Kedua, Bacuramin Ka’ Saruga (relasi manusia dengan alam raya). Titik tolak dari prinsip kedua ini adalah
kesadaran masyarakat Dayak bahwa hidup bersama merupakan sebuah realitas yang kompleks dan
konfliktual. Manusia tidak hanya perlu membangun relasi dengan sesamanya saja tetapi juga dengan alam
Bacuramin Ka’ Saruga semesta ini. Bacuramin Ka’ Saruga ini juga merupakan prinsip yang mengantar orang pada pandangan
tentang surga. Karena surga adalah simbol perdamaian, ketenangan, sukacita dan kesempurnaan. Dengan
demikian, orang Dayak berusaha mengaktualisasikan hidup yang teratur dengan semangat “memandang”
surge.
Ketiga, Basengat Ka’ Jubata, prinsip hidup yang mengarahkan diri pada yang transensdental, yakni Allah
Sang Pemberi Hidup. Orang Dayak menyadari diri bahwa hidupnya merupakan suatu pemberian dari
yang transendental tersebut. Maka tidak heran bila orang Dayak sering kali melakukan ritual dalam
berbagai kegiatan dengan intensi mohon restu dan berkat dari Jubata (Sang Pemberi Hidup). Kesadaran
Basengat Ka’Jubata inilah yang menjadikan orang Dayak bergantung pada Yang Pemberi Hidup tersebut. Dengan memiliki
kesadaran ini, orang Dayak berusaha membangun relasi yang mendalam dengan–Nya. Kesadaran yang
mendalam ini membawa orang pada nilai yang hidup teratur karena mengarah pada “Kebaikan Tertinggi”.
KESIMPULAN
Setiap suku memiliki cara yang khas untuk mempererat persaudaraan yang ada, demikian dengan suku dayak
dalam pengucapan Adil Ka’Talino, Bacuramin Ka’ Saruga. Setiap respon yang diberikan merupakan transfer
semangat yang tidak disadari dapat menular. Bahkan dalam keberadaannya semboyan ini sangat diakui, dan
dapat membawa dampak besar baik di dalam suku dayak maupun diluar lingkungan dayak. Sebagaimana
artinya bersikap adil kepada sesama dalam tindakan dan perbuatan, bercermin kepada kehidupan surga, serta
menginggat kehidupan adalah pemberian Sang Pencipta. Dalam menjalankan peran dan fungsinya di tengah-
tengah masyarakat dayak bukanlah hal yang mudah. Mengingat kemajuan zaman yang semakin memudarkan
kearifan lokal, budaya dan tata cara diluar dayak sudah berbaur dengan tradisi yang ada. Nilai-nilai dan norma
masyarakat dalam perkembangannya semakin memudar, sehingga sampai pada titiknya akan hilang dan punah.
Jika tidak ada kesadaran dalam individu untuk menjaga sebagaimana keberadaannya , Serta hari ini kita
kaitkan dengan moderasi beragama aalah dasar pemahaman tentang cara beragama dengan ragam kultural serta
kita beragama tidak terlalu ekstrim.