0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
19 tayangan2 halaman
Puisi ini menceritakan tentang seorang bocah yang kehilangan kedua orang tuanya dan kakinya setelah peristiwa tragis. Bocah itu merayap di padang ilalang dengan satu kaki yang tersisa mencari pertolongan, namun hanya menemukan ketidakadilan di sekitarnya. Dalam keputusasaan, bocah itu ingin mengakhiri hidupnya namun tak mampu melakukannya.
Puisi ini menceritakan tentang seorang bocah yang kehilangan kedua orang tuanya dan kakinya setelah peristiwa tragis. Bocah itu merayap di padang ilalang dengan satu kaki yang tersisa mencari pertolongan, namun hanya menemukan ketidakadilan di sekitarnya. Dalam keputusasaan, bocah itu ingin mengakhiri hidupnya namun tak mampu melakukannya.
Puisi ini menceritakan tentang seorang bocah yang kehilangan kedua orang tuanya dan kakinya setelah peristiwa tragis. Bocah itu merayap di padang ilalang dengan satu kaki yang tersisa mencari pertolongan, namun hanya menemukan ketidakadilan di sekitarnya. Dalam keputusasaan, bocah itu ingin mengakhiri hidupnya namun tak mampu melakukannya.
DI PARUH PUING Oleh : Alir Bening Firdausi) Sepanjang kaki merayap membelah ilalang Memuja perlindungan, mencari pertolongan Untuk kaki yang buntung, penuh belatung Berteriak ia, ia berteriak Di paruh puing yang enas Hingga pupus pita suaranya, serak dan jiwa raga yang tewas Hingga air di laut, di samudera riak adalah seorang bocah, nahas Ratusan mil ia terseok di jalan Usai ababil lepas landas pagi buta Dan di netranya hanya ada ketidakadilan meluruhkan koloni-koloni nirmala Wanita di sini tetap utuh kakinya Sebongkah nisan di telapak tangan Pria di sana tidak kehilangan istrinya Kawan di situ bahkan masih bisa Itu kepunyaan bapak, tertawa riang dengan bapaknya yang baru saja menyusul emak Yang delapan tahun lalu lebih dulu mangkat Dalam keputusasaan batil dibunuh Sang Bocah dalam pertarungan tanpa berulang kali Izrail memanggil sekat “Hunuskan saja katana Kini, ia punya apa? di hulu dada.” Kini, ia punya siapa? Namun seperti kata bapak di pucuk takdir,