Anda di halaman 1dari 10

Pilar Demokrasi

Pancasila dalam
berbagai kehidupan
(Ekonomi)
OLEH
KELOMPOK 5
Anggota Kelompok 5
● Zahra Chaerunnisa Milwan
(N011211003)
● Siti Namirah Putri (N011211033)
● Athaullah Akmal Fawwaz D.
(N011211029)
● Fadhilah Putri Sari A.D
(N011211046)
● Nadia Nurdin (N011211037)
● Aulia Rahmawati (N011211010)
Demokrasi Pancasila
• Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa
Artinya seluk beluk sistem serta perilaku dalam menyelenggarakan kenegaraan RI harus taat asas,
konsisten (sesuai) dengan nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
● Demokrasi dengan kecerdasan
Artinya mengatur dan menyelenggarakan demokrasi menurut UUD 1945 bukan dengan kekuatan naluri,
kekuatan otot, atau kekuatan massa semata-mata.
● Demokrasi yang berkedaulatan rakyat
Artinya kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Secara prinsip, rakyat memiliki atau memegang
kedaulatan. Dalam batas-batas tertentu kedaulatan rakyat dipercayakan pada wakil-wakil rakyat di MPR
(DPR atau DPD) dan DPRD.
• Demokrasi dengan rule of law
Demokrasi dengan aturan hukum mempunyai empat makna penting, yaitu:
1.Kekuasaan negara RI itu harus mengandung, melindungi serta mengembangkan kebenaran
hukum (legal truth) bukan demokrasi ugal-ugalan, demokrasi dagelan atau demokrasi
manipulatif.
2. Kekuasaan negara itu memberikan keadilan hukum (legal justice) bukan demokrasi yang
terbatas pada keadilan formal dan pura-pura.
3. Kekuasaan negara itu menjamin kepastian hukum (legal security) bukan demokrasi yang
membiarkan kesemrawutan atau anarki.
4. Kekuasaan negara itu mengembangkan manfaat atau kepentingan hukum (legal interest) seperti
kedamaian dan pembangunan, bukan demokrasi yang justru mempopulerkan fitnah dan hujatan
atau menciptakan perpecahan, permusuhan dan kerusakan.
• Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan negara
Artinya, demokrasi menurut UUD 1945 mengakui kekuasaan negara RI tak terbatas secara hukum.
Demokrasi dikuatkan dengan pemisahan kekuasaan negara dan diserahkan kepada badan-badan
negara yang bertanggung jawab. Demokrasi menurut UUD 1945 mengenal pembagian dan pemisahan
kekuasaan (division and separation of power), dengan sistem pengawasan dan perimbangan (check and
balances).

• Demokrasi dengan hak asasi manusia

Artinya, demokrasi menurut UUD 1945 mengakui HAM yang


tujuannya bukan saja menghormati hak-hak asasi, melainkan untuk
meningkatkan martabat dan derajat manusia seutuhnya
● Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka
Artinya demokrasi menurut UUD 1945 menghendaki
pemberlakuan sistem pengadilan yang merdeka (independen).
Memberi peluang seluas-luasnya pada semua pihak yang
berkepentingan untuk mencari dan menemukan hukum yang
seadil-adilnya. Di muka pengadilan yang merdeka itu penggugat
dengan pengacaranya, penuntut umum dan terdakwa dengan
pengacaranya mempunyai hak yang sama. Untuk mengajukan
konsiderans (pertimbangan), dalil-dalil, fakta-fakta, saksi, alat
pembuktian dan petitumnya.
• Demokrasi dengan otonomi daerah
Artinya otonomi daerah merupakan pembatasan terhadap kekuasaan
negara, khususnya kekuasaan legislatif dan eksekutif di tingkat pusat
dan lebih khusus lagi pembatasan atas kekuasaan Presiden. UUD 1945
secara jelas memerintahkan pembentukan daerah-daerah otonom pada
provinsi dan kabupaten atau kota. Urusan pemerintahan diserahkan
Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Dengan Peraturan Pemerintah,
daerah-daerah otonom dibangun dan disiapkan untuk mampu mengatur
dan menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan sebagai urusan
rumah
Mewujudkan cita-cita demokrasi ekonomi tidak semudah membalik telapak tangan. Sebab, demokrasi ekonomi adalah ekonomi yang
memberikan mkesempatan yang adil kepada setiap pelaku ekonomi untuk mencapai tujuannya.1 Karena itu, sampai sekarang, refleksi dari
demokrasi ekonomi belum dapat dicapai sepenuhnya. Belum sepenuhnya demokrasi ekonomi dilakukan, menjadikan pelaksanaan demokrasi
ekonomi perlu senantiasa mengalami pembaruan dan penyempuranaan dari waktu ke waktu,sesuai dengan dinamika yang berkembang dalam
kehidupan masyarakat. Upaya terus menerus untuk mencapai tingkat demokrasi yang paling optimal dalam pembangunan ekonomi,
menuntut adanya koreksi yang berkelanjutan secara obyektif dalam prakek dan pelaksanaan demokrasi ekonomi itu sendiri. Hal tersebut
terutama
dalam proses pembangunan ekonomi bangsa. Apakah praktek dan pelaksanaan pembangunan ekonomi selama ini sudah sesuai dan mencapai
bentuk yang mencerminkan pelaksanaan nilai-nilai demokrasi di dalamnya atau belum? Apakah sudah mantap atau belum? Kedua
pertanyaan tadi menjadi alat ukur yang harus selalu dijawab. Perkembangan inilah yang harus dipantau dan dievaluasi secara terus menerus,
kemudian dikoreksi dan disempurnakan.

Dari hasil pengamatan empiris, dapat diungkapkan bahwa secara umum pembangunan ekonomi telah dapat dirasakan hasilnya. Walaupun,
diakui masih terdapat beberapa kekurangan antara lain kesenjangan ekonomi antar pelaku, antar wilayah, antar sektor, dan antar kelompok
pendapatan. Konstitusi maupun GBHN sebenarnya telah memberikan arahan yang cukup jelas ke mana tatanan perkembangan ekonomi kita
seyogyanya akan dibawa. Pertumbuhan yang dipadukan dengan pemerataan sejak semula merupakan tujuan yang ingin dicapai. Pemikiran
yang demikian menghendaki adanya mekanisme yang jelas tentang bagaimana faktor produksi dimanfaatkan untuk mencapai hasil produksi
yang tinggi, yang diperlukan bagi kemakmuran rakyat. Lebih-lebih kita dihadapkan pada berbagai keterbatasan ketersedian faktor produksi.
Dilihat dari faktor sejarah, bahwa para pendiri negara ini merumuskan dasar-dasar negara dilatarbelakangi oleh situasi adanya kesenjangan yang
dalam antara lapisan atas yang lebih beruntung dengan sejumlah besar lapisan bawah yang kurang beruntung pada waktu itu. Tugas kita adalah
menafsirkan Kembali dan menterjemahkan rumusan dasar tersebut dalam bentuk aksiaksi kekinian sesuai masalah-masalah yang dihadapi oleh
bangsa ini. Dalam hal ini tentu kita tidak dapat menghindar diri dari tugas untuk memusatkan perhatian kita pada perbaikan nasib rakyat banyak
yang kurang beruntung itu. Hal ini membawa konsekuensi. Baik strategi maupun program pembangunan, harus memusatkan dana dan daya pada
perbaikan nasib rakyat yang berada dalam keadaan materiil maupun spirituil agak terbelakang. Namun harus dicatat bahwa pemusatan dana dan
daya demikian tidak dimaksudkan untuk mematikan pengusaha besar, karena keberadaan usaha besar sebenarnya dapat berperanserta dalam
proses perbaikan nasib rakyat yang menjadi pelaku usaha kecil dan koperasi. Misalnya dengan membuka peluang keikutsertaan usaha kecil dan
koperasi ke dalam lingkaran kegiatan produksinya melalui kerjasama kemitraan dan sebagainya, sehingga usaha kecil dan koperasi dapat
menyalurkan produksinya dan meningkatkan pendapatannya. Ini adalah salah satu bentuk pemberian peluang kepada wadah ekonomi rakyat
untuk ikut serta aktif dalam proses produksi dan menikmati hasil-hasilnya. Dengan demikian pemusatan dana dan daya dimaksud lebih
diarahkan untuk meningkatkan keberdayaan usaha kecil dan koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat dalam kegiatan pembangunan ekonomi
nasional.

Pada umumnya kelemahan usaha kecil terletak pada lemahnya modal, pengalaman pasar yang minimdan dukungan sumber daya manusia yang
lemah. Penghapusankelemahan-kelemahan inilah yang harus menjadi arah pemusatandana dan daya dimaksud. Dengan kuatnya modal,
membaiknyapengalaman pasar dan berkwalitasnya sumber daya manusia pelakuusaha kecil dan koperasi yang menjadi wadah ekonomi
rakyat,penguasaan faktor-faktor produksi diharapkan dapat lebihterdistribusikan secara adil dan merata. Dan selanjutnya mekanismepersaingan
bebas pasar antara pelaku ekonomi dapat lebih berlangsung secara seimbang dan tidak monopolistik. Sehinggaketersediaan barang produksi di
pasaran dan tingkat harga dapatlebih terjangkau sesuai daya beli masyarakat luas.Kondisi demikian adalah syarat mutlak
terlaksananyademokrasi ekonomi yang bertujuan mencapai sebesar-besarnyakemakmuran rakyat, melalui kegiatan ekonomi yang
melibatkanpartisipasi rakyat banyak, baik dalam prosesnya maupun menikmatihasil-hasilnya.
SEKIAN &
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai