DALAM SISTEM
PENGANGGARAN
Break Even Point
Pengertian Dan Konsep Analisa
Break even adalah suatu keadaan dimana
penghasilan dan penjualan hanya cukup untuk
menutup biaya, baik bersifat variabel maupun yang
bersifat tetap.
Analisa faktor perubah jumlah keuntungan ;
1) Harga jual produk: naik atau turunnya harga jual
akan berpengaruh terhadap penghasilan dari
penjualan.
2) Jumlah unit yang terjual: juga perubahan dari
jumlah unit terjual akan secara langsung
mempengaruhi penghasilan penjualan.
3) Biaya produksi dan/atau biaya usaha: yang
terakhir ini akan mempengaruhi biaya keseluruhan
yang harus diperhitungkan terhadap hasil
penjualan. 2
Break Evan Point
Manfaat Analisa Break Even Point
Karena anggaran perusahaan adalah alat bantu
manajemen di bidang perencanaan dan pengawasan,
maka penggunaan alat BEP dalam system
penggangaran harus menggunakan data anggaran.
6
Pendekatan per Unit
Pada tingkat penjualan terendah (100.000unit atau Rp 2.500.000) perusahaan akan menderita kerugian
Rp 600.000,- dan pada tingkat penjualan tertinggi (200.000 unit tu Rp 5.000.000) akan memperoleh
keuntungan Rp 600.000,- .
Volume BEP pada penjualan 150.000 unit dengan penghasilan penjualan 8
Rp 3.750.000. TR=TC sehingga pada tingkat tersebut laba perusahaan sama dengan 0.
Produksi/Penjualan (Dalam Ribuan Rupiah)
100.000 125.000 150.000 200.000
Penghasilan Rp25 2.500 3.125 3.750 5.000
Biaya : VC Rp13 1.300 1.625 1.950 2.600
FC (1th) 1.800 1.800 1.800 1.800
TC 3.100 3.425 3.750 4.400
Laba anggaran -600 -300 0 +600
11
Break even dicapai pada tingkat penghasilan sebesar
Rp 3.750.000,- (Y) atau 150.000 unit (X).
Cara penggambaran disebelah kanan lebih tepat,
menunjukkan biaya variabel-lah yang lebih relevan
untuk ditutup terdahulu sebelum penghasilan
penjualan itu digunakan untuk menutup biaya tetap.
Dengan demikian meneruskan produksimaka kerugian
perusahaan akan lebih kecil bila dibandingkan dengan
kerugian yang harus dipikul akibat menghentikan
produksi.
12
Pendekatan Secara Arithmatik
Penjualan dianggarkan 200.000 @ 25 =5.000.000
Atas dasar Keseluruhan (Rp)
𝑻𝑭𝑪
𝑩𝑬= Atas dasar per Unit
𝑻𝑽𝑪
𝟏−
𝑷𝒆𝒏𝒋𝒖𝒂𝒍𝒂𝒏
1.800.000
BE =
1- 2.600.000
5.000.000
1.800.000
= 1- 0,52
= Rp 3.750.000
13
Rumus BEP secara keseluruhan :
TVC 2.600.000
TR =
5.000.000 = 0,52 atau 52%
Juga disebut sebagai variabel cost ratio, sebesar 52% dari keseluruhan
penghasilan atau 52% dari setiap Rp 1,- penghasilan yang diperoleh
dari penjualan, akan terpakai untuk menutup biaya variabel. Sehingga
sisanya 48% disebut profit volume ratio.
Oleh karena itu perusahaan akan mengusahakan agar variabel cost
ratio ditekan serendah mungkin atau volume ratio dinaikkan setinggi
mungkin.
14
Akibat perubahan asumsi terhadap tingkat Break Event
Kenaikan harga jual akan berakibat turunnya Variable cost ratio dari 52% menjadi 47,3%.
Sehingga bagian penghasilan yang tersedia untuk menutup biaya tetap menjadi lebih besar (dari
48%menjadi 52,7%).
Oleh karena itulah break even dicapai pada tingkat penjualan yang lebih rendah.
15
(b) Biaya variabel naik dengan 10 %, sedang data lainnya tidak berubah. Break even yang
baru menjadi :
TFC 1.800.000
= =4.205.600 atau 168.224 UNIT
TVC 110 % 2.860.000
1 1
TR 5.000.000
16
(d). Pemerintah menaikkan harga BBM sebesar 50 %, sehingga mengakibatkan
- naiknya biaya variabel dengan 10%
- naiknya biaya tetap dengan 15%
- peningkatan harga jual produk dengan 20%
- penurunan jumlah yang laku terjual dengan 12%
Maka volume break even yang baru menjadi :
TFC 115 % 2.070.000
=
= 3.955.665,- atau (:30) = 131.855 UNIT
TVC 110 % 88% 2.516.000
1 1
TR 120% 88% 5.280.000
Pengaruh gabungan dari berbagai perubahan itu mengakibatkan meningkatnya Break even dalam nilai Rupiah
(dari Rp 3.750.000,- menjadi Rp 3.955.665,-), namun karena harga jual juga dinaikkan maka BE dalam unit
malah turun dengan 18.145 unit (dari 150.000 unit menjadi 131.855 unit).Dengan demikian pada kasus
ini berbagai perubahan membawa pengaruh positif bagi perusahaan.
17
(e) Perusahaan selain memperoleh laba dari sumber kegiatan yang utama,
18
(f) adanya kerugian non operasi justru menambah beban bagi perusahaan.
Dalam contoh ini digambarkan adanya kerugian non operasi sebesar Rp. 100.000,-
19
(g) Bilamana perusahaan menjual dua macam produk yakni A dan B yang berbeda
dalam harga jual per unit maupun biaya variabel per unit
Namun kedua produk itu dihasilkan dengan mesin yang sama, sehingga pembebanan biaya tetap
terhadap masing-masing jenis produk tidak mungkin dilakukan tanpa perhitungan yang masak.
Datanya dirubah menjadi seperti berikut.
(a) Break even secara keseluruhan 20
(b) Break even untuk masing – masing produk yang dihasilkan.
Dengan menggunakan data di atas diperoleh perhitungan break even sebagai berikut :
500.000
245.000 = Rp. 129.032,25
BE KESELURUHAN =
1
400.000
Perhitungan ini didasarkan pada anggapan bahwa sales mix dipertahankan tetap, baik sales
mix sesuai rencana penjualan maupun sales mix perhitungan break even. Sales mix tersebut
adalah :
Anggaran Penjualan = A : B = 10.000 : 8.000 =5:4
Break Even = A : B = 3.233 : 2.580 =5:4
21
(h) keadaan di mana jumlah yang dijual tidak sama dengan jumlah yang
dihasilkan.
Dalam situasi seperti ini timbul masalah dalam pembebanan biaya tetap, khususnya biaya
tetap dari harga pokok pabrik atau harga pokok produksi. Masalahnya adalah apakah produk
yang tidak terjual juga dibebani dengan biaya tetap produksi, ataukah seluruh biaya tetap
produksi seluruhnya menjadi beban produk yang terjual saja.
Dengan cara full costing maka 10% dari bagian produksi yang tidak terjual akan
memperoleh alokasi biaya produksi sebesar 10% baik yang berwujud biaya variabel
23
maupun biaya tetap.
Sedangkan skema teoritik dari pendekatan variabel costing/direct costing adalah
sebagai berikut :
Dengan demikian bagian produksi yang tidak terjual hanya dibebani dengan 10% biaya
produksi variabel saja.
24
Data yang digunakan untuk memberikan ilustrasi pendekatan ini adalah sebagai berikut :
(ribuan)
Penjualan dianggarkan 90.000 unit @2000 = 180.000
Biaya dianggarkan pada 100.000 unit
- Biaya Produksi fixed = 80.000
variable = 60.000
140.000
Biaya 10% yang tak terjual = 14.000
Biaya produksi yang terjual = 126.000
Laba kotor......................................................................................... = 54.000
Biaya Usaha : fixed = 10.000
variabel = 9.000
= 19.000
Laba sebelum pajak....................................................... = 35.000
25
BOP dengan metode pendekatan FULL COSTING menghasilkan perhitungan
TFC - 10% (FC Biaya Produksi)
1 - TVC - 10% (TVC Biaya Produksi)
TR yang terjual
(80.000 + 10.000) - 10% (80.000)
1 - (60.000 + 9.000) - 10% (60.000)
180.000
BOP dengan pendekatan Direct Costing/
Perhitungan Break even dengan metode Full Variabel Costing akan memberikan hasil :
Costing ini akan menghasilkan harga pokok = 80.000 + 10.000
per unit dan persediaan yang tidak terjual 1 - (60.000 + 9.000) - 6.000
sebesar : 180.000
Anggaran Perusahaan 2 = 90 . 000
= VC / unit + FC / unit 1 - 63 . 000
= Rp 600 + Rp 800 180.000
= Rp. 1.400,- = Rp. 138.462,- atau 69.321 unit
27
Metode Full Costing ternyata menghasilkan break even yang lebih rendah (63.077 unit)
dibanding break even dengan metode direct costing (69.321 unit)
Harga pokok per unit dari persediaan yang tidak terjual adalah :
= VC / unit
= Rp. 600,-
Ternyata harga pokok per unit untuk persediaan yang tidak terjual lebih tinggi pada metode
full costing (Rp 1.400) dibanding dengan metode direct costing (Rp 600)
28