Anda di halaman 1dari 7

HUKUM ASURANSI

NABILA SYA’BANIAH 21410733


HUKUM DAGANG A
PENGERTIAN ASURANSI
• Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di
mana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya
kepada tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan,
kerusakan atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dideritanya
karena kejadian yang tidak pasti. Dari definisi yang dirumuskan Pasal 246 KUHD
tersebut, dapat ditarik beberapa unsur yang terdapat di dalam asuransi, yakni:
1. ada dua pihak yang terkait dalam asuransi, yakni penanggung dan tertanggung;
2. adanya peralihan risiko dari tertanggung kepada penanggung;
3. adanya premi yang harus dibayar tertanggung kepada penanggung
4. adanya unsur peristiwa yang tidak pasti (onzeker vooral, evenement); dan
5. adanya unsur ganti rugi apabila terjadi sesuatu peristiwa yang tidak pasti.
MACAM-MACAM ASURANSI
Ilmu pengetahuan hukum, berdasarkan karakter perjanjian asuransi membagi asuransi dalam dua golongan
yaitu ; Asuransi Kerugian dan Asuransi Jumlah. Tujuan asuransi kerugian (schade verzekering) adalah
memberikan penggantian kerugian yang mungkin timbul pada harta kekayaan tertanggung. Tujuan asuransi
jumlah (sommen verzekering, sum insurance) adalah untuk mendapatkan pembayaran sejumlah uang tertentu,
tidak tergantung pada persoalan apakah peristiwa yang tidak pasti itu (evenement) menimbulkan kerugian atau
tidak. Dalam perkembangannya, sehubungan dengan lahir dan berkembangnya asuransi yang sebelumya belum
pernah dikenal, ada beberapa jenis asuransi yang secara murni tidak dapat dimasukkan ke dalam golongan
asuransi jumlah atau kerugian seperti tersebut diatas. Hal ini disebabkan asuransi-asuransi yang baru
berkembang tersebut mengandung unsur-unsur baik asuransi kerugian maupun asuransi jumlah. Termasuk di
dalam golongan ini diantaranya “asuransi kecelakaan“ dan “asuransi kesehatan”. Asuransi semacam ini dapat
disebut sebagai asuransi varia. Di dalam praktek terdapat penggolongan besar asuransi sebagai berikut ;
1. Asuransi jiwa (life insurance)
2. Asuransi Pengangkutan Laut (marine insurance)
3. Asuransi Kebakaran (fire insurance)
4. Asuransi Varia
DASAR HUKUM ASURANSI
• Dasar hukum asuransi di Indonesia saat ini diatur dalam UU Nomor
40 Tahun 2014 atau UU Perasuransian. Undang-undang ini
menggantikan UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
• Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Bab 9 Pasal 246
• Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320 dan Pasal 1774
• Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992
• Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999
PRINSIP-PRINSIP ASURANSI
Untuk mendukung karakteristik sifat khusus perjanjian asuransi dan
untuk memelihara dan mempertahankan sistem perjanjian asuransi
diperlukan adanya prinsip-prinsip yang mempunyai kekuatan
mengikat/memaksa, yaitu sebagai berikut
1. Prinsip Kepentingan yang dapat di Asuransikan (Insurable Interest)
2. Prinsip Indemnitas (Indemnity)
3. Prinsip Kejujuran Sempurna (Utmost Good Faith)
4. Prinsip Subgrogasi bagi Penanggung (Subrogation)
5. Prisip Kontribusi (Contribution)
PERJANJIAN ASURANSI
Perjanjian Asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian yang
mempunyai sifat khusus, sifat-sifat khusus asuransi sebagai berikut ;
1. Perjanjian Asuransi Bersifat Aletair (aletary)
2. Perjanjian Asuransi merupakan Perjanjian Bersyarat (conditional)
3. Perjanjian Asuransi adalah Perjanjian Sepihak (unilateral)
4. Perjanjian Asuransi adalah Perjanjian yang Bersifat Pribadi (personal)
5. Perjanjian Asuransi adalah Perjanjian yang Melekat pada Syarat
Penanggung (adhesion)
6. Perjanjian Asuransi adalah Perjanjian dengan Syarat Iktikad Baik yang
Sempurna
PERJANJIAN ASURANSI SEBAGAI
PERJANJIAN UNTUNG-UNTUNGAN
Dalam KUHPerdata Pasal 1774, perjanjian asuransi digolongkan sebagai perjanjian untung-
untungan yang disejajarkan dengan perjudian dan pertaruhan, telah melahirkan interpretasi
bahwa perjanjian perasuransian sama dengan perjudian dan pertaruhan. Akan tetapi
perjanjian asuransi tidaklah sama dengan perjudian dan pertaruhan. Alasan-alasan tersebut
adalah (1) Dalam asuransi berlaku asas lex spesialis derogat lex generalis KUHPerdata
dengan KUHD sehingga perjanjian perasuransian diakui sah secara hukum sebagai sebuah
perbuatan hukum; (2) Adanya pengalihan risiko murni yang diimbangi dengan premi
(bukan risiko spekulatif); (3) Adanya kepentingan yang merupakan syarat mutlak; (4)
Asuransi merupakan bentuk manajemen risiko untuk berbagi risiko (sharing of risk); (5)
Bila salah satu pihak (penanggung) melakukan wanprestasi dapat dituntut melalui
pengadilan. Dari kelima alasan tersebut tidak dimiliki oleh perjanjian untung-untungan
lainnya seperti perjudian dan pertaruhan. Pasal 1774 yang menggolongkan asuransi sebagai
perjanjian untung-untungan hanyalah dalam makna besarnya kewajiban penanggung dalam
asuransi pertanggungan itu ditentukan oleh kejadian-kejadian yang kemudian akan terjadi.

Anda mungkin juga menyukai