Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN

FRAKTUR
Kelompok 5 kelas C :
1. Sri Heni Handayani (112019030153)
2. Merlin Anzani (112019030154)
3. Siti Ikhlasul Fitriyana (112019030155)

4. Annisa Putri Yulia Audina (112019030156)


5. Muhammad Yudhi Kurnianto (112019030158)

6. Anis Fitriyana Dewi (112019030159)


7. Dita Milasari (112019030160)

8. Riyan Yudana (112019030161)


PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall
C. dalam buku Nursing Care Plans and
Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap oleh tulang.
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar (Soedarman, 2000).
ETIOLOGI
1) Kekerasan langsung Kekerasan langsung menyebabkan
patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur
demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung
menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan
otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
MANIFES KLINIK
a. Deformitas
b. Bengkak/edema
c. Echimosis (Memar)
d. Spasme otot
e. Nyeri
f. Kurang/hilang sensasi
g. Krepitasi
h. Pergerakan abnormal
i. Rontgen abnormal
PATHOFISIOLOGIS
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai
kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi
apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah
trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang
segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
1) Faktor Ekstrinsik Adanya tekanan dari luar
yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang
dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik Beberapa sifat yang terpenting
dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas
absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai
fraktur, harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
 Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan

lateral.
 Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan

distal.
 Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang

cidera
 maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan

dengan yang normal)


 Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah

tindakan.
2) Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
 Darah rutin,

 Faktor pembekuan darah,

 Golongan darah (terutama jika akan dilakukan

tindakan operasi),
 Urinalisa,

 Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan

beban kreatinin untuk kliren ginjal).

3) Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika


dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler
akibat fraktur tersebut.
PENATALAKSAAN KEPERAWATAN
Menurut(Rasjad, Chairuddin. 2012), Prinsip terapi fraktur yaitu :
1) Reduksi
Adalah pemulihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur. Reposisi
memerlukan pemulihan panjang serta koreksi deformitas angular dan
rotasional.
2) Imobilisasi.
Bila reposisi telah dicapai, maka diperlukan imobilisasi tempat
fraktur sampai timbul penyembuhan yang mencukupi. Kebanyakan
fraktur ekstremitas dapat diimobilisasi dengan dengan gips fiberglas atau
dengan brace yang tersedia secara komersial. Pemasangan gips yang
tidak tepat bisa menimbulkan tekanan kuIit, vascular, atau saraf.
3) Rehabilitasi
Bila penyatuan tulang padat terjadi, maka rehabilitasi terutama
merupakanmasalah pemulihan jaringan lunak. Kapsula sendi, otot dan
ligamentum berkontraksi membatasi gerakan sendi sewaktu gips/bidai
dilepaskan. Dianjurkan terapi fisik untuk mgerakan aktif dan pasif serta
penguatan otot.
PENGKAJIAN
(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang
dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma,
gelisah, komposmentis tergantung pada
keadaan klien.
(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik,
ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur
biasanya akut.
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada
gangguan baik fungsi maupun bentuk.
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
(g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(j) Paru
(1) Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
(2) Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(3) Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(4) Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
(k) Jantung
(1) Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
(2) Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3) Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(l) Abdomen
(1) Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(2) Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(3) Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(4) Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
DIAGNOSA
a) Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan
tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi,
stress, ansietas
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea,
kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan
oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.
c) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan
muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan
penurunan kekuatan/tahanan.
INTERVENSI
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Nyeri akut Tujuan : nyeri 1. Lakukan 1. Hubungan yang baik
berhubungan dapat pendekatan pada membuat
dengan agen berkurang atau klien dan keluarga. klien dan keluarga
injury fisik hilang. 2. Kaji tingkat kooperatif
Kriteria Hasil : intensitas dan 2. Tingkat intensitas nyeri
- Nyeri berkurang frekwensi nyeri. dan
atau 3. Jelaskan pada klien frekwensi menunjukkan
hilang penyebab dari nyeri. skala
- Klien tampak 4. Observasi tanda- nyeri
tenang. tanda 3. Memberikan penjelasan
vital. akan
5.Melakukankolabora menambah
si dengan tim medis pengetahuanklien
dalam pemberian tentang nyeri.
analgesik 4. Untuk mengetahui
perkembangan klien
5. Merupakan tindakan
dependent
perawat, dimana analgesik
berfungsi untuk memblok
stimulasi nyeri.
Intoleransi Setelah dilakukan 1. Rencanakan 1. Mengurangi aktivitas
aktivitas asuhan periode yang tidak
berhubungan keperawatan Pasien istirahat yang cukup. diperlukan, dan energi
dengan memiliki cukup 2. Berikan latihan terkumpul
kelemahan energi aktivitas dapat digunakan untuk
untuk beraktivitas. secara bertahap. aktivitas
Kriteria hasil : 3. Bantu pasien seperlunya secar optimal.
- Perilaku dalam memenuhi 2. Tahapan-tahapan yang
menampakan kebutuhan diberikan
kemampuan untuk sesuai kebutuhan. membantu proses aktivitas
memenuhi 4. Setelah latihan dan secara
kebutuhan aktivitas kaji respons perlahan dengan
diri. pasien. menghemat
- Pasien tenaga namun tujuan yang
mengungkapkan tepat,
mampu untuk mobilisasi dini.
melakukan 3. Mengurangi pemakaian
beberapa energi sampai kekuatan
aktivitas tanpa pasien pulih
dibantu. kembali
- Koordinasi otot, 4. Menjaga kemungkinan
tulang dan anggota adanya
gerak lainya baik. respons abnormal dari
tubuh
sebagai akibat dari latihan
Hambatan Setelah dilakukan 1. Kaji kebutuhan akan 1. mengidentifikasi masalah,
mobilitas asuhan pelayanan kesehatan memudahkan intervensi.
fisik keperawatan dan 2. mempengaruhi penilaian
berhubungan Tujuan : kebutuhan akan terhadap kemampuan aktivitas
dengan pasien akan peralatan. apakah karena
nyeri, menunjukkan 2. Tentukan tingkat ketidakmampuan
kelemahan tingkat motivasi ataukah ketidakmauan.
mobilitas optimal. pasien dalam 3. menilai batasan kemampuan
Kriteria hasil : melakukan aktivitas optimal.
- penampilan yang aktivitas. 4. mempertahankan
seimbang. 3. Ajarkan dan pantau /meningkatkan
- melakukan pasien kekuatan dan ketahanan otot.
pergerakkan dan dalam hal penggunaan 5. sebagai suaatu sumber
perpindahan. alat untuk
- mempertahankan bantu. mengembangkan perencanaan
mobilitas optimal 4. Ajarkan dan dukung danmempertahankan/mening
yang dapat di pasien katk
toleransi. dalam latihan ROM an mobilitas pasien.
aktif
dan pasif.
5. Kolaborasi dengan
ahli
terapi fisik atau
okupasi.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan
gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit,
maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena
adanya superposisi.
Hal yang harus dibaca pada x-ray:
(1) Bayangan jaringan lunak.
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

Anda mungkin juga menyukai