Anda di halaman 1dari 34

21/02/202

PERAWATAN PALIATIF
DAN MENJELANG
AJAL
ASPEK ETIKA DALAM PRAKTIK PERAWATAN
PALIATIF
Hana Rizmadewi Agustina, S.Kp., MN., PhD (c)

TUJUAN PEMBELAJARAN
• Mengidentifikasi prinsip etik dalam pelayanan
kesehatan/perawatan paliatif dan menjelang ajal
• Mengidentifikasi dilema etik dalam perawatan paliatif
• Mengidentifikasi faktor yang berperan dalam proses
pengambilan keputusan etik
• Mengidentifikasi peran perawat terkait isu etik dalam
praktik perawatan paliatif

FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN

1
21/02/202
1

MENGAPA MASALAH ETIK TERJADI


DALAM PRAKTIK PERAWATAN PALIATIF?
• Dilema etik bisa terjadi pada aspek makro dan mikro yang
terkait dengan praktek sehari-hari dalam konteks perawatan paliatif
• Perubahan struktur sosial atau sistem keluarga yang
menambah komplesisitas perawatan paliatif dan menjelang ajal
• Tim perawatan paliatif membantu pasien/keluarga agar
mereka mendapatkan informasi yang adekuat
sebelum mengambil suatu keputusan penting

FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN

KOMPETENSI ETIK TIM


PERAWATAN PALIATIF
• Berpikir dan bersikap kritis terhadap isu etik/legal dalam
praktek sehari-hari
• Mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kompetensi
utama dalam perawatan paliatif
• Mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengatasi masalah etik
yang ditemukan di lahan praktek

FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN

2
_____slide 3______
● Etik ini sesuatu yang sangat triki(?) (gampang gampang
susah). Memahaminya tidak semudah membalikkan
telapak tangan, atau ngedip, tyda semudah itu fergusoo.
● Kemarin kita sudah berbicara tentang konsep keperawatan
paliatif, dimana konsep keperawatan paliatif itu mostly
dimana kita bersinggungan dengan pasien2 dan keluarga
yang memang rentan sekali terkait dengan masalah fisik,
psikis, dan rentan dalam konteks masalah etik.
● Misal pasien dengan cancer stadium terminal. Dimana
pasien dengan stadium terminal dan masuk ke fase end of
life care itu secara medis ada parameter yang indikator
utama nya itu muncul, dimulai dari status hemodinamik nya
tidak stabil, kemudian ttv mengalami penurunan dengan
cepat, pasien menjadi tidak responsif, bahkan sering
ditemukan pasien dengan kondisi end of life itu tidak sadar
dan atau mengalami gagal napas atau kardiac a rest, pada
kategori yang seperti ini seringnya tenaga kesehatan
dihadapkan dengan permasalahan yang pelik. Apakah
pasien tersebut tetap harus mendapatkan perawatan yang
maksimal, seperti pasien2 non end of life, pasien2 yang
dalam kondisi akut atau kritis tapi belum masuk end of life.
Pertanyaan itu yang dikonsumsi sehari-hari dalam bidang
pelayanan kesehatan yang memang harus sampai saat ini
kita belum menemukan standar bakunya seperti apa. Apa
sih sebenernya yang paling kalo dalam bahasa sciencetic
(?) tu namanya gold standard atau standar emasnya apa
sih ketika akan mengambil keputusan
● Jadi dilema etik ini bisa terjadi dalam aspek makro dan mikro. Makro
itu secara keseluruhan dalam sistem pelayanan kesehatan secara
menyeluruh, mikro itu lebih ke konteks praktek sehari-hari dan
utamanya terhadap konteks perawatan paliatif dimana perawat itu
menjadi back bones (tulang punggung) karena posisi kita dan peran
tanggung jawab kita mengharuskan berada di samping pasien
selama 24 jam sehari jadi kita dekat sekali
● Kemudian yang ke 2 perubahan struktur sosial atau sistem
keluarga yang menambah komplesisitas perawatan paliatif dan
menjelang ajal
● Dan yang ke 3 masalah etik ini sering terjadi ketika memang di
dalamnya ada multidisiplin, terdisi dari berbagai disiplin profesi yang
memang membantu bersama-sama untuk pasien dan keluarga, dan
seringnya multidisipliner ini menimbulkan polemik kalo misalnya
komunikasi, koordinasi, dan intervensi yang diberikan oleh masing2
disiplin ilmu itu berbeda-beda dan ini adalah rawan dengan masalah
etik

_____slide 4_____
● Jadi karena mengingat masalah etik ini bukan masalah yang
sederhana, jadi diperlukan kompetensi yang spesifik dari tim
pwrawatan paliatif. Siapa saja tim perawatan paliatif? Ada dokter,
perawat, psikolog, sosial, tim rohaniwan, care giver (keluarga atau
care fiber yang memang diminta untuk membantu keluarga dan
pasien untuk konteks paliatif atau end of life) kemudian ada
volunteer.
● Nah semua disiplin bercampur, jadi tim yang masuk ke dalam
perawatan paliatif ini semuanya harus mempunyai kompetensi dasar
terkait dengan etik, apa itu prinsip etik kemudian bagaimana prinsip
etik itu diaplikasikan dalam praktik sehari-hari.
● Nah yang paling krusial dari konteks kompetensi etik ini adalah
1. Kemampuan berpikir dan bersikap kritis terhadap isu etik/legal
dalam praktek sehari-hari
2. Mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kompetensi utama
dalam perawatan paliatif, seperti di slide Minggu kemaren, apa itu
kompetensi nya perawat paliatif. Itu harus dimiliki semua tim dalam
perawatan paliatif.
3. Mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengatasi masalah etik yang
ditemukan di lahan praktek
● Jadi 3 itu yang harus dimiliki oleh tim perawatan paliatif secara
keseluruhan
21/02/202
1

PRINSIP ETIK
• Autonomy (otonomi) : Pengambilan keputusan yang
melibatkan individu/ pribadi
• Beneficence (kemanfaatan) : Tindakan yang diambil
berdasarkan manfaat tertentu
• Nonmaleficence (tidak merugikan): Tindakan yang
diberikan tidak menimbulkan kerugian
• Justice (keadilan): Menyediakan akses layanan yang adil. Adil
Disini bukan berarti sama rata, sama rasa. Adil disini ketika
kita berhasil menemukan sesuatu berdasarkan konteks dan
kebutuhannya.
FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN

MODEL PENGAMBILAN
KEPUTUSAN ETIK

Integritas klinis Kemanfaatan

Keadilan & Tidak


Otonomi
merugikan

FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN

5
____slide 6_____
● Selain dengan prinsip etik, model pengambilan keputusan etik
juga harus dipahami oleh semua tim tenaga kesehatan.
● Ada yang bisa mangambil contoh kalo prinsip otonomi,
Beneficence, nonmaleficence, Justist, itu apa?? Ada yg bisa
sharing? Contohnya aja
● Pendapat putri:
Kalo contoh dari otonomi itu yang waktu itu dijelaskan oleh ibu
fsri saalah satunya dalam pengambilan keputusan perawat juga
perlu melibatkan pasien dan keluarga dalam setiap
pengambilan keputusan nya. Misalkan pasien akan diberikan
pengobatan sesuai rekomendasi dokter misalkan pemeriksaan
endoskopi, itu harus melibatkan pasien apakah pasien nya
bersedia atau tidak, walaupun memang diharuskan namun
pasien harus tidak menyetujui, kita juga perlu memperhatikan
prinsip etik yang otonomi.
Untuk yg beneficence, ketika perawat itu memberikan intervensi
ke pasien itu berdasarkan ada atau tidaknya manfaat yang
dirasakan oleh pasien dalam artian tujuannya itu untuk
meningkatkan status kesehatan nya, atau lainnya, yang
memang bermanfaat untuk pasien jadi tindakannya tidak sia
sia, tapi berdasarkan kebutuhan yang nantinya output nya itu
manfaat yang dirasakan oleh pasien.
Nonmaleficence, ketika kita memberikan kita itu harus
mengetahui dasar apa yang kita miliki untuk mengambil
tindakan tersebut, sehingga Ketika kita menginjeksikan obat ke
infus pasien atau yang lainnya kita harus memperhatikan
apakah obat itu memang sesuai dengan yang seharusnya,
apakah tindakan yang kita berikan sudah benar sehingga tidak
menimbulkan kerugian yang dirasakan oleh pasien.
Justice, prinsip adil yg dimaksud disini adalah tindakan yang
diberikan sesuai dgn kebutuhan pasien. Jadi ketika perawat
memberikan intervensi, kita juga harus memperhatikan apakah
intervensi yang diberikan sesuai dengan yang seharusnya
ataukah tidak. Seperti kasus2 yang marak, pasien tidak
membutuhkan obat a, tapi ada beberapa tenaga medis yang
mungkin administrasi obatnya dilebihin
● Bagaimana mengkaitkan prinsip etik ini untuk perawatan
paliatif????
PRINSIP ETIK

Pendapat wafiq :
Otonomi : artinya kita peru mempertimbangkan apakah pasien
kita libatkan dalam pengambilan keputusan contohnya pada
palliative ada hukum eutanasia yaitu tindakan dengan sengaja
mempercepat kematian pasien secara sengaja untuk
mengurangi penderitaan yg dirasakan oleh pasien, hukum ini
dikategorikan menjadi 2 ada yg pasif dan ada yg aktif. Nah itu
didasarkan dari persetujuan pasien dan juga keluarga, karena
ada beberapa negara yg melegalkan praktik eutanasia
sedangkan di indonesia praktik ini elegal.

Pendapat Revita :
Autonomi : kita inform consent dulu pasienya didiagnosis CA
stadium 2 nah apabila kita akan memberikan tindakan
kemoterapi kita harus meminta persetujuan dulu kepada pasien
Non maleficence : klo CA nya udah stadium akhir/ stadium 4
kan klo dioperasi itu kan ga berfngsi juga karena CA nya juga
udah menyebar luar jadi jangan mengambil tindakan yg dapat
merugikan pasien
Justice : kita itu tdk boleh memandang pasien dari orang yg
berada atau tdk kita harus sama memperlakukan mereka jadi
adil, jangan di nanti” klo misalnya tindakan nya harus skrng ya
skrng
MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIK
Setiap tenaga kesehatan & calon tenaga kesehatan memahami
bagaimana sih proses cara pengambilan keputusan etik itu dilakukan
ada 4 elemen yg tdk boleh hilang dlm proses pengambilan keputusan
etik :
1. Integritas Klinis
2. Kemanfaatan
3. Otonomi
4. Keadilan & tdk merugikan
Jadi mode pengambilan etik ini murni berdasarkan prinsi” etik
ditambah dengan integritas klinis
21/02/202
1

KONDISI KLINIS YANG MENDASARI


PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIK
• Fase akut fokusnya yaitu upaya untuk menyelamatkan hidup dan
memperbaiki kondisi
• Fase kronis fokusnya yaitu mempertahankan dan mengelola
kondisi kesehatan
• Fase paliatif fokusnya yaitu mengurangi penderitaan (alleviate) dan
meningkatkan kualitas hidup (QoL)
• Mempertahankan kehidupan (life sustaining) fokusnya yaitu
memperpanjang harapan hidup secara fisik (biological life)
• Kondisi ‘futile’ atau kesia-siaan mengandung makna ketidak
manfaatan (Non-beneficial) atau cenderung merugikan (harmful)

FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN

INTEGRITAS KLINIS
• Bagaimana merencanakan asuhan keperawatan pada saat
belum mengetahuai diagnosis atau prognosis yang pasti, tetapi
tetap harus memenuhi kebutuhan pasien saat itu juga?
• Pilihan apa yang bias ditawarkan kepada pasien?
• Apa yang harus dilakukan ketika tujuan perawatan pasien atau
keluarge berbeda dengan tujuan perawatan yang telah
ditetapkan oleh tim medis?
• Bagaimana saya bisa memecahkan masalah professional
seperti: memberitahukan informasi yang sebenarnya,
penekanan (coercion) atau konflik kepentingan?
FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN

9
KONDISI KLINIS YANG MENDASARI PENGAMBILAN KEPUTUSAN
ETIK

•kita sebagai calon tenaga kesehatan di masa depan kita harus bisa
membedakan pasien yg kita tangani ini sedang dalam kondisi apa ?
Apakah pada fase akut ? Kronis ? Atau palliative ? tentunya harus
darimana kita mengetahui, tentunya dari kemampuan kita melakukan
assestment/ pengkajian dan melakukan triase atau pemilahan kategori
pengelompokan pasien dan kebutuhannya, untuk fase akut kita
upayakan untuk semaksimal mungkin untuk menyelamatkan hidup dan
memperbaiki kondisi sedangkan untuk fase kronis mempertahankan
dan mengelola kondisi kesehatan.

• Misal fase akut ada pasien fraktur masuk ruang emergency akibat
kecelakaan lalu lintas nah itu kita sebagai tenaga kesehatan di
emergency itu bagaimana beruasaha memperbaiki agar fraktur
tersebut tidak mengalami pendarahan yg hebat, karna jika terjadi
pendarahan yg hebat tidak dihentikan maka akan mengancam
kehidupannya jadi dengan dilakukan pembidaian dan juga memblok
aliran darah yg deras itu sudah termasuk salah satu tindakan yg
dilakukan harus saat itu juga.

•lalu misal fase kronis ada seseorang yg sakit diabetes militus sudah
lebih dari 2 tahun, diabetes itu masuk ke dalam penyakit kronis
degeneratif yang nanti tenaga kesehatan itu penting harus bisa
mempertahankan agar kadar gula pasien stabil tidak mengalami
fluktuasi yg ekstrim karna klo terjadi fluktuasi yg ekstrim tiba” ngedrop
atau tiba” melonjak drastis akan mengakibatkan masalah fisik yg
tentunya akan merugikan pasien klo itu tdk diperhatikan atau tdk
dikelola dengan baik maka kualitas hidup pasien juga akan terganggu .
Pasien diabetes tipe 2 masuk ke fase kronik kita fokusnya untuk
mempertahankan dan mengelola
KONDISI KLINIS YANG MENDASARI PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIK

•klo kondisi palliatife kita mengurangi penderitaan yg masuk pada fase ini bisa pasien
diabetes yg sudah puluhan tahun mendrita diabetes melitus yg tiba” kondisinya drop
dan akhirnya mengalami perburukan karna ada penyakit komorbid nya. Nah itu
dengan seiringnya / prognosis penyakitnya semakin berat maka akan masuk ke fase
palliatife. Saat fase palliatif sudh ditentukan kita disini harus fokus bagaimana cara
untuk mengurangi penderitaan, bagaimana pasien sebagai manusia masih tetap bisa
menjalani kehidupannya sebagai seorang manusia dan tetap memiliki kehidupan yg
berkualitas misalnya pada pasien diabetes dengan adanya gangguan pada ginjal end
of stage renal desease itu pasien palliative, bagaimana kita melakukan penatalaksaan
ESRD
•Mempertahankan kehidupan life sustaining fokusnya yaitu memperpanjang harapan
hidup secara fisik nah ini diperuntukan untuk siapa ?apakah pasien ini perlukah kita
mempertahankan kehidupannya dengan cara apa ? Misal pasiennya tiba” apne atau
cardiac arrest diperlukan PCR kita bisa melihat apakah memang betul pasiennya perlu
PCR atau pasien yg sudah termasuk kategori yg tidak memerlukan PCR atau DNR
•KONDISI “FUTILE” atau kesia-siaan yg mengandung makna ketidakmanfaatan atau
cenderung merugikan misal pada pasien fase end of life yg sudah mengalami koma yg
hidupnya bergantung pada ventilator yg sudah lebih dari 30 hari kemudian tim harus
mempertimbangkan apakah pasien ini hidupnya harus tetap ditunjang apakah akan
diputuskan hidupnya untuk diperpanjang karna pada pada prinsipnya pasien masuk ke
dalam kondisi stage vegetatif jadi kehidupannya sangat tergantung dari ventilator, klo
ventilatornya di swich off possibility fungsi kehidupan pasien berjalan itu sangat kecil
sekali jika kondisi pasien memang seperti itu bisa jadi mungkinuntuk memperpanjang
kehidupan pasien dengan memperpanjang penggunaan masker ventilator itu mungkin
futile jdi nilai manfaatnya itu kecil gitu karna memang potensi untuk pulih itu sudah dpt
dikatakan sangat minim sekali
•Atau misal pasien End of life dia diberikan obat antibiotik dengan dosis tinggi sama
seperti pasien kronis atau kritis yg lain . Apakah pasien end of life ini masih perlu
dierikan antibiotik dengan dosis tinggi? Karna mengingat potensi harapan hidupnya
tinggal 6 bula lg misalnya dari parameter fisik yg ditunjukan juga undah mengalami
penuruna yg sangat signifikan, apakah masih memerlukan suplai antibiotik? Klo masih
ada yg memberikan suplai antibiotik itu termasuk kedalam futile atau sia-sia atau
malah cenderung akan merugikan karna akan memperberat fungsi organ yg lain
seperti ginjal karena akan diberikan obat melalui intravena
INTEGRITAS KLINIS
•Kita kembalikan lagi ke peran & fungsi kita sebagai perawat karna klo
konteks nya perawatan palliatife kan bukan Cuma perawat tapi ada
dokter dll. Nah kita kembalkan kepada disiplin ilmunya masing”
sebelum kita masuk ke interdisipliner approchnya. bagaimana kita
merencanakan asuhan keperawatan disaat kita blm mengetahuin
diagnosis / pronosis yg pasti itu jg yg menjadi pertimbangan apakah
kita harus memenuhi kebutuhan pasien saat itu juga atau ada
pertimbangan spesifik

•Pilihan apa yg bisa ditawarkan kepada pasien ? Apa alternatif” yg bisa


kita berikan sebagai tenaga kesehatan profesional agar pasien yg kita
tangani merasa aman nyaman dan kualitas hidupnya tetap terpenuhi
dan terjaga ketika berada di RS

•Apa yang harus dilakukan ketika tujuan perawatan pasien atau


keluarge berbeda dengan tujuan perawatan yang telah ditetapkan
oleh tim kesehatan?
•Bagaimana saya bisa memecahkan masalah professional seperti:
memberitahukan informasi yang sebenarnya (brieking bad news) si
pasien harapan hidupnya tiggal 6 bulan lagi kan tdk ada orang yg
bahagia mendengar hidup saya tinggal 6 bula lagi :”) maunya kan
hidupny lebih panjang lgi walupun dia tahu penyakit yg dia derita udah
berat atau mungkin pasien bisa nerima tapi keluarga tdk bisa nerima
bahwa memang usia pasiennya emng sebentar lgi

•Penkananan atau coercion atau konflik kepentingan mislanya kita


sebagai tenaga kesehatan profesional kita harus menjaga
kepentingan berdasarkan etik profesional akuntabilitas tetapi pihak
keluarga menginginkan kita melakukan intervensi yg diluar konteks itu
atau ada fasted interest ada kepentingan tertentu yg emng disisipkan
ketika kita melkukan intervensi kepada pasien nah itu poin yg paling
penting yg menjadikan kita bisa menjaga integritas klinis atay tidak
21/02/202
1

PERTIMBANGAN KEMANFAATAN
• Apakah saya ingin mengatasi semua masalah pasien?
• Apakah saya bisa merawat pasien dengan efektif?
• Apakah saya bisa merawat pasien yang sedang
menghadapi ajal dengan tepat?
• Apakah saya menyebabkan pasien mengalami
kerugian?
• Atau apakah saya khawatir bahwa saya akan menyebabkan
kerugian daripada memberikan manfaat untuk pasien?

FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN

PERTIMBANGAN OTONOMI
• Apakah pasien tahu tentang masalah yang dihadapi?
• Apakah yang dimaksud oleh tentang tentang hasil tindakan yang baik?
• Apa latar belakang budaya, agama atau pandangan etik dari pasien?
• Apakah pasien bisa mengambil keputusan sendiri?
• Apakah pasien bisa dilibatkan dalam perencanaan perawatan
atau perawatan lanjutan?
• Apakah pasien mempunyai tujuan dan pendapat tertentu?
• Apa/siapa yang termasuk kedalam sistem pendukung dari pasien?

FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN

10

1
PERTIMBANGAN KEMANFAATAN
Poin yg paling penting saat kita menghadapi pasien palliatife
adalah

•Apakah saya ingin mengatasi semua masalah pasien?

•Karena kita sebagai manusia kita punya kecenderungan palagi


kita tenaga kesehatan ada satu habbit atau kebiasaan yg mengkin
itu juga secara tidak sengaja terbentuk dari ilmu yg kita pelajari dan
lingkungan tempat kita berinteraksi ketika kita menghadapi
masalah pasien, kita ingin pokoknya pasien yg kita tangani ini
sembuh, ketika ketemu dengan saya mereka tidak punya masalah
lagi pokoknya semuanya all out nah itu perspektif kita, kita mau
semuanya ideal. Nah tetapi yg namanya ideal itu seringkali
bersebrangan sama reality nah itu yg harus kita sadari betul.
Apasih yg menjadi masalah krusial pasien itulah yg menjadi titik
tolak kita dalam memberikan intervensi atau mengambil keputusan

•Apakah saya bisa merawat pasien dengan efektif?


•Ini kenapa ada pertanyaan ini sebagi bentuk refleksi kita pribadi,
apakah kita punya cukup pengetahuan dan keterampilan untuk
merawat pasien palliatife klo kita merasa stengah” atau malah
seperempat itu kan berarti kita masih belum bisa memberikan
perawatan yg optimal untuk pasiennya, klo kita tdk bisa
memberikan perawatan yg optimal apa bisa kita memberikan
perawatan yg efektif ? Itu yg harus kita tanyakan pada diri kita
sendiri sebelum kita mengambil keputusan klo dirasa kita belum
punya cukup amunisinya dalam tanda kutip pengetahuan &
keterampilan tambahkan dulu amunisinya klo tdk punya waktu
bertanyalah pda orang yg tepat melakukan konsultasi dll.
PERTIMBANGAN KEMANFAATAN
•Apakah saya bisa merawat pasien yang sedang menghadapi ajal
dengan tepat?
•Karna klo kita menghadapi pasien yg palliative in some case or some
way they going to dye :””( dan masuk ke dalam kondisi fase end of life
dan ketika masuk fase itu kita akan berhadapan dengan pasien yg
mengalami sakaratul maut yg sbentar lgi menghadapi
ajalnya/kematiannya apakah saya bisa ga menhadapi pasien tersebut,
apakah saya cukup tegar tidak ?

•Apakah saya menyebabkan pasien mengalami kerugian?


•Apakah saya menyebabkan pasien mengalami kerugian Dengan
semua keputusan yg saya ambil itu kira” banyak mudorotnya atau
manfaatnya itu yg menjadi pertimbangan

• Atau apakah saya khawatir bahwa saya akan menyebabkan


kerugian daripada memberikan manfaat untuk pasien?
•Poin ke 5 dan ke 4 berhubungan erat klo yg poin ke 4 kita berfikirnya
ke mudorotnya dulu. Ini klo secara perspektif scientific klo saya
melakukan ini maka pasien akan seperti ini efek negatifnya adalah ini
apakah saya akan merugikan pasien ? Nanti kita selanjutnya liat cost
and benefitnya lebih besar manfaatnya atau kerugiannya klo besar
kerugiannya ya jangan diambil
Pertimbangan otonomi
1. Apakah pasien tahu tentang masalah yang dihadapi?
jangan sampai kita memberikan informasi dari a sampai z ,yang spesifik
dan detail kepada pasien dan keluarga. Padahal kita belum tau, pasiennya
sudah tau apa belum kalau dia punya masalah. Jadi apabila kita tidak
melakukan croscheck apa yang sudah diketahui oleh pasien dan keluarga,
maka nilai kemanfaatan informasi yang kita sampaikan itu seperti apa,
akan bermanfaat atau tidak atau bahkan malah akan memperburuk kondisi
pasien karena nanti pasiennya syok atau keluarganya syok dan malah
tidak percaya kepada kita. Jadi kita harus cek dulu pasien dan atau
keluarga pasien tau atau engga masalah yang dihadapinya, karena
seringnya pada pasien pasien dengan case paliative atau misalnya dengan
diagnosis cancer ,ada yang pasiennya tau tapi dia gamau keluarganya tau
jadi dia mati matian meyakinkan dokter atau perawatnya bahwa cukup dia
aja yang tau kalo dia cancer dan masuk late stadium. atau sebaliknya misal
pasien udah lansia dan dirawat anaknya, anaknya yang dikasih tau
pertama kali oleh dokter tentang diagbnosis dari ibunya/ayahnya, nah
anaknya berkolusi dengan dokter untuk tidak meberitahu ayah ibunya
apabila menanyakan penyakit yang mereka derita. Nah itu aspek
knowledgable, informasi literasi tentang masalah kesehatannya tuh tau
atau tidak
2. Apakah yang dimaksud dengan hasil tindakan yang baik?
Terkait dengan hasil dari pemeriksaan, apakah pasien dan keluarganya
mempunyai hak dan boleh mengetahui hasil pemeriksaan yang
sesungguhnya dan apabila itu terjadi, tindakan-tindakan apa yang possible
untuk diambil.
3. Apa latar belakang budaya, agama atau pandangan etik dari pasien?
Sangat penting karena banyak permasalahan terjadi karena tenaga
kesehatan tidak sensitif terkait pandangan budaya, agama dan pandangan
etik dari pasien, dan seringnya berpikir dari satu sisi saja dari sisi tenaga
kesehatan, misal kek pokoknya ibu dan bapak A , B, C, D. Jandi tidak lagi
mempertimbangkan bahwa pasien dan keluarga juga punya prefelensi dan
pertimbangan. Jadi pasti pakek kata “pokoknya” dan kalo udah ada kata itu
maka menutup kemungkinan untuk adanya aspek yang lain untuk masuk
sebagai bahan pertimbangan.
4. Apakah pasien bisa mengambil keputusan sendiri?
apakah bisa atau memang tidak bisa sama sekali
5. Apakah pasien bisa dilibatkan dalam perencanaan perawatan atau perawatan
lanjutan?
apakah pasien punya kapasitas untuk dilibatkan dalam perencanaan

6. Apakah pasien punya tujuan atau pendapat tertentu?


prefelensi pribadi atau keinginannya. Misalnya pada pasien yang end of life
,walaupun pasien tidak diberitahu tapi some way atau some how, deep inside
their heart atau dalam hati kecil mereka sebenrnya mereka tuh udah tau
“mungkin saya udah ga akan lama lagi hidupnya”. Jadi kalau misalkan pasien
dirawat di RS trus bilang “saya pengen pulang, dan saya gamau dirawat disini
maunya pulang aja”, dan dalam konteks itu pasien biasanya menunjukan adanya
perbaikan yang terbilang berbeda dengan sebelumnya. Kalau misalkan ada
pasien yang kritis dan tiba tiba membaik padahal cicada prognosis mereka
sudah masuk fase end of life tapi tiba tiba kondisinya jadi baik maka kita harus
waspada ,kenapa pasien bisa gitu danbisa jadi itu adalah pertanda bahwa
hidupnya udah ga lama lagi dan memang dia pulang. Kita harus mengetahui
tentang itu walaupun itu ga mudah untuk diidentifikasi

7. Apa atau siapa yang termasuk sistem pendukung dari pasien?


Kita harus cek, kaalu memang pasien tidak bisa mengambil keputusan sendiri
maka siapa yang bisa mengambil keputusan yang tepat atas nama pasien itu
dan bagaimana caranya.
21/02/202
1

PERTIMBANGAN KEADILAN DAN TIDAK


MERUGIKAN
• Apakah pernah menjanjikan suatu hal kepada keluarga
pasien?
• Apakah saya pernah menjanjikan suatu hal kepada pihak lain?
(rekan sejawat, institusi tempat bekerja, sponsor dan
masyarakat)
• Apakah keluarga rentan untuk tersakiti, dan jika ya,
apakah saya punya kewajiban untuk mencegah hal
tersebut terjadi?
• Apakah ada konflik kepentingan yang bisa merugikan
pasien atau pihak lain?
• Apakah saya sudah memahami jenis dan sumber
dukungan yang bisa diberikan?
FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN

11

DILEMA ETIK YANG SERING DIJUMPAI PADA


PASIEN PALIATIF DAN MENJELANG AJAL
• Pemasangan (withholding) dan penghentian (withdrawing) tindakan
medis atau alat bantu kehidupan
• Pengambilan keputusan pengganti (surrogate decision makers)
• Perbedaaan persetujuan (disagreement) antara
pasien/keluarga dengan tim medis
• Pertimbangan budaya dan aspek religius pada fase menjelang
akhir kehidupan
• Tindakan kesehatan yang tidak mengandung manfaat terapeutik
(non-beneficial) atau tindakan medis bersifat ‘futile’

FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN

12

1
Pertimbangan keadilan dan tidak merugikan
1. Apakah pernah menjanjikan suatu hal kepada keluarga pasien?
Harus ditanyakan , misal kita menghadapi pasien dengan late stadium
cancer atau udah masuk fase end of life kemudian ketika keluarga
menanyakan “suster ayah saya tuh kondisinya seperti apa?” dan kita
menjawab “bapak pasti sembuh” dan kata pasti itu merupakan kata
absolute. Dalam perawatan paliative kita tidak diperbolehkan untuk
menjanjikan sesuatu/PHP atau memberikan harapan palsu/false hoax. Jadi
kita ada satu yang menjadi prioritas ketika mengambil keputusan dan
menginformasikan false hoax tapi kita memberikan informasi yang realistis
dan proporsional dengan cara yang persuasif dan bisa diterima oleh pasien
atau keluarga.
2. Apakah saya pernah menjanjikan suatu hal pada pihak lain seperti rekan
kerja, tempat kerja, sponsor atau masyarakat?
Misal kita merawat pasien paliative dan suka ada disisipi “oh ini pasien ini
pasti bisa dirawat dan ditempatkan di ruangan ini, pasti akan diberikan
ABC”, itu sudah menjanjikan sesuatu padahal kita belum tau juga apakah
memang pada kondisi tertentu apakah pasien bisa mendapatkan hal
seperti yang kita janjikan atau tidak.
3. Apakah keluarga rentan untuk tersakiti(misal jika menerima informasi yang
tidak diharapkan, apakah akan cepat syok atau tidak), dan jika iya apakah
saya punya kewajiban untuk mencegah hal tersebut terjadi?
Misal kita dititipkan amanah sama dokternya “ suster tolong kasih tau ke
keluarga pasien bahwa pasien sisa 6 bulan lagi harapan hidupnya” kita
sudah mengantongi delegasi dari dokter penanggungjawab tapi kita cek
dulu kira kira keluarganya siap atau engga untuk menerima informasi itu.
Kalau belum siap maka harus kita siapkan atau dokternya juga harus
menyiapkan jadi jangan ujug ujug disampaikan dan langsung JEGER
seperti disambar petir . Ada 2 hal yang bisa terjadi diantaranya ya pasien
bisa menerima dan pasien tidak bisa menerima sama sekali/denial dan
mengajukan tunuttan bilang kalo itu malpraktik apabila menginformasikan
bahwa pasien sebentar lagi meninggal gitu trus dia second opinion dan
menyatakan tidakpercaya gitu misalnya. Atau dia bilang “ dokter dirumah
sakit ini mah aneh masa ayah saya mau meninggal bentar lagi, saya mau
pindah rumah sakit dan cari rumah sakit yang lain yang bisa
menginformasikan lebih positif lagi. Itu sangat possible sekali
4. Apakah ada konflik kepentingan yang bisa merugikan pasien atau pihak lain?
Kepentingan dalam konteks pengobatan atau dalam konteks profesional.

5. Apakah saya sudah memahami jenis dan sumber dukungan yang bisa
diberikan?
Apabila kita mau memberikan informasi yang sangat sensitif maka kita pastikan
bahwa pasien siap. Kalau pasien mengalami kecemasan atau pasien dengan
kecemasan maka kita bisa memberikan advice apa, kita harus siapkan/ Jadi
apabila pasien atau keluarga mengalami kecemasan maka bisa melakukan
konseling dan bisa dibantu oleh psikolog supaya pasien tersebut kecemasannya
berkurang.
Dilema etik yang sering dijumpai pada pasien
paliatif dan menjelang ajal
1. Pemasangan dan penghentian tindakan medis atau alat bantu kehidupan
Misal pemasangan alat bantu nafas atau ventilator pada pasien dengan
mati batang otak dengan status vegetatif ,yang sudah koma selama 30
hari.
2. Pengambilan keputusan pengganti
Ketika kita mengikuti prinsip otonomi maka pasien memiliki hak untuk
mengambil keputusan, tetapi karena pasiennya koma dan tidak bisa
dibangunkan maka ketika akan mengambil keputusan maka peran yang
mengambil keputusan pengganti itu sangat krusial. Kita harus cek siapa
yang menjadi pengganti pengambil keputusannya. Karena ada proses
yang berbeda, informed consent nya dan penyiapan informed consent nya
akan berbeda.
3. Perbedaan persetujuan antara pasien/keluarga dengan tim kesehatan,
terutama tim medis/dokter
Biasanya misal dokter mengatakan “harapannya hanya tinggal 6 bulan
lagi” tapi keluarga pasien ga setuju dengan statement dari dokter dan
kekeuh mengajukan second opinion dan ingin melihat pendapat dokter
ahli yang lain
4. Pertimbangan budaya dan aspek religius pada fase menjelang
akhir kehidupan
Pasien yang mengalami end of life pada saat sakarotul maut itu
mengalami nyeri/pain (it/s very painfull) dan untuk mengatasi
nyeri pada pasien pasien pada fase dying/fase sakarotul itu
diberikan pain killer atau sedative agent yang membuat pasien
menjadi tenang karena kalau tidak diberikan dan dengan
kesakitan yang luar biasa pasien bisa teriak teriak,sangat
gelisah, agitasi. Dan itu juga bisa mengganggu kualitas hidup dia
secara keseluruhan jadi pada akhirnya diberikan sedasi supaya
pasien menjadi tenang dan nyerinya berkurang. Tetapi sedasi ini
aka mengurangi dalam konteks religi, karena sedasi ini adalah
zat psikotropika yang dapat mengurangi level kesadaran pasien,
biasanya pasien yag diberikan zat ini akan mengantuk dan
kesadarannya mulai berkurang sehingga kurang alert. Pada
prespektif islam, ada beberapa kelompok yang menyatakan tidak
menyetujui untuk pemberian agent sedative ini karena pada fase
end of life pasien itu harus alert/sadar supaya bisa ditalkinkan
dan bisa mendengar kata kata talkin yang dibacakan di telinga
pasien. Jadi kalau pasien ga sadar maka pasien ga bisa denger
dan ketika dibimbing tidak bisa mengikuti . Menjadi hal yang
harus diperhatikan, ketika ada keluarga yang meminta seperti itu,
tapi ada juga keluarga lain yang muslim dan mempersilahkan
dokter untuk memberikan zat sedative yang penting keluarganya
tidak mengalami kesakitan karena dia kasihan melihatnya. Tim
paliatif harus punya pengetahuan ke arah sana dan kalau
memang sangat limited maka konsultasi dengan tim caplensi
atau tim rohaniawannya, apa yang terbaik keputusannya ketika
menghadapi itu jadi dokter tidak mengambil keputusan yang
langsung saklek “harus dikasih sedai saja kalau pasiennya
seperti itu” misal pasien delirium mengigau. Pertimbangan
budaya dan religious sangat penting pada fase end of life dan
harus dipahami betuk oleh semua tenaga kesehatan

5. Tindakan kesehatan yang tidak mengandung manfaat


terapeutik atau tindakan medis bersifat “futile”

nata done
21/02/202
1

ISU DALAM PROSES KOMUNIKASI


DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
• Penyampaian informasi atau berita yang sebenarnya
(disclosure)
• Aspek kerahasiaan infornasi (confidentiality)
• Pengambilan keputusan untuk kelompok marginal
- Pasien demensia/gangguan mental
- Pasien dengan kecacatan
- Narapidana di penjara

FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN

13

PERTIMBANGAN ETIK DAN LEGAL


DALAM PRAKTEK PERAWATAN PALIATIF
DAN MENJELANG AJAL

Indikasi klinis Pertimbanga


n pasien

Kualitas Aspek
hidup kontekstual

FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN

14

7
IIsu dalam Proses Komunikasi dan Pengambilan Keputusan
Penyampaian informasi atau berita ang sebenarnya
(disclosure). Jadi saat penampaian informasi itu kita harus hati-
hati seperti tadi kita harus cek tentang kesiapan pasien dan
keluarga dalam menerima informasi itu. Kalau belum siap, kita
harus menyiapkan. Dengan cara ada strategi tertentu namanya
breaking bad news yang namanya protokol 6 langkah spike
(atau apa aku ga paham nulisnya hehe) itu salah satau
penyampaian informasi tanpa membuat pasien dan keluarga itu
seperti disambar petir karena sudah dipersiapkan.
Aspek kerahasian informasi (confidentiality). Jadi semu
informasi yang berkaitan dengan pasien keep close kita hanya
buka jika ada pihal yang eligible dalam menerima informasi itu
tapi klo pihak pihak lain kita jangan berikan informasi tentang
pasien.
Pengambilan keputusan untuk kelompok marginal.
a. Pasien dengan demensia/gangguan mental. mereka ini
mempunyai kecenderungan tidak alert dalam konteks mereka
bisa mengambil keputusan yang jernih karena kondisi mental
yang dialami atau karena demensia atau pikun yang
dialaminya. Jadi kita jangan mentang mentang pasiennya
gangguan mental kita seenaknya mengambil keputusan jangan
seperti itu.
b. Pasien dengan kecacatan, bisa cacat mental atau cacat fisik
c. Narapidana di penjara, seringkali tidak diberikan hak-hak
secara semestinya dalam hal etik critical intervention,

Dalam hal ini kelompok marginal ini harus mendapatkan


perhatian
Pertanyaan
Revita : Bagaimana bila ada kasus, si pasien itu
mati batang otak lalu sangat tergantung dengan
ventilator. Kemudian kita bertanya kpd keluarga
pasien apakah ini akan tetap dilanjutkan dan
dipertahankan pake ventilator atau tidak gitu, nah si
keluarga ini inginnya mempertahkan hidup pasien
tapi disisi lain keluarga juga tidak memiliki biaya
yang cukup untuk membayar perawatan itu, nah itu
harus bagaimana ibu ? karena kan biasanya klo
dalam medis jika sudah mati batang otak kaya
sudah sia sia aja gitu karena koordinasi dalam
tubuh sudah tidak berjalan, dan perlu bantuan
ventilator, jika ventilator nya dilepas maka yasudah
meninggal, jadi kita sbg perawat harus bagaimana
ya bu ?
Jawaban : Jadi seperti yang saya sampaikan tadi
keputusan etik ini, tentunya kita perawat tidak bisa
kerja sendiri karena dalam pengambilan keputusan
ini harus ada posisi posisi yang memiliki post post
nya tersendiri dengan hal pengambilan keputusan
tadi, ventilator itu kita harus melibatkan team, team
interdisplinery, jadi ketika pasien itu diputuskan
untuk dilepas ventilatornya itu tidak semata mata
eputusan dari dokter penanggung jawabnya saja
tapi dari konsultan juga, nah perawat disini kita
sebagai yang paling dekat dengan pasien itu
seringkali terimbas dengan keputusan tersebut.
jadi kita seringnya mengalami moral distress atau moral
dilema. Disatu sisi kita kasian pada keluarga yang
berekspetasi kepada pasie untuk lanjut hidup tapi ternyata
disatu lain sisi juga kita kasian kepada pasien dengan
memperpanjang kahidupan pasien itu juga memperpanjang
penderitaan pasien juga yang sebenernya mungkin klo
pasiennya boleh ngomong mungkin dai ga pengen seperti itu,
tapi dia ga punya kapasitas untuk berbicara dan juga tdk
punya kapasitas untuk mengambil keputusan. Dalam hal ini
klo perawat mengalami kondisi seperti itu yang harus dan
paling penting dilakukan yaitu mengajak keluarga diskusi.
Jadi yang pertama kita harus pastikan dulu kita mendapatkan
informasi yang valid dari tim ahli, tim dokter, kemudian ketika
dokter menyebutkan kebutuhan itu kita ada disana, kita
sebagai mediator mungkin bisa menjelaskan ke pasien dan
keluarga misalnya mereka tidak mengerti. Kita juga bisa jadi
advokat untuk pasien menjelaskan kepada keluarga bahwa
kondisi pasien ini seperti ini sebetulnya, apa yang dimaksud
mati batang otak, apa yang terjadi ketika status vegetatif itu
terjadi, dan bagaiman kalo ventilator itu dimatikan. Kita ajak
keluarga untuk berpikir dengan jernis sehingga mereka bisa
memehami bahwa oh memperpanjang ventilator itu membuat
pasien semakin menderita karena secara fisik tidak punya
kapasitas untuk recovery, nah ajak keluarga untuk menyadari
bahwa oke jika daripadi saya mengambil keputusan itu
membuat pasien menderita, saya bisa mengurangi
penderitaanya supaya pasien lebih bahagia, bisa meninggal
dengan bermartabat, saya mengambil keputusan ini. dan itu
bisa disadari tpi butuh proses.
Tapi seringnya dalam konteks emergency itu jarang anget kita
masuk kedlam fase itu. jadi yg seperti itu biasanya emg dari
awal sudah mendapatkan perawatan palliative karna sudah
dikondisikan. makanya sebaiknya itu perawatan palliative ini
dilakukan pada saat diagnosa terutama pada pasien2 life
limitted illness jadi gamenunggu dulu si pasiennya masuk ke
fase death. Jadi inilah dungsinya tim kesehatan mempunyai
keterampilan tentang palliative care karena dengan konteks itu
ijadi mempunyai pertimbangan etis apakah ini terbaik untuk
pasien atau menilai apakah buruknya yang lebih banyak, kita
kembali lagi kepada ….. unit paliiative itu adalah pasien, jadi
bukan dari perspektif kita, kita berika perspektif2 profesional
tapi bali laginya kepada person centre. kalo penyakit kita
melabelkan pasien itu dalam penyakit, tapi klo person, person
itu pasien, kita tidak hanya fokus pada fisiki yang menjadi
problem tapi juga memperhatikan pasien sebagai manusia
secara utuh. Kesimpulannya adalah kita perlu skilll tambahan
terutama dalam aspek komunikasi dan juga dalam proses
pendampingan dan penyiapan secara seksama.

Pertimbangan Etik dan Legal dalam Keperawatan Palliative


dan Menjelang Ajal
Indikasi klinis, kita harus paham indikasi klien itu seperti apa
Kita juga harus memperhatikan apa yang menjadi
Pertimbangan Pasien, jadi tidak hanya fokus pada penyakitnya
pada saat itu, atau parameter fisik yang intinya adalah
parameter2 medis tpi memandang pasien sebagai person
- Aspek kualitas hidup, kita lihat meskipun pasien
dalam kondisi vegetatif ketika dirawat ICU
misalkan, dia tetap manusia yang berhak
mendapatkan kualitas hidup yang optimal
Aspek kontekstual, ini termasku kepada perspektif
budaya, spiritual, sosial iu masuk kedalam aspek
etik dan legal
21/02/202
1

ADVOKASI DALAM PERAWATAN


PALIATIF

• Meningkatkan kepuasan perawat dalam bekerja


• Meningkatkan kepercayaan diri, kredibilitas dan visibilitas
praktek keperawatan
• Menguatkan identitas profesi keperawatan (professional
identity)
• Mengurangi distres moral (moral distress)

FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN

15

RUJUKAN PUSTAKA
• ELNEC core curriculum for international participants
• Thomas, Lobo and Detering (2018) Advance care planning in End of Life Care. London:
Oxford University Press
• Walshe, Preston and Johnston (2018) Palliative Care Nursing: Principles and Evidence
for Practice. London: Open University Press – McGraw-Hill Education
• Huang et al. (2018) The do-not-resuscitate order for terminal cancer patients in mainland
China: A retrospective study. Medicine, 97 (18), p. e0588 doi:
10.1097/MD.0000000000010588
• Mohanti BK. Ethics in palliative care. Indian J Palliat Care. 2009;15(2):89-92.
doi:10.4103/0973-1075.58450
• Min (2017) Beyond a Western Bioethics in Asia and Its Implication on Autonomy,
The New Bioethics, 23 (2), p. 154-164
• Tomaschewski-Barlem et al (2017) Patient advocacy in nursing: barriers, facilitators and
potential implications. http://dx.doi.org/10.1590/0104-07072017000100014
FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN

16

2
Advokasi dalam Perawatan Paliatif
Perawat itu sebagai advokat nya pasien, jadi
bagaimana kita memfasilitasi pasien dan keluarga agar
hak hak mereka itu bisa terpenuhi dan semaksimal
mungkin dan sesuai dengan konteks.
Advokasi dalam perawatan paliatif ini fungsinya sangat
krusial sekali karena dengan adanya advokasi ini
dapat
meningkatkan kepuasan perawat dalam bekerja, ketika
perawat nya sudah menguasai keterampilan dalam
perawatan paliatiaf dan juga dan mekanisme kerja
yang ada juga mendukung, klo itu sudah bersinergi
dengan baik maka akan meningkatkan kepuasan
perawat dalam bekerja
Advokasi dapat meninkatkan kepercayaan diri,
kredibilitas, visibilitas praktek keperawatan.
Advokasi juga dalapat menguatkan identitas profesi
keperawatan (profesional identity) jadi dalam hal ini
peran perawat sangat krusial sekalia, ketika perawat
hadir menjadi advokat pasien dan keluarga dan sudah
sesuar dengan peran dan konteks tanggungjawab nya
sebagai perawat nah itu dapat menguatkan profesi
perawat dimata profesi yg lain. Kita haru memeiliki
keterampilan dan pengetahuan yang mumpuni dalam
perawatan paliatif ini
- Dapat mengurangi distress moral (moral
distress), ini sangat sangat sering terjadi pada
nakes apalagi perawat. misal tadi kaya kasus
revita klo perawatnya tidak punya pengetahuan
tentan advokasi dia akan mengalami distres
moral atau moral dilema kemudian moral
dilemanya kelamaan itu akan membuat
perawatnya tidak bisa berfungsi secara penuh
karena dia gabisa mengatur kondisi internal dia
dengan tuntutan profesi

Pertanyaan
Dari Agni : Terkait dengan tindakan RJP karena
dari yang saya baca terdapat pro dan kontra
terkait masalah ini, jadi bagaiman jika pasien
menyetujui untuk dilakukan RJP jika kondisinya
memburuk, namun yang saya baca tindakan ini
akan menimbulkan banyak resiko dan banyak
terjadi setelahnya walapun tindakan itu berhasil
misalnya brokenrip, dll berdasarkan hal ini
bagaiman berdasarkana etik dan legal nya bu,
namun jika tidak dilakukan rjp ini termasuk
tindakan …… jadi baiknya gimana ?

ranti done lanjuttt jawaban gais


● Menurut saya, mungkin tindakan itu harus tetap
dilakukan karena memang yg dibutuhkan oleh
pasien, jadi ketika pasien pun sudah menyetujui
tindakan tersebut oleh menurut pandangan saya
sendiri untuk prinsip etik dan legal ini bisa
dikesampingan karena diantara tenaga kesehatan
dan juga pasien sudah sama-sama mengetahui
dan sama-sama menyetujui
antara malaficence dan nonmalaficence itu, antara
kerugian tindakan setelah RJP dan sebelum RJP
itu, jadi ya lakukan aja gitu karenakerugian yg
timbul setelah dilakukan RJP adalah suatu hal yg
belum pasti dengan dilakukannya RJP pun belum
pastikan bisa selamat gitu, jadi yg lebih utamakan
antara sesuatu yg datang atau sesuatu yg belum
dtng/belum dilakukan, mending melakukan yg
pasti untuk menyelamatkan pasien dgn
memberikan tindakan RJP itu
paling penting skali untuk konteks pasiennya,
siapa yg harus diresusitasi ini? pasien seperti apa
yg masuk kategori harus diresusitasi? apakah
emang fase kondisi kritis, tpi dia bukan pasien yg
end of life yg sudah diberi label DNR atau pasien
ini seperti apa? jadi kembalikan lagi
● kalau misalnya pasien end of life, itu emang udah
diputuskan bahwa dia melalui pertimbangan
edvance planningnya (tugas) pasien dan
keluarga sudah menyetujui klo misalnya suatu
hari nanti pasien kondisinya memburuk maka
boleh dilakukan DNR setelah diberikan
penjelasan yg mendetail oleh tim perawatan
paliatifnya dan itu juga diketahui oleh keluarga
dan menandatangani persetujuan (label DNR)
Jadi intinya adalah pasien dan keluarga diberikan
penjelasan secara detail terkait tindakan tersebut
dan untuk meminimalkan kerugian bagi pasien
seorang perawat paliatif harus berkompeten
dalam bidang ini. Setelah pasien dan
keluarganya setujui, maka tindakan tersebut
boleh diputuskan dan dilakukan
memang ini keputusan yg dilematis yaa, tpi kita
juga harus profesional dlm hal ini. Harus dpt
menentukan pilihan yg meminimalisir kerugian
bagi pasien, mengutamakan keselamatan pasien.
21/02/202
1

TERIMA KASIH

FAKULTAS
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN

17

SAMA SAMA

Anda mungkin juga menyukai