Anda di halaman 1dari 50

MANAJEMEN KEUANGAN

KEBIJAKAN DIVIDEN

SESSION I

DOSEN: TEDY HERDIANA, Dr., MBA


Harta
Jangka Pendek:
Kas  Manajemen Kas
Surat Berharga  Surat Berharga
Piutang  Kebijaksanaan Piutang
Persediaan  Kebijaksanaan Persediaan
Jangka Panjang:  Penganggaran Modal
Nilai Kotor: Tanah, Bangunan, Mesin, Kendaraan
- Akumulasi Penyusutan
Nilai Bersih: Tanah, Bangunan, Mesin, Kendaraan
Penyertaan Modal
Aktiva Tidak Berwujud
Kewajiban
Jangka Pendek:
 Hutang Dagang Kebijakan
 Hutang Bank Modal Kerja
 Biaya-biaya yang masih harus dibayar
Jangka Panjang:
 Hutang Jangka Panjang Struktur
 Saham Preferen Permodalan
 Modal Sendiri: dan Biaya Modal
- Saham Biasa
- Agio Saham
- Laba Ditahan  Kebijakan Dividen
- Saham Perbendaharaan
KEBIJAKAN DIVIDEN
Dividen adalah pembagian laba dalam
bentuk tunai atau kas.

Kebijakan dividen mencakup penentuan


penggunaan laba bersih untuk:
1. Mendanai investasi dalam bentuk laba
ditahan, dan
2. Imbalan kepada para pemegang saham
dalam bentuk dividen.
Nilai Saham Biasa
Vcs = Do (1 + g)/(k – g) = D1/(k – g)
Vcs = nilai (harga) saham biasa,
Do = dividen tahun terakhir,
D1 = dividen tahun mendatang,
g = tingkat pertumbuhan,
k = imbal hasil atau risiko yang bersedia
ditanggung investor.

Kebijakan dividen optimal: tercapainya keseimbangan


antara dividen dan tingkat pertumbuhan yang mampu
memaksimalkan harga saham.
TEORI DIVIDEN
Secara garis besar teori dividen
(kebijakan dividen optimal) terbagi dua,
yakni:
1.Teori dividen tak relevan,
2.Teori dividen relevan.
Teori dividen tak relevan:
Pembagian dividen tidak memengaruhi
sama sekali harga saham dan harga
saham hanya ditentukan oleh arus kas
yang dihasilkan dan risiko bisnis
perusahaan.
Teori dividen relevan:
Pembagian dividen akan berpengaruh
terhadap harga saham karena investor
lebih menyukai dividen saat ini yang
dinilai lebih pasti daripada keuntungan
modal yang belum pasti.
Investor dan kebijakan dividen
Terdapat tiga pandangan yang mampu
menjelaskan keterkaitan antara sikap investor
dan kebijakan dividen suatu perusahaan:
1. Kandungan informasi (informasi content)atau
pengisyaratan (signaling),
2. Efek Pelanggan (clientele effect),
3. Hipotesis arus kas bebas (free cash flow
hipotesis).
Kandungan Informasi atau
Pengisyaratan
Kenaikan dividen mencerminkan keyakinan manajer
akan prospek pertumbuhan laba pada tahun
mendatang. Manajer yang tidak yakin tentu akan lebih
memilih memperbesar laba ditahan tahun ini, yang
berarti mengurangi dividen tahun sekarang. Kenaikan
dividen sesungguhnya memberi informasi atau sinyal
yang positif kepada investor bahwa perusahaan akan
mengalami pertumbuhan laba pada tahun mendatang.
Dengan demikian, investor cenderung membeli saham
dengan dividen yang lebih tinggi sehingga harga
sahamnya menjadi naik.
Efek Pelanggan
Setiap investor mempunyai kebutuhan kas yang
berbeda-beda. Investor dari kelompok pensiunan lebih
menyukai kas sekarang sementara kelompok investor
lain tidak membutuhkan kas yang banyak untuk saat ini.
Saham dengan dividen yang besar akan disukai oleh
kelompok pertama, sedangkan saham dengan dividen
yang kecil akan diminati oleh investor kelompok kedua.
Jadi, tidaklah mengherankan apabila harga saham akan
tetap naik, terlepas apakah suatu perusahaan
membayarkan dividen yang semakin besar atau kecil.
Hipotesis Arus Kas Bebas
Nilai perusahaan akan meningkat seiring dengan keberhasilan
perusahaan dalam menjalankan proyek investasi (penganggaran
modal). Sumber utama untuk mendanai proyek adalah laba
ditahan karena dana ini lebih murah dibandingkan saham biasa
baru yang membutuhkan emisi (penerbitan) relatif tinggi.
Perusahaan yang sanggup membagikan dividen lebih tinggi akan
naik harga sahamnya karena dipandang investor sebagai
perusahaan yang mempunyai kelebihan kas (free cash flow), yakni
kas yang tersisa setelah dikurangi oleh kebutuhan untuk
membiayai proyek investasi di tahun mendatang. Perusahaan yang
menahan kelebihan kasnya (tidak membagikannya sebagai
dividen) justru harga sahamnya cenderung turun karena investor
menganggap kelebihan kas perusahaan bersangkutan akan
digunakan untuk membiayai proyek yang kurang menguntungkan.
Kebijakan Pembayaran Dividen
Jumlah pembagian dividen umumnya
didasarkan atas salah satu dari kebijakan
berikut:
1.Residual,
2.Stabil,
3.Rasio pembayaran konstan,
4.Jumlah kecil ditambah ekstra.
Residual
Perusahaan memprioritaskan menggunakan laba
ditahan untuk membiayai proyek investasi pada tahun
mendatang. Jika masih tersedia sisa dana dari laba
ditahan, barulah diputuskan untuk membayar dividen.
Empat langkah untuk menjalankan kebijakan ini:
1. Menentukan proyek investasi yang optimal melalui
skedul peluang investasi,
2. Menetapkan jumlah dana yang dibutuhkan untuk
membiayai proyek tersebut.
3. Menggunakan sebesar mungkin ekuitas yang
dibiayai dari laba ditahan,
4. Membayarkan dividen selama masih ada sisa dana.
Sisi buruk dari kebijakan residual:
Pembayaran dividen dapat berfluktuasi sesuai
dengan kebutuhan dana untuk investasi. Hal itu
mungkin menyebabkan tingginya risiko (k) di
mata investor sehingga berpeluang
menurunkan harga saham perusahaan.
Stabil
Perusahaan menetapkan sejumlah pembayaran dividen
yang kecil dan baru menaikkanya apabila diyakini
bahwa laba tahun-tahun mendatang akan mencukupi
untuk membayar dividen. Dengan menentukan jumlah
dividen yang kecil, perusahaan sebenarnya berupaya
senantiasa menjaga pembayaran dividennya agar tidak
pernah menurun. Sebab, berdasrkan pandangan
kandungan informasi dan pengisyaratan, penurunan
dividen dianggap berita buruk bagi para investor yang
akan menurunkan harga saham perusahaan.
Bilamana kondisi ekonomi dan bisnis sedang cerah,
perusahaan dengan kebijakan dividen stabil bisa
mengubahnya menjadi pertumbuhan dividen yang stabil,
misalnya, dividen ditetapkan selalu naik setiap tahunnya
5%.
Ada dua alasan mengapa kebijkan dividen stabil baik
bagi perusahaan:
1. Ketidakpastian akibat fluktuasi dividen sebagaimana
terjadi pada kebijakan residual dapat dihindari,
2. Untuk keperluan konsumsi saat ini, investor
umumnya lebih menyukai dividen yang stabil
daripada yang berfluktuasi.
Rasio Pembayaran Konstan
Rasio yang dimaksud pada kebijakan ini adalah
perbandingan antara dividen per lembar terhadap laba
per lembar. Rasio sebesar 45% misalnya, mengandung
arti bahwa dari setiap Rp 100,00 laba per lembar, Rp
45,00 akan dibagaikan sebagai dividen. Meskipun
rasionya konstan, tidak berarti investor akan
menerimanya secara konstan. Jika laba per lembar
saham naik-turun dari tahun ke tahun, jumlah yang
dibayarkan sebagai dividen pun akan turut berubah-
ubah. Jadi, seperti pada kebijakan residual, kebijakan
rasio pembayaran konstan juga mengakibatkan
ketidakpastian, yang berpotensi mempertinggi risiko
dan menurunkan harga saham.
Jumlah Kecil ditambah Ekstra
Kebijakan dividen dalam jumlah kecil ditambah ekstra
adalah kompromi antara kebijakan stabil dan kebijakan
rasio pembayaran konstan. Apabila laba dan arus kas
perusahaan cukup berfluktuasi dari tahun ke tahun,
perusahaan dapat memilih kebijakan itu. Artinya, saat
memperoleh laba yang rendah atau membutuhkan dana
internal (laba ditahan) yang lebih banyak pada suatu
tahun tertentu, perusahaan tetap mampu membayarkan
dividennya sekalipun dalam jumlah kecil. Sebaliknya,
ketika perolehan laba sedang meningkat pesat,
perusahaan dapat memberikan tambahan (ekstra)
kepada para pemegang sahamnya.
PROSEDUR PEMBAGIAN
DIVIDEN
Pembagian dividen biasanya dibagikan setaip
triwulanan atau semesteran.
Ada empat tanggal penting berkaitan dengan prosedur
pembagian dividen, yaitu:
1.Tanggal pengumuman,
2.Tanggal pencatatan pemegang saham,
3.Tanggal tanpa dividen,
4.Tanggal pembayaran.
Tanggal Pengumuman
(Declaration Date)
Misalnya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) yang diselenggarakan pada tanggal 19 April
diumumkan bahwa dividen sebesar Rp 900,00 per
lembar akan dibayarkan kepada para pemegang saham
yang tercatat pada tanggal 6 Juni dan akan dibayarkan
pada tanggal 20 Juli. Untuk keperluan akutansi,
peristiwa itu dicatat dalam jurnal, laba ditahan pada
debit (karena akan mengurangi laba ditahan), dan utang
dividen (utang lancar) pada kredit (karena akan
menambah utang lancar). Jumlah yang dicatat sebesar
dividen per lembar dikali jumlah lembar saham biasa
yang beredar.
Tanggal Pencatatan Pemegang Saham
(Holder-of-record date)
Katakanlah bahwa perusahaan menetapkan
jam 18.00 WIB tanggal 6 Juni sebagai batas
akhir pencatatan (tutup buku). Pada tanggal itu,
perusahaan menyusun daftar pemegang saham
yang berhak menerima dividen. Semua pemilik
saham yang tercatat sebelum batas akhir
pencatatan pada prinsipnya akan menerima
dividen.
Tanggal Tanpa Dividen
(Es-Dividend Date)
Kendati tanggal pencatatan telah ditetapkan untuk
menghindari konflik, perusahaan sekuritas biasanya
menetapkan empat hari sebelum tanggal pencatatan
sebagai tanggal tanpa dividen (batas pemegang saham
lama tetap berhak menerima dividen). Sebagai contoh,
Agus menjual saham kepada Badu pada tanggal 5 Juni.
Karena transaksi ini terjadi satu hari sebelum tanggal
pencatatan, Agus sebagai pemegang saham lama
masih berhak menerima dividen. Akan tetapi, apabila
pembaelian saham dilakukan pada tanggal 1 Juni, Badu
sebagai pemegang saham baru adalah pihak yang
berhak menerima dividen.
Tanggal Pembayaran
(Payment Date)
Juli, perusahaan mengirimkan cek kepada para
pemegang saham.
FAKTOR yang MEMENGARUHI
KEBIJAKAN DIVIDEN
Lima faktor yang perlu diperhatikan seorang
manajer keuangan dalam memutuskan jumlah
dividen yang akan dibayarkan:
 kendala dalam pembayaran dividen,
Kesempatan investasi,
Alternatif sumber dana,
Dilusi kepemilikan,
Pengaruh kebijakan dividen terhadap risiko.
Kendala dalam Pembayaran
Dividen
Besar kecilnya pembayaran dividen dalam prakteknya
dibatasi oleh hal-hal berikut:
1. syarat-syarat dalam kontrak utang yang ditetapkan
pihak kreditor, misalnya, dividen hanya boleh
dibayarkan apabila rasio keuangan tertentu melebihi
batas minimum,
2. pembayaran dividen tidak boleh melebihi laba
ditahan dalam neraca,
3. tersedianaya kas yang mencukupi,
4. peraturan perpajakan, misalnya, larangan
menurunkan rasio pembayaran dividen untuk tujuan
menghindari pajak bg sekelompok pemegang saham.
Kesempatan Investasi
Perusahaan yang mempunyai banyak kesempatan
investasi tentu membutuhkan dana lebih besar sehingga
lebih senang memilih rasio pembayaran dividen yang
rendah. Demikian juga sebaliknya. Di lain pihak,
perusahaan yang berkemampuan untuk mempercepat
atau menunda proyeknya (yang mempunyai fleksibilitas
tinggi) akan lebih konsisten dalam menjalani kebijakan
dividennya.
Jika fleksibilitas tinggi perusahaan selalu dapat
mengatur ketersediaan kasnya sedemikian rupa
sehingga lebih mampu konsisten mengikuti kebijakan
dividennya.
Alternatif Sumber Dana
Bilamana biaya emisi saham baru relatif tinggi untuk
mendanai investasinya, perusahaan akan memilih
sumber dana internal (laba ditahan) daripada
menerbitkan saham baru. Pilihan itu tentu saja akan
diikuti oleh penurunan rasio pembayaran dividen. Lebih
lanjut, jika perusahaan dapat menyesuaikan rasio utang
terhadap aktivanya (debt ratio) tanpa menyebabkan
kenaikan mencolok pada biaya modal, perusahaan
umumnya akan memilih kebijakan dividen yang stabil
meskipun terjadi fluktuasi pada laba (sebab, apabila
keadaan memaksa saat terjadinya kekurangan dana,
perusahaan bisa meminjam dana untuk membayar
dividennya).
Dilusi Kepemilikan
Manajer yang lebih mementingkan
pengendalian atas perusahaan, cenderung
menolak menjual saham baru sehingga akan
mendanai proyek investasi melalui laba ditahan
serta menurunkan rasio pembayaran
dividennya.
Pengaruh Kebijakan Dividen
terhadap Risiko (k)
Dalam memutuskan kebijakan dividen, manajer
keuangan perlu pula memperhatikan pengaruhnya
terhaap tingkat risiko bagi investor (k).
Tingginya risiko investor dipengaruhi oleh empat faktor,
yaitu:
1. Kesediaan investor memperoleh pendapatansekarang atau
menunda di tahun depan,
2. Penerimaan risiko atas dividen atau keuntaungan modal
(capital gain),
3. Penghematan pajak dari dividen atau keuntungan modal,
4. Kandungan informasi atau sinyal yang dipahami
investor atas suatu kebijakan dividen.
Pengaruh masing-masing faktor itu berbeda-
beda untuk setiap perusahaan, tergantung pada
harapan investor (pemegang saham) saat ini
dan yang akan datang.
DIVIDEN SAHAM dan
PEMECAHAN SAHAM
Dividen saham (stock dividend) adalah
pembayaran dividen dalam bentuk saham,
bukan kas.

Pemecahan saham (stock split) adalah


tindakan perusahaan untuk menambah jumlah
lembar saham biasa yang beredar.
Dividen saham dan pemecahan saham
berdampak menurunkan harga saham,
sedangkan pembelian kembali saham justru
berdampak menaikkan harga saham.

Selain itu, dividen saham, pemecahan saham,


dan pembelian kembali saham tidak mengubah
kekayaan pemegang saham sepanjang PER
(harga saham per lembar/laba bersih per
lembar) perusahaan teap.
Dividen saham sebesar 10% berarti bahwa pemegang
saham yang mempunyai 100 lembar saham biasa akan
memperoleh saham tambahan menjadi 110 lembar.
Pemecahan saham dari 1 menjadi 2 (a two-for one)
bermakna bahwa pemegang saham yang memiliki 100
lembar saham biasa akan memperoleh saham
tambahan menjadi 200 lembar.
Jelas, baik dividen saham maupun pemecahan saham,
sebenarnya mengakibatkan dampak yang sama bagi
perusahaan, yakni bertambahnya jumlah lembar saham
biasa.
Dengan bertambahnya jumlah lembar saham
biasa (pada dividen saham maupun
pemecahan saham), harga saham akan
cenderung turun. Kendati keduanya
menyebabkan penurunan harga harga saham,
terdapat sedikit perbedaan tujuan antara
dividen saham dan pemecahan saham.
Dividen saham dmaksudkan untuk menjaga agar harga
saham relatif konstan. Hal ini dilakukan perusahaan
karena dengan naiknya laba, yang diikuti oleh naiknya
dividen (terutama pada kebijakan rasio pembayaran
konstan), harga saham juga akan turut naik.
Pemecahan saham ditujukan untuk menurunkan harga
saham hingga mencapai “rentang harga optimal.”
Meskipun belum memperoleh dukungan teori, banyak
pihak percaya adanya rentang harga saham yang
paling optimal, yakni rentang harga yang menyebabkan
investor berminat membeli suatu saham.
Dampak Dividen Saham dan Pemecahan Saham
terhadap Pencatatan Ekuitas pada Neraca

Contoh, ekuitas di neraca perusahaan A sebelum adanya dividen


saham & pemecahan saham adalah sebagai berikut:

Ekuitas sebelum Dividen Saham dan


Pemecahan Saham

Saham biasa Rp 10.000.000.000,00


(10.000.000 lembar, Rp 1.000,00 per lembar)
Tambahan modal disetor Rp 20.000.000.000,00
Laba ditahan Rp 570.000.000.000,00
Total ekuitas Rp 600.000.000.000,00
Nilai buku ekuitas perlembar
(Rp 600.000.000.000,00/10.000.000 lembar) Rp 60.000,00
Anggaplah, perusahaan A membagikan dividen saham
sebesr 25%. Jumlah lembar saham perusahaan A
sekarang bertambah menjadi 12.500.000 lembar. Jika
perusahaan A menjual sahamnya dengan Rp 3.000,00
per lembar, maka laba ditahannya akan berlurang 7,5
miliar (10.000.000 lembar x 25% x Rp 3.000,00).

Jumlah laba yang ditahan berkurang atau yang


ditransfer = (jumlah lembar saham beredar mula-mula)
x (persentase dividen saham) x (harga saham dari
pasar biasa).
Pencatatan ekuitas sesudah dividen saham adalah:

Ekuitas sesudah Dividen Saham

Saham biasa Rp 12.500.000.000,00


(10.000.000 lembar, Rp 1.000,00 per lembar)
Tambahan modal disetor Rp 25.000.000.000,00
Laba ditahan Rp 562.500.000.000,00
Total ekuitas Rp 600.000.000.000,00
Nilai buku ekuitas perlembar
(Rp 600.000.000.000,00/12.500.000 lembar) Rp 48.000,00
Perhatikan, laba ditahan berkurang sebesar Rp 7,5
miliar, dari Rp 570 miliar menjadi Rp 562,5 miliar.
Jumlah ini kemudian ditransfer ke saham biasa sebesar
Rp 2,5 miliar (2.500.000 lembar x Rp 1.000,00) ke
tambahan modal disetor sebesar Rp 5 miliar {2.500.000
lembar x (Rp 3.000,00 – Rp 1.000,00)}.

Rp 2,5 miliar yang ditransfer ke saham biasa adalah


pertambahan lembar saham, dari 10 juta menjadi 12,5
juta lembar. Rp 5 miliar yang ditransfer ke tambahan
modal disetor adalah keuntungan saham dari
Rp 1.000,00 menjadi Rp 3.000,00 per lembar.
Sekarang andaikata perusahaan A melakukan
pemecahan saham dari 1 menjadi 2 (2 for 1) lembar.

Jumlah lembar sahamnya bertambah menjadi 20 juta sementara nilai


nominal saham per lembarnya turun menjadi Rp 500,00. Nilai nominal
saham biasa secara total sebelum dan setelah pemecahan tetap sama,
Rp 10 miliar. Pencatatan ekuitas setelah pemecahan saham adalah:

Ekuitas sesudah Pemecahan Saham

Saham biasa Rp 10.000.000.000,00


(20.000.000 lembar, Rp 5.00,00 per lembar)
Tambahan modal disetor Rp 20.000.000.000,00
Laba ditahan Rp 570.000.000.000,00
Total ekuitas Rp 600.000.000.000,00
Nilai buku ekuitas perlembar
(Rp 600.000.000.000,00/20.000.000 lembar) Rp 30.000,00
Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa dividen saham
menyebabkan perubahan pencatatan ekuitas pada
neraca, sedangkan pemecahan saham samasekali
tidak mengubahnya. Sekalipun pemecahan saham tidak
menyebabkan perubahan pencatatan ekuitas pada
neraca, nilai buku per lembar untuk ekuitasnya berbeda,
yaitu Rp 60.000,00 sebelum pemecahan saham
menjadi Rp 30.000,00 setelah pemecahan. Demikian
pula dividen saham menyebabkan perubahan pada nilai
buku per lembarnya dari Rp 60.000,00 sebelum dividen
saham menjadi Rp 48.000,00 sesudah dividen saham.
Dampak Dividen Saham dan Pemecahan Saham
terhadap Harga Saham dan Kekayaan Pemegang Saham

Pada akhir tahun 2006 perusahaan A membukukan laba bersih


sebesar Rp 12,5 miliar. Jumlah lembar saham biasa yang beredar
sebesar 10 juta lembar. Harga saham di pasar adalah Rp 3.000,00
per lembar.
Informasi ini, memungkinkan kita untuk menghitung EPS (laba
bersih per lembar/jumlah saham beredar), PER (harga saham per
lembar/laba bersih per lembar), dan kekayaan pemegang saham
(harga saham per lembar x jumlah saham beredar) sebelum
dividen saham dan pemecahan saham:
EPS = Rp 12,5 miliar/10 juta lembar = Rp 1.250,00
PER = Rp 3.000,00/Rp 1.250,00 = 2,4 x
Kekayaan pemegang saham:
Rp 3.000,00 x 10.000.000 lembar = Rp 30.000.000.000,00
Seperti contoh di bagian sebelumnya, perusahaan A
membagikan dividen saham sebesar 25% sehingga
jumlah lembar sahamnya bertambah menjadi
12.500.000 lembar. EPS perusahaan A menjadi RP
1.000 (Rp12,5 miliar/12.500.000). Apabila PER
perusahaan A tetap (PER ditentukan oleh pasar
sehingga merupakan faktor di luar kendali perusahaan),
harga sahamnya setelah dividen saham, akan turun
menjadi Rp 2.400,00 (2,4 x Rp 1.000, perkalian ini
merupakan modifikasi dari rumus PER; PER = harga
saham per lembar/laba bersih per lembar, diubah
menjadi harga saham = laba bersih per lembar x PER).
Kekayaan pemegang saham tetap sebesar Rp 30 miliar
(Rp 2.400,00 x 12.500.000 lembar).
Apabila perusahaan A melakukan pemecahan
saham dari satu menjadi dua lembar, jumlah
lembar sahamnya kini menjadi 20.000.000
lembar. EPS perusahaan A menjadi Rp 625,00
(Rp 12,5 miliar/20.000.000 lembar). Apabila
PER perusahaan A tetap, harga sahamnya
sesudah pemecahan saham, akan turun
menjadi Rp 1.500,00 (Rp 625,00 x 2,4).
Kekayaan pemegang saham perusahaan A
tetap sebesar Rp 30 miliar (Rp 1.500,00 x 20
juta lembar).
Perhatikan kembali perhitungan di atas.

Setelah dividen saham, EPS menjadi Rp 1.000,00


{(1/(1+25%) x Rp 1.250,00; harga saham semula}.
Harga saham menjadi Rp 2.400,00 {(1/(1+25%) x
Rp3.000,00; harga saham semula}. Sesudah
pemecahan saham (1 menjadi 2), EPS menjadi
Rp625,00 (1/2 x Rp.250,00; EPS semula). Harga
saham menjadi Rp1.500,00 (1/2 x RP3.000,00; harga
saham semula). Jadi, menghitung
EPS dan harga saham sesudah dividen saham dan
pemecahan saham sebenarnya dapat dilakukan secara
cepat, selama PER tetap.
Kesimpulan dari ilustrasi:

Dividen saham dan pemecahan saham,


keduanya akan menurunkan harga
saham. Selain itu, dividen saham dan
pemecahan saham tidak mengubah
kekayaan pemegang saham sepanjang
PER perusahaan tetap (selama para
investor menilai risiko perusahaan tidak
berubah).
Pembelian Kembali Saham
Pembelian kembali saham (stock repurchase)
adalah tindakan perusahaan untuk membeli
kembali sahamnya yang beredar.
Ada 3 alasan utama mengapa perusahaan
melakukan pembelian kembali sahamnya:
1. Meningkatkan kembali porsi kepemilikan
saham di tangan pemilik,
2. Menaikkan harga saham yang dinilai terlalu
rendah, dan
3. Memanfaatkan kas yang tidak terpakai
untuk investasi.
Kembali ke contoh perusahaan A.

Andaikan perusahaan memutuskan membeli kembali


sahamnya sebanyak 2.000.000 lembar dari 10.000.000
lembar saham yang saat ini beredar di masyarakat.
Dengan demikian, jumlah saham perusahaan A yang
beredar setelah pembelian kembali adalah 8.000.000
lembar. EPS perusahaan A sekarang menjadi
Rp 1.562,50 (Rp 12, miliar/8.000.000 lembar). Apabila
PER perusahaan A tetap, harga sahamnya setelah
pembelian kembali akan naik menjadi Rp 3.750,00
(Rp1.562,50 x 2,4). Kekayaan pemegang saham tetap
sebesar Rp 30 miliar (Rp 3.750,00 x 8.000.000 lembar)
Kesimpulan:

Pembelian kembali saham justru berdampak


menaikkan harga saham, bertolak belakang
degan dividen saham dan pemecahan saham
yang berdampak menurunkan harga saham.
Selain itu, pembelian kembali saham tidak
mengubah kekayaan pemegang saham,
selama PER perusahaan tetap.

Anda mungkin juga menyukai