Anda di halaman 1dari 21

BAB IV

WAWASAN NUSANTARA
A. Pengertian Umum

Wawasan, artinya pandangan, tinjauan, penglihatan atau tanggap


indrawi.
1. Nasional menunjukkan kata sifat, ruang lingkup, bentuk yang
berasal dari kata nation yang berarti bangsa yang telah
mengidentifikasikan diri dalam kehidupan bernegara atau
secara ringkas, padat adalah bangsa yang telah bernegara.
2. Nusantara, dipergunakan untuk menggambarkan kesatuan
wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang
terletak di antara Samudra Pasifik dan Samudra Indonesia
serta antara benua Asia dan Australia.
3. Kawasan Nasional merupakan “cara pandang” suatu bangsa
tentang diri dan lingkungannya.
1. Wawasan Nusantara diartikan sebagai cara pandang
bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya
berdasarkan ide nasionalnya yang dilandasi Pancasila
dan UUD 1945 yang merupakan aspirasi bangsa
Indonesia yang merdeka, berdaulat dan bermartabat
serta menjiwai tata hidup dan tindak
kebijaksanaannya dalam mencapai tujuan Nasional.
2. Pada hakekatnya Wawasan Nusantara adalah
Wawasan Nasional yang berdasarkan falsafah dan
ideologi pancasila mewujudkan kepulauan Nusantara
sebagai :
– Kesatuan Ideologi
– Kesatuan Politik
– Kesatuan Ekonomi
– Kesatuan Sosial dan Budaya
– Kesatuan Hankam
B. Wawasan Nusantara
Secara konstitusional, Wawasan Nusantara dikukuhkan dengan Ketetapan MPR
no. IV/MPR/1973, tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Bab II Sub E, Pokok-
pokok Wawasan Nusantara dinyatakan sebagai Wawasan dalam mencapai tujuan
Pembangunan Nasional adalah Wawasan Nusantara yang mencakup:
1. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Politik, dalam arti:
a. Bahwa kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya
merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup dan kesatuan
matra seluruh bangsa, serta menjadi modal dan milik bersama bangsa.
b. Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara
dalam berbagai bahasa daerah, memeluk dan meyakini berbagai agama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu
kesatuan bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya.
c. Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib
sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu
tekad di dalam mencapai cita-cita bangsa.
d. Bahwa Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta idiologi bangsa dan
negara, yang melandasi, membimbing dan mengarahkan bangsa menuju
ketujuannya.
e. Bahwa seluruh kepulauan Nusantara merupakan kesatuan hukum dalam
arti bahwa hanya ada satu hukum yang mengabdi kepada kepentingan
nasional.
2. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Sosial dan Budaya,
dalam arti:
a. Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus
merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan
masyarakat yang sama, merata, dan seimbang serta adanya keselarasan
kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa.
b. Bahwa budaya Indonesia pada hakekatnya adalah satu, sedangkan corak
ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya yang menjadi
modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, yang hasil-
hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia.
3. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Ekomi, dalam arti:
a. Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah
modal dan milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari
harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air.
b. Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh
daerah, tanpa meninggalkan ciri-ciri khas yang dimiliki oleh daerah-daerah
dalam mengembangkan ekonominya.
4. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Pertahanan dan
Keamanan, dalam arti:
a. Bahwa ancaman terhadap satu daerah pada hakekatnya merupakan
ancaman bagi seluruh bangsa dan negara.
b. Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama di
dalam pembelaan negara.
C. Geografi, Geopolitik dan Geostrategis

Faktor-faktor yang melatar belakangi Wawasan Nusantara yaitu


geografis, historis dan yuridis, serta kepentingan nasional.
1. Geografis
 Indonesia merupakan negara kepulauan
 Wilayah Indonesia dikenal subur dengan flora dan fauna
serta sumber daya alamnya. (SDA)
 GBHN menggariskan bahwa jumlah penduduk Indonesia
sangat besar, bila dikembangkan akan menjadi tenaga
kerja yang efektif merupakan modal pembangunan
yang besar.
 Daratan dan lautan merupakan satu kesatuan utuh, laut
dianggap sebagai pemersatu, bukan sebagai pemisah
antara pulau satu dengan lainnya.
2. Geopolitik
Geopolitik menurut Bangsa Indonesia merupakan pandangan
baru bangsa Indonesia yang dalam politik Nasionalnya
memepertimbangkan kondisi dan konstelasi geografi wilayah
negaranya dalam hubungannya dengan cita-cita serta tujuan
nasionalnya sebagaimana tercantum dalam Alinea ke-4
pembukaan UUD 1945. Kedudukan Indonesia terletak pada
suatu tempat/posisi silang, di tengah-tengah percaturan lalu
lintas kehidupan dunia yang sangat ramai.
Ilmu Politik telah mengajarkan bahwa esensi dari politik itu
adalah kekuatan. OKI penggunaan kekuatan tersebut sangat
penting dan oleh karena itu perlu adanya
pembatasan/pengertian tentang kekuatan dan penggunaanya,
sesuai nilai-nilai moral bangsa yang berbudaya dan beradab.
Terdapat 2 macam pengertian tentang kekuatan, yaitu:
– Kekuatan yang bersifat fisik yang selanjutnya dibedakan
dalam kekuatan fisik belaka (badaniah dan kekuatan
kesejahteraan materiil (Economic and Industrial Power)
– Kekuatan mental (agama, ideologi & Ilmu Pengetahuan)
Seorang ahli geografi bernama Frederich Ratzel
berpendapat bahwa pertumbuhan negara mirip dengan
pertumbuhan organisme yang memerlukan ruang hidup
yang mencukupi agar dapat tumbuh dengan subur. Teorinya
terkenal sebagai “teori organisme” atau “teori biologis” (teori
organisme biologis).
Sedangkan Rudolf Kjellen menyatakan dengan tegas
bahwa negara adalah suatu organisme, pandangan Ratzel
serta Kjellen kemudian dikembangkan oleh Karl Haushofer.
Ia melihat bahwa Geopolitiklah yang mencakup seluruh
sistem politik Kjellen.
Haushofer memberi arti Geopolitk sebagai:
a. Doktrin negara di bumi
b. Doktrin perkembangan politik didasarkan pada
hubungannya dengan bumi.
c. Landasan ilmiah bagi tindakan politik dalam
perjuangan, kelangsungan hidup suatu organisme
negara untuk mendapatkan ruang hidupnya.
Selain teori ahli geopolitik diatas masih ada beberapa teori lainnya ialah:
a. Wawasan Benua
Sir Halfod Mc. Kinder mencetuskan Wawasan Benua atau konsep
kekuatan di darat. Ia mengatakan barang siapa menguasai “daerah
jantung” (Eropa Timur dan Rusia merupakan daerah poros/pivot area),
ia akan menguasai pulau dunia (Eropa, Asia, Afrika) yang pada akhirnya
akan menguasai dunia.
b. Wawasan Bahari
Sir Walther Raleigh dan A.T. Mahan mengemukakan Wawasan bahari
atau konsep kekuatan di laut. Mereka mengatakan bahwa siapa yang
menguasai lautan akan menguasai perdagangan dan siapa menguasai
perdagangan berarti menguasai kekayaan dunia, sehingga dunia akan
dikuasainya.
c. Wawasan Dirgantara
W. Mitchel, A. Saversky, G. Douhet dan J.F.C. Fuller melahirkan teori
wawasan dirgantara atau konsep kekuatan diudara. Mereka berpendapat
bahwa kekuatan diudara merupakan daya tangkal yang ampuh terhadap
ancaman dan dapat melumpuhkan musuh dikandangnya sendiri, agar
tidak mampu lagi bergerak untuk menyerang.
d. Wawasan Kombinasi
N.J. Spijkman menghasilkan teori daerah batas (rimland) yang dinamai
Wawasan Kombinasi. Teori inilah yang banyak dipakai oleh negarawan
ahli geopolitik dan strategi untuk menyusun kekuatan bagi negaranya.
3. Geostrategis
Indonesia berada pada posisi silang dunia yang sangat strategis.
Keberadaan Indonesia pada posisi silang menimbulkan proses akulturasi
yang menjadikan bangsa Indonesia menjadi seperti sekarang ini, baik
sosial, religi, bahasa maupun budayanya.
Sedangkan pengaruh-pengaruh buruk dari posisi silang harus
dihadapi, untuk itu diperlukan adanya suatu konsep Ketahanan Nasional,
yang memakai Landasan Wawasan Nusantara.
Posisi silang Indonesia ini tentu saja membawa pengaruh-pengaruh
terhadap kehidupan bangsanya. Posisi silang jika dilihat secara
“Situsional dinamis” dan secara “Historis Kultural” merupakan posisi yagn
menimbulkan proses Akulturasi yang menjadikan bangsa Indonesia
sebagaimana dewasa ini baik rasial, religi, bahasa maupun budaya.
Posisi silang hanya memberikan dua kemungkinan bagi kita sebagai
negara bangsa yang berdaulat, yakni:
– Membiarkan diri sendiri terus menerus menjadi obyek dan lalu
lintas kekuatan-kekuatan dan pengaruh-pengaruh dari luar yang
melintasi kedudukan kita, dengan setiap kali menyandarkan atau
menggantungkan diri kepada dan dari kekuatan/pengaruh yang
terbesar pada suatu waktu.
– Atau ikut serta mengatur lalu lintas kekuatan-kekuatan dan
pengaruh-pengaruh tersebut dalam arti ikut memainkan peranan
sebagai subyek.
D. Historis dan Yuridis Formal

Ada dua bagian dalam sejarah perkembangan Wawasan


Nusantara, pertama tentang proses gagasan Wawasan
Nusantara, dan kedua tentang hukum laut, sebagai suatu aspek
Wawasan Nusantara. Gagasan Wawasan Nusantara berpangkal
tolak dari pengertian Archipelago yang menurut Hukum
Internasional berarti lautan prinsip, negara kepulauan, yang
kemudikan dikaitkan dengan cita-cita proklamasi, falsafah negara
dan bangsa Indonesia, dan kepentingan-kepentingan nasionalnya,
akhirnya timbul menjadi gagasan Wawasan Nusantara. Prinsip-
prinsip Wawasan Nusantara dilahirkan pada tanggal 13 Desember
1957, dengan keluarnya Pengumuman Pemerintah mengenai
wilayah perairan negara RI, yang lazim dikenal sebagai “Deklarasi
Juanda”. Sehubungan dengan keluarnya Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang No. 4/1960 tanggal 18 Februari 1960,
tentang “Perairan Indonesia” yang mirip Pengukuhan dan
Pengumuman Pemerintah 13 Desember 1957, maka timbul suatu
konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia yang didasarkan kepada
kondisi segi alamiah wilayah negara dan kondisi segi sosial dari
kehidupan bangsa Indonesia.
Wawasan Nusantara sebenarnya tumbuh dan merupakan hasil
usaha penyempurnaan dari gagasan-gagasan Wawasan Nasional
yang universal yang cara pandangnya menurut kondisi-kondisi
negara/bangsa yang bersangkutan. Wawasan Nasional tersebut
dianggap sebagai perwujudan konsep kekuatan (Power-Concept),
karena pada mulanya mengandalkan kepada gagasan penyusunan
dan pembinaan kekuatan yang titik beratnya pada satu atau lebih
matra yang intinya merupakan penggalangan kekuatan untuk
menghadapi dan menghancurkan kawan (Konfrontatif) persiapan
untuk perang.
Karena pengaruh dari teori tentang pembinaan kekuatan yang
didorong oleh keinginan/kepentingan untuk menguasai dunia, pernah
dalam perkembangan gagasan Wawasan Nasional kita timbul konsep-
konsep seperti Wawasan Benua dengan penitikberatan kekuatan di
darat, Wawasan Bahan dengan penitikberatan kekuatan di laut, dan
Wawasan Dirgantara, dengan penitikberatan kekuatan di Udara.
Tentu saja ini tidak bisa dibenarkan karena tidak sesuai dengan jiwa
Pancasila.
Adanya wawasan tersebut, maka dalam sejarah perkembangan
doktrin-doktrin, Angkatan di lingkungan ALRI pada periode sebelum
1966 (Orde Baru) lahirlah doktrin-doktrin Angkatan Laut, “Swabuana
Palca” dari Angkatan Udara, dimana masing-masing hanya
menitikberatkan kekuatan pokok matra masing-masing.
Masalah lautan adalah sangat erat hubungannya dengan Hukum
Internasional. Maka sesuai asas-asasnya dapat dipahami bahwa Nusantara
(Archipelago) atau negara kepulauan itu merupakan :
• Suatu kesatuan utuh wilayah, yang batas-batasnya ditentukan oleh laut
dalam lingkungan mana terdapat pulau-pulau dan gugusan pulau-pulau.
• Atau merupakan pulau-pulau dengan perairan diantaranya sebagai
kesatuan utuh, dengan unsur air sebagai penghubungannya. Dan
demikian juga wujud nusantara yang merupakan wilayah negara RI.
Faham tesebut di ataslah yang dikembangkan; dan kemudian lahirlah
Deklarasi 13 Desember 1957 sebagai prinsip-prinsip konsep Wawasan
Nusantara, yang menerjemahkan konsep kenusantaraan (archipelago) menurut
hukum internasional, dan berisikan penetapan bahwa batas-batas laut teritorial
yang diwarisi dari pemerintah kolonial Belanda, seperti termaktub dalam
territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonnantie 1939 pasal 1 Ayat 1, sudah
tidak seusai lagi dengan kepentingan, keselamatan dan keamanan Republik
Indonesia.
Sebelum tahun 1957 seusai dengan territoriale Zee en Maritime Kringen
Ordonnantie 1939, lebar laut wilayah Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis
air rendah di pantai masing-masing pulau Indonesia. Menjelang tahun 1957
ketentuan ini terasa sekali bahwa tidak memadai lagi untuk memelihara
kepentingan dan keutuhan vital Indonesia, baik di bidang politis, ekonomi
maupun Hankamnas. Karena itu pemerintah Indonesia pada tanggal 13
Desember 1957 mengumumkan apa yang kemudian terkenal sebagai Deklarasi
Juanda, yaitu: Lebar laut wilayah Indonesia dijadikan 12 mil; lebar tersebut
diukur dari garis-garis dasar yang menghubungkan titik terluar dari pulau-pulau
Indonesia yang terluar.
Point to point theory ini didasarkan atas yurisprudensi keputusan
Mahkamah Internasional dalam Anglo Norwegian Fisheries Case dan
diterapkan pada konsep kenusantaraan (archipelago). Kemudian
berkembang menjadi Wawasan Nusantara, dimaksudkan untuk
menjamin keutuhan wilayah nasional. Karena itu, dari tanggal 24
Februari 1958 s/d 24 April 1958 dimulailah perjuangan pertama
dalam forum konperensi internasional tentang Hukum Laut; dan
ternyata belum berhasil. Kemudian pemerintah merasa perlu untuk
meningkatkan prinsip-prinsip atau asas-asas Wawasan Nusantara
menjadi suatu gagasan nasional yang mempunyai dasar-dasar hukum
yang kuat, dengan mengeluarkan pengumuman pemerintah sebagai
pengganti Undang-Undang No. 4/1960 tanggal 18 Februari 1960,
yang isinya menjamin adanya hak lintas laut damai (innocent
passage) melalui perairan Indonesia (laut pedalaman).
PP No. 8/1962 menyusul, dengan ketentuan pelayaran damai dan
mengatur laut dalam.
Tanggal 17 Februari 1969 pemerintah Indonesia mengeluarkan
lagi pengumuman yang menjelaskan tentang landasan wilayah
negara Republik Indonesia, sebagai usaha meningkatkan perjuangan
untuk pengakuan gagasan Wawasan Nusantara, sebagai manifestasi
semangat persatuan dan kesatuan dalam Pancasila.
Perbedaan konsep tahun 1957 adalah bahwa :
– Konsep Nusantara tahun 1957 merupakan konsep kewilayahan
nasional.
– Konsep Nusantara 1969, dimaksudkan lebih banyak sebagai
konsep politik dan ketatanegaraan, yang didasarkan atas konsep
kewilayahan nasional tahun 1957 di atas.
Pengumuman pemerintah tentang landasan kontinen Indonesia
tanggal 17 Februari 1969, memuat pokok-pokok sebagai berikut :
1) Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam landasan
kontinen Indonesia, adalah milik eksklusif negara Republik
Indonesia.
2) Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis batas
landas kontinen dengan negara-negara tetangga melalui
perundingan.
3) Jika tidak ada perjanjian garis batas, maka batas landas kontinen
Indonesia adalah suatu garis yang ditarik di tengah-tengah
antara pulau terluar Indonesia dengan titik luar wilayah negara
tetangga.
4) Claim di atas tidak mempengaruhi sifat serta status dari perairan
di atas landas kontinen Indonesia, maupun ruang udara di
atasnya.
Pengakuan terhadap claim konsep Hukum Laut menurut
Wawasan Nusantara bangsa Indonesia adalah sangat
penting, karena wilayah Indonesia, dari :
Luas 2.207.087 km2, menjadi
seluas 5.193.252 km2, berarti
tambah 3.166.165 km2, atau ± 145%

dan yang terpenting adalah pulau-pulau dan lautan di


dalamnya menjadi “Manunggal utuh menyeluruh” seusai
azas Wawasan Nusantara.
Claim tersebut merupakan implementasi dari Pasal 31
Ayat 3, UUD 1945 yang berbunyi: “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”. Penambahan wilayah dan penutupan
perairan (de jure) menyebabkan Indonesia berhadapan
dengan dunia internasional mengenai Hukum Laut.
Perjanjian/Persetujuan Garis Besar atau landas kontinen
Serentetan perjanjian-perjanjian/persetujuan-persetujuan mengenai garis
batas dan atau landas kontinen, setelah berhasil ditandatangani antara
lain :
1) Republik Indonesia dengan Malaysia: mengenai landas kontinen Selat Malaka
dan Laut Natuna (Laut Cina Selatan), di Kuala Lumpur tanggal 27 Oktober
1969 dan berlaku mulai tanggal 7 November 1969.
2) Republik Indonesia dengan Thailand; mengenai landas kontinen Selat Malaka
bagian utara dan Luat Andaman, di Bangkok tanggal 17 Desember 1971 dan
berlaku mulai tanggal 7 April 1972.
3) Republik Indonesia dengan Malaysia dan Thailand, mengenai landas kontinen
Selat Malaka bagian utara, di Kuala Lumpur tanggal 21 Desember 1971 dan
berlaku mulai tanggal 16 Juli 1973.
4) Republik Indonesia dengan Australia; mengenai penetapan garis batas dasar
laut tertentu (Laut Arafuru dan daerah utara Irian Jaya – Papua Nugini) di
Canbera tanggal 18 Mei 1971 dan berlaku mulai tanggal 18 November 1973.
5) Republik Indonesia dengan Singapura; mengenai penetapan garis batas laut
wilayah (laut teritorial), di Jakarta tanggal 25 Mei 1973 dan berlaku mulai
tanggal 30 Agustus 1974.
6) Republik Indonesia dengan India; mengenai penetapan garis batas dan landas
kontinen Laut Andaman, di Jakarta tanggal 8 Agustus 1974 berlaku langsung
saat penandatanganan.
7) Republik Indonesia dengan Australia; mengenai penetapan garis batas
daerah-daerah dasar laut, selatan Pulau Tanimbar dan Pulau Timor di Jakarta
tanggal 9 Oktober 1973, mulai berlaku tanggal 8 November 1973.
E. Unsur-Unsur Wawasan Nusantara
1. Wadah
Wawasan Nusantara sebagai wadah meliputi tiga komponen:
a. Wujud wilayah
Batas ruang lingkup wilayah Nusantara ditentukan oleh
lautan yang didalamnya terdapat gugusan ribuan pulau yang
saling dihubungkan oleh dalamnya perairan. Baik laut
maupun selat serta dirgantara di atasnya yang merupakan
satu kesatuan ruang wilayah. Oleh karena itu Nusantara
dibatasi oleh lautan dan dataran serta dihubungkan oleh
perairan dalamnya. Sedangkan secara vertikal ia merupakan
suatu bentuk kerucut terbuka ke atas dengan titik puncak di
pusat bumi.
Letak geografis negara berada di posisi dunia antara dua
samudera, yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, dan
antara dua benua, yaitu Asia dan Australia. Letak geografis
ini berpengaruh besar terhadap aspek-aspek kehidupan
nasional Indonesia. Perwujudan wilayah Nusantara ini
menyatu dalam kesatuan politik, ekonomi, sosial-budaya dan
pertahanan keamanan.
b. Tata Inti Organisasi
Bagi Indonesia, tata inti organisasi negara didasarkan pada UUD
1945 yang menyangkut bentuk dan kedaulatan negara, kekuasaan
pemerintah, sistem pemerintahan dan sistem perwakilan. Negara
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik.
Kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Sistem pemerintahannya menganut sistem presidensial. Presiden
memegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan UUD 1945.
Indonesia adalah negara hukum (Rechts Staat) bukan negara
kekuasaan (machts staat). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
mempunyai kedudukan kuat, yang tidak dapat dibubarkan oleh
Presiden. Anggota DPR merangkap sebagai anggota MPR.
c. Tata Kelengkapan Organisasi
Wujud tata kelengkapan organisasi adalah kesadaran politik dan
kesadaran bernegara yang harus dimiliki oleh seluruh rakyat yang
mencakup partai politik, golongan dan organisasi masyarakat,
kalangan pers serta seluruh aparatur negara.
Semua lapisan masyarakat itu diharapkan dapat mewujudkan
demokrasi yang secara konstitusional berdasarkan UUD 1945 dan
secara ideal berdasarkan dasar Filsafat Pancasila, dalam berbagai
kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Isi Wawasan Nusantara
Isi Wawasan Nusantara tercermin dalam perspektif
kehidupan manusia Indonesia dalam eksistensinya yang
meliputi cita-cita bangsa dan asas manunggal yang
terpadu.
a. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam
Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan:
1) Negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.
2) Rakyat Indonesia yang berkehidupan kebangsaan
yang bebas.
3) Pemerintah negara Indonesia melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
b. Asas keterpaduan semua aspek kehidupan nasional berciri
manunggal, utuh menyeluruh yang meliputi:
1) Satu kesatuan wilayah Nusantara yang mencakup
daratan perairan dan dirgantara secara terpadu.
2) Satu kesatuan politik, dalam arti satu UUD dan politik
pelaksanaannya serta satu ideologi dan identitas
nasional.
3) Satu kesatuan sosial-budaya, dalam arti satu perwujudan
masyarakat Indonesia atas dasar “Bhinneka Tunggal
Ika”, satu tertib sosial dan satu tertib hukum.
4) Satu kesatuan ekonomi dengan berdasarkan atas asas
usaha bersama dan asas kekeluargaan dalam satu sistem
ekonomi kerakyatan.
5) Satu kesatuan pertahanan dan keamanan dalam satu
sistem terpadu, yaitu sistem pertahanan keamanan
rakyat semesta (Sishankamrata).
6) Satu kesatuan kebijakan nasional dalam arti pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya yang mencakup aspek
kehidupan nasional.
3. Tata Laku Wawasan Nusantara Mencakup Dua Segi,
Batiniah dan Lahiriah

a. Tata laku batiniah berlandaskan falsafah bangsa yang


membentuk sikap mental bangsa yang memiliki
kekuatan batin. Dalam hal ini Wawasan Nusantara
berlandaskan pada falsafah Pancasila untuk
membentuk sikap mental bangsa yang meliputi cipta,
rasa dan karsa secara terpadu.
b. Tata laku lahiriah merupakan kekuatan yang utuh,
dalam arti kemanunggalan kata dan karya,
keterpaduan pembicaraan dan perbuatan. Dalam hal
ini Wawasan Nusantara diwujudkan dalam satu sistem
organisasi yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan pengendalian.

Anda mungkin juga menyukai