ADIKSI NARKOBA
Disusun Oleh:
A. Nurul Hikmah R. A 11120202083
Siti Hazrah 11120202142
Nama : Tn. A
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Perkawinan : Belum menikah
Alamat sekarang : Bukit Nusa Indah, Tangerang
Daerah asal : Jambi
ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Pasien mempunyai riwayat penggunaan putau (heroin), shabu (metamfetamin), metadon, subutex, tembakau,
dan tramadol. Dari semua zat-zat psikoaktif yang pasien konsumsi, pasien paling sering dan suka menggunakan
putau (heroin). Pasien mengkonsumsi putau karena dengan menggunakan putau pasien merasa “fly” dan merasa
nyaman sehingga putau ini dikonsumsi secara rutin oleh pasien selama ± 9 tahun. Pasien menggunakan putau
dengan cara disuntikan ke vena di lengan kiri bagian lipat siku, setiap menggunakan putau pasien selalu mengganti
jarum suntik yang digunakan dan tidak berbagi jarum suntik dengan orang lain. Pasien mulai menggunakan zat-zat
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Dahulu:
Awalnya, pasien menggunakan putau hingga tahun 2003, lalu mulai tahun 2004 pasien mulai menjalani
rehabilitasi selama 6 bulan dengan metode terapi putus opioid seketika. Selang 2 bulan sejak keluar dari tempat
rehabilitasi, pasien mulai mengonsumsi putau kembali. Tahun 2006, pasien masuk lagi ke tempat rehabilitasi yang
sama. Enam bulan kemudian, pasien selesai menjalani rehabilitasi dan keluar tinggal di rumah. Namun hal yang
sama terulang, yaitu pasien kembali mengkonsumsi putau karena rasa ingin mengkonsumsinya dirasakan masih
cukup kuat. Kejadian ini berulang hingga pasien menjalani total 4 kali rehabilitasi hingga terakhir kali pasien
ANAMNESIS
Diantara tahun 2004 hingga tahun 2010, pasien mengaku sempat menggunakan kombinasi subutex dan putau
selama kurang lebih dua bulan, selanjutnya semenjak subutex ditarik dari pasaran, pasien kembali menggunakan putau
saja. Dosis putau yang digunakan adalah 0,25 ml. Putau dikonsumsi rutin satu kali setiap hari tanpa disertai penambahan
dosis hingga tahun 2010. Di tahun 2011 kurang lebih dua sampai tiga bulan setelah keluar dari tempat rehabilitasi, pasien
kembali mencoba menggunakan zat psikoaktif yaitu shabu-shabu untuk mengurangi gejala ketagihan yang dialami karena
pasien memiliki sugesti untuk “memakai” meskipun tubuhnya tidak lagi menunjukkan gejala putus obat. Pemakaian shabu
ini tidak berlangsung lama (kira-kira selama 6 jam). Sejak SMA, pasien mulai merokok dengan jumlah rokok 5 batang/
hari. Pasien dapat merokok dalam jumlah yang lebih banyak hanya pada saat setelah memakai putau.
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Tak lama berselang, ketika terapi substitusi dengan menggunakan metadon mulai masuk ke Jambi,
pasien mulai menggunakan metadon sebagai pengganti putau dengan dosis pemakaian konstan 40 mg/hari.
Sejak saat itu pasien mengkonsumsi metadon secara rutin hingga 7 hari yang lalu pasien memutuskan ingin
lepas metadon sepenuhnya. Saat pasien memutuskan hal tersebut, pasien kemudian berkonsultasi ke dokter
untuk menanyakan tentang cara yang diperlukan untuk melepaskan metadon sepenuhnya. Cara yang
disarankan adalah dengan menurunkan dosis penggunaan metadon menjadi 20mg tiap hari ditambah dengan 2
tablet tramadol dan 1 tablet elsigan tiap malam selama 5 hari. Pada hari yang keenam setelah pasien sama
sekali tidak mengonsumsi metadon pasien merasakan gejala putus obat seperti nyeri sendi, menggigil,
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang :
seluruh tubuh terasa nyeri, emosi tidak stabil, dan napas tidak teratur. Akhirnya setelah 3 hari
menahan gejala putus obat, dengan pertimbangan bahwa kondisi pasien yang demikian dapat membahayakan
keluarga pasien di rumah maka pasien meminta dengan keinginan sendiri untuk dirawat di RSKO sampai dapat
lepas dari zat sepenuhnya Pasien mengaku tidak suka mengkonsumsi alkohol. Pasien mengkonsumsi obat-obat
penenang seperti elsigan, tramadol dan kodein hanya saat diresepkan oleh dokter. Sejak SMA, pasien mulai
merokok dengan jumlah rokok 5 batang/ hari. Pasien dapat merokok dalam jumlah yang lebih banyak hanya
pada saat setelah memakai putau. Ide bunuh diri dan penyakit gangguan jiwa seperti depresi, cemas,
3. Frekuensi pemakaian dan Setiap hari 2x/minggu Setiap hari 5 batang/ hari Pasien tidak
kuantitas 40mg/hari 0,25ml/hari ingat
Pasien belum menikah dan sudah pernah melakukan hubungan seksual beberapa kali
Didiagnosa menderita tuberculosis paru pada tahun 2007 kemudian menjalani pengobatan selama
Riwayat menggunakan jarum suntik (+). Pasien selalu menggunakan jarum suntik untuk
mengkonsumsi heroin. Jarum suntik yang dipergunakan adalah jarum suntik yang baru
Riwayat penyakit :
Keadaan umum : Tampak sakit ringan Inspeksi : bentuk dada normal, simetris
Tekanan darah : 120/80 mmHg Palpasi : fremitus taktil normal, kanan = kiri
cahaya +/+
PEMERIKSAAN FISIK
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Palpasi : Supel, Nyeri tekan -, Hepar tidak teraba,
batas atas : ICS III linea parasternalis sinistra Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen
memakai kaus dan sarung, cara berpakaian pasien santai dan terawat. Rambut
dan kuku terawat. Terdapat skar bekas injeksi di medial fossa cubiti sinistra.
Isi pikiran : Preokupasi pikiran (-), waham (-), usaha bunuh diri (-)
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Orientasi :
• Waktu: baik
Konsentrasi, perhatian : Baik
• Tempat : baik
Pikiran abstrak : Baik
• Orang : baik
Pengendalian impuls : Baik
• Situasi : baik
Insight : Derajat VI
Daya ingat
Judgement : Baik
• Recent memory : Baik
Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya
• Immediate memory : Baik
REHABILITASI SEBELUMNYA
HASIL PEMERIKSAAN
Pernah menjalani detoksifikasi : +
RADIO-DIAGNOSTIK
Pernah menjalani rawat jalan : +
Rontgen Thorax : dalam
Pernah menjalani rawat inap : +
batas normal
Pernah menjalani detoksifikasi cepat : -
klinis dan terapi pemeliharaan atau dengan pengobatan zat pengganti (ketergantungan
terkendali)
Axis V :
GAF 71-80 gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam fungsi, secara
Neurobion 1 x 1 tab
Paracetamol 2 x 500 mg
diolah melalui proses/ perubahan kimiawi. Efeknya 10 kali lebih kuat dari morfin dan lebih cepat masuk ke
dalam otak, sehingga heroin lebih cepat menyebabkan “nikmat” sehingga lebih sering disalahgunakan.
Adiksi heroin adalah penyakit metabolik otak dengan manifestasi berupa gejala toleransi yaitu memerlukan
peningkatan dosis heroin untuk mendapatkan efek yang sama dan sindrom putus zat yaitu sindrom yang
terjadi akibat penghentian atau pengurangan dosis heroin. Penggunaan heroin tersebut terus dilakukan
dengan mengesampingkan segala konsekuensi negatif bagi dirinya maupun orang lain
MANIFESTASI KLINIS
Efek pemakaian heroin yaitu: kejang-kejang, mual, hidung dan mata yang selalu berair,
kehilangan nafsu makan dan cairan tubuh, mengantuk, cadel, bicara tidak jelas, tidak dapat
berkonsentrasi.
Sakaw atau sakit karena putaw terjadi apabila si pecandu putus menggunakan putaw.
Sebenarnya sakaw salah satu bentuk detoksifikasi alamiah yaitu membiarkan si pecandu
melewati masa sakaw tanpa obat, selain didampingi dan dimotivasi untuk sembuh. Gejala sakaw
yaitu mata dan hidung berair, tulang terasa ngilu, rasa gatal di bawah kulit seluruh badan, sakit
• Tampak sianotik
• Tekanan darah pada awalnya baik, tetapi dapat menjadi hipotensi apabila pernapasan memburuk dan terjadi syok
• Bradikardi
• Edema paru
• Kejang
Kematian biasanya disebabkan oleh depresi pernapasan. Angka kematian meningkat bila pecandu narkotik menggabungkannya
dengan obat-obatan yang menimbulkan reaksi silang seperti alkohol dan tranquilizer.
Intoksikasi Kronis
1. Habituasi, yaitu perubahan psikis emosional sehingga penderita ketagihan akan obat
tersebut.
2. Ketergantungan fisik, yaitu kebutuhan akan obat tersebut oleh karena faal dan
3. Toleransi, yaitu meningkatnya kebutuhan obat tersebut untuk mendapat efek yang
sama.
Mekanisme terjadinya toleransi
dan ketergantungan obat
Mekanisme secara pasti belum diketahui, kemungkinan oleh adaptasi seluler yang menyebabkan
perubahan aktivitas enzim, pelepasan biogenik amin tertentu atau beberapa respon immun. Nukleus locus
ceruleus diduga bertanggung jawab dalam menimbulkan gejala withdrawal. Nukleus ini kaya akan tempat
reseptor opioid, alpha-adrenergic dan reseptor lainnya. Stimulasi pada reseptor opioid dan alpha-adrenergic
memberikan respon yang sama pada intraseluler. Stimulasi reseptor oleh agonis opioid (morfin) akan
menekan aktivitas adenilsiklase pada siklik AMP. Bila stimulasi ini diberikan secara terus menerus, akan
terjadi adaptasi fisiologik di dalam neuron yang membuat level normal dari adeniliklase walaupun berikatan
dengan opiat. Bila ikatan opiat ini dihentikan dengan mendadak atau diganti dengan obat yang bersifat
antagonis opioid, maka akan terjadi peningkatan efek adenilsilase pada siklik AMP secara mendadak dan
24-72 jam, semua gejala diatas intensitasnya bertambah disertai adanya kelemahan, depresi,
nausea, vornitus, diare, kram perut, nyeri pada otot dan tulang, kedinginan dan kepanasan yang
bergantian, peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, gerakan involunter dari lengan dan
Selanjutnya, gejala hiperaktivitas otonom mulai berkurang secara berangsur- angsur dalam 7-10
hari, tetapi penderita masih tergantung kuat pada obat. Beberapa gejala ringan masih dapat
Sindrom ketergantungan jika terdapat 3 atau lebih gejala di bawah ini yang terjadi bersamaan minimal 1
bulan lamanya atau bila kurang dari 1 bulan harus terjadi berulang-ulang secara bersamaan dalam kurun
waktu 12 bulan
● Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk menggunakan zat
● Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat sejak awal, usaha penghentian atau
● Keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian penggunaan zat atau pengurangan, terbukti
dengan adanya gejala putus zat yang khas. atau menggunakan zat psikoaktif yang sama dengan
Sebaiknya terapi yang digunakn memiliki karakterisitik berikut yaitu meiliki efek terapi
yang lambat, masa kerja yang lama, dan berkurang efeknya secara perlahan.
THANKYOU