Mobilitas aktor dan organisasi yang menjadi media bagi lalu lintas bergeraknya hukum
hukum bergerak
Contoh: buruh migran yang bermigrasi dari desa ke kota dalam suatu negara membawa
hukum adatnya ke wilayah urban, dan hukum lokal diaplikasikan dalam kondisi yang
sangat baru.
Apakah Akibat dari Hukum yang Bergerak terhadap
Kajian Ilmu Hukum Hari ini?
• sistem hukum yang berbeda saling berkontestasi atau sebaliknya beradaptasi satu sama
lain, sehingga suatu sistem hukum tertentu tidak dapat dipandang sebagai suatu entitas
yang jelas batas-batasnya karena sudah berbaur satu sama lain
• konstelasi pluralisme hukum yang dicirikan oleh besarnya keragaman dalam karakter
sistemik dari tiap-tiap cluster. Konteks hukumnya mungkin jelas (hukum negara,
hukum agama, hukum adat, atau hukum kebiasaan), tetapi keberadaan sistem hukum
secara bersama-sama itu menunjukkan adanya saling difusi, kompetisi, dan tentu saja
perubahan sepanjang waktu.
Bagaimana Hukum Kebiasaan/Hukum Adat/Hukum Non-
Negara Perlu Diposisikan dalam Realitas Pluralisme Hukum?
• Pada tahun 1950- an atau 1960-an, menurut Keebet, banyak upaya untuk menunjukkan
bahwa kebiasaan-kebiasaan lokal juga dapat dipandang sebagai hukum. Meskipun dasar
legitimasinya berbeda dari hukum negara, tetapi tidak ada perbedaan yang mendasar
antara hukum negara dan hukum rakyat.
• Pada tahun 1978 Holleman mengatakan bahwa di wilayah urban di negara-negara
berkembang, tumbuh bentuk-bentuk hukum baru yang tidak dapat diberi label sebagai
hukum negara, hukum adat, atau hukum agama, sehingga disebut sebagai hybrid law,
dan banyak pengarang lain menyebutnya unnamed law.
Bagaimana Hukum Kebiasaan/Hukum Adat/Hukum Non-
Negara Perlu Diposisikan … (2)
• Apa yang disebut sebagai hukum adat, hukum lokal ternyata berbeda dari yang dipikirkan.
– Dapat terjadi putusan dari peradilan adat di Minangkabau berisi, atau memberi ruang
kepada, substansi hukum negara.
– putusan hakim pengadilan negara berisi unsur-unsur adat dan memberi pengakuan
terhadap hukum adat.
– di beberapa daerah banyak upaya melembagakan hukum adat ‘baru’ dengan format
hukum negara, yaitu menjadi peraturan daerah atau peraturan desa mengikuti stuktur
formal dan logika hukum negara.
• Membedakan hukum negara, hukum adat, hukum agama, dan kebiasaan secara tegas,
adalah romantisme masa lalu, yang sudah ‘mati’.
Terlalu banyak fragmentasi, overlap dan ketidakjelasan. Karena batas antara hukum yang satu
dan yang lain menjadi kabur, dan hal ini merupakan proses yang dinamis yang memang
terjadi dan tidak dapat dielakkan.
Pluralisme Hukum Lemah
• Sentralisme Hukum
– Pengakuan hak-hak MHA dalam PUU
Pluralisme Hukum Kuat