Wawasan, artinya pandangan, tinjauan, penglihatan atau tanggap
indrawi. 1. Nasional menunjukkan kata sifat, ruang lingkup, bentuk yang berasal dari kata nation yang berarti bangsa yang telah mengidentifikasikan diri dalam kehidupan bernegara atau secara ringkas, padat adalah bangsa yang telah bernegara. 2. Nusantara, dipergunakan untuk menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak di antara Samudra Pasifik dan Samudra Indonesia serta antara benua Asia dan Australia. 3. Kawasan Nasional merupakan “cara pandang” suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya. 1. Wawasan Nusantara diartikan sebagai cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide nasionalnya yang dilandasi Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat dan bermartabat serta menjiwai tata hidup dan tindak kebijaksanaannya dalam mencapai tujuan Nasional. 2. Pada hakekatnya Wawasan Nusantara adalah Wawasan Nasional yang berdasarkan falsafah dan ideologi pancasila mewujudkan kepulauan Nusantara sebagai : – Kesatuan Ideologi – Kesatuan Politik – Kesatuan Ekonomi – Kesatuan Sosial dan Budaya – Kesatuan Hankam B. Wawasan Nusantara Secara konstitusional, Wawasan Nusantara dikukuhkan dengan Ketetapan MPR no. IV/MPR/1973, tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Bab II Sub E, Pokok- pokok Wawasan Nusantara dinyatakan sebagai Wawasan dalam mencapai tujuan Pembangunan Nasional adalah Wawasan Nusantara yang mencakup: 1. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Politik, dalam arti: a. Bahwa kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup dan kesatuan matra seluruh bangsa, serta menjadi modal dan milik bersama bangsa. b. Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai bahasa daerah, memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya. c. Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad di dalam mencapai cita-cita bangsa. d. Bahwa Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta idiologi bangsa dan negara, yang melandasi, membimbing dan mengarahkan bangsa menuju ketujuannya. e. Bahwa seluruh kepulauan Nusantara merupakan kesatuan hukum dalam arti bahwa hanya ada satu hukum yang mengabdi kepada kepentingan nasional. 2. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Sosial dan Budaya, dalam arti: a. Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama, merata, dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa. b. Bahwa budaya Indonesia pada hakekatnya adalah satu, sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, yang hasil- hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia. 3. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Ekomi, dalam arti: a. Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air. b. Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri-ciri khas yang dimiliki oleh daerah-daerah dalam mengembangkan ekonominya. 4. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Pertahanan dan Keamanan, dalam arti: a. Bahwa ancaman terhadap satu daerah pada hakekatnya merupakan ancaman bagi seluruh bangsa dan negara. b. Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama di dalam pembelaan negara. C. Geografi, Geopolitik dan Geostrategis
Faktor-faktor yang melatar belakangi Wawasan Nusantara yaitu
geografis, historis dan yuridis, serta kepentingan nasional. 1. Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan Wilayah Indonesia dikenal subur dengan flora dan fauna serta sumber daya alamnya. (SDA) GBHN menggariskan bahwa jumlah penduduk Indonesia sangat besar, bila dikembangkan akan menjadi tenaga kerja yang efektif merupakan modal pembangunan yang besar. Daratan dan lautan merupakan satu kesatuan utuh, laut dianggap sebagai pemersatu, bukan sebagai pemisah antara pulau satu dengan lainnya. 2. Geopolitik Geopolitik menurut Bangsa Indonesia merupakan pandangan baru bangsa Indonesia yang dalam politik Nasionalnya memepertimbangkan kondisi dan konstelasi geografi wilayah negaranya dalam hubungannya dengan cita-cita serta tujuan nasionalnya sebagaimana tercantum dalam Alinea ke-4 pembukaan UUD 1945. Kedudukan Indonesia terletak pada suatu tempat/posisi silang, di tengah-tengah percaturan lalu lintas kehidupan dunia yang sangat ramai. Ilmu Politik telah mengajarkan bahwa esensi dari politik itu adalah kekuatan. OKI penggunaan kekuatan tersebut sangat penting dan oleh karena itu perlu adanya pembatasan/pengertian tentang kekuatan dan penggunaanya, sesuai nilai-nilai moral bangsa yang berbudaya dan beradab. Terdapat 2 macam pengertian tentang kekuatan, yaitu: – Kekuatan yang bersifat fisik yang selanjutnya dibedakan dalam kekuatan fisik belaka (badaniah dan kekuatan kesejahteraan materiil (Economic and Industrial Power) – Kekuatan mental (agama, ideologi & Ilmu Pengetahuan) Seorang ahli geografi bernama Frederich Ratzel berpendapat bahwa pertumbuhan negara mirip dengan pertumbuhan organisme yang memerlukan ruang hidup yang mencukupi agar dapat tumbuh dengan subur. Teorinya terkenal sebagai “teori organisme” atau “teori biologis” (teori organisme biologis). Sedangkan Rudolf Kjellen menyatakan dengan tegas bahwa negara adalah suatu organisme, pandangan Ratzel serta Kjellen kemudian dikembangkan oleh Karl Haushofer. Ia melihat bahwa Geopolitiklah yang mencakup seluruh sistem politik Kjellen. Haushofer memberi arti Geopolitk sebagai: a. Doktrin negara di bumi b. Doktrin perkembangan politik didasarkan pada hubungannya dengan bumi. c. Landasan ilmiah bagi tindakan politik dalam perjuangan, kelangsungan hidup suatu organisme negara untuk mendapatkan ruang hidupnya. Selain teori ahli geopolitik diatas masih ada beberapa teori lainnya ialah: a. Wawasan Benua Sir Halfod Mc. Kinder mencetuskan Wawasan Benua atau konsep kekuatan di darat. Ia mengatakan barang siapa menguasai “daerah jantung” (Eropa Timur dan Rusia merupakan daerah poros/pivot area), ia akan menguasai pulau dunia (Eropa, Asia, Afrika) yang pada akhirnya akan menguasai dunia. b. Wawasan Bahari Sir Walther Raleigh dan A.T. Mahan mengemukakan Wawasan bahari atau konsep kekuatan di laut. Mereka mengatakan bahwa siapa yang menguasai lautan akan menguasai perdagangan dan siapa menguasai perdagangan berarti menguasai kekayaan dunia, sehingga dunia akan dikuasainya. c. Wawasan Dirgantara W. Mitchel, A. Saversky, G. Douhet dan J.F.C. Fuller melahirkan teori wawasan dirgantara atau konsep kekuatan diudara. Mereka berpendapat bahwa kekuatan diudara merupakan daya tangkal yang ampuh terhadap ancaman dan dapat melumpuhkan musuh dikandangnya sendiri, agar tidak mampu lagi bergerak untuk menyerang. d. Wawasan Kombinasi N.J. Spijkman menghasilkan teori daerah batas (rimland) yang dinamai Wawasan Kombinasi. Teori inilah yang banyak dipakai oleh negarawan ahli geopolitik dan strategi untuk menyusun kekuatan bagi negaranya. 3. Geostrategis Indonesia berada pada posisi silang dunia yang sangat strategis. Keberadaan Indonesia pada posisi silang menimbulkan proses akulturasi yang menjadikan bangsa Indonesia menjadi seperti sekarang ini, baik sosial, religi, bahasa maupun budayanya. Sedangkan pengaruh-pengaruh buruk dari posisi silang harus dihadapi, untuk itu diperlukan adanya suatu konsep Ketahanan Nasional, yang memakai Landasan Wawasan Nusantara. Posisi silang Indonesia ini tentu saja membawa pengaruh-pengaruh terhadap kehidupan bangsanya. Posisi silang jika dilihat secara “Situsional dinamis” dan secara “Historis Kultural” merupakan posisi yagn menimbulkan proses Akulturasi yang menjadikan bangsa Indonesia sebagaimana dewasa ini baik rasial, religi, bahasa maupun budaya. Posisi silang hanya memberikan dua kemungkinan bagi kita sebagai negara bangsa yang berdaulat, yakni: – Membiarkan diri sendiri terus menerus menjadi obyek dan lalu lintas kekuatan-kekuatan dan pengaruh-pengaruh dari luar yang melintasi kedudukan kita, dengan setiap kali menyandarkan atau menggantungkan diri kepada dan dari kekuatan/pengaruh yang terbesar pada suatu waktu. – Atau ikut serta mengatur lalu lintas kekuatan-kekuatan dan pengaruh-pengaruh tersebut dalam arti ikut memainkan peranan sebagai subyek. D. Historis dan Yuridis Formal
Ada dua bagian dalam sejarah perkembangan Wawasan
Nusantara, pertama tentang proses gagasan Wawasan Nusantara, dan kedua tentang hukum laut, sebagai suatu aspek Wawasan Nusantara. Gagasan Wawasan Nusantara berpangkal tolak dari pengertian Archipelago yang menurut Hukum Internasional berarti lautan prinsip, negara kepulauan, yang kemudikan dikaitkan dengan cita-cita proklamasi, falsafah negara dan bangsa Indonesia, dan kepentingan-kepentingan nasionalnya, akhirnya timbul menjadi gagasan Wawasan Nusantara. Prinsip- prinsip Wawasan Nusantara dilahirkan pada tanggal 13 Desember 1957, dengan keluarnya Pengumuman Pemerintah mengenai wilayah perairan negara RI, yang lazim dikenal sebagai “Deklarasi Juanda”. Sehubungan dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 4/1960 tanggal 18 Februari 1960, tentang “Perairan Indonesia” yang mirip Pengukuhan dan Pengumuman Pemerintah 13 Desember 1957, maka timbul suatu konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia yang didasarkan kepada kondisi segi alamiah wilayah negara dan kondisi segi sosial dari kehidupan bangsa Indonesia. Wawasan Nusantara sebenarnya tumbuh dan merupakan hasil usaha penyempurnaan dari gagasan-gagasan Wawasan Nasional yang universal yang cara pandangnya menurut kondisi-kondisi negara/bangsa yang bersangkutan. Wawasan Nasional tersebut dianggap sebagai perwujudan konsep kekuatan (Power-Concept), karena pada mulanya mengandalkan kepada gagasan penyusunan dan pembinaan kekuatan yang titik beratnya pada satu atau lebih matra yang intinya merupakan penggalangan kekuatan untuk menghadapi dan menghancurkan kawan (Konfrontatif) persiapan untuk perang. Karena pengaruh dari teori tentang pembinaan kekuatan yang didorong oleh keinginan/kepentingan untuk menguasai dunia, pernah dalam perkembangan gagasan Wawasan Nasional kita timbul konsep- konsep seperti Wawasan Benua dengan penitikberatan kekuatan di darat, Wawasan Bahan dengan penitikberatan kekuatan di laut, dan Wawasan Dirgantara, dengan penitikberatan kekuatan di Udara. Tentu saja ini tidak bisa dibenarkan karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila. Adanya wawasan tersebut, maka dalam sejarah perkembangan doktrin-doktrin, Angkatan di lingkungan ALRI pada periode sebelum 1966 (Orde Baru) lahirlah doktrin-doktrin Angkatan Laut, “Swabuana Palca” dari Angkatan Udara, dimana masing-masing hanya menitikberatkan kekuatan pokok matra masing-masing. Masalah lautan adalah sangat erat hubungannya dengan Hukum Internasional. Maka sesuai asas-asasnya dapat dipahami bahwa Nusantara (Archipelago) atau negara kepulauan itu merupakan : • Suatu kesatuan utuh wilayah, yang batas-batasnya ditentukan oleh laut dalam lingkungan mana terdapat pulau-pulau dan gugusan pulau-pulau. • Atau merupakan pulau-pulau dengan perairan diantaranya sebagai kesatuan utuh, dengan unsur air sebagai penghubungannya. Dan demikian juga wujud nusantara yang merupakan wilayah negara RI. Faham tesebut di ataslah yang dikembangkan; dan kemudian lahirlah Deklarasi 13 Desember 1957 sebagai prinsip-prinsip konsep Wawasan Nusantara, yang menerjemahkan konsep kenusantaraan (archipelago) menurut hukum internasional, dan berisikan penetapan bahwa batas-batas laut teritorial yang diwarisi dari pemerintah kolonial Belanda, seperti termaktub dalam territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonnantie 1939 pasal 1 Ayat 1, sudah tidak seusai lagi dengan kepentingan, keselamatan dan keamanan Republik Indonesia. Sebelum tahun 1957 seusai dengan territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonnantie 1939, lebar laut wilayah Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis air rendah di pantai masing-masing pulau Indonesia. Menjelang tahun 1957 ketentuan ini terasa sekali bahwa tidak memadai lagi untuk memelihara kepentingan dan keutuhan vital Indonesia, baik di bidang politis, ekonomi maupun Hankamnas. Karena itu pemerintah Indonesia pada tanggal 13 Desember 1957 mengumumkan apa yang kemudian terkenal sebagai Deklarasi Juanda, yaitu: Lebar laut wilayah Indonesia dijadikan 12 mil; lebar tersebut diukur dari garis-garis dasar yang menghubungkan titik terluar dari pulau-pulau Indonesia yang terluar. Point to point theory ini didasarkan atas yurisprudensi keputusan Mahkamah Internasional dalam Anglo Norwegian Fisheries Case dan diterapkan pada konsep kenusantaraan (archipelago). Kemudian berkembang menjadi Wawasan Nusantara, dimaksudkan untuk menjamin keutuhan wilayah nasional. Karena itu, dari tanggal 24 Februari 1958 s/d 24 April 1958 dimulailah perjuangan pertama dalam forum konperensi internasional tentang Hukum Laut; dan ternyata belum berhasil. Kemudian pemerintah merasa perlu untuk meningkatkan prinsip-prinsip atau asas-asas Wawasan Nusantara menjadi suatu gagasan nasional yang mempunyai dasar-dasar hukum yang kuat, dengan mengeluarkan pengumuman pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang No. 4/1960 tanggal 18 Februari 1960, yang isinya menjamin adanya hak lintas laut damai (innocent passage) melalui perairan Indonesia (laut pedalaman). PP No. 8/1962 menyusul, dengan ketentuan pelayaran damai dan mengatur laut dalam. Tanggal 17 Februari 1969 pemerintah Indonesia mengeluarkan lagi pengumuman yang menjelaskan tentang landasan wilayah negara Republik Indonesia, sebagai usaha meningkatkan perjuangan untuk pengakuan gagasan Wawasan Nusantara, sebagai manifestasi semangat persatuan dan kesatuan dalam Pancasila. Perbedaan konsep tahun 1957 adalah bahwa : – Konsep Nusantara tahun 1957 merupakan konsep kewilayahan nasional. – Konsep Nusantara 1969, dimaksudkan lebih banyak sebagai konsep politik dan ketatanegaraan, yang didasarkan atas konsep kewilayahan nasional tahun 1957 di atas. Pengumuman pemerintah tentang landasan kontinen Indonesia tanggal 17 Februari 1969, memuat pokok-pokok sebagai berikut : 1) Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam landasan kontinen Indonesia, adalah milik eksklusif negara Republik Indonesia. 2) Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis batas landas kontinen dengan negara-negara tetangga melalui perundingan. 3) Jika tidak ada perjanjian garis batas, maka batas landas kontinen Indonesia adalah suatu garis yang ditarik di tengah-tengah antara pulau terluar Indonesia dengan titik luar wilayah negara tetangga. 4) Claim di atas tidak mempengaruhi sifat serta status dari perairan di atas landas kontinen Indonesia, maupun ruang udara di atasnya. Pengakuan terhadap claim konsep Hukum Laut menurut Wawasan Nusantara bangsa Indonesia adalah sangat penting, karena wilayah Indonesia, dari : Luas 2.207.087 km2, menjadi seluas 5.193.252 km2, berarti tambah 3.166.165 km2, atau ± 145%
dan yang terpenting adalah pulau-pulau dan lautan di
dalamnya menjadi “Manunggal utuh menyeluruh” seusai azas Wawasan Nusantara. Claim tersebut merupakan implementasi dari Pasal 31 Ayat 3, UUD 1945 yang berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Penambahan wilayah dan penutupan perairan (de jure) menyebabkan Indonesia berhadapan dengan dunia internasional mengenai Hukum Laut. Perjanjian/Persetujuan Garis Besar atau landas kontinen Serentetan perjanjian-perjanjian/persetujuan-persetujuan mengenai garis batas dan atau landas kontinen, setelah berhasil ditandatangani antara lain : 1) Republik Indonesia dengan Malaysia: mengenai landas kontinen Selat Malaka dan Laut Natuna (Laut Cina Selatan), di Kuala Lumpur tanggal 27 Oktober 1969 dan berlaku mulai tanggal 7 November 1969. 2) Republik Indonesia dengan Thailand; mengenai landas kontinen Selat Malaka bagian utara dan Luat Andaman, di Bangkok tanggal 17 Desember 1971 dan berlaku mulai tanggal 7 April 1972. 3) Republik Indonesia dengan Malaysia dan Thailand, mengenai landas kontinen Selat Malaka bagian utara, di Kuala Lumpur tanggal 21 Desember 1971 dan berlaku mulai tanggal 16 Juli 1973. 4) Republik Indonesia dengan Australia; mengenai penetapan garis batas dasar laut tertentu (Laut Arafuru dan daerah utara Irian Jaya – Papua Nugini) di Canbera tanggal 18 Mei 1971 dan berlaku mulai tanggal 18 November 1973. 5) Republik Indonesia dengan Singapura; mengenai penetapan garis batas laut wilayah (laut teritorial), di Jakarta tanggal 25 Mei 1973 dan berlaku mulai tanggal 30 Agustus 1974. 6) Republik Indonesia dengan India; mengenai penetapan garis batas dan landas kontinen Laut Andaman, di Jakarta tanggal 8 Agustus 1974 berlaku langsung saat penandatanganan. 7) Republik Indonesia dengan Australia; mengenai penetapan garis batas daerah-daerah dasar laut, selatan Pulau Tanimbar dan Pulau Timor di Jakarta tanggal 9 Oktober 1973, mulai berlaku tanggal 8 November 1973. E. Unsur-Unsur Wawasan Nusantara 1. Wadah Wawasan Nusantara sebagai wadah meliputi tiga komponen: a. Wujud wilayah Batas ruang lingkup wilayah Nusantara ditentukan oleh lautan yang didalamnya terdapat gugusan ribuan pulau yang saling dihubungkan oleh dalamnya perairan. Baik laut maupun selat serta dirgantara di atasnya yang merupakan satu kesatuan ruang wilayah. Oleh karena itu Nusantara dibatasi oleh lautan dan dataran serta dihubungkan oleh perairan dalamnya. Sedangkan secara vertikal ia merupakan suatu bentuk kerucut terbuka ke atas dengan titik puncak di pusat bumi. Letak geografis negara berada di posisi dunia antara dua samudera, yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, dan antara dua benua, yaitu Asia dan Australia. Letak geografis ini berpengaruh besar terhadap aspek-aspek kehidupan nasional Indonesia. Perwujudan wilayah Nusantara ini menyatu dalam kesatuan politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan keamanan. b. Tata Inti Organisasi Bagi Indonesia, tata inti organisasi negara didasarkan pada UUD 1945 yang menyangkut bentuk dan kedaulatan negara, kekuasaan pemerintah, sistem pemerintahan dan sistem perwakilan. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sistem pemerintahannya menganut sistem presidensial. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan UUD 1945. Indonesia adalah negara hukum (Rechts Staat) bukan negara kekuasaan (machts staat). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempunyai kedudukan kuat, yang tidak dapat dibubarkan oleh Presiden. Anggota DPR merangkap sebagai anggota MPR. c. Tata Kelengkapan Organisasi Wujud tata kelengkapan organisasi adalah kesadaran politik dan kesadaran bernegara yang harus dimiliki oleh seluruh rakyat yang mencakup partai politik, golongan dan organisasi masyarakat, kalangan pers serta seluruh aparatur negara. Semua lapisan masyarakat itu diharapkan dapat mewujudkan demokrasi yang secara konstitusional berdasarkan UUD 1945 dan secara ideal berdasarkan dasar Filsafat Pancasila, dalam berbagai kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2. Isi Wawasan Nusantara Isi Wawasan Nusantara tercermin dalam perspektif kehidupan manusia Indonesia dalam eksistensinya yang meliputi cita-cita bangsa dan asas manunggal yang terpadu. a. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan: 1) Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. 2) Rakyat Indonesia yang berkehidupan kebangsaan yang bebas. 3) Pemerintah negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. b. Asas keterpaduan semua aspek kehidupan nasional berciri manunggal, utuh menyeluruh yang meliputi: 1) Satu kesatuan wilayah Nusantara yang mencakup daratan perairan dan dirgantara secara terpadu. 2) Satu kesatuan politik, dalam arti satu UUD dan politik pelaksanaannya serta satu ideologi dan identitas nasional. 3) Satu kesatuan sosial-budaya, dalam arti satu perwujudan masyarakat Indonesia atas dasar “Bhinneka Tunggal Ika”, satu tertib sosial dan satu tertib hukum. 4) Satu kesatuan ekonomi dengan berdasarkan atas asas usaha bersama dan asas kekeluargaan dalam satu sistem ekonomi kerakyatan. 5) Satu kesatuan pertahanan dan keamanan dalam satu sistem terpadu, yaitu sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata). 6) Satu kesatuan kebijakan nasional dalam arti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang mencakup aspek kehidupan nasional. 3. Tata Laku Wawasan Nusantara Mencakup Dua Segi, Batiniah dan Lahiriah
a. Tata laku batiniah berlandaskan falsafah bangsa yang
membentuk sikap mental bangsa yang memiliki kekuatan batin. Dalam hal ini Wawasan Nusantara berlandaskan pada falsafah Pancasila untuk membentuk sikap mental bangsa yang meliputi cipta, rasa dan karsa secara terpadu. b. Tata laku lahiriah merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti kemanunggalan kata dan karya, keterpaduan pembicaraan dan perbuatan. Dalam hal ini Wawasan Nusantara diwujudkan dalam satu sistem organisasi yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian.