Anda di halaman 1dari 23

Organisasi Profesi Ikatan

Apoteker Indonesia
Rizki Rahmah Fauzia, S.Farm., M.H.,
Apt
Sejarah organisasi
• Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia adalah satu-satunya
Organisasi Profesi Kefarmasian di Indonesia yang
ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 41846/KMB/121 tertanggal 16 September
1965.Nama Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia ditetapkan
dalam Kongres VII Ikatan Apoteker Indonesia di Jakarta
pada tanggal 26 Februari 1965 dan merupakan
kelanjutan dari Ikatan Apoteker Indonesia yang didirikan
pada tanggal 18 Juni 1955, untuk jangka waktu yang
tidak ditentukan.
Lanjutan
• Para apoteker Indonesia berhasil
melaksanakan Muktamar I pada tanggal 17-18
Juni 1955 yang menghasilkan nama ikatan
apoteker indonesia ‘IKA’
• Pada Kongres XVIII Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia di Jakarta pada tanggal 07-09
Desember 2009, nama organisasi Ikatan
Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) berubah
menjadi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Visi dan Misi
• VISI
Terwujudnya Profesi Apoteker yang paripurna, sehingga mampu
mewujudkan kualitas hidup sehat bagi setiap manusia.
 
MISI

• Menyiapkan Apoteker yang berbudi luhur, profesional, memiliki


kesejawatan yang tinggi dan inovatif serta berorientasi ke masa depan;
• Membina, menjaga dan meningkatkan profesional-isme Apoteker
sehingga mampu menjalankan praktek kefarmasian secara
bertanggung jawab;
• Melindungi Anggota dalam menjalankan profesinya.
MEDAI
• Tugas dan Wewenang Majelis Etik Dan Disiplin Apoteker
Indonesia :
1. Membina, mengawasi dan menilai pelaksanaan Kode Etik
Apoteker Indonesia oleh anggota serta menjaga, meningkatkan dan
menegakkan Disiplin Apoteker Indonesia
2. Membuat putusan terkait permasalahan etik dan disiplin Apoteker
oleh anggota untuk ditindak lanjuti oleh Ketua Ikatan sesuai
ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi.
3. Memberikan pendapat dan/atau mediasi konflik pelaksanaan
Kode Etik Apoteker Indonesia
 
• Dalam hal seorang apoteker diduga melakukan
pelanggaran etika kefarmasian (tanpa melanggar
norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang
oleh Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia
(MEDAI) untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik
dan disiplin profesi)nya.
• Persidangan MEDAI bertujuan untuk
mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan
keluhuran profesi.
Wewenang MEDAI :
Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang
memperoleh :
• Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung
dari pihak-pihak terkait (pengadu, teradu, pihak lain yang
terkait) dan peer-group / para ahli di bidangnya yang
dibutuhkan
• Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk
berbagai ijasah/ brevet dan pengalaman, bukti keanggotaan
profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktek Tenaga
Medis, Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan
dokter dengan rumah sakit, hospital bylaws, SPO dan SPM
setempat, rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan
dengan kasusnya.
Putusan MEDAI
• Putusan MEDAI tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan
 tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan,
kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk permintaan
keterangan ahli.
• Salah seorang anggota MEDAI dapat memberikan kesaksian
ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di
persidangan, menjelaskan tentang jalannya persidangan dan
putusan MEDAI. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat
untuk sepaham dengan putusan MEDAI
Eksekusi
• Eksekusi Putusan MEDAI dilaksanakan oleh
Pengurus IAI Daerah dan/atau Pengurus
Cabang Perhimpunan Profesi yang
bersangkutan.
• Khusus untuk SIPA, eksekusinya diserahkan
kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila
eksekusi telah dijalankan maka apoteker
teradu menerima keterangan telah
menjalankan putusan
Tolok Ukur Etik – Disiplin – Hukum

BIDANG TOLOK UKUR BADAN YG


MEMERIKSA
ETIK KODE ETIK MEDAI
APOTEKER
DISIPLIN PERATURAN MEDAI
PERUNDANG-
UNDANGAN
HK.PERDATA KUH Perdata Pengadilan
Pedata
HK.PIDANA KUH Pidana Pengadilan
Pidana
J.Guwandi, 2009
DUGAAN “MAIN MATA”
• Tentang dugaan main mata dokter dengan perusahaan obat,
soal ini seperti masalah “buang angin”. Ada baunya, kemudian
kita menduga-duga siapa orangnya, karena susah
membuktikannya.
• Namun yang pasti Kode Etik Kedokteran Indonesia
menyatakan: dalam melakukan pekerjaan kedokterannya
seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang
mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
• Secara khusus disebutkan, dokter dilarang menjuruskan pasien
untuk membeli obat tertentu, karena dokter yang
bersangkutan telah menerima komisi dari perusahaan farmasi
tertentu. 
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
NOMOR HK.00.05.3.02706 TAHUN 2002
TENTANG
PROMOSI OBAT
KEGIATAN ILMIAH
Pasal 7
(1) Promosi obat berupa sponsor kegiatan untuk
penyebarluasan informasi obat hanya dibenarkan sebagai
kegiatan ilmiah.
PEMBERIAN DAN DONASI
Pasal 8
(1) Pemberian dan donasi tidak dikaitkan dengan penulisan
resep atau anjuran penggunaannobat yang bersangkutan.
(2) Pemberian dan donasi hanya diperbolehkan untuk diberikan
kepada institusi, tidak kepada pribadi profesi kesehatan.
KEGIATAN YANG DILARANG
Pasal 9
Industri Farmasi dan/atau Pedagang Besar Farmasi dilarang :
a. Kerjasama dengan Apotik dan Penulis Resep.
b. Kerjasama dalam peresepan obat dengan Apotik dan/atau Penulis
Resep dalam suatu program khusus untuk meningkatkan
penjualan obat tertentu.
c. Memberikan bonus/hadiah berupa uang (tunai, bank-draft,
pinjaman, voucher, ticket), dan/atau barang kepada Penulis Resep
yang meresepkan obat produksinya dan/atau yang
didistribusikannya.
d. Membentuk kelompok khusus untuk meningkatka penggunaan
produk obat yang mengarah kepada tujuan pemasaran.
e. Melakukan promosi berhadiah untuk penjualan obat bebas, obat
bebas terbatas dengan Pengembalian kemasan bekas dan/atau
menyelenggarakan quiz atau yang sejenisnya
Pelanggaran Etik Apoteker
• Suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar
“hanya” akan membawa akibat sanksi moral bagi
pelanggarnya.
• Suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi
disiplin profesi  bentuk peringatan hingga ke bentuk
yang lebih berat : kewajiban menjalani pendidikan /
pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten),
pencabutan haknya berpraktik profesi.
• Sanksi tersebut diberikan oleh MEDAI setelah dalam
rapat/sidangnya dibuktikan bahwa APOTEKER tersebut
melanggar etik DAN disiplin (profesi).
NORMA
DALAM PRAKTIK KEFARMASIAN

ATURAN
PENERAPAN
KEILMUAN
KEFARMASIAN

DISIPLIN

ATURAN
ATURAN
HUKUM
PENERAPAN
KEFARMASIAN
ETIKA
ETIKA HUKUM
KEFARMASIAN
(KODE ETIK
APOTEKER
INDONESIA)
MEDAI
• Domain atau yurisdiksi MEDAI adalah “disiplin
profesi”, yaitu permasalahan yang timbul sebagai
akibat dari pelanggaran seorang profesional atas
peraturan internal profesinya, yang menyimpangi apa
yang diharapkan akan dilakukan oleh orang
(profesional) dengan pengetahuan dan ketrampilan
yang rata-rata.
PELANGGARAN & CARA PENANGANAN

ETIKA
MEDAI
DISIPLIN
APOTEKER
MEDAI
SENGKETA HUKUM PERADILAN PIDANA
PERADILAN PERDATA
SENGKETA
NON HUKUM
LEMBAGA MEDIASI
(ADR)
MACAM KEPUTUSAN
• TIDAK BERSALAH
• BERSALAH DENGAN SANKSI:
- PERINGATAN TERTULIS
- REKOMENDASI PENCABUTAN STR
ATAU SIPA, SEMENTARA (MAX 1 TH)
ATAU SELAMANYA
- DAN ATAU KEWAJIBAN MENGIKUTI
PENDIDIKAN/ PELATIHAN
PENANGANAN PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER

Penetapan Majelis Pemeriksa Awal


Setiap orang atau Pengaduan tertulis
Pemeriksa Awal Investigasi
kepentingan yang ↓
dirugikan Oleh Ketua MEDAI ↓
Verifikasi
Keputusan MEDAI

Ditolak Diluar disiplin


Pelanggaran Etik Pelanggaran Disiplin

PELAKSANAAN KEPUTUSAN MAJELIS PEMERIKSA AWAL

Kepada Pengadu Sekretariat MEDAI


Sekretariat MEDAI

Organisasi Profesi
PENANGANAN PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER

Penetapan Majelis KEPUTUSAN


Pemeriksaan Awal Pemeriksaan
Pemeriksa o/Ketua
Pelanggaran Proses
MEDAI
Disiplin Pembuktian

Bebas / tidak Peringatan tertulis Rekomendasi Mengikuti Pendidikan/


bersalah pencabutan SIP/STR pelatihan

PELAKSANAAN KEPUTUSAN

Sekretariat MEDAI Sekretariat Sekretariat MEDAI Sekretariat MEDAI


MEDAI

Dinkes
Kab/Kota
IAI
STR DAERAH/CABANG
SIPA

APOTEKER APOTEKER APOTEKER Institusi Kolegium


Pendidikan
SANKSI DISIPLIN
1. pemberian peringatan tertulis;
2. rekomendasi pencabutan Surat Tanda
Registrasi atau Surat Izin Praktik; dan/atau
3. kewajiban mengikuti pendidikan atau
pelatihan di institusi pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi

Anda mungkin juga menyukai