Anda di halaman 1dari 9

EPISTEMOLOGI ILMU

DALAM ISLAM
Definisi epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa yunani “epistem” yang artinya
pengetahuan dan “Logos” yang artinya dikursus. Adalah cabang dari
filsafat yang berkaitan dengan teori pengetahuan.
Epistemologi mempelajari tentang hakikat dari pengetahuan, justifikasi,
dan rasionalitas keyakian.
A. Apa yang dapat diketahui manusia
Manusia adalah khalifah di bumi yang diberikan Allah akal ('aql) dan hati
(qalb).
Ilmu pengetahuan barat hanya mempelajari Ilmu alam (natural science)
dan hanya mengandalkan kajian empiris.
Agama islam mempelajari berbagai rumpun di dalamnya mulai dari Ilmu
alam dan Ilmu humaniora.
Hal-hal gaib dikategorikan dengan hal-hal abstrak untuk dibuktikan
bahwa hal tersebut adalah nyata (real)
B. Cara manusia mengetahui objek-objek ilmu
Jenis Objek Metode Daya/Sarana Cara Kerja Daya/Sarana

Objek Fisik (Mahsusat) Observasi (bayani) Indera (hiss) Mengamati objek

Demonstrasi (burhani) Akal ('aql) Mengabstraksi makna universal


dari data-data inderawi

Objek non- Demonstrasi (burhani) Akal ('aql) Menyimpulkan dari yang


fisik/Metafisik diketahui menuju yang belum
(Ma'qulat) diketahui
Intuitif (irfan) imajinasi kontak langsung dengan objek
(mutakhayyila imajinal yang hadir di jiwa
h)
Intuitif (irfan) Hati (Qalb) Kontak langsung dengan objek
non-fisik yang hadir dalam jiwa
C. SUMBER PENGETAHUAN DAN METODE KEILMUAN

Pengetahuan, sebagaimana dipahami secara umum, adalah segala hal


yang manusia ketahui tentang sesuatu objek (Santoso, 1992: 12), sementara
objek yang dapat diketahui oleh manusia, menurut epistemologi Islam
seperti telah dijelaskan di muka, mencakup objek-objek fisik, inderawi, dan
objek-objek non-fisik, metafisik.
Dengan begitu, hubungan antara pengetahuan dan objek sangat erat,
yaitu tidak akan ada pengetahuan tentang sesuatu objek (fisik atau non-
fisik) bila objek itu sendiri tidak ada. Ketika kita bertanya dari mana objek
yang kita ketahui itu berasal, maka kita sebenarnya berbicara tentang
sumber pengetahuan.
 ETOS DAN KODE ETIK KEILMUAN
Pengembangan ilmu, selain harus jelas objek dan ketepatan metodenya,
memerlukan etos keilmuan dan kode etik. Etos diperlukan sebagai
semangat pencarian yang memotivasi pengembangan ilmu. Sementara
kode etik diperlukan sepanjang proses pengembangan ilmu sejak awal
sampai akhir, bahkan dalam penerapannya.
A. ETOS KEILMUAN
Etos keilmuan terlihat pada penyadaran etis bahwa Tuhan selain
Pencipta juga Pemurah yang memberikan ilmu kepada manusia lewat hasil
goresan pena-Nya.
Semangat keilmuan tampak pada ayatayat: “Dan (Tuhan) mengajarkan
kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya” [Q.S. al-Baqarah (2): 31];
dan “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya” [Q.S. al-
Baqarah (2): 37].
B. KODE ETIK KEILMUAN
Sebuah tawaran tentang kode etik Islami untuk pengembangan ilmu
telah direkomendasikan dalam sebuah seminar internasional tentang
Pengetahuan dan Nilai di Stockholm, Swedia, 1981. Tawaran kode etik yang
dimaksud masih bersifat umum, terdiri dari sepuluh nilai, yaitu tauhîd
(keesaan/kesatuan), khilâfah (perwakilan), `ibâdah, `ilm, halâl, harâm, `adl
(keadilan), zhulm (penindasan), istishlâh (kepentingan umum), dan dhiyâ`
(pemborosan/kesia-siaan) (Sardar, 1988: 7-8).
Dari kesepuluh nilai itu, nilai yang paling mendasar adalah tauhîd yang
biasanya bermakna keesaan Tuhan: Allah itu Esa, tidak mempunyai patner,
dan tidak ada satu pun yang patut disembah kecuali Dia.
C. WACANA INTEGRASI KEILMUAN
Bangunan integrasi keilmuan dalam khazanah Islam telah menjadi
kajian mendalam oleh sejumlah intelektual muslim.
Sekurang-kurangnya ada tiga model paradigma atau konsep dasar
keiolmuan ketika orang membangun sains Islam, yaitu:
1. islamisasi ilmu pengetahuan,
2. pengilmuan Islam, dan
3. integrasi-interkoneksi keilmuan.

Anda mungkin juga menyukai