Anda di halaman 1dari 19

MATA KULIAH

PENGANTAR HUKUM INDONESIA


MATERI :
QUASI PERADILAN II
MATERI BAHASAN :
a. PERADILAN PAJAK
b. MAHKAMAH PELAYARAN
c. SENGKETA HUBUNGAN INDSUTRIAL
OLEH MAHASISWA UNIVERSITAS PASUNDAN
FAKULTAS HUKUM KELAS H :
KELOMPOK 12
1. FAJAR IKHWA ARDIANSYAH
FAJARIKH12@GMAIL.COM
201000350
2. UM AULIA HABIBIE
AULIAHABIBIE@GMAIL.COM
161000243
DOSEN :
SYNTHIANA RACHMIE, S.H., M.H.
A. PERADILAN PAJAK

PENGERTIAN
Peradilan Pajak adalah merupakan peradilan dalam lingkungan
peradilan di bawah Makamah Agung yang kemudian berada di
dalam pengadilan khusus dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Dengan melihat karakteristik Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002


tentang Pengadilan Pajak sekilas dapat diketahui bahwa pengadilan
ini tidak dapat masuk dalam lingkup Peradilan Umum dikarenakan
Pengadilan Pajak menyelesaikan sengketa warga negara yang tidak
puas dengan keputusan yang diberikan oleh negara khususnya
Kantor Perpajakan baik itu di daerah dan atau di pusat.
Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa yang dapat digugat
dalam Pengadilan Pajak adalah putusan dari pejabat negara.

Dalam hal ini Pengadilan Pajak mempunyai kemiripan dengan


Pengadilan Tata Usaha Negara. Hal ini menjadi perbedaan karena
status keberadaan Pengadilan Pajak akan menyangkut mengenai
banyak hal seperti pembinaan hakim, pembinaan panitera dan
pembinaan pegawai lainnya, pemeliharaan infrakstruktur lainnya,
dan masih banyak lainnya.

Kejelasan status ini juga akan sangat berkaitan sekali dalam sistem
satu atap di Makamah Agung yang diamanatkan oleh dengan
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
Menurut Edwin R.A Seligman (1913)
Pajak dapat dikatakan sebagai investasi dalam nilai-nilai
kemasyarakatan dan pelaksana fungsi pengaman penerimaan
negara.

Ada juga dasar hukum bidang perpajakan Indonesia yang utama


yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang  Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU Nomor 6 Tahun 1983)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2000.
Sedangkan dasar hukum pembentukan dan pelaksanaan
Pengadilan Pajak adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak (UU Nomor 14 Tahun 2002).
FUNGSI
Fungsi Pengadilan Pajak merupakan penyelenggara kekuasaan kehakiman.
Kekuasaan kehakiman merupakan ranah atau wilayah kekuasaan 
Yudikatif. Artinya, secara konseptual pembinaan yang ditempatkan di satu
sisi di Mahkamah Agung sebagai lembaga Yudikatif dan di sisi lain
pembinaan ditempatkan di Kementerian Keuangan sebagai lembaga
Eksekutif tidak konsisten atau menciptakan kontradiksi.
Seharusnya berdasarkan prinsip pemisahan kekuasaan terdapat pemisahan
yang tegas antara lembaga yudikatif dan eksekutif, dengan kata lain untuk
keseluruh pembinaan di pengadilan pajak menjadi satu atap atau
dilaksanakan oleh satu institusi saja.
Pajak juga memiliki peran yang amat penting bagi keberlangsungan
sebuah negara. Salah satu perannya adalah sebagai sumber biaya
pembangunan. Agar aktivitas perpajakan dapat berjalan lancar,
pemerintah pun menyediakan payung hukum dan asas pemungutan pajak.
ASAS-ASAS
Ada beberapa asas yang menjadi pedoman di dunia yaitu :
1. Asas tempat tinggal
2. Asas kebangsaan dan
3. Asas sumber
Tetapi di indonesia kita memiliki 7 asas yaitu
4. Asas Finansial
5. Asas Ekonomis
6. Asas Yuridis
7. Asas Umum
8. Asas Kebangsaan
9. Asas Sumber
10. Asas Wilayah
MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA

Di indonesia kita memiliki beberapa perkaara Sengketa pajak yang


dapat diselesaikan dengan proses penyelesaian perkra seperti
keberatan ,banding,gugat,dan peninjauan kembali.

Sengketa pajak di Indonesia, khususnya sengketa atas Surat


Ketetapan Pajak dapat diselesaikan melalui upaya penyelesaian
sengketa dalam ranahnya eksekutif terlebih dahulu yaitu upaya
keberatan yang merupakan salah satu bentuk penyelesaian
sengketa melalui upaya administratif, dan penyelesaian sengketa
melalui lembaga peradilan murni (yudikatif) yaitu Pengadilan
Pajak yang berupa upaya hukum banding dan gugatan.
Penyelesaian sengketa pajak tidak mengenal upaya hukum Kasasi
tetapi mengenal upaya hukum Peninjaun Kembali.
Mekanisme Penyelesaian sengketa pajak apabila dilihat dengan
sistem peradilan secara umum terlihat bahwa ada suatu
kekhususan tersendiri yang berbeda dengan sistem penyelesaian
sengketa pada peradilan yang lainnya.
Ada beberapa hal yang kurang sesuai apabila dikaitkan dengan
sistem penyelenggaraan peradilan lainnya, hal demikian dapat
terlihat dari upaya hukum yang ditawarkan maupun terkait
dengan jumlah peradilannya di Indonesia.
Untuk lebih menjamin perlindungan hukum khususnya terhadap
wajib pajak perlu dilakukan pembenahan baik terkait kelembagaan
maupun mekanisme penyelesaian sengketanya yang diselaraskan
dengan sistem peradilan secara umum.
B. MAHKAMAH PELAYARAN

PENGERTIAN

Mahkamah Pelayaran merupakan suatu lembaga khusus yang berfungsi


untuk melakukan pemeriksaan lanjutan ketika terjadi kecelakaan kapal.
Eksistensi lembaga ini sendiri sudah sejak zaman penjajahan Belanda.

Dimulai pada awal tahun 1930an, pengaturan keselamatan laut semakin


berkembang di tengah masyarakat internasional. Pemerintah kolonial
kemudian menerbitkan Buku II Wetboek van Koophandel (WvK) yang
mengatur pengangkutan laut secara khusus. Pengaturan ini kemudian
dilanjutkan dengan pembentukan Raad voor de Scheepvaart atau
Mahkamah Pelayaran melalui Staatsblad Nomor 2 Tahun 1934 yang
diturunkan dalam Indische Sheepsvaart Wet (Undang-Undang Pelayaran
Hindia Belanda Tahun 1936) yang berlaku hingga kemerdekaan Indonesia.
Sesuai dengan kewenangannya Mahkamah Pelayaran berhak
melakukan pemeriksaan untuk mengambil keputusan atas
penyebab kecelakaan kapal, misalnya kapal tenggelam, kapal
terbakar, kapal tubrukan yang mengakibatkan kerusakan berat,
kecelakaan kapal yang menyebabkan terancamnya jiwa manusia
dan kerugian harta benda dan kapal kandas dan rusak berat.

Sanksi yang diberikan oleh Mahkamah Pelayaran hanya terbatas


pada sanksi berupa hukuman administratif yang berkaitan dengan
profesi kepelautan, misalnya sanksi ditangguhkannya izin berlayar
sampai pencabutan izin berlayar.

Sedangkan ruang lingkup pemeriksaan yang menjadi tanggung


jawab Mahkamah Pelayaran berada dalam semua wilayah perairan
Indonesia serta kecelakaan kapal berbendera Indonesia yang
terjadi di luar perairan Indonesia.
C. SENGKETA HUBUNGAN INDUSTRIAL

PENGERTIAN

Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk


antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa
yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah
yang berdasarkan nilai nilai Pancasila dan Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
JENIS-JENIS PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

1. Perselisihan Hak
Perselisihan hak muncul akibat tidak terpenuhinya hak, serta adanya
perbedaan pelaksanaan maupun penafsiran dari aturan undang-undang,
kejanggalan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan perjanjian kerja
sama.

2. Perselisihan Kepentingan
Perselisihan kepentingan ini terjadi dalam hubungan kerja yang
tidak memiliki kesesuaian pendapat. Terutama perihal pembuatan,
perubahan syarat-syarat tertentu yang tercantum dalam perjanjian
kerja atau PKB (perjanjian kerja bersama) maupun PP (peraturan
perusahaan). Misalnya, kenaikan gaji, uang makan, transportasi,
dan premi dana lainnya.
3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Adanya perselisihan karena perusahaan atau pengusaha melakukan
pemutusan hubungan kerja (PHK). Biasanya terjadi akibat
pendapat yang tidak sesuai dalam pengakhiran hubungan kerja
dari satu pihak saja. Misalnya, perbedaan hitungan pesangon yang
diterima pekerja atau buruh berdasarkan Undang-undang
Ketenagakerjaan dengan peraturan perusahaan.

4. Perselisihan Antar Serikat Pekerja atau Buruh Dalam Satu


Perusahaan
Perselisihan antar serikat pekerja maupun buruh umumnya terjadi
dalam satu perusahaan yang sama. Dalam banyak kasus
disebabkan oleh ketidaksepahaman tentang keanggotaan,
kewajiban anggota serikat pekerja, dan pelaksanaan hak.
TATA CARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL

Dalam hubungan industrial tidak hanya memandang aspek


substansial (materiil) semata. Aspek prosedural atau formal juga
akan diperhatikan. Sama halnya dengan tata cara penyelesaian
perselisihan hubungan industrial seperti penjelasan berikut ini.

1. Perundingan Bipartit
Perundingan yang dilakukan antara pengusaha maupun gabungan
pengusaha dengan serikat buruh. Jika tidak menemukan kata
sepakat, para pihak berselisih akan melanjutkan perundingan
tripartit. Sedangkan, jika kedua belah pihak menyepakatinya maka
dibuat perjanjian bersama dan didaftarkan pada Pengadilan
Hubungan Industrial dimana perusahaan berada.
2. Perundingan Tripartit
Perundingan dilakukan oleh pekerja dengan pengusaha dimana
melibatkan fasilitator yakni pihak ketiga. Tahapan perundingan
tripartit sebagai berikut ini.

a. Mediasi

Penyelesaian dilakukan dengan cara musyawarah yang dipimpin


satu orang ataupun lebih. Biasanya melibatkan mediator dari pihak
Departemen Ketenagakerjaan. Apabila dalam tahapan ini para
pihak memperoleh kata sepakat maka dituangkan dalam perjanjian
bersama dan didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial
setempat.
b. Konsiliasi

Penyelesaian dilakukan secara musyawarah dengan penengahnya


seorang konsiliator. Konsiliator akan berusaha mendamaikan para
pihak untuk mencapai kesepakatan bersama. Jika dari salah satu
pihak tidak sepakat maka konsiliator akan membuat anjuran untuk
didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial setempat.

c. Arbitrase

Merupakan penyelesaian perselisihan yang dilakukan di luar


Pengadilan Hubungan Industrial. Jalan yang ditempuh yakni
dengan membuat kesepakatan tertulis berisi pernyataan para pihak
untuk menyelesaikan  perselisihan hubungan industrial kepada
para arbiter. Dalam putusan arbitrase ini bersifat final dan
mengikat pihak yang berselisih.
d. Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)

Para pihak yang tidak menyetujui dan menolak anjuran dari mediator
maupun konsiliator akan melanjutkan perselisihan dengan pengajuan
gugatan ke PHI. Berdasarkan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2004 tentang Penyelesaian Perselisihan di Indonesia, PHI memiliki
kompetensi absolut dalam  memeriksa dan memutus perkara, antara
lain:
• Pada tingkat pertama tentang perselisihan hak
• Pada tingkat pertama dan terakhir terkait perselisihan kepentingan
• Pada tingkat pertama terkait perselisihan pemutusan hubungan kerja
(PHK) 
• Pada tingkat pertama dan terakhir terkait perselisihan serikat pekerja
atau buruh yang terjadi dalam suatu perusahaan
Pada saat ini baik UU Ketenagakerjaan maupun UU Penyelesaian
Hubungan Industrial sedang dalam pembahasan untuk dilakukan
perubahan.
 
AKHIR KATA

SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai