Anda di halaman 1dari 9

Kasus

Seorang laki-laki, usia 28 tahun datang ke IGD dengan kecelakaan lalu lintas. Terdapat
robekan celana dan perdarahan di paha kanan atas, tampak kesakitan, wajah pucat dan
gelisah. Keluarga pasien mengatakan kecelakaan bermotor dan di tabrak mobil dari arah
belakang. Hasil pengkajian pada paha kanan terdapat luka robek sekitar 10 cm, luka
rembes banyak keluar, tampak bengkak, daerah akral dingin dan pucat, CRT > 3 detik,
TTV TD 100/70 mmHg, frekuensi Nadi 105x/menit, frekuensi nafas 23x/menit, Suhu 37C.
Hasil rontgen terdapat fraktur pada Femur Dextra..
1. Jelaskan tentang FRAKTUR FEMUR meliputi :
a. Pengertian
Fraktur adalah gangguan terputusnya kontinuitas tulang femur yang bisa terjadi
akibat trauma langsung yang berat (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian).

b. Tanda dan gejala


 Deformitas
 Edema
 Echumosis dari pendarahan subculaneosis
 Spasme otot
 Keempukan (tendemess)
 Nyeri disebabkan spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan
struktur didaerah yang berdekatan
 Kehilngan sensasi (mati rasa)
 Pergerakan abnormal
 Syok hipovolemik karena hilang banyak darah
 Krepitasi

c. Komplikasi
 Pendarahan :
Terjadi pada tulang panjang ( femur tibia , fibula & humerus )
Fraktur femur ( 1-4 L )
Fraktur tibia fibula ( ½ -1 L )
Fraktur humerus ( ½ - ¾ L )
Fraktur pelvis ( 1-5 L )
Fraktur spine ( 1-2 L )
 Emboli paru
 Emboli lemak
 Gas gangren
 Tetanus
 Infeksi
 Sindrom kompartemen

d. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan


 Tipe tulang (cencellous lebih cepat dari kortikal)
 Tipe fraktur (fraktur tranfesal lebih lama daripada fraktur spiral)
 Aliran darah (pembuluh darah rusak, lebih lama sembuh)
 Keadaan umum (tulang sehat lebih cepat sembuh)
 Usia (pada anak dgn fraktur lebih cepat sembuh)
e. Penatalaksanaan :
 terapi konservatif
- protekti faktur (tanpa reduksi atau imobilisasi
untuk mencegah trauma lebih lanjut dgn cara memberikan sling (mitela) pada
anggota gerak bawah
- immobilisasi dgn bidai eksterba (tanpa reduksi)
memberikan sedikit immobilisasi biasanya hanya menggunkan gips atau
semacam bidai plactic/metal
- reduksi tertutup dengan manipulasi dan immobilisasi eksterna menggunakan
gips.
- Traksi (penarikan)
Untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dapat dipasang
gips setelah tidak sakit lagi. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban
<5kg
 terapi operatif
- reposisi tertutup – fiksasi eksterna
- reposisi tertutup dengan control radiologi diikuti fiksasi interna
2. Jelaskan masalah keperawatan yang terdapat pada pasien, beserta intervensi dan
kriteria hasil berdasarkan [SDKI- SIKI dan SLKI]
a. Analisa Data

No Data Penyebab Masalah


Keperawatan
1 Ds : keluarga pasien trauma berat Nyeri akut
mengatakan kecelakaan (kecelakaan lalu lintas)
bermotor dan di tabrak mobil
dari arah belakang
terputusnya kontinuitas
Do : tulang femur
 P: trauma langsung akibat
kecelakaan lalu lintas
 Q : tampak bengkak
Luka robek
didaerah paha
 R : pada paha kanan
terdapat luka robek sekitar Nyeri akut
10 cm, luka rembes banyak
keluar
 S : skala nyeri 8
 T : nyeri dirasakan setelah
terjadi kecelakaan.
 Pasien tampak meringis,
wajah pucat
 TTV TD 100/70 mmHg
 frekuensi Nadi 105x/menit
 frekuensi nafas 23x/menit
 Suhu 37C

2 Ds: Penurunan kekuatan Gangguan
otot mobilitas fisik
Do:
 Pasien tampak sulit
menggerakan kaki
 Kekuatan otot menurun Trauma berat
 Tampak Aktivitas sehari sahari
klien terganggu
Nyeri saat bergerak

Aktivitas sehari hari


terganggu
Bedresh total

Gangguan mobilitas fisik


Ds: -
3 Trauma jaringan Perfusi perifer
Do:
 Tampak daerah akral dingin tidak efektif

dan pucat Edema


 Tampak wajah pucat dan
gelisah berkurangnya aliran
 Capilary refil 3>detik darah dan compresi
saraf sekunder

b. Diagnosa Keperawatan
- Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan
- Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan berkurangnya aliran darah dan
compresi saraf sekunder dari edema
- Resiko pendarahan berhubungan dengan trauma jaringan

c. Intervensi Keperawatan dan kriteria hasil


1. Nyeri akut b.d trauma jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maka
tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil yang diharapkan :
Nyeri berkurang sampai hilang secara bertahap 5
Kesutitan tidur menurun 5
Sikap protektif menurun 5

Intervensi
Manajemen nyeri
- Identifikasi penurunan tingkat nyeri
- Identifikasi teknik relaksasi yang pernah di gunakan
- Monitor respon terhadap terapi relaksasi
- Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan
- Berikan informasi prosedur teknik relaksasi
- Gunakan suara lembut dan irama lambat dan berirama
- Anjurkan mengambil posisi nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
- Anjurkan sering mengulangi teknik relaksasi yang dipilih
- Demonstrasi dan latih teknik relaksasi ( misal: peregangan)

2. Perfusi perifer tidak efektif b.d berkurangnya aliran darah dan compresi saraf
sekunder dari edema
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam maka perfusi
perifer meningkat. Dengan kriteria hasil :
Denyut nadi perifer meningkat 5
Warna kulit pucat menurun 5
Akral membaik 5

Intervensi
Manajemen sensasi perifer
- identifikasi penyebab perubahan sensasi
- monitor terjadinya parestesia
- monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena

3.. Gangguan mobilitas fisik B.d kekauan sendi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maka mobilitas
fisik meningkat dengan kriteria hasil yang diharapkan :
pergerakan ekstremitas meningkat 5
kekuatan otot meningkat 5

Intervensi
a. Identifikasi adanya nyeri
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
c. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
d. Fasilitasi melakukan pergerakan
e. Libatkan keluarga untuk membantu mobilisasi
f. Ajarkan mobilisasi sederhana, misal : duduk ditempat tidur

3. Jelaskan tentang PEMBIDAIAN meliputi :


a. Pengertian
suatu alat imobilisasi eksternal yang bersifat kaku dan bidai ini dipasang dengan
menyesuaikan kontur tubuh namun tidak dianjurkan pada fraktur terbuka. bidai
merupakan suatu alat yang di gunakan dalam melakukan imobilisasi pada fraktur
atau tulang yang patah.

b. Tujuan balut tekan dan pembidaian


 Tujuan balut tekan
untuk meminimalisir resiko terjadinya kerusakan jaringan guna mencegah
keparahan kondisi, mengurangi rasa sakit, serta mencegah kecacatan dan infeksi
(Susilowati, 2015). Tujuan lain dari pembalutan yaitu melindungi luka terbuka
terkontaminasi, menghentikan perdarahan, memperbaiki suhu tubuh,
melekatkan sesuatu seperti obat dan balut digunakan sebagai perlindungan
(protection), kompresi (compression), fiksasi (fixation), pendukung
(supporting), pemakaian jangka panjang (extended wear), dan memperbaiki
(redressing).
 Tujuan pembidaian
Tujuan Pembidaian yaitu sebagai sarana imobilisasi dan fiksasi eksternal yang
berfungsi mencegah terjadinya kecacatan, dan mengurangi rasa nyeri. bidai
digunakan betujuan sebagai proteksi luka guna meminimalisir keparahan pada
luka, mengurangi rasa sakit, dan sebagai penopang bagian badan yang terluka.

c. Persiapan alat
 Persiapan pasien dalam melakukan pembidaian yang pertama adalah
menempatkan pasien pada posisi yang terbaik agar seluruh bagian yang
mengalami cedera dapat diakses dengan mudah, lalu melepaskan seluruh
perhiasan dan pakaian pada bagian tubuh yang akan dibidai. Kemudian, lakukan
pemeriksaan fisik dengan cermat pada bagian yang mau dilakukan pembidaian,
termasuk denyut nadi pada distal area yang cedera, fungsi motorik dan sensorik.
Perawatan luka pada area kulit maupun jaringan penyambung lainnya perlu
dilakukan sebelum memasang bidai. Selain itu, dilakukan reduksi apabila
diperlukan. Analgesik maupun anestesi mungkin diperlukan pada prosedur
pembidaian, terutama apabila perlu dilakukan reduksi terlebih dahulu.
Pada fraktur terbuka, maka perlu dilakukan kontrol perdarahan terlebih dahulu
serta mengembalikan fragmen tulang yang “menonjol” keluar lewat luka.
Apabila perdarahan sudah dikontrol, maka baru dilakukan pembidaian.
Pada keadaan dislokasi sendi, maka perlu dilakukan reduksi tertutup terlebih
dahulu untuk merelokasi sendi. Kemudian pembidaian baru dilakukan untuk
mempertahankan ekstremitas pada posisi anatomisnya. Apabila tidak ada tanda-
tanda gangguan vaskular atau keadaan yang mengancam terjadinya kerusakan
kulit, serta gangguan hemodinamik, maka perlu dilakukan rontgen sebelum
diberikan terapi.
 Peralatan
Petugas kesehatan yang akan melakukan pembidaian perlu menggunakan alat
pelindung diri (APD). Untuk pembidaian itu sendiri, alat dan bahan tergantung
dari jenis bidai yang digunakan. Untuk soft splint, maka bidai yang digunakan
dapat berupa plaster atau perban elastik dengan klip plester, dapat juga berupa
keluaran pabrik seperti posterior splint. Untuk bidai keras yang konvensional
dapat menggunakan bahan kayu yang diberikan bantalan (padding) sehingga
memberikan ruang pada keadaan edema akut. Panjang bidai harus melewati 2
sendi yang berhubungan dengan bagian yang akan dibidai. Di indonesia, bidai
yang masih sering digunakan pada terutama kasus fraktur adalah bidai yang
terbuat dari kayu yang dibalut dengan kapas dan perban (spalk), dengan
panjang kayu melewati dua sendi bagian yang cedera dan jumlah minimal 2
spalk pada ekstremitas atas, 3 spalk untuk ekstremitas bawah. Untuk wrist
splint biasanya tersedia dalam bentuk yang sudah jadi dari pabrik, terbuat dari
fiberglass atau plaster dengan ketebalan yang berbeda-beda. Untuk traction
splint, terdapat set yang dapat disesuaikan dengan panjang tungkai bawah
pasien serta ankle strap-nya.
Selain itu, ada pula thermoplastic splints. Bidai ini bisa dibentuk sesuai
keperluan dan cocok digunakan untuk berbagai jenis keperluan, termasuk
sindrom terowongan Karpal dan rheumatoid arthritis. Thermoplastic splints
dapat dibagi menjadi 3 jenis. Jenis yang tidak memerlukan panas dapat terbuat
dari material seperti fiberglass atau karet silikon. Jenis temperatur rendah (60-
77 C) dapat terbuat dari material seperti plastik dan karet, cocok digunakan
untuk ekstremitas atas atau area yang tidak membutuhkan tenaga yang besar.
Jenis temperatur tinggi (149-177 C) lebih cocok digunakan pada cedera spinal
dan ekstremitas bawah yang membutuhkan tenaga lebih besar.
 Posisi Pasien
Pada pembidaian, tidak ada posisi yang khusus, namun disesuaikan dengan
bagian yang akan dilakukan pembidaian. Pada bagian ekstremitas bawah, posisi
yang disarankan adalah supinasi karena mempermudah pemasangan bidai serta
traksi apabila diperlukan.

d. Prinsip pemasangan bidai


 Lakukan pembidaian pada tempat dimana anggota badan mengalami
 cedera (korban yang pindah)
 Lakukan pembidaian pada dugaan terjadinya patah tulang, jadi tidak perlu
 dipastikan terlebih dahulu ada tidaknya patah tulang
 Melewati minimal dua sendi yang berbatasan
 Untuk pemasangan splak pada saat pemasangan infus pada bayi dan anakanak
 yang hiperaktivitas bertujuan agar tidak bergeser
 Bahan pada bidai merupakan bahan yang tidak mudah patah dan tidak lentur.
 Panjang bidai minimal mampu melewati dua sendi.
 Pemasangan bidai tidak boleh dipasang diatas luka atau fraktur.

e. Mekanisme dan teknik pembidaian


1. Melihat bagian tubuh mana yang akan dibidai.
2. Melepaskan pakaian atau perhiasan yang menutupi tempat untuk mengambil
tindakan.
3. Memperhatikan tempat yang akan dibidai dengan menjawab pertanyaan
berikut :
a. Bagian dari tubuh yang mana.
b. Apakah ada luka terbuka atau tidak.
c. Bagaimana luas luka tersebut.
d. Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak.
4. Melakukan pembidaian dengan melewati dua sendi.
5. Hasil pembidaian :
a. Harus cukup jumlahnya, dimulai dari bagian bawah tempat yang patah.
b. Tidak kendor dan keras.

Anda mungkin juga menyukai