Anda di halaman 1dari 16

FRAKTUR TIBIA

NUHERIAH
9153294910.024
PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak
atau patahnya tulang yang utuh yang biasanya
disebabakan trauma/ ruda paksa atau tenaga fisik yang
ditentukan jenis dan luas trauma (lukman 2007, hal
26)
Patofisiologi
Fraktur dapat terjadi karena trauma/ruda paksa sehingga dapat
menimbulkan luka terbuka dan tertutup
Fraktur luka terbuka memudahkan mikrorganisme masuk ke dalam
luka terseut dan akan mengakibatkan luka infeksi, pada fraktur dapat
mengakibatkan terputusnya kotinuitas sendi, tulang, bahkan kulit
pada fraktur terbika sehingga merangsang nosiseptor sekitar untung
mengeluarkan histamin bradiklini dan prostatglanding yang akan
merangsang A – detla untuk menghantarkan rangsangan nyeri ke
sum-sum tulang belakang kemudia dihantarkan oleh serabut-serabut
saraf eferen yang masuk ke spinal melalui dorsal root
Implus – implus nyeri menyebrangi sum-sum tulang belakang pada
interneuron – interneouron yang bersambung dengan jalur spinal
asendens yaitu spinotalamic stract dan spinolratikuler stract
merupakan sistem yang diskriminatif dan membawa informasi
mengenai sifat dan lokasi dari stimulus kepada talamus kemudian ke
korterk untuk diinterprestasikan sebagai nyeri.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Rontgen
Untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur.
CT Scan/ MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
Pemeriksaan Laboratorium
Hb (Hemoglobin) mungkin meningkat (Hemokonsentrasi) atau
juga dapat menurun (perdarahan).
Leukosit meningkat sebagai respon stress normal setelah trauma.
Kreatinin, trauma meningkatkan beban kreatinin untuk klien
ginjal.
Arteriogram, dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
Penatalaksanaan Medis
Tindakan umum menurut Handerson (1997:222) yaitu:
Reposisi
Setiap pergeseran atau angulasi pada ujung patahan harus direposisi dengan
hati-hati melalui tindakan manipulasi yang biasanya dengan anestesi umum.
Imobilisasi
Untuk memungkinkan kesembuhan fragmen yang diperlukan:
 Fiksasi Interna. Ujung patahan tulang disatukan dan difiksasi pada operasi
misalnya : dengan sekrup, paku, plat logam.
 Fiksasi Interna. Fraktur diimobilisasi menggunakan bidai luas dan traksi.
Fisioterapi dan mobilisasi
Untuk memperbaiki otot yang dapat mengecil secara cepat jika tidak dipakai.
Penatalaksanaan medis dengan ORIF
ORIF atau Open Reduction Internal Fixation adalah reduksi terbuka dari
fiksasi internal di mana dilakukan insisi pada tempat yang mengalami
fraktur.  Kemudian direposisi untuk mendapatkan posisi yang normal dan
setelah direduksi, fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat
orthopedik berupa pen, sekrup, plat dan paku (Price,1996:374).
Penatalaksanaan Keperawatan
Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin:
Berikan toksin anti tetanus
Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dan negatif.
Dengan teknik debridement.  Prosedur teknik debridement adalah:
melakukan nekrosis umum atau anestesis lokal bila luka ringan dan kecil,
bila cukup luas pasang tourniquet, cuci seluruh ekstremitas selama 5-10
menit, kemudian lakukan pencukuran, luka diirigasi dengan hall steril,
lakukan tindakan desinfeksi dan pemasangan duk, eksisi luka lapis demi
lapis mulai dari kulit, sub kulit fasia otot, eksisi otot-otot yang tidak vital dan
dibuang, lalu buang tulang-tulang kecil yang tidak melekat periosteum. 
Pertahankan program tulang besar yang perlu untuk stabilitas, luka fraktur
terbuka dan lalu dibiarkan terbuka dan perlu ditutup satu minggu, kemudian
setelah edema menghilang (secondary sature) atau dapat juga hanya dijahit
pada situasi bila luka tidak terlalu terbuka atau lebar (jahit luka jarang).
Etiologi
Menurut Long (1996:357) dan Reeves (2001:248), faktor-
faktor yang dapat menyebabkan fraktur adalah:
 Benturan dan cidera (jatuh pada kecelakaan).
 Fraktur patologik, kelemahan tulang karena
penyakit/osteoporosis.
 Patah karena letih, patah tulang karena otot tidak dapat
mengabsorbsi energi, seperti karena berjalan kaki yang terlalu
jauh.
 Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan
yang berlebihan pada tulang.  Fraktur sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan
kecelakaan kendaraan bermotor.
Manisfestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2002:2358), manifestasi klinis fraktur adalah:
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai tulang
diimobilisasi.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
Deformitas (terlihat maupun teraba).
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainnya.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Anamnese
Klien MRS jam 09.40 dengan keluhan utama nyeri pada kaki kiri setelah
mengalami KLL kurang lebih dua jam yang lalu.
Klien mengeluh kaki kirinya tidak bisa digerakkan karena nyeri seperti
ditusuk-tusuk secara terus menerus
Klien nampak meringis kesakitan, skala nyeri 8
Tampak kaki kiri klien tidak bisa digerakkan
5 5
Kekuatan otot 5 0

 keaadan umum lemah


TTV :
TD : 110/70 MMHg
N : 90 x /menit
P : 24 x/menit
S : 36 oC
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen cidera fisik ditandai dengan
DS :
Klien mengluh nyeri pada kaki kirinya seperti
tertusuk-tusuk secara terus menerus, skala nyeri 8
DO :
KU lemah
Tampak meringis kesakitan
TD 110/70 MMHg
2. Hambatan mobilitas fisik b/d penurunan kekuatan otot
ditandai dengan
DS :
Klien Mengatakakn kaki kirinya tidak bisa digerakkan
DO :
Nampak kaki kiri klien tidak bisa digerakkan
kekuatan otot
TTV :
TD : 110/70 MMHg
N : 90 x /menit
P : 24 x/menit
S : 36 oC
3. Resiko jatuh b/d gangguan mobilitas fisik ditandai
dengan
DS :
Klien Mengtakan kaki kirinya tidak bisa digerakkan
DO :
 Gangguan mobilitas fisik
 Kesulitan berjalan
 Penurunan kekuatan ekskreminitas bawah sinestra
Tindakan Keperawatan
Mengobservasi klien
Membersihkan luka
Memasang infus
Mengkaji tingkat nyeri secara komprehensif
Menganjurkan klien untuk teknik relaksasi nafas
dalam
Menganjurkan klient untuk tenang dan istirahat
Koloborasi untuk pemberian obat.
Evaluasi Keperawaatan (SOAP)
1. DX : Nyeri
S : Klien mengatakan masih nyeri
O : Klien nampak meringis kesakitan, KU lemah, TTV :
TD 110/70 MMHg, N : 90 x/menit, P : 24 x/menit,
S : 36oc
A : masalah nyeri belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan klien dipindahkan ke ruang
perawatan
2. DX : Hambatan Mobilitas fisik
S : Klien mengatakan kaki kirinya tidak bisa
digerakkan.
O : Tampak kaki kirinya tidak bisa digerakkan
kekuatan otot
A : Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan diruang perawatan
3. DX : Resiko Jatuh
S : Klien mengeluh tidak bisa berjalan, klien
mengatakan kaki kirinya tidak bisa digerakkan
O : KU lemah, penurunan kekuatan ekskreminitas
bawah sinestra
A : Masalah resiko jatuh belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan di ruang perawatan.

Anda mungkin juga menyukai