Anda di halaman 1dari 26

ANALISIS KADAR ABU

Besti Verawati, S.Gz, M.Si


Prodi S1 Gizi
Universitas Pahlawan TT
PENDAHULUAN
Bahan pangan terdiri dari 96% bahan organik &
air, sisanya merupakan unsur-unsur mineral.
Unsur juga dikenal sebagai zat anorganik/ kadar
abu.
Abu: residu anorganik dari proses pembakaran/
oksidasi komponen organik bahan pangan.
Kadar abu total adalah bagian dari analisis
proksimat yang bertujuan untuk mengevaluasi
nilai gizi suatu produk/bahan pangan terutama
total mineral.
Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan total
mineral yang terkandung dalam bahan tersebut.
Kandungan abu & komposisinya tergantung pada
macam bahan & cara pengabuannya.
Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran
akan terbakar tetapi komponen anorganiknya
tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu.
Kadar abu dari bahan menunjukkan :
◦ Kadar mineral
◦ Kemurnian
◦ Kebersihan suatu bahan yang dihasilkan
Mineralyang terdapat dalam suatu bahan dapat
merupakan 4 macam garam:
◦ Garam organik → garam asam mallat, oksalat, asetat,
pektat).
◦ Garam anorganik → garam fosfat, karbonat, klorida,
sulfat, nitrat.
◦ Senyawa komplek: klorofil-Mg, pektin-Ca, mioglobin-Fe.
◦ Kandungan abu & komposisinya

Penentuan jumlah mineral dalam bentuk asli sangat


sulit → biasanya dilakukan dengan menentukan
sisa-sisa pembakaran garam mineral (pengabuan).
Kegunaan Analisa Abu (Bahan Makanan)
Kualitas gizi (indikator mutu pangan)
◦ Total abu → indikator nilai nutrisi beberapa bahan makanan.
◦ Kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi
menunjukkan adanya pasir/kotoran yang lain

Mengetahui pemalsuan selai buah, sari buah


◦ Jeli buah → kandungan abu dapat memperkirakan kadar buah
dalam produk.

Tingkat kebersihan pengolahan suatu bahan


◦ Kadar mineral kulit gandum 20 kali lebih tinggi VS endosperm
◦ Kandungan abu menggambarkan baik buruknya proses
pemisahan kulit & endosperm gandum.
“Water-soluble ash”
◦ Digunakan sebagai indeks kandungan buah dalam jelly
& selai buah.
◦ Ditentukan dengan melarutkan abu dalam air tanpa
mineral yang panas.

“Acid-insoluble ash”
◦ Digunakan sebagai indeks kandungan mineral (misalnya
debu/pasir dalam rempah-rempah)
◦ Efisiensi dalam pencucian gandum sebelum digiling.
◦ Ditentukan setelah melarutkan total abu dalam HCl 10%.
“Salt-free ash”
◦ Penting dalam bumbu yang mengandung garam.
◦ Perbedaan antara kandungan abu total & NaCl dalam
abu (dianalisa secara titrasi dalam abu yang
dilarutkan dalam asam nitrat).

 “Alkalinity of ash”
◦ Penting dalam bahan makanan yang mengandung
komponen bumbu (cabe, tomat, dll).
◦ Merupakan indek kualitas untuk buah & sayuran (abu
dari buah & sayuran bersifat alkalis - Ca, Mg, K, Na).
METODE PENGABUAN
Metode langsung :
◦ Pengabuan kering (suhu tinggi & O2)
◦ Pengabuan basah (oksidator kuat)

Metode tak langsung :


◦ Konduktometri
◦ Pertukaran ion
PENGABUAN KERING
Destruksi komponen organik sampel dengan suhu
tinggi dalam tanur pengabuan (furnace) tanpa
terjadinya api sampai terbentuk abu berwarna
putih keabuan & berat konstan tercapai.
Prinsip:
◦ Abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan
menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan
organik pada suhu sekitar 550-600 oC
Pengabuan ini menggunakan panas tinggi
& adanya oksigen.
Oksigen yang terdapat di dalam udara
bertindak sebagai oksidator.
Oksidasi komponen organik dilakukan
pada suhu tinggi 5000-6000C.
Residu yang tertinggal ditimbang &
merupakan total abu dari suatu contoh.
Pemanasan dilakukan 2 tahap
Pemanasan pada suhu 300oC
◦ Melindungi kandungan bahan yang bersifat volatil
& bahan berlemak hingga kandungan asam hilang
→ pemanasan dilakukan sampai asam habis.
Pemanasan secara bertahap sampai 600oC
◦ Perubahan suhu pada bahan maupun porselin tidak
secara tiba-tiba → tidak memecahkan krus yang
mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba. 
Temperatur pengabuan harus diperhatikan
sungguh-sungguh karena banyak elemen abu
yang dapat menguap pada suhu yang tinggi
misalnya unsur K, Na, S, Ca, Cl, P.
Pengabuan dilakukan dengan muffle yang
dapat diatur suhunya, tetapi bila tidak tersedia
dapat menggunakan pemanas bunsen.
Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda &
berkisar antara 2-8 jam.
Pra-pengabuan:
◦ Sampel basah & cairan biasanya dikeringkan
lebih dahulu di dalam oven pengering →
menentukan kadar air sampel.
◦ Pra-pengabuan dilakukan di atas api terbuka,
terutama untuk sampel-sampel yang kering
sampai tidak berasap lagi.
Setelahperlakuan ini, baru sampel
dimasukkan ke dalam tanur (furnace)
Apabila pengabuan yang berkepanjangan
tidak dapat menghasilkan abu bebas karbon
(carbon free ash) → lakukan Pengabuan
Basah.
Jika diperlukan, residu yang belum bebas
karbon dilarutkan dalam sejumlah kecil air &
kemudian disaring dengan kertas saring
berkadar abu rendah.
Kedua bagian ini kemudian diabukan kembali
secara terpisah
Setelah pengabuan:
◦ Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam
keadaan dingin
◦ Krus yang berisi abu yang diambil dari dalam muffle
harus lebih dahulu dimasukkan ke dalam oven
bersuhu 105 oC supaya suhunya turun
◦ Kemudian dimasukkan ke dalam eksikator sampai
dingin.
◦ Eksikator yang digunakan harus dilengkapi dengan
zat penyerap uap air misalnya silika gel/kapur
aktif /kalsium klorida/sodium hidroksida.
Karakteristik pengabuan kering
◦ Membutuhkan ketelitian
◦ Menganalisis bahan lebih banyak dibanding
pengabuan basah
◦ Dapat diterapkan ke semua jenis mineral, kecuali
merkuri & arsen.
◦ Dilakukan untuk menganalisis Ca, P & Fe
◦ Suhu diatas 480oC dapat merusak mineral K
◦ Suhu 450oC tidak dapat untuk menganalisis Zn
◦ Digunakan untuk penentuan total abu, abu larut,
tidak larut air & tidak larut asam.
Kelebihan :
◦ Paling banyak dipakai
◦ Mudah, murah, sederhana
◦ Abu larut air, tdk larut air & asam

Kekurangan :
◦ Waktu relatif lama
◦ Interaksi mineral (sampel-wadah)
◦ Kehilangan mineral (K, Na, S, Ca, Cl, dan P)
PENGABUAN BASAH
Prinsip: oksidasi komponen organik sampel
menggunakan oksidator kimiawi, misalnya asam
kuat/kombinasi asam kuat.
Biasanya digunakan untuk penentuan individu
komponen mineral → pengabuan merupakan
tahapan persiapan contoh.
Pengabuan cara basah ini dilakukan dengan
mendestruksi komponen-komponen organik (C, H,
dan O) bahan dengan oksidator seperti asam kuat.
Jenis sampel menentukan → jenis asam kuat:
◦ Asam klorida
◦ Asam sulfat
◦ Asam nitrat
◦ Asam perklorat
Kombinasi→ paling umum dipakai
◦ Nitrat-sulfat
◦ Nitrat-sulfat-perklorat
◦ Nitrat-sulfat-peroksida
Asam sulfat berfungsi sebagai bahan pengoksidasi
kuat → mempercepat reaksi oksidasi.
Campuran asam sulfat & potasium sulfat.
◦ K2SO4 menaikkan titik didih
◦ H2SO4 menyebabkan suhu pengabuan tinggi sehingga
pengabuan berlangsung cepat.
Campuran asam perklorat & asam nitrat
◦ Untuk bahan yang sulit mengalami oksidasi
◦ Pengabuan sangat cepat ± 10 menit.
◦ Perklorat bersifat mudah meledak.
Dapat pula ditambahkan reagen kimia tertentu kedalam
bahan sebelum dilakukan pengabuan.
Senyawa yang biasa ditambahkan: gliserol alkohol/
pasir bebas anorganik → dilakukan pemanasan pada
suhu tinggi.
Pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol membentuk
kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan
menjadi besar → mempercepat oksidasi.
Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat
membuat permukaan yang bersinggungan dengan
oksigen semakin luas & memperbesar porositas →
mempercepat proses pengabuan.
Keuntungan metode pengabuan basah:
◦ Suhu yang digunakan tidak dapat melebihi titik didih
larutan
◦ Karbon lebih cepat terdekomposisi, karena menggunakan
asam kuat pekat seperti asam nitrat & sulfat
◦ Destruksi zat organik pada suhu rendah → menurunkan
resiko kehilangan mineral selama analisis
◦ Mineral yang dapat dianalisis: arsen, Cu, Pb, timah putih,
Zn.
◦ Pengabuan basah terutama digunakan untuk sampel yang
akan ditentukan trace element & logam-logam beracun.
Kelebihan:

◦ Suhu rendah
◦ Mencegah kehilangan mineral
◦ Alat murah, oksidasi lebih cepat
Kekurangan :

◦ Pereaksi bersifat korosif


◦ Perlu faktor koreksi dari pereaksi
◦ Sampel banyak → kendala
Pengabuan Kering VS
Pengabuan Basah
Cara kering biasa digunakan untuk penentuan
total abu dalam suatu bahan makanan & hasil
pertanian, sedangkan cara basah untuk trace
element.
Cara kering memerlukan waktu yang relatif
lama sedangkan cara basah memerlukan waktu
yang cepat.
Cara kering memerlukan suhu yang relatif
tinggi, sedang cara basah dengan suhu relatif
rendah.
Cara kering dapat digunakan untuk
sampel yang relatif banyak, sedang cara
basah sebaiknya sampel sedikit &
memerlukan reagensia yang kadangkala
agak berbahaya.
Karena menggunakan reagensia maka
penentuan cara basah perlu kondisi
terhadap reagen yang digunakan.

Anda mungkin juga menyukai