Anda di halaman 1dari 20

“KEPERAWATAN BENCANA”

Kesiapsiagaan bencana dan kebutuhan


pembelajaran di antara koordinator perawat
kesehatan masyarakat di Sulawesi Selatan
Indonesia
Moh. Syafar Sangkala, Marie Frances Gerdtz
Disusun Oleh :
Kelompok 1
Glenda Makalew 18011104001
Gravilia Gosal 18011104009
Natalia Harahap 18011104019
Sarah Sakendatu 18011104021
Valentino Putra 18011104026
Latar Belakang
Jumlah bencana alam yang terjadi di seluruh dunia semakin meningkat, termasuk
Indonesia sebagai negara yang terus mengalami bencana alam dengan tingkat
keparahan yang bervariasi. Terlepas dari bukti ini, informasi yang tersedia
terbatas tentang kesiapsiagaan perawat bencana di Indonesia khususnya di
lingkungan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat
kesiapsiagaan bencana dan kebutuhan pembelajaran saat ini untuk mengelola
bencana alam seperti yang dirasakan oleh koordinator perawat kesehatan
masyarakat (CHN) yang bekerja di pengaturan kesehatan masyarakat di Sulawesi
Selatan, Indonesia.
Metode….
Desain Study
01 Studi ini menggunakan desain survei cross-sectional untuk mengukur
tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kesiapsiagaan saat ini yang
dirasakan di antara koordinator CHN dan untuk menentukan kebutuhan
belajar mereka akan kesiapsiagaan dan manajemen bencana yang efektif.

02 Pengaturan dan Periode Studi


Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sulawesi Selatan
Indonesia. termasuk Dia Puskesmas terletak di 24
kota/kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan tempat
praktek koordinator CHN.
Metode…
Populasi dan Kriteria inklusi untuk penelitian ini adalah:
o
03 pengambilan sampel Pengalaman minimal 2 tahun sebagai

metode Perawat Terdaftar.


o Bekerja sebagai koordinator CHN.
Ada 425 CHN di sulawesi
o Memiliki latar belakang pendidikan
selatan, 24 koordinator kabupaten
minimal diploma tiga tahun di bidang
dan 401 adalah koordinator
keperawatan.
puskesmas yang tersebar di 24
Kriteria eksklusi adalah:
kota/kabupaten di provinsi sulawesi o Survei tidak lengkap
Selatan. o Menolak untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini.
04. Pengerahan

Identifikasi, seleksi dan rekrutmen peserta dilakukan oleh tim peneliti


melalui dua cara yaitu melalui seminar dan workshop internasional
keperawatan kesehatan masyarakat yang diselenggarakan oleh Program
Studi Keperawatan Universitas Hasanuddin, Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Selatan dan Universitas Hyogo Jepang pada tanggal 13 –14
September 2011; dan pendekatan langsung dilakukan dengan
mengunjungi Puskesmas tempat koordinator CHN praktek.
05. Peralatan
Survei dibagi menjadi dua bagian. Bagian “pendahuluan” terdiri dari Alat Evaluasi
Kesiapsiagaan Bencana (DPET) yang dikembangkan oleh Bond dan Tichy. Ini mengukur
tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kesiapsiagaan pribadi saat ini terkait dengan bencana.
DPET Instrumen berisi 47 pertanyaan bertipe Likert
Survei terakhir berisi 38 pertanyaan tipe Likert yang diukur menggunakan skala Likert 6
poin dan terdiri dari: 13 item yang berfokus pada pengetahuan, 8 pertanyaan yang berkaitan
dengan keterampilan, dan 17 item yang dinilai pribadi. persiapan penanggulangan bencana
( PDM).
Bagian "metode" mencari informasi demografis dan memasukkan dua pertanyaan terstruktur
untuk menentukan kebutuhan pembelajaran terkait kesiapsiagaan bencana dari
koordinator CHN dan diambil dari berbagai studi
06. Validitas dan Keandalan
Studi ini mereproduksi survei dari studi sebelumnya yang
telah diuji dan dikutip beberapa kali. Proses validitas
terdiri dari dua tahap, menyaring konten dan
mengecualikan item yang tidak fokus pada pertanyaan
penelitian. Uji reliabilitas disajikan berdasarkan jumlah
peserta penelitian
Metode ….
07. Analisa Data
Data disajikan dengan statistik deskriptif
seperti frekuensi, persentase dan ukuran tendensi
sentral. Pengukuran Median dan Inter-Quartile
Range/IQR lebih disukai karena data tidak
berdistribusi normal.
08. Pertimbangan Etis
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etis dari Komite
Etika Penelitian Manusia Universitas Melbourne (HREC). Izin
penelitian juga diperoleh dari Pemerintah Sulawesi Selatan dan
Dinas Kesehatan Provinsi sebelum memulai penelitian ini
Hasil
254 kuesioner dibagikan kepada
koordinator CHN di Sulawesi Selatan,
Indonesia. 238 dikembalikan, mewakili
tingkat respons 93,7%. Setelah
pembersihan data, Akhirnya, hanya
214 kuesioner (84,25%) yang
dimasukkan untuk analisis data.
1. Karakteristik
Demografis
 Koordinator CHN yang berpartisipasi dalam penelitian ini
berusia antara 22 dan 48 tahun dengan usia rata-rata 31 tahun.
Pengalaman sebagai RN berkisar antara 2 hingga 26 tahun
dengan median 10 tahun. Pengalaman sebagai koordinator
CHN berkisar antara 1 hingga 16 tahun dengan rata-rata 2
tahun.

Data ini menunjukkan bahwa meskipun pengalaman responden


sebagai RN bervariasi, dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden kurang berpengalaman sebagai koordinator CHN di
tempat kerja mereka.
Lanjutan…
 mayoritas koordinator CHN adalah perempuan (66,8%,n= 143), berasal dari daerah
rawan bencana tinggi (54,2%, n= 116) dan telah mencapai diploma dalam keperawatan
sebagai pendidikan tertinggi (58,4%, n= 125). Sekitar 43,9% ( n= 94) koordinator CHN
memiliki rentang usia antara 30 dan 39 tahun. Lebih dari separuh koordinator CHN
(55,6%, n= 119) memiliki pengalaman sebagai RN kurang atau sama dengan 10 tahun
dan lebih dari tiga perempatnya (76,6%, n= 164) pernah menjadi koordinator kurang
dari atau sama dengan 3 tahun.
 Pelatihan kebencanaan dan partisipasi dalam kebencanaan yang sesungguhnya
merupakan pengalaman berharga untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan manajemen
bencana. Di antara koordinator CHN, hanya ada 33,2% ( n= 71) yang pernah mengikuti
kursus/pelatihan kebencanaan. Sekitar 84,5% ( n= 60) dari mereka merasa bahwa
kursus tersebut memenuhi kebutuhan kesiapsiagaan bencana. Dalam referensi
partisipasi dalam bencana nyata, hanya ada 25,2% ( n= 54) Kordinator CHN yang
pernah berpartisipasi dalam bencana nyata sejak menjadi koordinator dan mayoritas
(87%,n= 47) merasa siap ketika berpartisipasi dalam bencana.
Tiga domain

2) Tingkat kesiapsiagaan bencana yang


kesiapsiagaan diukur (pengetahuan,
keterampilan dan PDM yang
dirasakan).
3) Pengetahuan
01 Sudah siap berpartisipasi dalam menciptakian pedoman baru

02 Rencana untuk keadaan darurat / melobi untuk perbaikan


tingkat local atau nasional
Karena dianggap sebagai figur kepemimpinan kunci dalam komunitas
03 mereka dalam situasi bencana ( Median=4, IQR=2–5);
untuk memiliki kesepakatan dengan orang yang dicintai
04 dan anggota keluarga tentang cara melaksanakan rencana
darurat pribadi/keluarga mereka (Median=4, IQR=3–5).

05 Menganggap diri sangat siap dan memiliki ketrampilan


4) Persiapan penanggulangan
bencana
Responden menganggap diri mereka cukup siap
untuk sebagian besar area yang diukur seperti
identifikasi PTSD dan intervensi psikologis
5) Kebutuhan Belajar
 sekitar sepertiga dari semua koordinator
CHN (32,2%, n=69) menganggap program
Metode Pembelajaran
Temuan menunjukkan bahwa
sarjana/sarjana keperawatan sebagai
1 latihan/pelatihan kebencanaan
sumber utama pengetahuan dan
(32,9%, f = 200),
keterampilan kebencanaan.
berpartisipasi dalam bencana
 lebih dari empat puluh persen koordinator 2 nyata (23,9%, f = 145)
CHN mengindikasikan kelas/pelatihan
bencana dan latihan fasilitas berkelanjutan program kurikulum akademik
sebagai sumber utama pengetahuan dan 3 (20,1%, f = 122)
keterampilan kebencanaan mereka.
Pembahasan ….
 persepsi tingkat kesiapsiagaan bencana koordinator CHN di Provinsi Sulawesi Selatan
Indonesia ditemukan pada tingkat sedang.

 Terjadi peningkatan kesadaran akan perlunya kesiapsiagaan dan penanggulangan


bencana di Indonesia dalam satu dekade terakhir terutama pasca tsunami di Provinsi
Aceh pada tahun 2004 dan bencana alam yang berulang di Pulau Sumatera dan Jawa
pada tahun 2008. Hal ini dapat dilihat dari pengurangan risiko bencana.

 Upaya dimulai di tingkat masyarakat seperti perubahan puskesmas sebagai bagian dari
sistem manajemen darurat nasional dan pusat rehabilitasi berbasis masyarakat

 Pada penelitian ini ditemukan tingkat pengetahuan yang dirasakan sedang hingga kuat.
Pembahasan….
 respon terendah dalam domain ini melaporkan kesulitan dalam menemukan informasi atau literatur yang
relevan tentang kesiapsiagaan dan manajemen bencana

 Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa persepsi keterampilan koordinator CHN sedikit dirasakan
pengetahuan di lebih baik

 Tanggapan terendah terkait partisipasi dalam pembuatan pedoman baru, rencana darurat atau lobi untuk
perbaikan di tingkat lokal dan nasional, dan pertimbangan sebagai figur kepemimpinan utama dalam situasi
bencana

 perlunya meningkatkan kesiapsiagaan koordinator CHN dalam kaitannya dengan keperawatan kesehatan
jiwa setelah bencana karena masalah kesehatan jiwa merupakan salah satu beban besar terutama setelah
bencana.

 sebagian besar koordinator CHN menganggap seringnya latihan/pelatihan bencana, Berpartisipasi dalam
bencana nyata dan memasukkan keperawatan bencana dalam kurikulum akademik sebagai mekanisme yang
efektif untuk mengoptimalkan kesiapsiagaan bencana.
Implikasi ….
 Studi ini mengungkapkan area untuk perbaikan dan kebutuhan
pembelajaran manajemen bencana di masyarakat

 sangat penting untuk menyediakan program bencana yang efektif dan


berkelanjutan bagi perawat terutama mereka yang bekerja di komunitas
yang dirancang berdasarkan kebutuhan belajar mereka untuk mencapai
tingkat kesiapsiagaan dan manajemen bencana yang optimal.

 Akhirnya, Indonesia adalah negara daerah rawan bencana, sehingga


memasukkan kompetensi keperawatan bencana ke dalam kurikulum
keperawatan nasional sangat penting untuk memastikan perawat Indonesia
memperoleh standar pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
berpartisipasi dalam setiap kejadian bencana.
THANKS!!
!

Anda mungkin juga menyukai