3F
FREE/FORGET
FUNCTION
Ketergantungan NAPZA dianggap sebagai gangguan kronis yang
dapat kambuh (Chronic Relapsing Disease) ditandai:
Psikoedukatif
• Pola asuh orang tua yang patologis -> ciri kepribadian dan gangguan
kepribadian tertentu.
• Imitasi dari orang tua yang juga terlibat masalah NAPZA
• Standar Ganda Pola Asuh
• Sikap orang tua yang terlalu permisif
• Orang tua yang belum memahami karakteristik perkembangan mental
remaja
• Gangguan Psikiatri
Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan NAPZA
Sosiokultural
• Disorganisasi lingkungan -> Norma sosial yang mendukung penggunaan
NAPZA.
• NAPZA mudah diperoleh
• Hukum yang mendukung penggunaan NAPZA
• Kondisi Sosial ekonomi yang buruk
• Peer group yang juga konsumsi zat
• Tradisi konsumsi ramuan herbal.
Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan NAPZA
Spiritual
• Nilai-nilai religi hanya sebatas pemahaman (kognitif) belum begitu
menyentuh ranah afektif (penghayatan) dan perilaku/tindakan yang sesuai
tuntunan syariat.
• Gagal paham pada nilai-nilai agama yang dianut , misalnya pada ajaran
agama Islam, seseorang mengambil pemahaman/ kesimpulan sendiri bahwa
larangan khamar yang tertulis dalam Al-Qur’an & Hadist ditujukan hanya
pada Alkohol saja.
NARKOTIKA
● Narkotika : Menurut UU R.I. No. 35/2009 tentang Narkotika: adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun
semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,
dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Penggolongan Narkotika
Narkotika dibedakan dalam 3 golongan sebagai berikut :
• Golongan I
- Hanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan
- Tidak untuk terapi
- Ketergantungan kuat
- Contoh : Heroin, Kokain, Ganja, met-amfetamin, ekstasi, DLL.
• Golongan II
- Pilihan Terakhir untuk terapi
- Ketergantungan kuat tetapi kurang dari gol. I
- Contoh : Morfin, Petidin, Metadon.
Penggolongan Narkotika
• Golongan III
- Sering untuk therapy / pengobatan
- pengembangan ilmu pengetahuan
- Ketergantungan lebih ringan
- contoh : Codein
Psikotropika
● menurut Permenkes No.10/2022, Psikotropika adalah zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Penggolongan Psikotropika
Psikotropika dibedakan dalam 4 golongan sebagai berikut :
• Golongan I
- Hanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan
- Tidak untuk terapi
- Ketergantungan kuat
- Contoh : Deskloroketamin, 2-Deskloroketamin, Flubromazolam, Flualprazolam,
dan Klonazolam.
• Golongan II
- Bisa Untuk terapi, tetapi pilihan terakhir
- Ketergantungan tinggi tetapi kurang dari gol I
- Contoh : Amineptina, Metilfenidat, Sekobarbital, Etilfenidat, Etizolam, dan
Diclazepam.
Penggolongan Narkotika
• Golongan III
- Sering untuk terapi
- Ketergantungan sedang
- Contoh : Amobarbital, Butalbital, Flunitrazepam, Glutetimida, Katina,
Pentazosina, Pentobarbital, dan Siklobarbital.
• Golongan IV
- Untuk terapi
- Ketergantungan ringan C
- ontoh : Allobarbital, Alprazolam, Diazepam, Fenobarbital, Ketazolam, dan
lain-lain.
ALKOHOL
● bahan atau zat yang Mempengaruhi psikoaktif tubuh manusia diluar narkotika
dan psikotropika. Diaantaranya yaitu:
• Pada orang yang mengalami gangguan psikotik dengan Gangguan Penggunaan NAPZA/
Substance Use Disorders (SUDs) memiliki pemulihan yang lebih sulit.
• Pada orang dengan masalah tersebut juga memiliki resiko yang tinggi mengalami perjalanan
penyakit yang rumit. Termasuk, kambuhnya gejala psikotik secara berulang, resiko masalah
kesehatan lebih tinggi, meningkatkan resiko disabilitas di masa depan.
Gangguan Penggunaan
NAPZA dengan Gejala Psikotik
• Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan psikotik dengan SUD memiliki tingkat
perawatan dengan rawat inap di rumah sakit yang lebih tinggi, peningkatan drop out of
treatment, dan cenderung menunjukkan gejala psikotik yang lebih banyak.
• Penelitan oleh Faridi K, dkk menyatakan bahwa orang yang tetap menggunakan kanabis setelah
didiagnosis dengan gangguan psikotik akan lebih mudah untuk kambuh walaupun sedang
dalam terapi obat antipsikotik. Ini menunjunkkan pentingnya mendeteksi adanya SUD pada
pasien dengan gangguan psikotik.
• Pada pasien dengan gangguan psikotik yang mengurangi dan berhenti menggunakan NAPZA
menunjukan perubahan yang baik pada gejala psikotik dan depresi, juga dapat meningkatkan
kemungkinan pasien mendapatkan kehidupan seperti semula.
• Intinya, semakin cepat mengurangi atau berhenti menggunakan NAPZA pada pasien
gangguan psikotik membuat prognosis semakin baik.
Persentase Gangguan
Penggunaan NAPZA dengan
Gejala Psikotik
• Salah satu studi di Amerika mencoba untuk menilai prevalensi dual diagnosis, ditemukan
bahwa 47% dari orang-orang yang mempunyai skizofrenia memiliki gangguan
penyalahgunaan zat pada suatu waktu dalam hidup mereka.
• Pasien dengan gangguan psikotik diikuti dengan gangguan penggunaan zat kemungkinan
meningkat secara signifikan dibandingkan dengan pasien tanpa gejala psikotik.
• Studi lain menyatakan terdapat 187 kelompok pasien pengguna zat dengan sakit mental
kronis yang tinggal di masyarakat. Sekitar 1/3 dari kelompok tersebut menggunakan
alkohol, NAPZA atau keduanya selama 6 bulan sebelum dilakukan evaluasi.
Penatalaksanaan
Pasien dengan kombinasi gangguan psikiatrik dan SUD membutuhkan
terapi khusus guna mempersiapkan dirinya dalam program pemulihan yang
sesuai dan adekuat. Umumnya tujuan terapi SUD adalah sebagai berikut:
● Bila pasien pernah menggunakan satu kali saja setelah abstinensia, maka
ia disebut “slip”. Bila ia menyadari kekeliruannya, dan ia memang telah
dibekali keterampilan untuk mencegah pengulangan penggunaan
kembali, pasien akan tetap mencoba bertahan untuk selalu abstinen.
● Program pelatihan keterampilan mencegah relaps (relapse prevention
program) dan terapi perilaku kognitif (cognitive behavior therapy).
Penatalaksanaan
Memperbaiki fungsi psikologi, dan fungsi adaptasi sosial.
Dalam kelompok ini, abstinensia bukan merupakan sasaran utama.
• Detoksifikasi
• Rumatan (maintenance, pemeliharaan, perawatan)
1 2 3 4
Assessment Detoksifikasi Sosial After Care
Proses Rehabilitasi
Penilaian
Penilaian yang sistematis terhadap tingkat intoksikasi, keparahan-keparahan putus zat,
dosis zat terbesar yang digunakan terakhir, lama waktu setelah penggunaan zat terakhir,
awitan gejala, frekuensi dan lama penggunaan, efek subjektif dari semua jenis-jenis
NAPZA yang digunakan termasuk jenis-jenis NAPZA lain selain yang menjadi pilihan
utama pasien.
Riwayat medik dan psikiatri umum yang komprehensif
Riwayat gangguan penggunaan NAPZA dan terapi sebelumnya.
Riwayat keluarga dan sosial ekonomi
Pemeriksaan urin untuk jenis-jenis NAPZA yang disalahgunakan
Skrining penyakit infeksi seperti HIV, tuberculosis, hepatitis
Proses Rehabilitasi
Detoksifikasi
Detoksifikasi NAPZA merupakan proses atau tindakan medis untuk membantu residen dalam
mengatasi gejala putus NAPZA. pasien diperiksa seluruh kesehatannya baik fisik dan mental
oleh dokter. Dokter akan memutuskan apakah pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk
mengurangi gejala putus zat yang pasien alami. Macam-macam detoksifikasi:
Rawat Inap dan Rawat Jalan
Cold Turkey, artinya seorang pecandu langsung menghentikan penggunaan narkoba/zat
adiktif, dengan mengurung pecandu dalam masa putus obat tanpa memberikan obat-
obatan.
Terapi simptomatis
Rapid Detoxification, Ultra Rapid Detoxification
Detoxifikasi dengan menggunakan: Kodein dan ibuprofen, Klontrex, Bufrenorfin, dan
Metadon.
TERAPI MEDIS
TERAPI DETOKSIFIKASI TERAPI RUMATAN
Konseling Dasar
Proses pertolongan dimana seseorang konselor adiksi,memberikan waktu, perhatian dan
keahliannya membantu pasien untuk mempelajari situasi mereka, mengenali dan melakukan
pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan mereka
Intervensi Psikososial
Motivational Intervention
MI berfokus pada individu untuk membantu mengeksplorasi dan mengatasi ambivalensi
dalam mengubah perilaku. Tujuannya untuk mengidentifikasi dan meningkatkan motivasi
klien tentang perubahan yang konsisten pada diri klien. Fungsi dari Teknik ini adalah
meningkatkan otonomi klien dan rasa tanggung jawab klien untuk mengambil keputusan
klien.