O
OH
HO OCH3
FEREIRIN
O O
O
H3CO O
O
O
OCH3
CH2
OH O OCH3
O
PTEROKARPIN ROTENON
3. Neoflavonoid
H3CO O O O O
O
OH
HO H3CO O O
karbon dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Untuk memudahkan
maka cincin pertama benzen diberi indeks A, cincin benzen kedua indeks B dan
3' 3
2' 2 OH
4'
8 1 3' 4
9 B 2' 1 B
O 2 5' HO OH 5
7 1'
A 6' 4' 6
C A
3
6 5'
10 4
5 O 6' O
oksidasi dari rantai propane dari sitem 1,3 diaril propane. Dalam hal ini flavan
FLAVAN
oksigen pada para, para dan meta atau dua meta dan satu para pada cincin
Berdasarkan atas usul tersebut maka biosintesis dari flavonoid melalui 2 jalur
cincin A berkondensasi 3 molekul unit asetat, sedang cincin B dan tiga atom
oleh enzim, ketiga atom karbon dari rantai propana dapat menghasilkan berbagai
gugus fungsi, seperti ikatan rangkap, gugus hidroksil, gugus karbonil dan
sebagainya.
HO O
HO OH
O
OH O
OH
FLAVANON KHALKON
fenilpropanoid (C6 – C3) yang berasal dari turunan sinamat seperti asam p-
flavanoid lainnya
OH OH OH
H
HO O HO OH HO O
[O] O
OH O OH O OH O
Flavanon Khalkon
OH OH
Ha
HO O a HO O
b +OH-
+ H OH
OH O OH O
[O]
+ a Flavanonol
-H b H
-H+
OH OH OH
HO O HO O HO O
OH OH OH
OH O OH O OH O
H
HO O HO O
O
H
OH O OH O
OH
Isoflavon
Katekin
Antosianidin
tumbuhan. Warna jingga, merah, biru dan ungu pada bunga dan buah pada
umumnya disebabkan oleh flavonoid. Warna pada bunga adalah salah satu
faktor yang menarik lebah, kupu-kupu, burung dan hewan lainnya untuk
lebah lebih menyukai warna biru dan juga dapat melihat di daerah ultraviolet.
sebagai zat pengatur tumbuh melalui sistem IAA (Indole Acetic Acid) – IAA
IAA – Oxidae, yang berarti kuersetin secara tidak langsung dapat meningkatkan
pertumbuhan.
maupun ”feeding stimulant”. Kandungan tanin yang tinggi pada buah muda
bernafsu untuk memakan buah sebelum masak. Sedang senyawa morin dan
isokuersetrin yang terdapat dalam daun murbei (Morus alba L), merupakan
dipicu oleh sinyal kimia berupa senyawa flavonoid yang dikeluarkan oleh akar
tumbuhan. Sejak tahun 1982, ahli ekologi sudah mengetahui tumbuhan “Spotted
diketahui bahwa senyawa tersebut adalah (-) – katekin, suatu senyawa flavonoid
alam.
II.1 Ekstraksi
Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia
senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Harus
diingat, bila dibiarkan dalam larutan basa dengan oksigen banyak yang akan
terurai karena mengandung banyak oksigen yang tidak tersulih atau suatu gula.
bentuk glikosida karena adanya gula yang terikat pada flavonoid menyebabkan
mudah larut dalam air, dan dengan demikian campuran pelarut diatas dengan air
merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosidanya. Sebaliknya, aglikon yang
kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang
termodifikasi, cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan
kloroform.
Bahan segar merupakan bahan awal yang ideal untuk menganalisis
flavonoid, walaupun bahan yang kering dan tersimpan lama mungkin masih
tetap memberikan hasil yang baik. Bila menggunakan bahan tumbuhan segar,
setelah cuplikan dipilih untuk dianalisis maka sisanya dianjurkan agar segara
ekstraksi paling baik dilakukan dalam dua tahap; pertama dengan pelarut
dicampur dan diuapkan hingga volumenya menjadi sepertiga volume awal, atau
hampir semua metanol menguap. Ekstrak yang diperoleh dapat dibabaskan dari
kloroform. Ekstraksi harus dilakukan beberapa kali dan lapisan air mengandung
(rotapavor).
Pemilihan pelarut tidak hanya tergantung pada kandungan zat aktif yang
diselidiki, tetapi tergantung juga pada bagian mana substansi tersebut berada.
Bila flavonoid terdapat dalam vakuola sel, umumnya bersifat hidrofilik, maka
antosianin atau flavonoid yang kepolarannya rendah. Untuk antosian, daun segar
atau bunga jangan dikeringkan tetapi segera digerus dengan NeOH yang
simplisia yang mengandung flavonoid dengan kepolaran yang lebih rendah lagi
dapat langsung diisolasi dengan merendam heksana atau eter selama beberapa
menit, perlu diingat bahwa ekstrak yang diperoleh juga mengandung lemak dan
lilin.
II.2 Isolasi
antara lain dengan kromatografi kertas (KKt) dan kromatografi lapis tipis (KLT).
Jika menggunakan metode KKt, kertas yang disarankan adalah kertas Whatman
3MM (46 x 57 cm) atau yang setara. Kertas dibuat seperti gambar di bawah.
Ekstrak ditotolkan kira-kira 8 cm dari tepi lipatan pertama dan 3 cm dari lipatan
kedua dengan garis tengah 3 cm yang berpusat pada satu titik. Pengeringan
digunakan secara umum yaitu dari sejumlah ekstrak yang diperoleh dari 50 –
beralkohol, misalnya BAA (n-Butanol, Asam asetat, Air = BAW) 4:1:5 atau TBA
jingga sampai lembayung yang menjadi biru dengan uap ammonia), khalkon,
auron dan 6-hidroksi flavanol kuning). Karena alasan tersebut, untuk mendeteksi
bercak, kromatogram diperiksa dengan sinar UV (366 nm dan 254 nm) dan
3 cm
arah aliran
pengembang
pertama
(a) (b)
biarkan 5 cm
(c) (d)
(berupa larutan) di atas kolom yang berisi serbuk penjerap (seperti selulosa,
silika, atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen
memakai pelarut yang sesuai. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi
dengan keran pada salah satu ujungnya dengan ukuran garis tengah berbanding
homogen. Jika kolom tidak memiliki kaca masir, maka dapat diganakan kaca wol
atau kapas, sumbat ini direndam dengan pengelusi yang tingginya kira-kira 10
cm. Kemasan kolom dibuat bubur dengan pelarut yang sama, lalu dituang
lapisan. Kemasan dibiarkan turun dan kelebihan pelarut dibiarkan turun. Jika
untuk memperoleh hasil yang baik. Biarkan larutan cuplikan meresap ke dalam
kemasan dengan membuka sedikit keran dan setelah cuplikan terbuka, keran
dengan aglikon dan aglikon yang kurang polar, selulosa mikrokristal (Merck,
flavanon, metil flavon dan falavonol. Sebaiknya dicuci lebih dahulu dengan asam
klorida pekat untuk menghilangkan sesepora besi yang dapat membuat flavonoid
dicuci terlebih dahulu dengan matanol dan air untuk menghilangkan poliamida
yang larut (dapat mengotori). Polyclar AT General Aniline and Film Corporation),
lebih besar. Gel harus dikembang terlebih dahulu selama 12 jam dengan eluen.
Jenis niaga G-10 (untuk bobot molekul 0 – 700) dan G-25 (untuk bobot molekul
100 – 1500)
dan dapat digunakan dua cara. Bahan ini menghasilkan eluen tanpa sisa, sangat
cocok untuk pemurnian akhir aglikon flavonoid dan glikosida yang telah diisolasi
dari kertas, selulosa, silika, atau poliamida. Umumnya pelarut yang cocok adalah
MeOH, walaupun pada awalnya diperluka air untuk melarutkan flavonoid, disini
dengan uap ammonia dan akan memberikan warna spesifik untuk masin-masing
golongan. Falavon dan flavonol akan memberikan warna kuning sampai kuning
Flavonoid menjadi kuning terang atau jingga dalam larutan basa dan
ini karena adanya pembentukan garam dan terbentuknya struktur kuinoid pada
OH O- O
O O O
OH-
O O O-
pereaksi untuk fenol, misalnya dengan besi (III) klorida dan pereaksi asam sulfat
akan memberi warna spesifik. Karena reaksi tidak spesifik, maka tidak dapat
warna lainnya.
memberikan warna kuning intensif jika bereaksi dengan asam borat dan larutan
HO
OH
OH O B
OH O
HO O HO O
NaOAc, H3BO3
OH-
O O
Kompleks flavonoid dengan asam borat dan natrium asetat
diduga juga dapat membentuk ikatan dengan campuran asam sitrat dan asam
borat, pada pemanasan dan dikenal dengan pereaksi sitroborat, Sampai saat ini
belum dapat diketahui secara pasti. Warna fluoresensi yang terbentuk adalah
berkedudukan orto tidak stabil dengan asam dan akan terurai kembali. Akan
tetapi flavonoid dengan gugus hidroksil yang berkedudukan dekat gugus karbonil
Cl
OH O Al
OH O
HO O HO O
AlCl3
HCl
O O
Cl
O Al
OH O OH
OH
OH
HO O
HO O
HO O
AlCl3 HCl
O O
Al O O
OH O Cl Cl Al
Cl Cl
Pembentukan kompleks antara flavonoid dengan aluminium klorida lewat
dua macam gugus yang berbeda yaitu gugus hidroksil yang berkedudukan orto
dan gugus hidroksil yang berkedudukan dekat dengan gugus karbonil, dapat
(III) klorida, logam magnesium dan asam klorida. Kelarutan dari flavonoid
tampak.
Golongan Warna
Flavonoid
Larutan natrium Asam sulfat Magnesium/ Natrium
Hidroksida pekat asam klorida amalgam asam
Khalkon Jingga sampai Jingga sampai Tak berwarna Kuning pucat
merah merah
II.4 Hidrolisis
bunga, daun, ranting, buah, kayu, kulit, kayu dan akar. Akan tetapi, senyawa
karena itu ada baiknya diketahui bahwa secara umum, suatu glikosida adalah
kombinasi antara suatu gula dan suatu alkohol yang saling berikatan melalui
hidoksil dari alkohol beradisi ke gugus karbonil dari gula, sama seperti adisi
menghasilkan gula dan alkohol yang sebanding, alkohol yang dihasilkan disebut
aglikon. Biasanya, sisa gula dari glikosida flavonoid alam adalah glukosa,
satu, dua atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid terikat oleh gula.
Poliglikosida larut dalam air dan hanya sedikit larut dalam pelarut-pelarut organik
Untuk membedakan aglikon dan gula yang terikat sebagai glikosida, perlu
gugus gula yang terikat pada aglikon biasanya berupa ikatan O-glikosida atau
oleh posisi ikatan gula pada inti flavonoid. Gula yang berikatan pada posisi 3 dari
flavonoid akan lebih mudah dihidrolisis dibanding pada posisi 7, sedang paling
dihidrolisis dengan 5 ml HCl 2N : MeOH (1:1) dalam labu alas bulat 25 ml,
- jika telah terjadi hidrolsisi, R f akan menjadi lebih kecil, flavonoid tersebut
menentukan sifat ikatan antara gula dan flavonoid (yaitu α atau β). cara ini
gliksodia flavonoid, tetapi digunakan untuk memutuskan gula secara selektif dari
gugus hidroksil pada posisi 7 atau 4’ serta 3-hidroksil. Keselektifan ini kebalikan
dari hidrolisis dengan asam. Hidrolsis dengan basa akan melepaskan disakarida
dari 7 – hidroksil asal ikatan antara glukosida bukan (1----2). Rutinosida akan
terhidrolsis. Dijaga agar tidak ada kontak dengan udara, sebab banyak flavonoid
akan terurai dalam suasana basa jika terdapat oksigen. Kebanyakan 7 – dan 4’ –
memerlukan waktu dua jam. Pemutusan gula yang terikat pada posisi 4’ secara
atas tangas air selama 30 menit dalam lingkungan N 2. Netralkan dengan HCl 2N
mengisolasi flavonoidnya.
BAB III. Spektroskopi Ultraviolet Flavonoid
terkonyugasi, oleh karena itu mempunyai pita serapan di daerah ultraviolet dan
ultraviolet nampak (UV-UV Vis). Spektra dari flavon dan flavonol memperlihatkan
dua puncak utama pada daerah 240 – 400 nm. Dua puncak utama ini biasanya
memperlihatkan pita I (300 – 380 nm) dan pita II (240 – 280 nm). Pita I
menunjukkan absorbsi yang sesuai untuk cincin B sinamoil, sedang pita II
B
O
BENZOIL O SINAMOIL
yang mirip satu sama lain, oleh karena masing-masing senyawa ini tidak
270 nm dan puncak I pada daerah 300 nm – 330 nm. Sedang flavanon dan
sedikit pada pita I. Metilasi dan glikosilasi juga berefek pada absorpsi pada
flavon dan flavonol. Jika gugus 3, 5, dan 4’ – OH pada flavon dan flavonol
terutama pada kedudukan atom C 3 dan C5. Sebagai contoh senyawa flavon
daripada sistem benzoil, intensitas puncak I lebih kecil dari intensitas puncak II.
Flavon, flavonol yang tersubtitusi oksigen hanya pada cincin A, dalam metanol
cenderung memberikan spektra yang nyata pada pita II dan lemah pada pita I,
tetapi jika cincin B yang tersubtitusi oksigen, pita I akan kelihatan lebih nyata.
flavon atau flavonol menghasilkan pergeseran batokromik yang nyata pada pita
resapan I atau pita resapan II pada spektra flavonoid. Apabila gugus hidroksil
tidak ada pada flavon atau flavonol, panjang gelombang maksimal muncul pada
sedang subtitusi gugus hidroksil pada posisi 3, 5 dan 4 mempunyai sedikit efek
atau tidak sama sekali pada spektra UV. Pita absorpsi I isoflavon mempunyai
intensitas yang lemah, sedangkan pita II intensitas kuat. Pita absirbsi II dari
isoflavon biasanya antara 245 – 270 nm dan relatif tidak mempunyai efek pada
baik akan adanya gugus yang peka terhadap basa. Spektra isoflavon yang
batokromik baik pada pita I maupun pita II. Puncak pada spektra UV senyawa 3’
flavonol. Oleh sebab itu interpretasi terhadap pergeseran spektra isoflavon untuk
penambahan natrium asetat menjadi sederhana. Adanya 7 – OH isoflavon
penambahan natrium asetat. Adanya natrium asetat dan asam borat akan
hidroksil pada cincin A juga dapat dideteksi dengan efek natrium asetat dan
menunjukkan adanya gugus orto hidroksi pada posisi C 6 dan C7 atau C7 dan C8.
tahan asam antara gugus hidroksi dan keton yang bertetangga dan membentuk
kompleks tidak tahan asam dengan gugus orto – hidroksi, perekasi ini dapat
dihidroksil pada isoflavon atau flavanon dan dihidroflavonol tidak dapat dideteksi
dengan AlCl3 karena cincin B mempunyai sedikit atau tidak ada konyugasi
maupun pita II) dengan membandingkan terhadap spektra AlCl 3 / HCl. Pita
dari dua puncak). Dengan adanya pergeseran batokromik pada pita Ia (dalam
HO O
7 – HIDROKSIFLAVON
Data kromatografi
UV------------ Fluoresensi kuning pucat
UV/NH3------ Fluoresensi kuning terang
Rf 0,89 (TBA), 0,29 (HOAc)
Data spectra UV (λmaks nm)
MeOH -------------- 252,268,307
NaOMe ------------ 266,307,359
AlCl3 ---------------- 249,307
AlCl3 / HCl -------- 251,307,358
NaOAc ------------- 275,359
NaOAc / H3BO4 -- 255 sh,270 sh,309
OH
OH
HO O
3’, 4’ - DIHIDROKSIFLAVON
Data kromatografi
UV------------ Fluoresensi biru terang
UV/NH3------ Fluoresensi kuning-hijau
Rf 0,77 (TBA), 0,18 (HOAc)
Data spectra UV (λmaks nm)
MeOH -------------- 242,308sh,340
NaOMe ------------ 249sh,278sh,302,404
AlCl3 ---------------- 248sh,273sh,304,378,468sh
AlCl3 / HCl -------- 242,312sh,342
NaOAc ------------- 305,348,400
NaOAc / H3BO4 – 306,365
HO O
OH O
KRISIN
Data kromatografi
UV------------ Ungu gelap
UV/NH3------ Ungu gelap
Rf 0,90 (TBA), 0,16 (HOAc)
Data spectra UV (λmaks nm)
MeOH -------------- 247sh,268,313
NaOMe ------------ 288,263sh,277,361
AlCl3 ---------------- 252,279,330,380
AlCl3 / HCl -------- 251,280,326,381
NaOAc ------------- 275,359
NaOAc / H3BO4 – 269,315
rhamnoglusil O O
OH O
3’,4’,7-TRIHIDROKSIFLAVON
7-0-RHAMNOGLUKOSIDAKRISIN
Data kromatografi
UV------------ Fluoresensi biru terang
UV/NH3------ Fluoresensi kuning-hijau
Rf 0,26 (TBA), 0,38 (HOAc)
Data spectra UV (λmaks nm)
MeOH -------------- 247sh,255sh,305,341
NaOMe ------------ 293, 405
AlCl3 ---------------- 244sh,258sh,306,380
AlCl3 / HCl -------- 247sh,257sh,306,341
NaOAc ------------- 275sh,299,350,401
NaOAc / H3BO4 – 257sh,365
HO O
HO
OH O
BAIKALEIN
Data kromatografi
UV------------ Ungu gelap
UV/NH3------ Ungu gelap
Rf 0,78 (TBA), 0,19 (HOAc)
Data spectra UV (λmaks nm)
MeOH -------------- 247sh,274,323
NaOMe ------------ 257,366,410sh(dec)
AlCl3 ---------------- 247,272,284sh,375
AlCl3 / HCl -------- 255sh,282,292sh,346
NaOAc ------------- 257,360,405sh(dec)
NaOAc / H3BO4 – 262sh,277,333
OH
OH
HO O
HO
OH O
LUTEOLIN
Data kromatografi
UV------------ Ungu gelap
UV/NH3------ Kuning
Rf 0,77 (TBA), 0,08 (HOAc)
Data spectra UV (λmaks nm)
MeOH -------------- 242sh,253,267,291sh,349
NaOMe ------------ 266sh,329sh,401
AlCl3 ---------------- 274,300sh,328,426
AlCl3 / HCl -------- 266sh,275,294,sh,355,385
NaOAc ------------- 269,326sh,384
NaOAc / H3BO4 – 259,301sh,370,430sh
OCH3
OH
HO O
HO
OH O
KRISOERIOL
Data kromatografi
UV------------ Ungu gelap
UV/NH3------ Kuning-HIJAU
Rf 0,80 (TBA), 0,05 (HOAc)
Data spectra UV (λmaks nm)
MeOH -------------- 241,249SH,269,347
NaOMe ------------ 254,275SH,329SH,405
AlCl3 ---------------- 262,274,296,366sh,390
AlCl3 / HCl -------- 259,276,294,353,386
NaOAc ------------- 271,321,396
NaOAc / H3BO4 – 268,349
Penafsiran spektrum UV dengan penambahan NaOMe
(Karkham, 1988)
(Karkham, 1988)
dimasukkan ke dalam labu alas bulat. Tambahkan 1.0 ml larutan 0,5% b/v
heksametilentetramina, 20.0 ml aseton dan 2.0 ml larutan 25% HCl dalam air.
kapas ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambah 20 ml aseton, didihkan sebentar,
lakukan dua kali dan filtrat dikumpulkan, cukupkan volumenya hingga 100.0 ml,
kocok hingga rata. 20 ml filtrat dimasukkan dalam corong pisah dan ditambahkan
Kemudian dua kali dengan 10 ml etil asetat, lapisan etil asetat dikumpulkan ke
dalam labu tentukur 50.0 ml, cukupkan volume hingga 50.0 ml. Lakukan
pengukukuran spektrometri.
tentukur 25.0 ml, tambah 1 ml larutan 2 g AlCl3 dalam 100 ml larutan asam
glasial 5% v/v dalam metanol hingga 25.0 ml. Hasil reaksi siap diukur pada
+ 20 ml aseton
- Didihkan sebentar
- Perlakuan 2x
Ampas Filtrat
20 ml
- Masuk ke dalam corong pisah
+ 20 ml H2O kocok dengan
- 15 ml etil asetat
- 2 x 10 ml etil asetat
50 ml larutan etil
asetat
Y = b + aX
Contoh :
(0,0226%)
dengan 0,2 ml AlCl3 dan asam asetat glasial hingga tanda (0,00452%)
dengan 0,2 ml AlCl3 dan asam asetat glasial hingga tanda (0,00678%)
dengan 0,2 ml AlCl3 dan asam asetat glasial hingga tanda (0,00904%)
dengan 0,2 ml AlCl3 dan asam asetat glasial hingga tanda (0,01356%)
dengan kapas ke dalam labutentukur 100 ml, ampas dicuci dua kali,
tambahkan 0,2 ml AlCl3 dan asam asetat glasial hingga tanda, ukur
absorban.
Perhitungan
Y = 227,54 X + 0,0976
Y – 0,0976
X=
227,54
0,330 – 0,0976
X= = 0,001021359 %
227,54
= 0,01276699 mg/ml
= 50 ml x 0,01276699 mg/ml
= 100 / 20 x 0,6383495 mg
= 3,1917474 mg
= 3,16 %
Spektrogram UV rutin dalam metanol
Spektrogram UV rutin + pereaksi
Aluminium klorida dalam metanol
Spektrogram UV rutin + pereaksi aluminium klorida,
Asam klorida dalam metanol
Kurva baku rutin dan absorbansi ekstrak daun paliasa
DAFTAR PUSTAKA
Harborne, J.B., Mabry, T.J., 1975, The Flavonoids, Chapman and Hall, London.
World Heath Organization, 1998, Quality Control Methods for Medicinal Plant
Materials, Geneva