Anda di halaman 1dari 25

Kelompok 2 kelas 2A:

 Ayu murnila sari(19301005)


 Annisa Safitri Azra (19301004)
 Bayu Setiawan (19301006)
 Desi Mastika (19301007)

pe rpl as ia (BPH)  Leli Nurafriani (19301017)


y
rostatic H
Benign P  M. Bakri (19301018)
 Maice Zafira (19301019)
 Mega Feronita (19301020)
 Rara Febrianti Nasti
(19301031)
 Rudi Sasongko (19301033)
 Rona Bella Octaviani(19301032)
A. Definisi

Hiperplasia prostat Jinak adalah pertumbuhan dari


nodula-nodula finroadenomatosa majemuk dalam prostat.
Lebih dari 50% pria di atas atas usia 50 tahun mengalami
pertumbuhan nodular ini. Jaringan hiper plastik terutama
terdiri dari penjara dengan stroma Fibrosa yang jumlahnya
berbeda beda. Pembesaran jaringan prostat periuretral
Menyebabkan Obstruksi leher kandung kemih dan uretra
pars prostatika, Akibatkan berkurangnya aliran kemih dari
kandung kemih.
B. Anatomi Fisiologi

Struktur reproduksi pria


terdiri dari penis testis(jamak,
testes) dalam kantong skrotum
sistem duktus yang terdiri dari
epididimis (jamak, epididimis),
vas deferens (jamak, vasa
deferens), duktus ejakulatorius,
dan uretra; dan glandula
digestoria yang terdiri dari
vesikula seminalis, kelenjar
prostat, dan kelenjar
bulbouretralis (gambar 1)
Tes-tes bagian dalam terbagi atas lobulus yang terdiri dari tubulus seminiferus, sel-sel
sertoli, dan sel-sel leydig (gambar 2). Produksi sperma, atau spermatogenesis, terjadi pada
tubulus seminiferus. Sel-sel leydig mensekresi testosteron. Pada bagian posterior tiap tiap
testis, terdapat duktus melingkar yang disebut epididimis. Bagian kepalanya berhubungan
dengan duktus seminiferus (duktus untuk aliran keluar) dari testis, dan bagian ekornya terus
melanjut ke vas deferens. Vas deferens adalah duktus ekskretorius testis yang membentang
hingga ke duktus vesikula sekinalis, kemudian bergabung membentuk duktus ejakulatorius.
Duktus ejakulatorius selanjutnya bergabung dengan uretra, yang merupakan saluran keluar
bersama baik untuk sperma maupun kemih. Kelenjar aksesori dia juga mempunyai
hubungan dengan sistem duktus. Proses mengelilingi leher kandung kemih dan uretra
bagian atas. Saluran saluran kelenjar bermuara pada uretra. Kelenjar bolouretralie (kelenjar
cowper) terletak dekat meatus uretra. Penis terdiri dari tiga masa jaringan erektil berbentuk
silinder memanjang yang memberi bentuk pada penis. Lapisan dalamnya adalah korpus
spongiosum yang membungkus uretra, dan dua massa paralel di bagian luarnya, yaitu
korpus kavernosum. Ujung distal penis, dikenal sebagai glans, ditutupi oleh prepusium
(kulup). Prepusium dapat dilepas dengan pembedaan (sirkumsisi, sunat).
Gambar Testes

Gambar A Pandangan Eksternal Gambar B. Potongan Sagital


C. ETIOLOGI

Dihydrotestosteron

Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron

Interaksi stroma – epitel

Berkurangnya sel yang mati


Manifestasi Klinik

TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala yg sering terjadi adalah gabungan dari hal hal berikut dalam derajat
yang berbeda beda: sering berkemih, nokturia, urgensi dengan inkontinesia, ter sendat-
sendat, mengeluarkan tenaga untuk mengalirkan kemih, rasa tidak lampias, inkontinensia
overflow, dan kemih yang menetes setelah berkemih. Kandung kemih Yg teregang dapat
teraba pada pemeriksaan abdomen dan tekanan Suprapubik pada kandung kemih yang
penuh akan menimbulkan rasa ingin berkemih . prostat diraba suatu pemeriksaan rektal
untuk menilai besarnya kelenjar. Obstruksi Pada leher kandung kemih mengakibatkan
berkurangnya atau tidak ada aliran kemih, dan ini memerlukan reseksi bedah pada prostat.
Prostatektomi dapat dilakukan dalam berbagai cara, yang paling sering adalah metode
TANDA DAN GEJALA , Menurut Arora P.Et al 2006

1. Gejala iritatif meliputi :

Peningkatan frekuensi berkemih

Nokturia (terbangun pada malam


hari untuk miksi)

Perasaan ingin miksi yang sangat


mendesak/tidak dapat ditunda
(urgensi)

Nyeri pada saat miksi


(disuria)
2. Gejala obstruktif meliputi :

Pancaran urin melemah Urin terus menetes setelah berkemih

Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung


kemih tidak kosong dengan baik Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi
retensi urin dan

Kalau mau miksi harus menunggu lama

inkontinensia karena penumpukan berlebih.


Volume urin menurun dan harus
mengedan saat berkemih
Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi
Azotemia (akumulasi produk sampah nitrogen) dan
Aliran urin tidak lancar/terputus-putus gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume
residu yang besa
3. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah

(Sjamsuhidajat dan De jong, 2005)

• penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing tak


puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari
Derajat I

• adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan


mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam
Derajat II bertambah hebat.

• timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa
timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke
Derajat III ginjal dan dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.
Patofisiologi

1.Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran awal dan
menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang terjadi pada prostat yang membesar.

2.Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena detrusor membutuhkan waktu
yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.

3.Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi
uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rarasbelum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah
residu urin yang banyak dalam buli-buli.

4.Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap
pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
5. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan
normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama
tidur.
6. Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor
sehingga terjadi kontraksi involunter,
7. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya
penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli
mencapai complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik
melebihi tekanan spingter.
8. Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah
submukosa pada prostat yang membesar.
9. Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau
uretra prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau
retensi urin. Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal
(hidronefrosis) secara bertahap, serta gagal ginjal.
10. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin
tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk
organisme infektif.
Komplikasi

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi


kronik mengakibatkan penderita harusmengejan pada miksi yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan
herniadan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu
endapan yang menambah keluhan iritasidan hematuria. Selain itu, stasis urin
dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme,yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks
menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Urinalisa

Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan radiologis
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Observasi

Terapi medikamentosa

Terapi bedah
• TURP (Transurethral resection of the prostate)
• TUIP (Transurethral incision of the prostate)
• Prostatektomi terbuka
Diagnosa yang dapat muncul yaitu Diagnosa 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen
injuri (pembedahan)
1. Retensi urin berhubungan dengan penyempitan lumen posterior

Kriteria hasil
Kriteria hasil
a. eliminasi urin membaik
a. Mampu mengontrol Nyeri
b. Distensi kandung kemih menurun
b. Rasa Nyeri berkurang
c. urin menetes menurun c. Mampu mengenal Nyeri (Skala,intensitas,frekuensi)
d. Berkemih tidak tuntas berkurang Intervensi
e. Frekuensi BAK membaik d. Kaji skala Nyeri

Intervensi: e. Observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan


f. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengkaji
f. Identivikasi penyebab retensi urin
pengalaman nyeri
g. Catat waktu-waktu haluan berkemih
g. Ciptakan lingkunganm yang nyaman (Suhu
h. Batasi asupan cairan
ruangan,Pencahayaan dan
i. Ambil sampel urin tengah (midstream) atau kultur h. kebisingan)
j. Jelaskan penyebab retensi urin. i. Ajarkan pasien pengobatan non farmakologi (Managemen
k. Ajarkan mengambil posisi yang nyaman Nyeri)
j. Kolaborasikan pemberian analgetik (Anti nyeri)
Diagnosa
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasiv
4. Cemas berhubungan dengan perubahan status
pembedahan kesehatan atau menghadapi proses bedah
Kriteria hasil
a. Klien bebas dari tanda-tanda infeksi Kriteria hasil
b. Mampu mencegah timbulnya infeksi -Mampu mengidentifikasi Cemas
c. -umlah leukosit dalam jumlah normal
-Mampu mengontrol Cemas
d. Menunjukan perilaku hidup sehat
-Vital Sign dalam batas normal
Intervensi
-Menunjukan berkurangnya kecemasan
e. Monitor kerentanan terhadap infeksi
f. Batasi pengunjung intervensi :
g. Pertahankan teknik asepsis-Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah -Gunakan pendekatan yang menenangkan
h. Berikan perawatan luka
-Jelaskan prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
i. Motivasi untuk istirahat
j. Motivasi masukan nutrisi yang cukup -Pahami perspektifpasien terhadap situasi strees
k. Ajarkan Cuci tangan
-Motivasi keluarga untuk menemani
l. Jika terlihat tanda-tanda infeksi colaborasikan dengan dokter
-Identifikasi tingkat kecemasan

-Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya


KASUS BPH

Seorang laki-laki berusia 65 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan


diagnose Benigna Prostat Hypertropy (BPH). Keluhan saat pertama dirawat
adalah tidak bisa kencing/BAK. Hasil pengkajian didapatkan buang air kecil
(BAK) tidak lancer (menetes), merasa nyeri saat BAK dan merasa tidak puas
saat BAK. Pasien saat ini dirawat dengan post TURP hari ke-2 dan sudah
menjalani perawatan selama 3 hari. Pasien terpasang infus RT 20 tetes/menit,
DC dengan cairan WFI irigasi dengan tetesan 100 kali/menit. Pasien mengejan
saat BAB sehingga cairan irigasi berwarna kemerahan dan pasie kesakitan
dengan skala nyeri 6 (NRS). Pemeriksaan TTV didapatkan hasil tekanan darah
130/80 mmHg, frekuensi napas 22 kali/menit, frekuensi nadi
90 kali/menit, dan suhu 370C. saat ini pasien mendapatkan terapi cefobactam
injeksi 3x1 gr, ketesse injeksi 3x1 ampul, kalnex injeksi 3x500mg dan
pantoprazole injeksi 1x400mg.
Asuhan Keperawatan (pengkajian keperawatan yang mungkin muncul,
rencana intervensi keperawatan Gagal Ginjal Kronis / CKD
No Diagnosa Luaran Hasil Intervensi
1 Retensi urine (b/d) penyempitan Manajemen Nafas
Setelah dilakukan tindakan
lumen posteriorKateterisasi urine
Ds: keperawatan 1x24 diharapkan 1. Observasi
• pasien mengelus tidak bisa BAK • Periksa kondisi pasien misalnya kesadaran tanda-tanda vital daerah
• Merasa tidak puas saat BAK KH:
• Eliminasi urin membaik perineal distensi kandung kemih Inkontinensia urin reflek berkemih
Do: • Distensi kandung kemih menurun
• Urin menetes menurun 2. Terapeutik
• Disuria (nyeri saat BAK)
• BAK menetes (Dribbling) • Berkemih tidak tuntas berkurang • Siapkan peralatan, bahan bahan dan ruangan tindakan
• Pasien terpasang infus RT 20 • Frekuensi BAK membaik
tetes/menit, DC dengan cairan WFI • Siapkan fashion bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal
irigasi dengan tetesan 100 kali/menit recumbent untuk wanita dan supinasi untuk laki-laki
• Pasang sarung tangan
• Pasang sarung tangan
• Bersihkan daerah perineal atau posisi museum dengan cairan NaCl
atau aquades
• Lakukan insersi kateter urine dengan menerapkan prinsip aseptik
• Sambungkan kateter urin dengan urine bag
• Isi balon dengan NaCL 0,9% sesuai anjuran pabrik
• Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau di paha
Pastikan kantong urine ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih
Berikan label waktu pemasangan
2. Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urin anjurkan menarik
nafas saat inventer selang kateter

2 Nyeri akut berhubungan dengan agen 1. Observasi


Setelah dilakukan tindakan
injuri fisik (pembedahan)Manajemen
nyeri keperawatan 1x24 diharapkan • Identifikasi lokal, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeriIdentifikasi respons nyeri non verbal
Ds: KH:
Pasien mengeluh nyeri saat BAK (skala • Identifikasi skala nyeri
• Mampu mengontrol Nyeri
6)
• Rasa Nyeri berkurang • Identifikasi faktor memberat dan memperingan nyeri

Do: • Mampu mengenal Nyeri • Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Pasien mengejan saat BAB sehingga (Skala,intensitas,frekuensi • Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
cairan irigasi berwarna kemerahan
Tekanan darah 130/80 mmhg, frekuensi • Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
napas 22 kali/menit
• Monitor pemberian analgetik
2. Terapeutik
• Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
• Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
• Fasilitasi istirahat dan tidur
• Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

3. Edukasi
• Jelaskan penyebab nyeri, periode, dan pemicu nyeri
• Jelaskan strategi meredakan nyeri
• Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
• Anjurkan menggunakan analgetik secara tepatA
• njurkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
MCP BPH
Dx1: retensi urin b.d penyempitan
Dx2: Nyeri Akut b.d Agen Injuri Fisik
lumen posterior
(Pembedahan)
Ds:
Ds:
1. Pasien mengeluh nyeri saat BAK
1. pasien mengelus tidak bisa BAK
(skala 6)
2. Merasa tidak puas saat BAK
Do:
Do:
2. Pasien mengejan saat BAB
1. Disuria (nyeri saat BAK)
sehingga cairan irigasi berwarna
2. BAK menetes (Dribbling)
kemerahan
3. Pasien terpasang infus RT 20
3. Tekanan darah 130/80 mmhg,
tetes/menit, DC dengan cairan
frekuensi napas 22 kali/menit
WFI irigasi dengan tetesan 100
kali/menit
DX: BPH
KA:
1. Gejala iritatif meliputi Peningkatan frekuensi berkemih
2. Gejala obstruktif meliputi :pancaran urin melemah, Rasa
tidak puas sehabis miksi
3. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia,
mual dan muntah

Anda mungkin juga menyukai