Anda di halaman 1dari 12

IRA IMAWATI

1113671233
Latar Belakang Masalah
Pada saat ini system kontrak dan Outsoursing telah diatur
dalam UU tentang ketenagakerjaan No.13 tahun 2003
Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Outsoursing menurut pasal
4A UU Nomor 42 tahun 2009 Jasa Tenaga Kerja termasuk jenis
jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai
Mengenai ketentuan Pajak Pertambahan Nilai terhadap jasa
tenaga kerja lebih rinci diatur Peraturan Menteri Keuangan
PMK No. 83/03/2012 dan diberikan melalui Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-47/PJ/2012. Berdasarkan
regulasi tersebut, apabila merujuk pada ketentuan yang
disyaratkan oleh PMK Nomor 83 tahun 2012 maka jasa
outsoursing tidak termasuk Jasa Tidak Kena Pajak karena tidak
memenuhi persyaratan kumulatif yang tertuang dalam regulasi
tersebut. Maka penyerahan Jasa Outsoursing merupakan objek
Pajak Pertambahan Nilai.
TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui dasar pemikiran adanya dua
dasar pengenaan pajak atas jasa outsoursing?
2. Untuk mengetahui penentuan dasar pengenaan
pajak pertambahan nilai atas jasa outsoursing diniai
dari asas Certainty?
3. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi pada
saat penerapan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
83 tahun 2012?
METODE PENELITIAN
Analisis data dilakukan secara kualitatif karena
peneliti ingin mengemukakan penjelasan yang lebih
mendalam lebih banyak mengenai suatu peristiwa
yang terjadi. Penelitian kualitatif pada dasarnya
menentukan atau menggali suatu teori (baru) dan
penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara induktif.
Melakukan studi kasus dengan narasumber yang
menggunakan pedoman wawancara. Data berupa teks
hasil wawancara dengan narasumber merupakan data
primer.
Deskripsi Objek Penelitian
PT Blasosem Putra telah memenuhi syarat untuk
dapat dikatakan sebagai wajib pajak perusahaan
dalam negeri karena merupakan badan usaha yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia dimana
usaha yang dilakukannya adalah penyedia jasa
Sumber Daya Manusia
Kewajiban perpajakan Pajak Pertambahan Nilai yang
dilakukan PT. Blasosem Putra telah sesuai dengan UU
no 42 thn 2009 dan peraturan Menteri Keuangan No.
PMK 83/03.12
Dasar pemikiran adanya Dua Dasar Pengenaan Pajak
pada Penyerahan Jasa Outsoursing
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/02/2012 mengatur
dua jenis Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
sebagai dasar penentuan pajak terutang, yakni:
• Penggantian, meliputi jumlah yang diminta atau yang
seharusnya diminta oleh pemberi jasa atas penyerahan jasa
penyediaan tenaga kerja termasuk didalamnya imbalan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan sejenisnya.
• Nilai lain, dalam hal didalam tagihan atas penyerahan jasa
penyediaan tenaga kerja dirinci dalam Faktur Pajak dengan
memisahkan antara tagihan atas penyerahan jasa penyediaan
tenaga kerja yang diterima oleh pengusaha jasa dan imbalan
yang diterima oleh tenaga kerja.
Kebijakan Penentuan Dasar Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai atas Jasa Outsoursing ditinjau dari
Asas Certainty
Kepastian hukum merupakan tindakan dari penguasa atau
lembaga yang berwenang terhadap masyarakat dengan
didasarkan pada suatu kekuatan hukum. Dalam perpajakan
kepastian hukum diperlukan sebagai panduan dan kekuatan
hukum dalam melaksanakan suatu pemungutan.
 Maka dengan dikeluarkannya PMK Nomor 83/03.2012 ini
aturan mengenai kegitan jasa tenaga kerja memiliki kekuatan
hukum yang lebih pasti. Berbeda dengan sebelumnya yang
hanya Surat Edaran SE -05/PJ.53/2003.
Adanya dua Dasar Pengenaan Pajak ini tentunya dapat menjadi
masalah apabila tidak adanya pengawasan yang sungguh-
sungguh dari pemerintah. Dalam tidak menentukan kebijakan
pemerintah harus dapat memberikan kepastian baik atas
cakupan objeknya maupun mengenai aturan dalam penetapan
pajak terutangnya dalam hal ini Dasar Pengenaan Pajak.
Hambatan Dalam Pelaksanaan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2012
Terkait dengan kebijakan pemerintahan mengeluarkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2012 pada 7
Juni 2012 tidaklah serta merta dapat berjalan dengan baik,
adanya perubahan dan perbedaan dengan peraturan
sebelumnya yakni Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-05/PJ.53/2003.
Ketika sebuah kebijakan dikeluarkan maka sebaiknya adanya
sosialisai mengenai kebijakan tersebut karena beberapa hal
dalam kebijakan tersebut belum tentu dimengerti oleh
pengusaha.
Hal ini tentu berdampak pada pajak terutang ketika perusahaan
memakai dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yang
harusnya memakai Kode 04, ketika perusahaan tersebut
ternyata salah dalam penggunaan kode nya maka akibat yang
ditimbulkan dapat dinilai bahwa pajak terutang nya Kurang
Bayar.
Kesimpulan
Keberadaan dua dasar pengenaan pajak atas jasa
Outsoursing yang tercakup dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 83 Tahun 2012.Dasar pengenaan
pajak dengan nilai lain dianggap sesuai dengan
konsep Value added, dimana yang seharusnya pajak
pertambahan nilai dikenakan biaya atas penyerahan
jasanya saja dan mengecualikan biaya gaji
Kebijakan Dasar Pengenaan Pajak atas jasa
Outsoursing memiliki kekuatan hukum yang lebih
pasti

Anda mungkin juga menyukai