Anda di halaman 1dari 3

NAMA : NIRVANI NOVALIN KADJA

NIM : 33118051

Soal UTS Hukum Pajak :


1. Jelaskan pendapat anda, pada masa pandemi covid-19 saat ini pendapatan negara dari
sektor perpajakan mengalami penurunan yg cukup signifikan, bagaimana hal tsb bila
dikaitkan dengan fungsi pajak (fungsi mengatur dan fungsi budgeting), berikan
contoh.
Jawaban :
Fungsi Mengatur
merupakan fungsi pajak sebagai alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan
negara dalam lapangan sosial dan ekonomi. Artinya, pajak dapat digunakan untuk
menghambat laju inflasi, alat untuk mendorong kegiatan ekspor, proteksi atau
perlindungan terhadap barang produksi dari dalam negeri, menarik investasi modal
yang membantu perekonomian agar semakin produktif. Masa pandemi melemahkan
berbagai sektor penting di Indonesia, baik sektor ekonomi, pariwisata, pendidikan,
perindustrian maupun kesehatan. PSBB membuat gaya hidup masyarakat berubah 180
derajat, sehingga sektor yang sebelumnya menguntungkan justru merugi dan
sebaliknya. Untuk menjaga agar pelaku usaha dan masyarakat yang terkena dampak
tidak terjerembab semakin dalam, pemerintah memberikan berbagai stimulus
termasuk insentif pajak. Di sinilah pajak menjalankan fungsi mengaturnya.

Fungsi Budgeting
Fungsi budgeting adalah fungsi pajak sebagai sumber pemasukan keuangan negara
dengan cara mengumpulkan dana atau uang dari Wajib Pajak (WP) ke kas negara
untuk membiayai pembangunan nasional atau pengeluaran negara lainnya. Dengan
kata lain, pajak merupakan sumber pendapatan negara yang memiliki tujuan
menyeimbangkan pengeluaran negara dengan pendapatan negara.

Sebagai contoh, saat sebelum pandemi tahun 2020 berdasarkan postur APBN 2020,
rencana awal belanja pemerintah adalah Rp 2.540,4 triliun dan target penerimaan
negara sebelum Covid-19 adalah Rp 1.760,9 triliun yang sebagian besar dari pajak.
Seiring perkembangan ekonomi terkini akibat pandemi, pemerintah melalui Menteri
Keuangan kembali merevisi target penerimaan pajak di akhir tahun 2020 hanya
mencapai Rp 1.198,9 triliun, turun 4,6 persen perkiraan sebelumnya, yaitu sebesar Rp
1.254,1 triliun. Dengan kata lain, dampak ekonomi virus korona ini menyebabkan
lesunya penerimaan pajak.
2. Jelaskan apakah pada masa pandemi covid-19 saat ini,pemerintah perlu membuat
kebijakan perluasan objek pajak atau perampingan objek pajak ?.
Jawaban :
Penambahan objek pajak baru, baik yang dipungut oleh Ditjen Pajak (DJP)
maupun Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) sangat diperlukan untuk meningkatkan tax
ratio. Sebagai tahap awal, pemerintah akan memungut pajak atas perdagangan melalui
sistem elektronik (PMSE). Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir, transaksi online
berkembang begitu cepat dan berpotensi menggantikan pasar konvensional.
Pemajakan atas PMSE diharapkan mampu menjadi sumber penting
pendapatan negara karena nilai transaksinya yang besar di masa yang akan datang.
Pemerintah juga akan menggali sumber penerimaan dari cukai. Selama ini cukai
hanya dibebankan atas produk rokok, minuman beralkohol, dan etil alkohol. Padahal,
sambung pemerintah, ada banyak barang lain yang dapat dikenakan cukai, seperti
plastik, minuman berpemanis, dan bahan bakar minyak (BBM).
Sebab selain ditujukan untuk mengendalikan konsumsi mengingat dampaknya
yang membahayakan lingkungan maupun kesehatan, pengenaaan cukai atas barang-
barang tersebut tentu dapat menambah pendapatan negara yang pada gilirannya akan
meningkatkan tax ratio.

3. Jelaskan apakah pemerintah perlu mengkaji ulang mengenai tarif pajak yg berlaku
selama ini bila dikaitkan dengan penurunan pendapatan negara dari sektor perpajakan
pada masa pandemi covid-19 ?.
Jawaban :
Pajak menjadi salah satu instrumen yang diandalkan oleh banyak negara, tidak
terkecuali Indonesia, dalam merespons pandemi Covid-19. Dari kajian DDTC Fiscal
Research ditemukan respons Indonesia dengan menggunakan instrumen pajak relatif
progresif. Pada awal respons, pemerintah menggunakan pajak untuk memitigasi efek
wabah virus Corona terhadap perekonomian. Dengan pajak, pemerintah ingin
menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat, dan produktivitas
sektor tertentu yang terdampak pandemi Covid-19.

4. Jelaskan mengapa Pajak Bumi dan Bangunan dijadikan sebagai pajak daerah
kabupaten/kota dan bukan sebagai pajak pusat?.
Jawaban :
Karena Selama ini perencanaan kota dianggap tidak efektif, karena pemerintah tidak
memiliki alat untuk intervensi kepada pasar bumi dan bangunan (properti). Dan para
birokrat teknokrat sendiri secara salah menganggap harga tanah dan bangunan adalah
urusan pasar” semata. (Kalau harga tanah adalah urusan pasar semata, buat apa ada
profesi perencanaan kota dan pemerintah?). Kita mengetahui, kota-kota dengan tata-
guna lahan (land-use) yang teratur menjadi demikian karena diatur, antara lain dengan
penetapan pajak bumi dan bangunan. Kombinasi land-use dan harga tanah dan
bangunan (yang antara lain dikelola melalui penetapan PBB) akan memudahkan
ketersedian perumahan dan fasilitas dasar lainnya sesuai kebutuhan, dan kota tidak
dipenuhi hanya oleh yang komersial (dengan nilai keuntungan tertinggi dalam jangka
pendek), sehingga kota lestari dan tetap kompetitif dalam jangka panjang karena
efisien dan produktif.
PBB dapat menjadi insentif dan disensentif bagi fungsi atau kegiatan tertentu untuk
berkembang di dalam suatu kawasan tertentu, di atas tanah tertentu. Investasi
pemerintah besar-besaran sekarang di pembangunan infrastruktur, misalnya, dapat
memanfaatkan penetatapan PBB di sepanjang koridor infrastruktur sebagai dorongan
untuk pengembangan fungsi tertentu.

5. Jelaskan pendapat anda, pada masa pandemi covid-19 banyak sektor usaha yg
mengalami penurunan pendapatan bahkan ada yg menutup usaha nya, hal tsb
mengakibatkan terjadinya penugakan pembayaran pajak atau hutang pajak,apakah hal
tsb dapat dikategorikan sebagai Force Majuer sehingga hutang pajak nya dapat
dibebaskan oleh pemerintah?.
Jawaban :
Menurut saya hal tersebut bisa dikatakan sebagai Force Majuer karena salah satu
dasar hukum yang mengatur yaitu Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata :
“Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi dan
bunga apabila ia tak dapat membuktikan bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang
tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan karena suatu hal yang tak terduga,
pun tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika iktikad
buruk tidak ada pada pihaknya.”
“Tiadalah biaya rugi dan bunga harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa
atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si berutang berhalangan memberikan atau
berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan
perbuatan yang terlarang.”
Jadi hutang pajaknya bisa dibebaskan oleh pemerintah.

6. Jelaskan mengapa pajak penghasilan yg berlaku saat ini mengunakan tarif pajak
progresif?.
Jawaban :
Karena Lapisan penghasilan kena pajak (PKP) sampai Rp50 juta, tarif pajaknya 5%.
Lapisan PKP lebih dari Rp50 – Rp250 juta, tarif pajaknya 15%. Lapisan PKP lebih
dari Rp250 -Rp500 juta, tarif pajakya 25%. Lapisan PKP di atas Rp500 juta, tarif
pajaknya 30%.

7. Jelaskan apakah sistem pemungutan pajak yg berlaku saat ini masih relevan bila
dikaitkan dengan kondisi pandemi covid-19 ?.
Jawaban :

8. Jelaskan pendapat anda, mengapa Hukum Pajak sangat penting dipelajari oleh
mahasiswa Fak. Ekonomi khusus nyamhsprodi akuntansi ?.
Jawaban :
Menurut saya pentingnya mempelajari Hukum Pajak karena mahasiswa dapat
merumuskan dan memahami hak dan kewajiban Wajib Pajak dan prosedur serta
sanksi sehubungan dengan pajak-pajak yang diperlakukan di Indonesia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai