Anda di halaman 1dari 10

Menganalisis Efek Perpajakan

dalam Perekonomian I
Kelompok 7
Azka Safira Rahman 1701620063
Nadhirah Putri Akhsana 1701620074
Nursyifa Aprilisa 1701620124
Wanda Nurfadillah 1701620062
Yericho Lam Pedro Simamora 1701620089
A. Pengaruh Pajak terhadap konsumsi
Kita misalkan lebih lanjut bahwa seseorang dapat membelanjakan seluruh pendapatannya untuk membeli dua jenis
barang, yaitu barang publik (Z) dan barang swasta (S). Apabila seseorang (H) menggunakan seluruh pendapatannya
untuk membeli barang Z maka ia akan memperolehnya sebanyak OA unit. Sebaliknya apabila H menggunakan
pendapatannya untuk membeli barang 5, maka ia akan memperoleh barang S sebanyak O unit seperti ditunjukkan
pada Diagram 10.1.

Apabila H dikenakan pajak perseorangan, maka garis anggaran bergeser ke kiri sejajar dengan garis AB menjadi
garis CD. Adanya pajak perseorangan menyebabkan kepuasan kombinasi konsumsi barang Z dan S pada titik Q tidak
lagi dapat dicapai karena pajak tersebut menyebabkan berkurangnya penghasilan H. Sekarang H hanya dapat
mencapai kepuasan tertinggi pada persinggungan antara garis anggaran CD dengan kurva indififerens lain yang lebih
rendah dari kurva indiferens aa, misalnya pada titik R.
B. Pengaruh Pajak terhadap Pengeluaran
kita asumsikan bahwa seseorang menabung dengan motif untuk menggunakan hartanya
untuk melakukan konsumsi pada waktu yang akan dating. Penghasilan seseorang dapat
digunakan untuk dua tujuan, yaitu sebagai konsumsi dan tabungan, atau dapat dirumuskan
dengan Y = C + S, dengan begitu setiap orang bias melakukan pertimbangan terhadap
pengeluarannya untuk konsumsi atau menabung.

Pengeluaran individu akan semakin besar dikarenakan adanya pengenaan pajak terhadap
dirinya. Semisal, dia telah memiliki pekerjaan tetap. Pendapatan yang ia terima akan dibagi
menjadi dua, untuk konsumsi dan menabung. Dalam penggunaan untuk konsumsi, terdapat
konsumsi untuk kebutuhan sehari-hari, kebutuhan lainnya, serta bayar pajak. Dengan begitu,
semakin besar pajak yang dikenakan kepadanya, maka semakin besar juga pengeluaran yang
ia lakukan.
C. Pengaruh Pajak terhadap Motivasi Menabung
Turunnya konsumsi (C) dan tabungan (S) masyarakat akan ditentukan oleh tingginya hasrat
konsumsi marginal (marginal propensity to consume = mpc) dan hasrat tabungan marginal
(marginal propensity to save = mps), di mana mpc + mps - 1.

Di samping itu perlu disadari bahwa pajak mempunyai pengaruh terhadap kemampuan dan
kemauan untuk bekerja, untuk menabung maupun untuk investasi. Pada umumnya kemauan
untuk bekerja itu akan terpengaruh oleh pengenaan pajak bila pajak itu dikenakan terhadap
penghasjlan wajib pajak. Tetapi karena penghasilan merupakan pajak pusat, maka pengenaan
pajak daerah tidak akan mempengaruhi kemampuan bekerja wajib pajak penghasilan tersebut.

Kemampuan untuk menabung berkurang karena bagian pendapatan yang dikonsumsikan


mungkin bertambah dengan adanya pajak-pajak daerah. Pengenaan pajak daerah akan
meningkatkan bagian pendapatan yang dikonsumsikan
D. Pengaruh Pajak terhadap Pemilihan Tabungan

Seseorang yang menabung seluruh uangnya dalam bentuk tunai akan berada pada titik O yang
berarti ia tidak akan memperoleh hasil; sebaliknya, iapun tidak menanggung risiko penurunan
nilai tabungannya. Sebaliknya, apabila ia menabung seluruh uangnya dalam bentuk tabungan
yang mempunyai risiko tinggi, maka ia berada pada titik A di mana ia akan memperoleh
penghasilan dari tabungan yang tinggi dengan risiko yang tinggi pula. Seseorang akan
bersedia menabung uangnya pada bentuk bentuk tabungan yang mempunyai risiko tinggi
hanya apabila is mengharapkan hasil yang tinggi pula. Seseorang dapat pula memegang
tabungannya dalam kombinasi uang tunai dan jenis tabungan yang mengandung risiko.
F. Pengaruh Pajak terhadap Penawaran Tenaga Kerja

Pada Diagram 10.11. diperlihatkan bahwa adanya pajak menyebabkan seseorang bekerja lebih
keras. Hal tersebut tidak selalu begitu, sebab pajak dapat menyebabkan seseorang bekerja lebih
keras, tetapi mungkin juga dapat menyebabkan seseorang bekerja lebih sedikit atau tidak
mengubah jam kerjanya sama sekali. Dalam hal ini ekonomi teori tidak dapat menentukan
secara apriori pengaruh pajak terhadap lamanya seseorang bekerja. Pada Diagram 10.12.
berlihat bahwa apabila adanya pajak menyebabkan terlihat bahwa apabila adanya pajak
menyebabkan posisi seseorang berpindah dari titik E ke titik R yang berarti orang tersebut tidak
mengubah jam kerjanya. Sebaliknya apabila seseorang karena pajak menyebabkan posisinya
berpindah dari E ke T, berarti adanya pajak justru menyebabkan orang yang bersangkutan
mengurangi jam kerjanya.
STUDI KASUS
pemerintah secara resmi telah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN)
menjadi 11 persen tepat pada tanggal 1 April 2022. Kebijakan ini merupakan amanat
pasal 7 Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
(UU HPP). UU tersebut mengatur bahwa beberapa barang yang dibebaskan dari
pengenaan PPN di antaranya barang kebutuhan pokok, jasa pelayanan kesehatan medis,
jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, dan jasa pendidikan. Pemerintah membandingkan
bahwa tarif PPN di Indonesia masih di bawah rata-rata PPN di negara OECD dan
negara lainnya, yaitu sebesar 15%, sehingga masih ada ruang bagi Indonesia untuk
menaikkan tarif PPN (setkab.go.id). Namun bila dibanding negaranegara ASEAN, tarif
PPN Indonesia saat ini tertinggi setelah Filipina (12%), Singapura dan Thailand sebesar
7%, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Malaysia sebesar 10%, Myanmar 5%, serta Brunei
tidak ada PPN (PWC, 2021). Tulisan ini akan membahas dampak kenaikan tarif PPN
terhadap beberapa indikator ekonomi. Pemerintah berpandangan bahwa melalui kenaikan tarif PPN,
diharapkan akan meningkatkan potensi penerimaan negara yang pada akhirnya dapat menunjang
pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi
Pertama, kenaikan PPN sebesar 1% berpotensi semakin mendorong inflasi. Sejak akhir tahun 2021,
beberapa komoditas dan kebutuhan pokok dalam negeri seperti BBM, gas LPG 12 kg, minyak goreng,
dan terigu menanjak naik akibat harga komoditas global yang meningkat (Gambar 2). Bahkan inflasi
bulan Maret 2022 tercatat tertinggi sejak Mei 2019 yaitu 0,66 % (mtm) (Gambar 3). Meskipun kenaikan
tarif PPN hanya sedikit, namun dampaknya merambat hampir ke semua harga produk dan beberapa
aktivitas jasa. Kepala BPS memperkirakan inflasi akan terus meningkat di bulan April 2022 ini (Kontan,
2022).

Kedua, penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan PPN berdampak pada perlambatan pertumbuhan
ekonomi. Turunnya daya beli masyarakat mengakibatkan tingkat konsumsi rumah tangga melemah. Hal
ini dikarenakan masyarakat akan merasa ada penambahan beban pajak yang harus dibayarkan sehingga
menurunkan pola konsumsi. Adapun kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB ialah sebesar 51%,
maka penurunan konsumsi akibat kenaikan PPN akan cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Ketiga, kenaikan PPN berpotensi menambah angka pengangguran. Peningkatan tarif PPN akan semakin
menggerek biaya produksi dan konsumsi, dimana hal ini mengakibatkan melemahnya daya beli
masyarakat. Daya beli yang menurun berdampak pada utilisasi dan penjualan yang ikut melemah, dan
pada akhirnya kinerja keuangan perusahaan ikut terdampak. Kinerja perusahaan yang menurun akan
berimplikasi pada berkurangnya penyerapan tenaga kerja yang mengakibatkan meningkatnya angka
pengangguran.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai