Anda di halaman 1dari 10

ASSALLAMUALAIKUM

WR WB

RUKUN, SYARAT DAN SEBAB-SEBAB


MEWARISI

KELOMPOK 2
Feby Febriany (C72219058)
Firda Berliana (C72219059)
Nadia Abdi Fazrul F (C72219067)
A. Rukun Mewarisi

Hukum waris Islam adalah aturan yang


digunakan untuk membagi harta peninggalan
yang berlandaskan dalil di dalam kitab suci Al-
Quran, hadis Nabi, dan kesepakatan para
ulama. Aturan inilah yang dijadikan pedoman
untuk melakukan pembagian warisan.
Adapun rukun-rukun waris ada tiga, yaitu:

 Al-Muwarrith (pewaris)
Yaitu orang yang mewariskan dan yang meninggal dunia. Baik
meninggal dunia secara hakiki, atau karena keputusan hakim,
seseorang dinyatakan mati berdasarkan beberapa sebab.

 Al-Mauruth (harta warisan)


Yaitu harta peninggalan si mayit yang ditinggalkan

 Al-Warith(ahli waris)
Yaitu orang yang akan mewarisi, yang mempunyai hubungan
dengan si muwarrith (pewaris) baik hubungan itu karena
hubungan kekeluargaan (nasab) atau perkawinan.
Tetapi bukan berarti harta tersebut bisa langsung dibagi,
harus diperhatikan, yaitu berupa hak orang lain yang belum
dipenuhi atau dibayarkan oleh muwaris, yakni:

 Hak yang berkaitan dengan Tajhiz Al-mayit, yaitu meliputi


biaya mayit dari dimandikan hingga dimakamkan.
 Hak yang menyangkut kepentingan kredit yakni utang
piutang mayit yang belum lunas.

Hutang-piutang ini ada dua kategori, yakni hak Allah dan hak
Adam. Hak Allah berkaitan dengan hal ibadah seperti zakat,
haji, nadzar, dan sebagainya. Sedangkan hak adam yakni
terkait dengan tanggungan atau hutang terhadap orang lain.
B. Syarat Mewarisi
Dalam hukum waris Islam, penerimaan harta warisan didasarkan
pada asas ijbari, yaitu harta warisan berpindah dengan sendirinya
menurut ketetapan Allah swt tanpa digantungkan pada kehendak
pewaris atau ahli waris. Berikut syarat-syarat mewarisi menurut
Islam:

1. Matinya Muwarrith
Muwarrith adalah orang yang mewariskan. Dalam hal ini,
pewarisan baru terjadi apabila si muwarrith sudah meninggal
dunia. Jika muwarrith masih hidup tidak bisa dikatakan warisan
melainkan sebagai pemberian atau hibah dan tidak diperhitungan
sebagai harta warisan.
Sedangkan matinya muwarrith ada tiga macam, yaitu:

 Mati Haqiqi (kematian yang sejati)


Kematian seseorang yang dapat disaksikan oleh panca indera
dan dapat dibuktikan oleh alat pembuktian.
 Mati Hukmy (menurut keputusan hakim)
Kematian yang ditetapkan oleh keputusan hakim setelah
diadakan pembahasan, penelitian, serta tahqiq dari indikasi-
indikasi yang ada. Misalnya ada orang menghilang dan tidak
diketahui keberadaannya apakah masih hidup atau sudah mati
 Mati Taqdiri (mati menurut dugaan)
Orang yang dinyatakan mati berdasarkan dugaan yang kuat.
Misalnya, orang yang tenggelam dalam sungai dan tidak
ditemukan jasadnya, maka orang tersebut berdasarkan dugaan
yang kuat dinyatakan mati.
2. Hidupnya Warith atau Ahli Waris
Ahli waris berhak mendapatkan warisan dengan syarat ahli waris
tersebut benar-benar hidup ketika muwarrith meninggal dunia dan
mempunyai hubungan baik hubungan nasab atau perkawinan dengan
pewaris.
3. Mengetahui Sebab Menerima Harta Warisan
Penerimaan harta warisan mempunyai kriteria-kriteria tertentu,
seperti mengetahui hubungan antara si mayyit dengan ahli warisnya.
Apakah posisinya sebagai suami, anak, ayah, ibu atau yang lain. Jika
status masing-masing ahli waris tidak diketahui maka tidak akan bisa
dilaksanakan pembagian warisan.
4. Tidak Adanya Penghalang Mendapatkan Harta Warisan
Sebagian ulama memasukkan tidak adanya mani’ atau penghalang
mendapatkan warisan termasuk syarat mendapatkan warisan. Mani’
atau penghalang di sini adalah pembunuhan (al-qatl) dan beda agama
(ikhtilaf al-din).
C. Sebab-Sebab Mewarisi
Sebab-sebab kewarisan adalah sesuatu yang
mewajibkan adanya hak mewarisi jika sebab-
sebabnya terpenuhi. Beberapa sebab mewarisi:
1. Karena Hubungan Perkawinan
Seseorang dapat memperoleh harta warisan
(menjadi ahli waris) disebabkan adanya
hubungan perkawinan antara si mayit dengan
seseorang. Artinya ia menjadi ahli waris karena
ada sebab perkawinan yang sah menurut Islam.
2. Adanya Hubungan Kerabat atau Nasab
Sebab beralihnya harta muwaris kepada pewaris adalah adanya
hubungan silaturrahim atau kekerabatan antara keduanya. Yaitu
hubungan nasab yang disebabkan oleh kelahiran yakni
Nasabiyah, artinya orang yang berhak memperoleh bagian
harta peninggalan karena ada hubungan nasab (darah atau
keturunan) dengan mayyit.

3. Wala’
Yakni hubungan yang tercipta dari tindakan seorang pemilik
budak yang memerdekakan budaknya itu. Kemudian setelah
bekas budak tersebut mampu bertindak hukum dan mempunyai
milik sejumlah harta benda. Bila bekas budak ini meninggal
bekas tuannya menjadi ahli waris tapi tidak untuk sebaliknya.
Sekian, Terimakasih

Wassallamualaikum wr wb

Anda mungkin juga menyukai