Anda di halaman 1dari 34

Pertemuan 2:

Memahami Sosiologi Lingkungan

SOSIOLOGI
LINGKUNGAN
Prof. Dr. Epon Ningrum, M.Pd.
Dr. Maulia D. Kembara, M.Pd.
Artikel yang dapat dijadikan
bahan bacaan
Rujukan lainnya
No Judul Penulis Sumber
1 Dinamika Masyarakat Tradisional Kampung E Ningrum MIMBAR: Jurnal Sosial dan
Naga di Kabupaten Tasikmalaya Pembangunan 28 (1), 47-54
2 The impact of local wisdom-based learning m E Ningrum, D IOP Conference Series: Earth and
odel on students’ understanding on The land e Sungkawa Environmental Science 145 (1),
thic 012086
3 Pendayagunaan Potensi Wilayah Untuk Meni E Ningrum MIMBAR: Jurnal Sosial dan
ngkatkan Produktivitas Masyarakat Petani Pe Pembangunan 30 (2), 181-188
desaan
4 Learning model based on local wisdom to em E Ningrum 1st UPI International Conference
bed the ethics land for students on Sociology Education, 408-410
5 Management of water resource based on local R As’ari, D IOP Conference Series: Earth and
wisdom: a develompment study of Kampung Rohmat, E Environmental Science 243 (1),
Naga as field laboratory of Geography Educa Maryani, E 012002
tion in Tasikmalaya, West Java
Ningrum
No Judul Penulis Sumber
6 Integration of environmental education in eco E Saprodi, W ISETH 2019 (International
pesantren Daarut Tauhiid Bandung Kastolani, E Summit on Science, Technology,
Ningrum and Humanity)

7 Hospitality Skills of Homestay’s Hosts at Cilet E Maryani, E IOP Conference Series: Earth and
uh Palabuhanratu National Geopark, Indonesia Ningrum, N Nandi, Environmental Science 145 (1),
A Yani, R Rosita 012075

8 Identifikasi Pembelajaran IPS Berbasis Literas J Nisa, E Maryani, SOSIO-DIDAKTIKA: Social


i Geografi Dalam Menumbuhkan Karakter Ped E Ningrum Science Education Journal 4 (1),
uli Lingkungan Peserta Didik 1-13

9 Effect of Toll Road Construction Cikampek-P SP Astuti, E Geographica: Science and


alimanan on Socio-Economic in Kalijati Distri Ningrum, J Jupri Education Journal 2 (1), 10-16
ct of Subang Regency
No Judul Penulis Sumber
10 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN I J Nisa, E Maryani, E Jurnal Sosioteknologi 19 (1)
LMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) BERBASIS Ningrum
LITERASI GEOGRAFI DALAM UPAYA MENU
MBUHKAN KARAKTER PEDULI LINGKUNGA
N

11 Scientific Literacy Profile Of Student Teachers On MD Kembara, R Solid State Technology 63 (6), 5844-
Science For All Context Hanny, N Gantina, I 5856
Kusumawati, D
Budimansyah, ...

12 Disaster Alert Village As A Measure Of Minimizing N Ratmaningsih, A MIMBAR: Jurnal Sosial dan
Landslide Risks At Alamendah Village Abdulkarim, DS Pembangunan 34 (2), 423-432
Logayah, MD
Kembara
13 Implementation of ecovillage values model as Man M Hidayat, MD Journal of Physics: Conference Series
diri village and environmental culture in the commu Kembara, DS 1360 (1), 012011
nity of Sukasari Kidul village district of Argapura, r Logayah
egency of Majalengka
No Judul Penulis Sumber
14 The Role of Indigenous People in Mai R Sartika, S
ntaining Cultural Existence in the Era Supriyono, MD
of Modernization Kembara
15 Modul Utama Pembinaan Bela Negar MD Kembara
a: Konsepsi Bela Negara
16 The Model of Ecovillage Value Invest M Hidayat, M In 2nd International
ment as Independence Village and Cu Kembara, F Conference on Sociology
ltural Environment at Cimaung, Band Logayah, D. Education
ung-Indonesia
and Ghozali
Memahami Sosiologi Lingkungan

A. Ruang Lingkup/Obyek Kajian Sosiologi


Lingkungan
B. Tokoh Peletak Dasar Kajian Sosiologi
Lingkungan
C. Perkembangan Kajian-kajian Sosiologi
Lingkungan
Apa yang Anda Ketahui tentang
Sosiologi

Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari


tentang interaksi di masyarakat, atau biasa
dikenal sebagai ilmu kemasyarakatan, hal ini
disebabkan objek utama ilmu sosiologi ialah
masyarakat.
Apa yang Anda Ketahui tentang
Lingkungan

Lingkungan merupakan segala sesuatu yang


berada disekitar manusia, yang mempengaruhi
perkembangan kehidupan manusia, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Lingkungan dikelompokan menjadi dua, yakni
lingkungan biotik, yang berarti segala bentuk
mahluk hidup, dan lingkungan abiotik (tak
hidup), yaitu segala sesuatu yang berupa zat tak
hidup, gejala dan proses yang bersifat tak hidup.
Apa Hubungan antara Sosiologi
dan Lingkungan?

Hubungan sosiologi dan lingkungan dipahami


sebagai asas mutualisme, dimana manusia dan
lingkungan memiliki hubungan yang saling
menguntungkan satu sama lain. Atau mungkin
asas parasitisme, dimana antara keduanya
menguntungkan yang satu dan merugikan yang
lainnya.
Sosiologi lingkungan (environment sociology) didefinisikan sebagi
cabang sosiologi yang memusatkan kajiannya pada keterkaitan
antara lingkungan dan perilaku sosial manusia.

Perhatian sosiologi terhadap masalah-masalah lingkungan


sebenarnya muncul jauh sebelum apa yang dinamakan sosiologi
lingkungan dicanangkan keberadaanya oleh Riley Dunlap dan
William Catton di tahun 1978.
Dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut mereka melakukan
tinjauan atas literatur-literatur ilmu sosial yang berkenaan
dengan masalah lingkungan dan artikel Bernard(1992) berjudul
The Significance of Environment as a Social Factor merupakan
artikel pertama yang mencoba menguraikan permasalahan itu.
Sosiologi lingkungan dibangun dari beberapa
konsep yang saling berhubungan satu sama lain,
yaitu sebagai berikut :
• Persoalan-persoalan lingkungan dan ketidakmampuan
sosiologi konvensional untuk membicarakan persoalan-
persoalan tersebut merupakan cabang dari pandangan
dunia yang gagal menjawab dasar-dasar biofisik
struktur sosial dan kehidupan sosial.
• Masyarakat modern tidak berkelanjutan sebab mereka
hidup pada sumber daya yang sangat terbatas dan
penggunaan di atas pelayanan ekosistem jauh lebih
cepat dibanding kemempuan ekosistem
memperbaharui dirinya. Dalam tingkatan global
proses ini diperparah dengan dengan pertumbuhan
populasi secara cepat.
• Masyarakat menuju tingkatan yang lebih kurang berhadapan
dengan kondisi yang rentan ekologis.
• Ilmu lingkungan modern telah mendokumentasikan kepelikan
persoalan lingkungan tersebut dan menimbulkan kebutuhan akan
penyesuaian besar-besaran jika krisis lingkungan ingin dihindari.
• Pengenalan dimensi-dimensi krisis lingkungan yang menyumbang
pada “pergeseran paradigma” dalam masyarakat secara umum,
seperti yang terjadi dalam sosiologi (penolakan pandangan dunia
barat dominan dan penerimaan sebuah paradigma ekologi baru)
• Perbaikan dan reformasi lingkungan akan dilahirkan lewat
perluasan paradigma ekologi baru di antara publik, massa, dan
akan dipercepat oleh pergeseran paradgima yang dapat
dibandingkan antara ilmuwan sosial dan ilmuwan alam.
• Kelahiran sosiologi lingkungan ditandai dengan
menyatakan bahwa paradigma sosiologi klasik
tentang hubungan manusia dan alam tidak lagi
relevan. Paradigma lama itu dikenal sebagai
Human Exceptionalism Paradigm (HEP) yang
memiliki gagasan bahwa:
• “humans are so unique among species that we are
exempt from the power of environmental forces.”
- manusia cukup unik di antara spesies-spesies di
mana kita terbebas dari kekuasaan kekuatan
lingkungan.
• Ilmuwan sosiologi meyakini bahwa
manusia memang berbeda dengan
makhluk lain, baik tumbuhan maupun
hewan. Jika kedua makhluk tersebut
benar-benar hidup mengikuti hukum
alamiah, manusia tidak. Manusia bisa
mengontrol dan menciptakan
kebudayaan. Riley Dunlap dan William
Catton mengubah pandangan ini dengan
mengakui kemampuan lingkungan fisik
mempengaruhi kehidupan manusia.
• Sosiologi lingkungan menerima lingkungan fisik
sebagai suatu yang berpengaruh langsung
maupun tidak terhadap kehidupan sosial vice
versa. Paradigma baru ini oleh mereka disebut
sebagai New Environmental Paradigm(NEP).
Akan tetapi, paradigma tersebut kemudian
diubah menjadi New Ecological Paradigm
untuk menegaskan dasar ekologis suatu
masyarakat.
Perbandingan Asumsi DSP, HEP dan NEP
Dominant Social Paradigm Human Exemptionalism New Ecological Paradigm (NEP)
(DSP) Paradigm (HEP)
Asumsi DSP menyatakan bahwa manusia HEP menyatakan bahwa manusia NEP pada dasarnya ketika manusia
mengenai alam secara fundamental berbeda dari memiliki warisan kebudayaan memiliki karakteristik pengecualian
semua makhluk yang ada di bumi, sehingga berbeda dengan spesies (budaya, teknologi dan lainnya), mereka
maka manusia yang mendominasi lainnya. tetap satu di antara banyak spesies yang
tergantung pada ekosistem global.

Asumsi DSP, ketika manusia dapat HEP, faktor sosial dan kebudayaan NEP, urusan manusia dipengaruhi tidak
mengenai menguasai nasibnya, mereka dapat (terutama teknologi) menjadi hanya oleh faktor-faktor sosial dan budaya,
penyebab memilih tujuannya dan belajar untuk determinan utama dari urusan tetapi juga keterhubungan yang rumit dari
sosial apapun yang penting untuk diraih. manusia penyebab, dampak dan umpan balik dalam
jaringan alam. Kemudian tindakan manusia
yang bertujuan memiliki banyak
konsekuensi yang tidak diinginkan.

Asumsi dalam DSP, dunia begitu luas dan HEP, sosial dan kebudayaan NEP, manusia hidup dan tergantung pada
konteks kemudian menyediakan kesempatan merupakan konteks penting bagi lingkungan biofisik yang mengalami
masyarakat tidak terbatas bagi manusia urusan manusia yang terkait dengan keterbatasan sehingga berpotensi
lingkungan biofisik. mengekang urusan manusia secara fisik dan
biologis.
Asumsi DSP, sejarah kemanusiaan adalah HEP, budaya adalah kumulatif, NEP, walaupun daya temu dari manusia dan
keterbatasan satu kemajuan dan kemajuan yang kemudian teknologi dan kemajuan kekuatan untuk melanjutkan batasan
masyarakat tidak pernah berhenti. sosial dapat berlanjut tanpa batas kapasitas dan ekologi.
sehingga semua masalah sosial pada
akhirnya dapat dipecahkan.
Sumber: Dunlap (2002)
• Sembilan tahun setelah pendirian sosiologi
lingkungan, Frederick Buttel mencoba menelusuri
apakah ada arah di luar NEP yang dikembangkan
para sosiolog lingkungan. Dalam tulisan F. Buttel
(1996) dinyatakan bahwa sosiologi lingkungan bisa
dikembangkan dari sosiologi pedesaan. Bahkan ia
menegaskan bahwa silsilah sosiologi lingkungan baik
beberapa atau keseluruhan merupakan keahlian
khusus dalam sosiologi pedesaan. Lima wilayah
utama sosiologi menurut Buttel menurutnya
menyebabkan kemunculan beragam pendekatan
pada sosiologi lingkungan, seperti berikut :
• Sosiologi lingkungan seperti dinyatakan Dunlap dan Catton
• Gerakan lingkungan seperti dinyatakan oleh pemanasan global dan
perubahan lingkungan. Dalam konteks ini, penyebab beralihnya
sosiolog untuk memberikan perhatian pada substratum ekologis-
material dari struktur sosial dan kehidupan sosial.
• Pelebaran kajian kebudayaan (cultural studies) pada sosiologi yang
mengutamakan diskursus seperti ; moernitas, postmodernitas
masyarakat berisiko (risk society) dan modernisasi ekologis.
• Sosiologi lingkungan merupakan arena kepentingan yang tumbuh
dalam ilmu pengetahuan lingkungan dan hubungan produksi
pengetahuan lingkungan dengan politik dan pergerakan lingkungan.
• Sosiologi lingkungan kebudayaan
• Dalam tahapan hubungan manusia dan lingkungan, ditunjukan
bahwa seluruh aspek budaya, perilaku bahkan “nasib” manusia
dipengaruhi, ditentukan dan tunduk pada lingkungan. Dalam
kehidupan berkelompok, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa
bentuk-bentuk persekutuan hidup manusia muncul sebagai
akibat dari interaksi iklim, geografi dan ekonomi. Ketiga bagian
dari lingkungan itu juga bersifat sangat menentukan corak
temperamen manusia (Ibnu Khaldun dalam Madjid Fakrhy,
2001:126). Sementara itu, Donald L. Hardisty yang mendukung
dominasi lingkungan menyatakan lingkugan fisik memainkan
peran dominan sebagai pembentuk kepribadian, moral, budaya,
politik dan agama, pandangan ini muncul tidak lepas dari asumsu
dalam tubuh manusia ada tiga komponen dasar, yakni bumi, air,
dan tanah yang merupakan unsur-unsur penting lingkungan.
• Memahami pandangan dominasi lingkungan tidaklah
sulit, inti penjelasannya terletak pada asumsi
bahwa kehidupan manusai bergantung pada alam.
Untuk memperjelas tentang dominasi lingkungan
kita bisa mejelaskan mengapa ada perbedaan
antara masyarakat desa dan masyarakat kota.
Lingkungan fisik desa didominasi dengan hukum-
hukum yang berhubungan dengan lingkungan
biologis( seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan).
Lingkungan biologi ini memiliki hukum keteraturan
tertentu yang bersifat evolutif dan cenderung jauh
dari intervensi manusia.
• Berbeda dengan lingkungan desa, masyarakat kota lebih
banyak berinteraksi dengan lingkungan buata ( ada yang
menyebutnya dengan istilah lingkungan binaan). Lingkungan
buatan adalah lingkungan yang sudah tidak alamian karena
sudah ada intervensi manusia dalam menciptakan model
atau bentuk lingkungan. Lingkungan kota memiliki hukum-
hukum sendiri yang tidka sama dengan desa dan hukum-
hukum tersendiri tersebut bergerak secara independen yang
memiliki kekuatan memaksa individu penghuni kota untuk
tunduk. Demikianlah, lingkungan kota yang serba menantang
sangat memengaruhi dalam pembentukan watak, budaya,
bahkan etos yang dimiliki manusia. Maka, tampaklah
perbedaan tajam antara etos masyarakat desa dengan
masyarakat kota.
• Teori Kemungkinan, penganut teori ini berkeyakinan
bahwa lingkungan memiliki sifat yang relatif. Artinya,
pada saat tertentu lingkungan berperan penting
dalam menjelaskan kecocokan dengan budaya
tertentu, tetapi pada sisi lain lingkungan tidak cocok
dengan budaya tertentu itu. Dengan kata lain, kondisi
lingkungan yang sama tidak menjamin akan
munculnya budaya yang sama juga. Kondisi
lingkungan tidak berlaku secara deterministis, ia
tidak mendominasi dan membentuk budaya manusia
secara langsung. Melainkan hanya berfungsi
membatasi pengembangan budaya dan teknologi.
• Teori Ekologi Budaya, teori ekologi budaya
diperkenalkan Julian H. Steward pada
permulaan dasawarsa 1930-an. Inti dari teori
ini adalah lingkungan dan budaya tidak bisa
dilihat terpisah, tetapi merupakan hasil
campuran (mixed product) yang berproses
lewat dialektika. Dengan kalimat lain, proses
ekologi memiliki hukum timbal balik. Budaya
dan lingkungan bukan entitas yang masing-
masing berdiri sendiri atau bukan barang jadi
yang bersifat statis.
• Etnosentrisme, Rene Descartes menyatakan bahwa manusia
berkedudukan lebih terhormat dibanding makhluk lain.
Menurutnya, manusia memiliki jiwa yang memungkinkan
untuk berpikir dan berkomunikasi menggunakan bahasa.
Sebaliknnya, binatang memiliki tubuh yang dianggap
Descartes sebagai sekadar mesin yang bergerak secara
otomatis. Binatang tidak memiliki jiwa yang bersumber
pengetahuan dan keyakinan. Disinilah, sesungguhnya bisa
disimpulkan bahwa etika antroposentirisme bersifat sangat
instrumentialis, sebab pola hubungan manusia dan alam
dilihat hanya dalam relasi instrumentalnya saja(Sony Keraf,
2002: 34). Ini berarti orientasi kepada alam tidak diletakan
sebagai tujuan tindakan sosial manusia, melainkan ia hanya
dinilai sebagai batas alat bagi kepentingan manusia.
• Paham Biosentrisme, menyatakan bahwa bukan
hanya manusia dan komunitasnya yang pantas
mendapatkan pertimbangan moral, melainkan
juga dunia binatang. Akibat pertimbangan moral
hanya ditujukan pada kepentingan manusia saja
(seperti dinyatakan antroposentrisme), hewan-
hewan yang langka di sekitar kita gagal
dilindungi dan diselamatkan. Oleh karena itu,
biosentrisme mendasarkan perhatian dan
perlindungan pada seluruh spesies, baik
mamalia, melata, biota laut, maupun ungags.
• Paham Ekonsentrisme (The Deep Ecology) :
Memperjuangkan Keseimbangan, dibanding
dengan biosentrisme, ekosentrisme memiliki
pandangan lebih luas. Menurut penganut
paham ini sama dengan biosentrisme,
perjuangan penyelamatan dan kepedulian
terhadap lingkungan alam tidak hanya
mengutamakan penghormatan atas spesies
(makhluk hidup saja), tetapi yang tidak kalah
penting pula adalah perhatian setara atas
seluruh kehidupan.
• Paham Ekofeminisme : Melawan Androsentrisme, istilah
ekofeminisme muncul pertama kali tahun 1974 dalam buku karya
Francoise d’ eaubonne yang berjudul “le feminism ou la mort”.
Dalam karya ini diungkapkan pandangan tentang hubungan
langsung antara eksploitasi alam dengan penindasan pada
perempuan. Pembebasan salah satunya tidak bisa dilakukan
tanpa membebaskan penindasan yang lain. kedua-duanya tidak
bisa dipisahkan sebab persoalan lingkungan dan perempuan
sangat ditentukan keterpusatan yang terletak pada laki-laki
(androsentrisme). Adapun definisi ekofeminisme menurut Ariel
Salleh adalah sebagai berikut : “eco-feminism adalah
pengembangan kini dalam pemikiran feminism yang menyatakan
bahwa krisis lingkungan global akhir-akhir ini adalah diramalkan
hasil dari kebudayaan patrialkhal”(Salleh : 1988).
• George Sessions menyatakan bahwa sebelum teknologi
dan bisnis besar mengambil alih, yang disusul kemudian
dengan kualitas pertanian barat menjadi merosot dalam
minimum melebihi pertambangan dari tanah agrikultur,
petani-petani (baik dari wilayah barat maupun timur)
telah memiliki empati yang sama atas tanah-tanah
mereka. Tanah dan semua yang tumbuh di atasnya tidak
lepas dari bentuk-bentuk pernghormatan. Kemudian
mereka memperbaiki tanah-tanah lewat pemahaman
dari dunia dan ilmu pengetahuan alamiah. Mereka
berpikir bahwa berinteraksi dengan alam bukanlah harus
berlawanan kepentingan tetapi aktivitas yang saling
mengisi.
• Beberapa kalangan menyatakan bahwa
sekarang ini kita sedang memasuki sebuah
masyarakat modern, yakni masyarakat yang
berproses menuju “kemajuan” yang ditandai
penggunaan akal yang jelas-jelas berbeda
dengan masyarakat sebelumnya. Perbedaan ini
ditandai dengan beberapa karakter yaitu :
• Perkembangan masyarakat dibawah kendali ilmu,
teknologi dan pemikiran rasional.
• Perkembangan pesat masyarakat menuju kondisi
semakin mengglobal, baik berkaitan dengan wilayah
(teritorial), gerak ekonomi makro, intervensi politik,
maupun pada perkembangan dan penyebaran
teknologi.
• Akibatnya gerak dan corak hidup masyarakat tidak
mungkin dijelaskan hanya sebatas kepentingan local
maupun nasional saja, tetapi harus dijelaskan sesuai
dengan konteks global.
Perkembangan Kajian-kajian

SOSIOLOGI LINGKUNGAN DUNLAP DAN CATTON (1978)


Menurut Dunlop dan Catton, sebagaimana dikutip Rachmad, sosiologi lingkungan dibangun dari beberapa konsep
yang saling berkaitan, yaitu:
• 1. Persoalan-persoalan lingkungan dan ketidakmampuan sosiologi konvensional untuk membicarakan
persoalan-persoalan tersebut merupakan cabang dari pandangan dunia yang gagal menjawab dasar-dasar biofisik
struktur sosial dan kehidupan sosial.
• 2. Masyarakat modern tidak berkelanjutan (unsustainable) karena mereka hidup pada sumberdaya yang sangat
terbatas dan penggunaan di atas pelayanan ekosistem jauh lebih cepat jika dibandingkan kemampuan ekosistem
memperbaharui dirinya. Dan dalam tataran global, proses ini diperparah lagi dengan pertumbuhan populasi yang
pesat.
• 3. Masyarakat menuju tingkatan lebih besar atau lebih kurang berhadapan dengan kondisi yang rentan ekologis.
• 4. Ilmu lingkungan modern telah mendokumentasikan kepelikan persoalan lingkungan tersebut dan
menimbulkan kebutuhan akan penyelesaian besar-besaran jika krisis lingkungan ingin dihindari.
• 5. Pengenalan dimensi-dimensi krisis lingkungan yang menyumbang pada ‘pergeseran paradigma’ dalam
masyarakat secara umum, seperti yang terjadi dalam sosiologi berupa penolakan terhadap pandangan dunia
Barat yang dominan dan penerimaan sebuah paradigma ekologi baru.
• 6. Perbaikan dan reformasi lingkungan akan dilahirkan melalui perluasan paradigma ekologi baru di antara
publik, massa dan akan dipercepat oleh pergeseran paradigma yang dapat dibandingkan antara ilmuan sosial dan
ilmuan alam,
ANTARA HEP DAN NEP
Kebanyakan semua aliran sosiologis mirip satu sama lain, hanya sedikit memiki perbedaan, persamaannya
lebih mengutamakan antroposentrisme (manusia sebagai pusat atau penentu alam).Aliran ini disebut
Human Exeptionalism Paradigm atau yang sering disingkat  HEP
Berbagai perspektif teoritis dalam sosiologi kontemporer bersaing misalnya, fungsionalisme, simbolis
dalam interactionism, ethnomenthodology, teori konflik, marxisme, dan sebagainya. Dan semua teori ini
cenderung membesar-besarkan perbedaan antara satu dengan yang lain, misalnya  : denisoff, et el, 1974
dan Ritzer, 1975. Tapi mereka juga telah ditafsirkan hanya sebagai bersaing "pra-paradigmatis" perspektif
(Friedrichs n 1972).  Teori yang paling fundamental dan mendasari dari semuanya  adalah
antroposentrisme (manusia sebagai pusat atau penentu alam) yang merupakan  dasar pandangan dunia
sosiologis (Klausner : 1971) yang disebut dengan  Human exceptionalism paradigm  atau yang sering
disingkat HEP.
Akhir 1970-an adalah era pertumbuhan yang dinamis dari lingkungan sosiologi Amerika.  Masalah
lingkungan  mewakili apa yang disebut masalah sosiologi lingkungan. (Dunlap dan Catton 1979). Sebagai
ilmuan sosial yang lebih memerhatikan masalah lingkungan, beberapa mulai untuk melihat melampaui
perhatian masyarakat terhadap masalah lingkungan ke hubungan yang mendasari antara modern,
masyarakat industri dan lingkungan fisik yang mereka tempati. Kepedulian dengan penyebab pencemaran
lingkungan adalah dilengkapi dengan fokus pada dampak sosial dari polusi dan keterbatasan sumber daya.

Anda mungkin juga menyukai