Anda di halaman 1dari 31

KODETERMINASI

• Aktualisasi dari isothymia (kesetaraan) yang wajar dan pantas


serta relevan dengan konteks pengembangan produktivitas
dan dignitas seraya menolak megalothymia dari siapapun.

• Tujuan kehadiran perusahaan bukan semata-mata mencari


keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi juga berupaya
kearah pencapaian kelestarian perusahaan serta
kesejahteraan semua pihak dalam masyarakat perusahaan
sebagai internal stakeholder, termasuk memenuhi
kepentingan ekonomis dari semua pihak itu secara selaras.
• Tantangan persaingan dewasa ini menuntut
perusahaan untuk menghasilkan produk
berkualitas dengan harga terjangkau serta
waktu delivery yang cepat sebab waktu sudah
menjadi senjata di dalam persaingan (time as
weapon of competition).
Paradigma job based organization yang sesuai konteks dan tantangan. Karena tantangan
dan konteks berbeda maka badan usaha dan lembaga perlu melakukan upaya antara lain:

1. Menata pemberdayaan yang terus menerus sesuai dengan


visi yang dipilih.
2. Perekayasaan kembali tatanan kerja dan mulai melakukan
apa yang dinamakan flextime (waktu kerja yang flexible)
sesuai konteks dan tantangan serta kreativitas para pekerja
didalam memanfaatkan apa yang disebut dengan
"informate" ( William Bridge, 1994:11) yakni informasi dalam
kehandalan teknologi yang semakin maju.
3. Pemekaran spirit teamness yang menggerakkan kerjasama
antar sesama pekerja, tetapi juga antara kalangan eksekutif
pada satu pihak dengan kalangan pekerja pada pihak yang
lain.
• Megalothymia yaitu keinginan untuk
dianggap lebih tinggi daripada orang lain.

• Isothymia yaitu keinginan untuk dianggap


sama atau setara dengan orang lain.
Dr. Kaoru Ishikawa, antara lain menekankan tatanan
manajemen yang inovatif:
1. Menghargai kemanusiaan sebagai filosofi dari manajemen
yang menggerakkan total participatory dan emancipatory
secara komprehensif.
2. Kualitas adalah prioritas pertama bukan keuntungan jangka
pendek.
3. Orientasi kepada konsumen yang berkelanjutan dan proses
penataan hubungan dengan pelanggan secara teratur.
4. Menggunakan fakta dan data untuk membuat presentasi
pengoptimalan metode statistik dan menata manajemen
lintas fungsional yang berkelanjutan.
Tantangan kinerja itu antara lain :

1. Menghasilkan barang atau jasa dengan kualitas yang


semakin baik.
2. Dalam lingkup time as weapon of competition yakni
pelayanan kepada konsumen semakin cepat dan
semakin efisien.
3. Penekanan biaya produksi.
4. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan para
pekerja .
• Nuansa keseimbangan antara produktivitas dan dignitas para
pekerja adalah bagian dari pembicaraan tentang tatanan misi
kodeterminasi dari badan usaha saat kini.

• Dibutuhkan kodeterminasi yang diungkapkan dalam total


participatory dan emancipatory dari para pekerja agar
peningkatan produktivitas dan kualitas tidak perlu
mengorbankan martabat dan harga diri para pekerja sehingga
tidak terjadi trade off antara produktivitas dan dignitas.
Dengan demikian tidak tercipta zero sum game, melainkan
plus sum.
• Kodeterminasi juga berarti melibatkan para pekerja
atau wakil pekerja di dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan tanpa menjadi over
participatory atau partisipasi yang berkelebihan di
luar batas kepantasan atau kewajaran dari para
pekerja yang dapat menimbulkan counter productive.

• "Comcom" (common commitment) atau komitmen


bersama terhadap pasang surutnya kinerja badan
usaha.
• Nurturing process dalam bahasa Jepang
disebut Iku yang artinya saling asuh dan asih
melalui komitmen bersama antara atasan
dengan para pekerja dalam menjalani riak
gelombang kesukaan dan kedukaan
perusahaan.
Dalam lingkup sharing process untuk memacu
pemberdayaan timbal balik Hamel dan Prahalad
menyatakan 3 karakter yang tipikal dari strategic
intent yakni :

1. Hasrat untuk menjadi pemenang.


2. Kestabilan usaha di dalam aneka waktu.
3. Menggapai target dengan memelihara prakarsa
individu dan komitmen yang berkelanjutan.
• Contoh: Lee Iacocca, mantan presiden direktur
Chysler memberikan kebijakan ikat pinggang
dilakukan. Pain sharing, profit sharing, sacrifice
sharing.

• Konsep tentang "participatory" dalam kemitraan


yang dilansirkan agar menemukan wujud nyata
dalam lingkup "value creation" yang terasa secara
praktis bermakna timbal balik dalam lingkup kerja.
• Wujud kodeterminasi itu bukan cuma dalam
penentuan besarnya upah yang layak, tapi
juga dalam profit sharing (pembagian
keuntungan tahunan), process sharing untuk
memacu kebersamaan persepsi tentang
kinerja, tanggung jawab dalam soal investasi
perusahaan, pengawasan, pemikiran bersama
tentang perluasan atau diversifikasi usaha.
• Perspektif redistribution with growth.

• Pekerja juga terangsang untuk berpatisipasi


supaya tidak terjadi pemborosan dalam
perusahaan, adanya efisiensi dan optimalisasi
sumber dana,sumber daya, serta sumber
informasi dan time compression (kompresi
waktu) dalam penyelesaian pekerjaan.
Prosedur "participatory management" mencakup beberapa kondisi
yang dapat dirinci sebagai berikut:

1. Keterbukaan informasi.
2. Konsultasi yang berkala dan terbuka.
3. Prosedur dalam mengambil keputusan bersama.
4. Partisipasi dalam pengawasan harian oleh kalangan wakil
pekerja dengan duduk dalam panitia supervisi pada tingkat
top level atau tingkat direktur.
5. Partisipasi dalam arti peningkatan pemilikan dari para
pekerja dalam perusahaan. ESOP (Employee Stock Ownership
Program).
6. Partisipasi dalam apa yang dinamakan total quality
improvement.
MANAGING DIVERSITY (MD)

• Proses manajemen dalam lingkup perbedaan dan


keanekaragaman.

• MD merupakan suatu tatanan manajemen yang berpijak kepada


keanekaragaman serta pemanfaatan keanekaragaman tesebut
secara integratif untuk mengembangkan potensi dari semua
pihak secara optimal dengan berlandaskan kodeterminasi.

• MD merupakan sebuah proses penciptaan dan pemeliharaan


sesuai misi kodeterminasi yang akan memampukan semua
anggota organisasi dengan keanekaragamannya untuk
mengembangkan potensi mereka secara maksimal dalam
upaya pencapaian tujuan badan usaha.
• MD mengasumsikan bahwa anggota organisasi termasuk
manajer, karyawan secara sukarela terlibat di dalam suatu
proses adaptasi timbal balik untuk menciptakan suatu
hubungan yang produktif antara individu dengan organisasi
selaras dengan peningkatan martabat manusia yang bekerja.

• MD menekankan pula kepada utilisasi atau pemanfaatan


kemampuan semua pihak dalam semua segmen organisasi.
Dengan kata lain adalah utilisasi potensi individual secara
maksimal dalam kebersamaan kerja.
• MD juga berangkat dari premis yang berbunyi: tidaklah cukup
jika organisasi hanya memenuhi kebutuhan para pekerjanya
secara fisik saja, tetapi mereka tidak terutilisasi secara
maksimal untuk aktualisasi diri sebagai manusia yang utuh.

• MD bukan hanya bertujuan untuk mempercepat jalannya


proses pemahaman dan penerimaan perbedaan-perbedaan
yang ada, tetapi juga berfokus kepada peningkatan
kemampuan aktualisasi diri baik dalam lingkup manajerial
maupun operasional untuk menghasilkan synergy yang
berkelanjutan dan kemanusiaan dalam berusaha.
• MD mendorong anggota organisasi untuk menyadari adanya
perbedaan-perbedaan dan pada saat yang sama memupuk
adanya suatu hubungan interpersonal yang baik dalam
lingkup kemanusian yang utuh antara kelompok-kelompok
yang berbeda.

• MD menekankan pentingnya budaya perusahaan yang dipacu


menghasilkan synergy dalam lingkup cross cultural (lintas
budaya) dan corporate culture (budaya perusahaan) yang
berproses untuk memanusiakan proses-proses manajemen.
TRM (Total Resource Management)

• Didorong oleh adanya keuntungan besar yang diperoleh


Jepang di dalam penggunaan sumberdayanya dengan
berpegang pada misi kodeterminasi dalam peningkatan
keseluruhan pengetahuan yang dimiliki oleh semua pihak
yang pluriform (majemuk) dalam organisasi.

• Total Resource Management (TRM) merupakan pola


penggunaan sumber daya yang berpegang kepada misi
kodeterminasi dalam peningkatan keseluruhan pengetahuan
yang dimiliki oleh semua pihak yang pluriform dengan premis
bahwa pekerja merupakan aset yang paling berharga yang
perlu memperluas wawasan pengetahuan supaya tidak
terjadi kesenjangan pengetahuan agar pantas menyesuaikan
diri dengan raplexity.
KEWIRAUSAHAWAN KOLEKTIF

• Jika kita ingin bersaing secara effektif di dunia sekarang ini,


kita harus mulai memahami pentingnya "kewirausahawan
kolektif", yaitu usaha-usaha keseluruhan secara kolektif
memberikan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan
penjumlahan dari kontribusi individual (synergism).

• Kewirausahaan kolektif adalah kombinasi dari talenta, energi,


dan komitmen dari suatu tim. Kita harus lebih menghargai
teamness dalam memacu proses kewirausahaan masa kini
agar bermutu.
• Reich menerangkan, jika sesuatu negara ingin memenangkan
persaingan global dewasa ini, maka perusahaan-perusahaan
harus mulai memanfaatkan talenta serta kreativitas
karyawannya secara lebih bernilai. Jadi, jangan hanya
mengandalkan keahlian segelintir penemu dan para Chief
Executive Officer (CEO)-nya saja.

• Organisasi kewirausahaan didasarkan atas pengalaman dan


memiliki sistem yang terdesentralisasi, sehingga semua
kemajuan dilandasi oleh perkembangan di mana setiap orang
di dalam perusahaan memiliki kesempatan dan kemampuan
untuk berpatisipasi.
• Kewirausahaan kolektif membutuhkan adanya hubungan
kerja yang dekat antar karyawan di setiap tahap dari proses.

• Kewirausahaan kolektif juga membutuhkan struktur


organisasi yang membaharu dan bernuansa.

• Kewirausahaan kolektif yang tidak mengorbankan efisiensi (at


the expense of efficiency) tetapi memacu efisiensi dan synergy
dalam kebersamaan yang terarah.
ALIANSI STRATEGIS, BENCHMARKING DAN
KOAKTIVITAS

• Dalam tatanan kodeterminasi eksternal untuk


bersaing di pasar global kita juga perlu melakukan
aliansi strategis, benchmarking serta koaktivitas yang
tepat dan lugas.
• Aliansi strategis memberikan keuntungan
skala dan cakupan yang tercipta karena
kerjasama dengan mitra kerja, dan pada saat
yang bersamaan aliansi stratejik juga
memberikan kesempatan kepada semua pihak
yang terlibat untuk tetap mempertahankan
perspektif usahanya.
• Melalui aliansi strategis terjadi semacam pooling of
resources.

• Paradigma strategic intent dari Hamel dan Prahalad,


maka aliansi strategis adalah keseluruhan rekonsiliasi
dari strategic intent dari pelaku-pelaku ekonomi yang
bergabung, membuat aliansi itu menciptakan nilai
baru.

• Aliansi strategis "The win-win strategic match",


• Aliansi strategis perlu meningkatkan kecerdasan
sebagai pelaku ekonomi bangsa yang senantiasa
mengaktualisasikan kodeterminasi secara tepat,
relevan dan pantas dalam batas kewajaran sesuai
dengan dinamika dan tantangan zaman.

• Aneka lembaga ekonomi melakukan kerjasama


ekonomis yang bersifat interdependen dalam lingkup
apa yang disebut dengan interdependence of market
economy.
• Menurut William Keagan, tingginya biaya riset dan
pengembangan saat ini telah mendorong terjadinya
kerjasama antar badan usaha yang sesungguhnya
bersaing. Disamping itu, semakin cepat usangnya
suatu tingkat teknologi mempercepat munculnya
aliansi ekonomi.

• Pandangan Keegan ini sejalan dengan riak raplexity


yang semakin dinamis, yang terkadang susah ditebak
dengan analisis logika formal. Untuk itu, sisi intuisi
dan visi semakin diperlukan.
BENCHMARKING

• Kerjasama dengan lembaga bisnis lain antara lain


melalui apa yang disebut dengan benchmarking.
Proses dalam lingkup ini merupakan serangkaian
tatanan dan interaksi yang responsif terhadap
kebutuhan dan harapan pelanggan; proses
mempertimbangkan sistem bisnis secara keseluruhan
termasuk kemampuan pemasok untuk memacu
delivery barang atau jasa secara cepat, tepat dan
murah.
• Terbuka kesempatan untuk belajar mengenai
kesuksesan serta kegagalan proses yang terjadi di
lembaga yang lain. Jenis pembelajaran melalui dialog
kerja dan observasi langsung yang seperti itu disebut
dengan benchmarking.

• Di dalam benchmarking terdapat suatu paradoks


antara kerjasama dan persaingan.

• Di dalam benchmarking perusahaan-perusahaan


saling tukar menukar informasi.
• Tujuan dari benchmarking adalah merubah tatanan
organisasi agar menambah pengetahuan dan
keahlian untuk meningkatkan kinerja organisasi
secara pas dan relevan dalam lingkup kodeterminasi
eksternal.

• Aneka pimpinan badan usaha yang melakukan


benchmarking sering berangkat dari premis jika
perusahaan ingin mencapai kesuksesan jangka
panjang maka ada dua faktor yang mempengaruhi
mereka yaitu pasar dan pengembangan
produktivitas.
KOAKTIVITAS

• Perekat dari aliansi strategis ataupun outsourching


strategy, termasuk benchmarking di atas adalah
koaktivitas.

• Merupakan suatu tindakan di mana semua pihak


bersama-sama dalam lingkup proaktif untuk
mencapai tujuan bersama memacu proses
pemerkayaan pengetahuan, kreativitas, keahlian,
informasi, kontak serta pengalaman melalui tatanan
dialog kerja.

Anda mungkin juga menyukai