Anda di halaman 1dari 8

Tugas Bahasa Indonesia

Menyusun Artikel Opini

Kelompok 3 :
• Azra Syahfitri
• Dwi Rahman
• Lydia Syafira
• M. Riski Rachmadoni
• Naely Masruroh
• Sinta Fitria Ningsih
4. 10 Menyusun opini dalam bentuk
artikel
Indikator :
1. Mengkritisi masalah, fakta, opini, dan
aspek kebahasaan dalam artikel
2. Menulis opini dalam bentuk artikel dengan
memerhatikan unsur-unsur artikel
3. Mempresentasikan, menanggapi dan
merevisi fakta dan opini dalam bentuk
artikel
Struktur artikel opini
Artikel diawali dengan pernyataan pendapat (thesis
statement) atau topik yang akan dikemukakan. Selanjutnya,
kemukakan beberapa argumentasi tentang pendapat atau
pandangan terhadap masalah yang dikemukakan. Pada
bagian ini disebut argumentasi. Bagian akhir artikel berisi
pernyataan ulang, yakni penegasan kembali pendapat yang
telah dikemukakan agar pembaca yakin dengan pandangan
atau pendapat tersebut.
Argumentasi
Bagian terpenting dalam artikel opini adalah argumentasi.
Argumentasi yang dikemukakan harus kuat. Artinya
argumentasi harus didukung data aktual karena artikel
opini pada umumnya bersifat aktual yang berisi analisis
subjektif terhadap suatu permasalahan. Argumentasi yang
dibangun harus konstruktif agar pesan dalam tulisan dapat
diserap secara baik oleh pembaca. Kemudian, harus
memberikan solusi yang komprehensif
Penggunaan bahasa
Bahasa dalam artikel bersifat ilmiah populer, berbeda dengan
bahasa ilmiah pada umumnya. Penggunaan bahasa penting untuk
diperhatikan agar dapat melihat sasaran pembacanya.
Kecenderungan pembaca teks artikel adalah membaca tulisan yang
tidak terlalu panjang, mudah dibaca, dan mudah dipahami. Oleh
karena itu, pada saat membuat opini, gunakan bahasa yang
komunikatif, tidak bertele-tele, dan ringkas penyajiannya. Dalam
menggali gagasan dan argumentasi, gunakanlah kalimat yang
efektif, efisien, dan mudah dimengerti. Jika kamu menggunakan
istilah asing atau bahasa daerah, buatlah padanan kata dalam bahasa
Indonesia.
Contoh artikel opini
Pendidikan hanya menghasilkan orang pintar bukan orang terdidik
Saat ini banyak sekali terjadi tindakan-tindakan yang memalukan di negeri ini
seperti korupsi, suap dan masih banyak lagi. Namun, anehnya para pelaku
tindakan kejahatan tersebut adalah orang-orang pintar yang bergelar sarjana dari
berbagai lulusan universtas yang ternama. Melihat fenomena-fenomena yang
terjadi saat ini, sepertinya ada yang salah dengan pola pendidikan formal di
Indonesia dan semestinya harus dikaji ulang.

Pola pendidikan formal saat ini hanya mengajarkan ilmu-ilmu dunia sehingga
banyak menghasilkan orang-orang pintar tetapi sayangnya mereka tidak terdidik
dan memiliki budi pekerti yang lemah. Akibatnya orang-orang pintar tersebut
malah menjadi orang yang bejat, maling dan penindak kaum yang lemah.
Padahal seharusnya merekalah yang menjadi penolong dan pemimpin yang baik
untuk menciptakan kemaslahatan bagi orang banyak.
Terlebih lagi, saat ini banyak sekali orang-orang yang berpendidikan tinggi dan
mengaku beragama, tetapi tindakan mereka sangat memalukan dan meresahkan
masyarakat sekitar. Contohnya adalah, para dewan yang ‘’katanya’’ terhormat
banyak yang tertangkap tangan melakukan korupsi atau penyuapan. Parahnya lagi
tindakan tersebut dilakukan bersama-sama dengan teman-teman mereka yang
juga “katanya” terhormat. Yang lebih miris saat mereka tertangkap oleh pihak
yang berwajib, mereka malah dengan tenang dan melemparkan senyum yang
lebar kepada masyrakat. Seolah-olah mereka senang dengan apa yang mereka
perbuat. Bukankah mereka malu dengan tindakan tersebut, apakah mereka tidak
mengetahui atau tidak pernah diajari bahwa memakan uang yang bukan haknya
adalah perbuatan dosa dan haram hukumnya bagi mereka dan keluarganya. 

Memang mereka itu sudah kehilangan akal sehat dan putus sudah urat malunya.
Bahkan ada saja orang yang jelas-jelas terjerat kasus korupsi yang menjadi ketua
atau pemimpin suatu instansi. Bukankah ini sangat memalukan?  

Oleh karean itu, sistem pendidikan formal yang ada saat ini harus segera direvisi
dengan tidak hanya mementingkan hasil, tetapi lebih mementingkan suatu proses
untuk mencapai suatu keberhasilan agar tidak lagi mencetak orang-orang pintar
yang memintari, bukannya orang-orang pintar yang mendidik.
SEKIAN
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai