Anda di halaman 1dari 109

KONSTRUKSI SISTEM PIPA

TM-4282
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Sistem Perpipaan Berdasarkan


ANSI/ASME B31.3.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Sistem Perpipaan
 Sistem perpipaan berfungsi untuk mengantarkan atau mengalirkan
suatu fluida dari tempat yang lebih rendah ke tujuan yang diinginkan
dengan bantuan mesin atau pompa

 Sistem perpipaan harus dilaksanakan sepraktis mungkin dengan


minimum bengkokan dan sambungan las atau brazing, sedapat mungkin
dengan flens atau sambungan yang dapat dilepaskan dan dipisahkan bila
perlu
 Semua pipa harus dilindungi dari kerusakan mekanis.Sistem perpipaan
ini harus ditumpu atau dijepit sedemikian rupa untuk menghindari
getaran.

 Sambungan pipa melalui sekat yang diisolasi harus merupakan


sambungan flens yang diijinkan dengan panjang yang cukup tanpa
merusak isolasi.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Sistem Perpipaan
 Untuk merancang sistem pipa dengan benar, engineer harus memahami
perilaku sistem akibat pembebanan dan regulasi (kode standard design)
yang mengatur perancangan sistem pipa.

 Perilaku sistem pipa ini antara lain digambarkan oleh parameter-


parameter fisis, seperti perpindahan, percepatan, tegangan, gaya,
momen dan besaran lainnya. Kegiatan engineering untuk memperoleh
perilaku sistem pipa ini dikenal sebagai analisa tegangan pipa atau
dahulu disebut juga analisa fleksibilitas.

 Kode standard desain dikembangkan di negara-negara industri sebagai


jawaban dari berbagai kecelakaan/kegagalan pada sistem pipa di pabrik-
pabrik yang tidak dirancang dengan aman.Karena itu tujuan utama dari
kode standard desain adalah keamanan (“safety”).
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Sistem Perpipaan
 Pada saat ini ada beberapa buah kode standard dari komite B31 ini
yang sering dipakai sebagai acuan di Indonesia sesuai dengan
kebutuhan bidang industry, yaitu :
• ASME/ANSI B31.1 untuk sistem perpipaan di industri pembangkit
listrik;
• ASME/ANSI B31.3 untuk sistem perpipaan di industri proses dan
petrokimia;
• ASME/ANSI B31.4 untuk sistem pipa transport minyak dan zat cair
lainnya;
• ASME/ANSI B31.5 untuk sistem perpipaan pendingin;
• ASME/ANSI B31.8 untuk pipa transport gas.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Sistem Perpipaan
 Pemilihan kode yang akan digunakan pada perancangan sistem perpipaan
pada prinsipnya tergantung pada pemilik fasilitas
 ada kemungkinan sebuah sistem pipa dapat dirancang berdasarkan dua
buah kode yang berbeda, sebagai contoh Cogeneration Plants pada pabrik
penyulingan dapat dirancang berdasarkan kode B31.1 ataupun B31.3
 Perbedaan kode yang dipilih antara lain berpengaruh pada usia pabrik.
Pabrik yang dirancang berdasarkan kode B31.3 umumnya memiliki usia
20 sampai dengan 30 tahun, sedangkan dengan B31.1 pabrik dapat
diharapkan beroperasi sampai umur 40 tahun
 Perbedaan ini terletak pada factor keamanan (safety factor) yang berbeda,
yaitu kode B31.3 mengunakan faktor keamanan yang lebih rendah
(SF=3.1) dibanding B31.1 (SF=4:1).
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Sistem Perpipaan
 Ada dua teknik pendekatan yang berbeda dalam merancang sistem pipa,
yaitu sistem pipa yang kaku (stiff) dan sistem pipa yang
fleksibel.Pendekatan sistem yang fleksibel lebih mudah dimengerti dan
dapat dilakukan desain kalkulasi secara manual seperti metode kalkulasi
sederhana
 Pendekatan ini menggunakan prinsip semakin fleksibel sebuah struktur
semakin rendah tegangan yang akan terjadi. Fleksibelitas dari sistem pipa
dapat dibuat dengan beberapa cara, antara lain misalnya dengan
menambah expansion loop yang memberikan kebebasan bergerak pada
pipa.
 Metode pendekatan ini hanya ekonomis untuk pipa yang murah harganya,
karena penambahan loop berarti penambahan material pipa dan terutama
elbow yang harganya relative mahal.Sistem pipa yang fleksibel tidak
membutuhkan tumpuan pipa yang terlalu banyak dan biasanya jenis
tumpuannya sederhan dan murah serta tidak menuntut kemampuan
engineering yang tinggi.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Sistem Perpipaan
 Jika material pipa yang digunakan mahal dan tidak ada ruang yang cukup
untuk membuat loop, maka pendekatan kekakuan (stiffness) menjadi
alternatif.
 Metode pendekatan ini dilakukan dengan membuat sistem pipa lebih kaku
dengan menambah pipa restrain, yaitu tumpuan pipa (pipe support), guide,
anchor dan lainnya.
 Metode ini semakin popular penggunannya di offshore platform dimana
keterbatasan ruangan merupakan faktor penting, dan juga pada on-shore
petrochemical plants, dimana sistem modular diterapkan.
 Metode ini relative lebih sulit dilakukan jika disbanding dengan metode
pipa fleksibel karena disini tegangan yang terjadi dibiarkan cukup besar
tetapi tetap terkontrol dan dibatasi.
 Dengan semakin mudahnya penggunaan piranti lunbak untuk menghitung
tegangan pipa (pipping stress analysis software) dalam perancangan pipa
maka metode ini semakin sering diterapkan.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Sistem Perpipaan
 Dibandingkan dengan sistem pipa fleksibel, sistem pipa kaku lebih aman,
yaitu jika terjadi kerusakan (failure) seperti kebocoran kemungkinan besar
sistem pipa secara keseluruhan akan tetap utuh karena pipa-pipa dipegang
oleh banyak tumpuan pipa (pipe restraint).
 Selain itu sistem pipa kaku akan lebih menguntungkan untuk menahan
beban dinamis seperti getaran motor, beban angina dan beban gempa.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Teori Dasar Tegangan Pipa


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Teori Dasar Tegangan Pipa


 Dalam menerapkan kode standard desain, engineer harus mengerti prinsip
dasar dari tegangan pipa dan hal-hal yang berhubungan dengannya
 Sebuah pipa dinyatakan rusak jika tegangan dalam yang terjadi pada pipa
melebihi tegangan batas material yang “diizinkan”.Dari defenisi sederhana
ini ada dua buah istilah yang harus dipahami dengan benar, yaitu tegangan
dalam pipa dan tegangan batas yang “diizinkan”.
 Tegangan dalam yang terjadi pada pipa disebabkan oleh beban luar seperti
berat mati, tekanan dan pemuaian termal, dan bergantung pada geometri
pipa serta jenis material pipa.
 Sedangkan tegangan batas lebih banyak ditentukan oleh jenis material, dan
metode produksinya.Kedua besaran ini dibandingkan dengan menerapkan
teori kegagalan (failure theory) yang ada.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Teori Dasar Tegangan Pipa


Dalam membahas kode standard kita harus membedakan pengertian tegangan
pipa menjadi dua,yaitu :

1. Tegangan pipa aktual, yaitu tegangan hasil pengukuran secara manual


ataupun dengan piranti lunak komputer. Adapun tegangan pipa aktual ini
dikelompokkan ke dalam dua kategori, yakni tegangan normal (normal
stress) dan tegangan geser (shear stress).

2. Tegangan pipa kode, yaitu tegangan hasil perhitungan dengan


menggunakan persamaan tegangan yang tertera dalam kode standard
tertentu.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan Normal

 Tegangan normal terdiri dari tiga komponen tegangan, yang masing-


masing adalah : tegangan longitudinal (longitudinal stress), tegangan
tangensial atau tegangan keliling (circumferential stress atau hoop stress),
dan tegangan radial (radial stress).
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan Longitudinal (Longitudinal Stress)

 Tegangan longitudinal adalah tegangan yang arahnya sejajar dengan


sumbu longitudinal (SL) atau tegangan aksial.

 Nilai tegangan ini dinyatakan positif jika tegangan yang terjadi adalah
tegangan tarik dan negatif jika tegangannya berupa tekan (kompresi).

 Tegangan longitudinal pada sistem pipa disebabkan oleh gaya-gaya aksial,


tekanan dalam pipa, dan bending.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan Longitudinal akibat gaya aksial

Gaya yang diberikan baik berupa tekan atau tarik terhadap luas penampang
pipa, dengan bentuk persamaan ditulis sebagai berikut :

Dimana :
SLX= Tegangan Longitudinal akibat gaya aksial (KPa)
Fax= Gaya aksial (N)
Am= Luas Penampang Pipa (mm2)
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan Longitudinal akibat gaya aksial

Dimana :
do = diameter luar pipa (mm)
di = diameter dalam pipa (mm)

Arah gaya aksial pipa


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan longitudinal akibat tekanan pipa


(pressure gauge)

 Tegangan dalam ini dikarenakan fluida yang ada didalam pipa, fluida ini
akan memberikan tekanan baik searah dengan panjang pipa dan kesegala
arah permukaan pipa.

arah gaya akibat tekanan pipa


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan longitudinal akibat tekanan pipa


(pressure gauge)

Kemudian rumus diatas dapat


disederhanakan menjadi

Dimana :
SL = tekanan longitudinal akibat beban dalam (KPa)
P = tekanan dalam akibat fluida (KPa)
Ai= luas penampang dalam pipa (mm2)
t = ketebalan dinding pipa (mm)
= ro-ri
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan longitudinal akibat momen bending

 Tegangan yang ditimbulkan oleh momen M yang bekerja diujung- ujung


benda.Dalam hal ini tegangan yang terjadi dapat berupa Tensile Bending.

bending momen
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan longitudinal akibat momen bending


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan longitudinal akibat momen bending

 Tegangan ini disebut juga tegangan lendutan (bending stress). Tegangan ini
terjadi paling besar jika c=Ro yaitu :.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan tangensial atau tegangan keliling


(circumferential stress atau hoop stress)

tegangan tangensial

Tegangan ini disebabkan oleh tekanan dalam pipa, dan bernilai positif jika
tegangan cenderung membelah pipa menjadi dua.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan tangensial atau tegangan keliling


(circumferential stress atau hoop stress)

Besar tegangan ini menurut persamaan Lame adalah


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan Radial (Radial Stress)


 Tegangan ini arahnya sama dengan sumbu radial, dan tegangan ini berupa
tegangan kompresi (negatif) jika ditekan dari dalam pipa akibat tekanan
dalam (pressure gauge), dan berupa tegangan tarik (positif) jika didalam
pipa terjadi tekanan hampa (vacuum pressure).

Jika r = ro maka SR = 0 dan jika r =ri maka SR = -P yang artinya tegangan ini
nol pada titik dimana tegangan lendutan maksimum, karena itu tegangan ini
biasanya diabaikan.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan geser

 Tegangan geser terjadi diakibatkan oleh gaya yang bekerja sejajar dengan
permukaan pipa dan karena adanya momen torsi yang terdapat pada pipa,
momen torsi ini dapat berupa dua gaya yang bekerja sejajar dengan arah
yang berlawanan (momen kopel).

 Tegangan geser terdiri dari dua komponen tegangan, yang masing-masing


adalah : tegangan geser akibat gaya geser (shear stress) dan tegangan geser
akibat momen puntir (torsional stress).
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Tegangan geser akibat gaya geser (shear stress)
Tegangangeser akibat gaya geser (shear stress) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan :

Dimana :
V = Gaya Geser
A = Luas Penampang

Tegangan ini mempunyai nilai minimum di sumbu netral (di sumbu simetris pipa) dan bernilai nol
pada titik dimana tegangan lendutan maksimum (yaitu pada permukaan luar dinding pipa).Karena
hal ini dan juga karena besarnya tegangan ini biasanya sangat kecil, maka tegangan ini dapat
diabaikan.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan geser akibat gaya geser (shear


stress)

shear stress
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan geser akibat momen


puntir (torsional stress)
Tegangan geser akibat momen puntir (torsional stress) dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan :
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan geser akibat momen puntir


(torsional stress)

 Tegangan ini terjadi akibat adanya momen yang bekerja pada pipa yang
mengakibatkan adanya pergeseran sudut terhadap sumbu pipa, momen
yang bekerja dapat berupa momen ataupun gaya yang mengakibatkan
terjadinya puntiran.

torsional stress
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan Kode

 Tegangan kode diturunkan dari teori dasar tegangan dan teori kegagalan
dengan memperhatikan hasil penelitian serta percobaan bertahun-
tahun.Tegangan kode memberika standard kriteria kegagalan untuk
perancangan sistem pipa. Ada dua kriteria kegagalan yang berbeda, yaitu :

a. Kegagalan katastrofis yang disebabkan oleh beban primer


b. Kegagalan metal lelah yang disebabkan oleh beban sekunder
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Karakteristik beban primer adalah :

 beban primer biasanya disebabkan oleh gaya (force), seperti tekanan, gaya
berat (bobot mati), gaya spring, gaya dari relief valve dan fluid hammer.
 beban primer tidak bersifat membatas diri sendiri (self-limiting),
maksudnya, setelah deformasi plastis terjadi, selama beban itu bekerja maka
deformasi akan berlanjut terus sampai kesetimbangan gaya tercapai atau
terjadinya patah/kerusakan.
 beban primer sifatnya tidak berulang (kecuali beban karena pulsasi dan
variasi tekanan, yang selain dikategorikan beban primer, juga merupakan
beban sekunder)
 batas tegangan yang diizinkan untuk tegangan primer didapat melalui teori
kegagalan seperti teori von mises, tresca dan rankine berdasarkan tegangan
leleh (Syield ), tegangan patah (Sultimate ), atau tegangan rupture (creep).
 kegagalan dapat terjadi oleh satu beban tunggal yang menimbulkan
deformasi plastis total menyeluruh atau patah.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Karakteristik beban sekunder adalah :


 beban sekunder biasanya disebabkan oleh perpindahan (displacement),
seperti ekspansi termal, getaran, perpindahan anchor dan settlement.
 beban sekunder selalu bersifat membatas diri sendiri (self-limiting),
maksudnya, stelah deformasi plastis terjadi, deformasi tidak berlanjut terus
karena tegangan berkurang dengan sendirinya dn cenderung menghilang.
 beban sekunder sifatnya berulang (kecuali settlement)
 batas tegangan yang diizinkan untuk tegangan sekunder didapat
berdasarkan jumlah siklus beban dari kegagalan kelelahan metal (kurva
metal lelah).
 Kegagalan tidak dapat terjadi oleh satu beban tunggal, tetapi kerusakan
yang katastrofis dapat terjadi setelah sejumlah beban berulang bekerja
pada sistem pipa. Oleh karena itu walaupun sebuah sistem pipa telah
dengan sukses beroperasi bertahun-tahun, ini tidak menjamin perancangan
pipa yang baik dipandang dari kacamata beban sekunder.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan kode ASME/ASMI B31.3


Tegangan karena Beban Tetap (Sustained Load)
 Tegangan karena beban tetap pada pipa disebabkan oleh bobot berat dan
tekanan,dimana dapat dirumuskan sebagai berikut :
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan kode ASME/ASMI B31.3


Tegangan karena beban ekspansi (Expansion Load)
 Tegangan karena beban ekspansi pada pipa disebabkan oleh perbedaan
temperature (beban ekspansi termal), dimana dapat dirumuskan sebagai
berikut :

Dimana :
Ml = perbedaan momen lendutan dalam bidang (in-plane) karena beban ekspansi (in-lb)
Mo = perbedaan momen lendutan luar bidang (in-plane) karena beban ekspansi (in-lb)
MT = perbedaan momen puntir karena beban ekspansi (in-lb)
Sc = tegangan dasar yang diizinkan oleh material menurut Appendiks A dari
ASME/ANSI B31.3 Code pada temperature rendah (dingin)
Sh = tegangan dasar yang diizinkan oleh material menurut Appendiks A dari
ASME/ANSI B31.3 Code pada temperature tinggi (panas)
f = faktor reduksi dengan mempertimbangkan kelelahan material (beban dinamis yang
berulang)
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan kode ASME/ASMI B31.3


Tegangan karena beban okasional (Occasional Load)
 Tegangan karena beban okasional pada pipa disebabkan oleh beban
perpindahan tumpuan, anchor misalnya karena gempa bumi dan
sebagainya, dimana dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :
Socc= tegangan karena beban okasional
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Tegangan kode ASME B31.8 Chapter VIII


 Pada ASME B31.8 Chapter VIII, desain pipa dibagi menjadi 2 lokasi, yaitu
:
a. pipa yang berada dilaut (pipeline)
b. pipa yang berada di platform dan riser. Pipa riser adalah pipa berukuran
besar yang digunakan pada operasi laut lepas/laut dalam yang berfungsi
untuk mengalirkan fluida dari dasar laut ke permukaan. Yang membedakan
antara pipa riser dengan pipa produksi/ tubing yang lazim digunakan pada
operasi produksi migas adalah pipa riser didesain spesifik untuk proses
produksi di air (dalam hal ini operasi laut lepas) sehingga ukuran dan
spesifikasinya telah disesuaikan dengan kondisi air laut dan berbagai
faktor yang berpengaruh di dalamnya, misalnya arus dan temperature air
laut.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Faktor desain ASME B.318 berdasarkan lokasi pipa
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Tekanan Hoop (Hoop Stress)
 Tekanan Hoop (Hoop Stress) merupakan reaksi dari material pipa, akibat dari tekanan internal,
yang secara statis dapat ditentukan besarannya.
 Sehingga tegangan yang tejadi tidak akan melampaui tegangan plastik pipa yang dapat
menyebabkan kegagalan pipa. Tekanan hoop dapat dirumuskan dengan :

Dimana :
D = Diameter luar pipa
F1= Faktor desain hoop stress berdasarkan lokasi pipa. Dapat dilihat pada tabel diatas
Pi= Tekanan internal
Pe= Tekanan eksternal
S= Specified Minimum Yield Strength (SMYS) atau nilai batas luluh suatu material. Misalnya pipa
jenis API 5L X 52 di mana yield strengthnya (SMYS) adalah 52000 psi yang artinya karakter
elastis pada material tersebut adalah < 52000 psi sedangkan plastisnya > 52000 psi.
Sh= Hoop stress
T = Faktor batas temperatur (Temperature de-rating Factor).
t = tebal pipa (wall thickness)
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Specified Minimum Yield Strength (SMYS) atau nilai batas luluh suatu
material
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Faktor batas temperatur (Temperature de-rating Factor)
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Longitudinal Stres

 Tegangan longitudinal merupakan tegangan yang searah dengan panjang


pipa.
 Ada beberapa penyebab terjadinya longitudinal stress yaitu Axial force,
Internal pressure dan bending moment. Besarnya longitudinal stress adalah
total dari tegangan akibat gaya aksial, tekanan dalam dan momen bending.
 Tekanan longitudinal dapat dirumuskan dengan :
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Longitudinal Stres
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Longitudinal Stres

I = Momen inersia
Ro = jari-jari terluar pipa
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Kombinasi Tegangan
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Kombinasi tegangan berdasarkan Teori


Kegagalan Tresca
 Teori ini menyebutkan bahwa, Kegagalan pada material akan terjadi,
apabila tegangan geser maksimum pada material tersebut sama dengan
tegangan geser maksimum pada kondisi yield(terjadi deformasi plastis)
dalam test beban tarik unaksial
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Kombinasi tegangan berdasarkan Teori


Kegagalan Tresca
 Teori ini menyebutkan bahwa, Kegagalan pada material akan terjadi,
apabila tegangan geser maksimum pada material tersebut sama dengan
tegangan geser maksimum pada kondisi yield(terjadi deformasi plastis)
dalam test beban tarik unaksial

 Dimana :
 S= Specified Minimum Yield Strength (SMYS) atau nilai batas luluh suatu
material. Misalnya pipa jenis API 5L X 52 di mana yield strengthnya
(SMYS) adalah 52000 psi yang artinya karakter elastis pada material
tersebut adalah < 52000 psi sedangkan plastisnya > 52000 psi. Dapat
dilihat pada tabel
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Kombinasi tegangan berdasarkan Teori


Kegagalan Tresca
 Teori ini menyebutkan bahwa, Kegagalan pada material akan terjadi,
apabila tegangan geser maksimum pada material tersebut sama dengan
tegangan geser maksimum pada kondisi yield(terjadi deformasi plastis)
dalam test beban tarik unaksial

Dimana :
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Stress Intensification Factor


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Stress Intensification Factor


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa


 Ada dua jenis beban yang harus diperhatikan dalam analisa tegangan pipa
(pipe stress analysis).
 Jenis beban pertama adalah beban primer, yaitu beban yang disebabkan
oleh gaya mekanikal dan menyebabkan kegagalan yang bersifat
katastrofis.
 Yang kedua adalah jenis beban sekunder, yaitu beban yang dipicunya tidak
oleh gaya secara langsung melainkan oleh perpindahan atau deformasi
pada sistem. Beban sekunder menyebabkan kegagalan fatique yang
efeknya terjadi setelah beban sekunder berulang kali diterima sistem pipa.
Selain perbedaan penyebab dan beda sifat kegagalan yang diakibatkan, dua
jenis beban inipun menuntut solusi perancangan pipa yang berbeda dan
tidak jarang pula berlawanan karakternya.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa

Desain Komponen Pipa Berdasarkan Tekanan


Tekanan dalam pipa termasuk beban primer.
Gaya tekan dalam sistem pipa secara umum menentukan ketebalan dari
komponen pipa. Selain itu kita juga harus mengetahui berapa tekanan kerja
yang diijinkan, karena apabila tekanan yang terlalu berlebihan maka akan
menyebabkan kebocoran pipa.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa


Tebal minimum dinding pipa lurus
 Penentuan tebal pipa dilakukam jauh sebelum kegiatan analisa tegangan
pipa, yaitu tepatnya dikerjakan oleh engineer pemipaan ketika
mendefenisikan spesifikasi kelas pipa.
 Semua kode pipa mensyaratkan tebal minimum pipa terdiri dari komponen
tebal pipa yang diharuskan karena gaya tekan ditambah komponen tebal
pipa untuk memperhatikan kemungkinan korosi (corrosion allowance),
erosi, toleransi manufaktur (mill tolerance), kedalaman ulir dan sebagainya
seperti rumus berikut :
Dimana :
tm = tebal minimum dinding pipa
t = tebal minimum dinding pipa akibat gaya tekanan
c = toleransi (allowance) untuk korosi, erosi, kesalahan pabrik dan lainnya.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa


Tebal minimum dinding pipa lurus
 Rumus penentuan tebal minimum pipa lurus karena tekanan untuk tiap
kode pipa berlainan, walaupun prinsip dasar yang digunakan adalah sama
yaitu tegangan tangensial/sirkumferesial/hoop dari pipa akibat tekanan,
untul pipa sangat tipis (t< do/20) adalah :

 Semua kode pipa mensyaratkan tebal minimum pipa terdiri dari komponen
tebal pipa yang diharuskan karena gaya tekan ditambah komponen tebal
pipa untuk memperhatikan kemungkinan korosi (corrosion allowance),
erosi, toleransi manufaktur (mill tolerance), kedalaman ulir dan sebagainya
seperti rumus berikut :
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa


Tebal minimum dinding pipa lurus
 Untuk pipa tebal (t> do/20) adalah :
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa


Tebal minimum dinding pipa lurus
 Dengan menggunakan pendekatan yang lain, yaitu kesetimbangan gaya
diarah tangensial/sirkumferesial dapat ditulis sebagai berikut :

Atau setelah ditulis ulang menjadi :


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa


Tebal minimum dinding pipa lurus
 Berdasarkan ANSI B31.3 tebal minimum dinding pipa akibat tekanan
dalam (internal pressure) adalah :

Koefisien Y adalah koreksi dari kesalahan asumsi pipa berdinding tipis dan
juga untuk memperhitungkan peranan jenis material dan temperatur.Untuk
pipa tipis (t<do/6) nilai Y dapat dilihat di Tabel 304.1.1 dari ANSI B31.3 ):
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa


Tebal minimum dinding pipa lurus
 Tabel 304.1.1 dari ANSI B31.3 Nilai koefisien Y berdasarkan material dan
temperature
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa


Tebal minimum dinding pipa lurus
 Untuk pipa tebal (tdo/6) , nilai koefisien material tersebut adalah :

Sedangkan faktor E adalah factor kualitas untuk memperhatikan perbedaan


teknik produksi dari pipa, seperti efek perbedaan pengelasan, inspeksi las,
factor casting (pengecoran). Nilai E untuk berbagai kode pipa antara 0,8
dan 1,0 dapat dilihat di Tabel A-1A dan A-1B dari ANSI B31.3. MisaLnya
untuk pipa API 5L tanpa sambungan (seamless) nilai E=1, dengan
sambungan spiral nilai E=0,95 dan dengan sambungan las longitudinal
ERW nilai E=0,85.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa


Tekanan Kerja yang Diizinkan- AWP (Allowable Working Pressure)
 Rumus tebal minimum pipa lurus dapat diubah untuk mendapatkan nilai
tekanan kerja yang diizinkan dari pipa yang dirancnag (AWP).
 Untuk rumus ASME/ANSI B31.3, tekanan kerja yang diizinkan adalah :

Dimana :
t = tebal minimum untuk tekanan dimana toleransi-toleransi untuk korosi,
erosi dan sebagainya tidak diikut sertakan.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa


Desain pipa berdasarkan berat (bobot mati)
 Seperti halnya tekanan, beban karena berat/bobot mati dari pipa dan
semua komponen pipa termasuk berat insulation, lining, berat fluida,
merupakan beban tetap.
 Tegangan yang terjadi dikategorikan tegangan sustained dan
dikombinasikan dengan tegangan akibat gaya tekanan. Bedanya dengan
tekanan, beban bobot mati selain menyebabkan tegangan di dinding pipa,
juga menyebabkan gaya reaksi pada support/restrain pipa.
 Sementara, gaya reaksi pada restrain (anchor atau line/limit stop)
akibat tekanan hanya ada pada sistem dengan flexible joint.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa


Tegangan atau defleksi karena beban bobot mati
 Bobot mati dari pipa diasumsikan terdistribusi merata per satuan panjang
pipa, dan dianggap ditumpu oleh support secara continue pada jarak yang
sama. Permasalahan yang ada, bagaimana kita memodelkan jenis tumpuan
dalam teori, apakah tumpuan sederhana (pinned support) dimana rotasi
bebas sepenuhnya :

pinned support Fixed support


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa


Tegangan atau defleksi karena beban bobot mati
 Untuk tumpuan sederhana, maka momen lendut yang maksimum terjadi
berada di tengah-tengah span, dan nilainya adalah :
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa


Tegangan atau defleksi karena beban bobot mati
 Untuk tumpuan jepit, momen maksimum terjadi tepat ditumpuan dan
besarnya adalah :
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa


Tegangan atau defleksi karena beban bobot mati
 Dua persamaan diatas menunjukkan dua nilai ekstrem, kenyataan yang
sebenarnya akan berada diantara dua nilai itu. Salah satu nilai kompromi
yang diambil adalah nilai tengahnya, yaitu :

Tegangan yang terjadi karena momen lendut menurut teori elastisitas


adalah :

Dimana :
Z = momen tahanan (section modulus) penampang pipa
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa


Tegangan atau defleksi karena beban bobot mati
 Dari persamaan diatas maka jika nilai tegangan tidak boleh melebihi
tegangan ijin SA, maka jarak maksimum antar tumpuan yang dibolehkan
adalah :

Dari rumus diatas maka dapat diturunkan rumus untuk defleksi


maksimum yang terjadi akibat beban berat pipa, yaitu untuk model
dengan tumpuan sederhana :

Dimana :
Ymax= defleksi maksimum (negative artinya kebawah)
E = Modulus elastisitas
I = momen inersia penampang pipa
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa


Tegangan atau defleksi karena beban bobot mati
 Untuk tumpuan jepit :

Dimana :
Ymax= defleksi maksimum (negative artinya kebawah)
E = Modulus elastisitas
I = momen inersia penampang pipa
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa

Jarak antar support maksimum (maximum pipe span)


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa

Jarak antar support maksimum (maximum pipe span)


Manufacture Standardization Society of the Valve and Fitting Industry
(MSS) dalam MSS-SP-69 telah mempublikasikan hasil perhitungan
dengan menggunakan rumus-rumus diatas setelah dimodifikasi dengan
menggunakan satuan lb, psi, feet-inchies. Kemudian dengan mengambil
asumsi berikut :
 • ketebalan pipa yang digunakan adalah standard pipe ANSI
 • tidak ada beban terkosentrasi diantara dua support
 • tidak ada perubahan arah horizontal maupun vertical diantara dua support
 • Stress Intensification Factor di support diabaikan
 • maksimum tegangan yang diizinkan 15000 psi (Carbon Steel)
 • Maksimum lendutan yang diizinkan 0,1 inches
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa

Tabel Maximum Pipe span


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Desain Pipa dan Komponen Pipa

Catatan :
Pipe span dibagian pipa vertical (riser) tidak ditentukan
dengan standard ini, karena beban berat tidak menimbulkan
tegangan dan defleksi. Hal yang pelu diperhatikan adalah
bahaya buckling akibat tegangan kompresi di riser, oleh
karena itu direkomendasikan, riser support yang menahan
berat diletakkan diatas titik berat riser.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Sistem Penumpu
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Sistem Penumpu
 Pipe support adalah salah satu bagian yang penting dalam
sistem perpipaan atau di suatu plant.Sistem penumpu
berfungsi untuk menahan dan mengkondisikan suatu sistem
perpipaan sehingga aman sampai waktu yang telah ditentukan,
bahkan diharapkan berfungsi selama pipa masih digunakan.
 Di dalam sistem perpipaan, dikenal ada berbagai jenis pipe
support yang digunakan untuk menyangga sistem perpipaan
tersebut. Oleh karenanya “hanger” termasuk dalam jenis
support karena menyangga beban pipa dari atas dan biasanya
mengalami beban tension, dan “support” termasuk juga dalam
jenis pipe support karena menyangga beban pipa dari bawah
dan biasanya mengalami beban compression.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Sistem Penumpu
 Pemodelan tumpuan pipa harus dapat menggambarkan sebaik
mungkin keadaan fisik tumpuan yang sebenarnya. Dibawah
ini akan dibahas berbagai tipe tumpuan pipa serta pemodelan
pada CAESAR II dan arah derajat kebebasan yang harus
ditahan.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Sistem Penumpu
Anchor
 Anchor adalah jenis support dimana seluruh (enam) derajat
kebebasan (X, Y, Z, RX, RY, RZ) sepenuhnya ditahan. Pada
CAESAR II restrain type ini ditulis dengan ANC. Anchor
dapat ditemukan pad a tumpuan sebagai berikut :
 anchor yang sengaja dibuat (biasanya pipa dilas ke struktur
atau menggunakan kombinasi clamp dengan baut yang
dihubungkan kaku ke struktur)
 anchor yang terjadi pada penetrasi ke dinding atau lantai beton
 anchor yang diciptakan karena sambungan pipa ke peralatan
seperti vessel dan pompa.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Sistem Penumpu
Anchor
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Sistem Penumpu
Restrain
 Restrain yaitu tumpuan yang rigid dan ditahan pada satu atau
lebih derajat kebebasan dimana minimal satu derajat
kebebasan tetap bebas. Restrain dapat dibedakan sesuai
dengan arah penahannya yaitu :
◦ X, Y, Z : translational restrain di dua arah
◦ +X, +Y, +Z : translational restraint, dimana restraint hanya dapat
memberikan gaya reaksi diarah positif yang disebut.
◦ -X, -Y, -Z : translational restraint, dimana restraint hanya dapat
memberikan gaya reaksi diarah negatif yang disebut.
◦ RX, RY, RZ :rotational restrain di dua arah
◦ +RX, +RY, +RZ :rotational restraint, dimana restraint hanya dapat
memberikan momen reaksi diarah positif yang disebut.
◦ -RX, -RY, -RZ : rotational restraint, dimana restraint hanya dapat
memberikan momen reaksi diarah negatif yang disebut.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Sistem Penumpu
Restrain
 Beberapa contoh restraint diberikan dibawah ini, dengan
asumsi +Y arah vertikal keatas :
◦ Axial restraint : Axial restraint adalah jenis penumpu yang ditahan
diarah aksial/longitudinal pipa.Pada CAESAR II restrain type ini ditulis
dengan X atau Z (sesuai arah aksial pipa), dikombinasikan dengan Z
atau X (arah tegak lurus pipa) dan Y dengan Gap jika diperlukan.

axial restraint
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Sistem Penumpu
Restrain
 Beberapa contoh restraint diberikan dibawah ini, dengan
asumsi +Y arah vertikal keatas :
oRod hanger : Rod hanger berfungsi menahan gerakan kebawah dari
bobot mati pipa dimana titik diamnya (pivot) berada diatas pipa dengan
menggunakan pin. Pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan
YROD.

rod hanger
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Sistem Penumpu
Restrain
 Beberapa contoh restraint diberikan dibawah ini, dengan
asumsi +Y arah vertikal keatas :
◦ Sway strut : Sway strut merupakan kombinasi 2 pin yang
membebaskan 3 arah rotasi dan translasi lateral dan aksial, hanya
translasi arah strut yang ditahan rigid. Pada CAESAR II restrain type ini
ditulis dengan X atau Z (sesuai arah strut).

Sway Strut
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Sistem Penumpu
Restrain
 Beberapa contoh restraint diberikan dibawah ini, dengan
asumsi +Y arah vertikal keatas :
o Structural steel restraint : Structural steel restrain terbuat dari struktur baja
yang menahan pipa dengan rigid. Arah penahan tergantung konfigurasi
stuktur baja, yaitu :
a. ditahan hanya vertical; pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan
Y
b. ditahan diarah vertikal dan lateral mendatar; pada CAESAR II restrain
type ini ditulis dengan Y dan X atau Z (sesuai arah lateral mendatar pipa)

structural steel restraint


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Sistem Penumpu
Restrain
 Beberapa contoh restraint diberikan dibawah ini, dengan
asumsi +Y arah vertikal keatas :
o Penetrasi di dinding atau lantai : Penetrasi di dinding atau lantai ini
dengan lugs sebagai guide, dua arah lateral translasi dan dua arah rotasi
ditahan. Pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan X, Z, RX dan
RZ.

penetrasi di dinding
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Sistem Penumpu
Restrain
 Beberapa contoh restraint diberikan dibawah ini, dengan
asumsi +Y arah vertikal keatas :
o Guide : Guide adalah jenis support yang menahan arah translasi lateral
(tegak lurus dengan pipa) di bidang mendatar atau di dua arah lateral jika
pipa dipasang vertikal. Pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan
GUI.

Guide
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Sistem Penumpu
Restrain
 Beberapa contoh restraint diberikan dibawah ini, dengan
asumsi +Y arah vertikal keatas :
oSlide support (Pipe Shoe) : Slide support menahan arah vertikal dari
bawah dimana ada friksi antar pipa atau pelat slide dengan tumpuan. Pada
CAESAR II restrain type ini ditulis dengan +Y

slide support
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Sistem Penumpu
Snubber
 Jenis tumpuan ini hanya bereaksi pada bebean yang bekerja
dengan cepat (beban dinamis) dan tidak memberikan penahan
pada beban yang bekerjanya lambat seperti berat dan
termal.Karena itu snubber pada CAESAR II hanya aktif untuk
kasus beban okasional yang diasumsikan bekerjanya cepat
seperti beban angin, gempa, beban impuls dan sebagainya.
Pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan XSNB,
YSNB, dan ZSNB.

Snubber
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Gaya dan Momen pada tumpuan


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Gaya dan Momen pada tumpuan
 Momen lentur merupakan kebalikan (arah) dari tahanan
momen dengan besaran yang sama, momen lentur dinotasikan
dengan M.
 momen lentur lebih lazim digunakan daripada tahanan momen
dalam perhitungan karena momen ini dapat dinyatakan secara
langsung dari beban atau gaya-gaya eksternalnya.
 Gaya geser adalah berlawanan arah dengan tahanan geser
tetapi besarnya sama, biasanya dinyatakan dengan V. Ketika
pipa dibebani dengan gaya atau momen, tegangan internal
terjadi pada batang. Secara umum, terjadi tegangan normal
dan tegangan geser.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Gaya dan Momen pada tumpuan
 Berikut adalah contoh analisa satu dimensi arah x untuk
menentukan arah gaya dan momen pada sebuah pipa yang
ditumpu

sketsa keadaan pipa dalam keadaan ditumpu

Diagram benda bebasnya adalah :

diagram benda bebas kesetimbangan gaya dan


momen
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Gaya dan Momen pada tumpuan
 Dari diagram benda bebas akan didapat gaya-gaya reaksi yang
bekerja pada tiap tumpuan, yaitu sebagai berikut :

Persamaan momen untuk batasan 0  x  a


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Gaya dan Momen pada tumpuan
 Persamaan momen untuk batasan 0  x  a
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Gaya dan Momen pada tumpuan
 Persamaan momen untuk batasan 0  x  L
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Gaya dan Momen pada tumpuan
 Dari hasil penurunan persamaan diatas untuk momen dan gaya
geser akan didapat bentuk diagram untuk masing-masing
persamaan momen dan gaya geser dimana gambar yang
dihasilkan berdasarkan bentuk dari diagram benda bebas pada
gambar

diagram gaya geser dan momen lentur


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3

Analisa Pipa Bawah Laut (On-Bottom Stability)


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Analisa Pipa Bawah Laut (On-Bottom Stability)
 Pipa bawah laut dewasa ini telah berkembang sebagai suatu
infrastruktur yang penting dalam usaha pendistribusian
minyak, gas maupun fluida lainya.
 Oleh karena perananya yang penting maka pipa harus didisain
untuk dapat menahan beban dan gaya-gaya lingkungan yang
bekerja padanya sehingga dapat kuat dan stabil baik pada
waktu instalasi, hydrotest maupun selama masa
oprasionalnya.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Analisa Pipa Bawah Laut (On-Bottom Stability)
 Dalam teknologi pipa bawah laut telah dikenal beberapa
cara/metode yang digunakan untuk menjadikan pipa bawah
laut stabil, metode yang umum digunakan antara lain :
1. Menambahkan selimut beton pada pipa yang berfungsi
sebagai pelindung dan pemberat pada pipa agar tetap stabil.
2. Mengubur pipa didalam seabed tujuan dari cara ini adalah
untuk mengurangi gaya-gaya hidrostatik yang bekerja kalau
pipa berada diatas seabed.
3. Membuat tanggul batu (rock beam) yang berfungsi sebagai
pemberat pada pipa.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Analisa Stabiltas Pipa Bawah
Laut
 Kestabilan pipa bawah laut meliputi kestabilan dalam dua arah
yaitu arah vertikal dan horizontal/lateral.
 Kestabilan ini diperhitungkan terhadap gaya-gaya lingkungan
yang bekerja pada pipa, gaya-gaya tersebut adalah gaya inesia,
gaya seret (drag force) dan gaya angkat (lift force). Sedangkan
resistensi permukaan dasar laut merupakan gaya gesek antara
pipa dengan permukaan tanah laut/seabed.
 Gaya seret dan gaya inersia adalah gaya yang secara bersama-
sama bekerja dalam arah horizontal/lateral pada pipa,
sedangkan gaya angkat bekerja secara vertikal, gaya angkat ini
adalah gaya yang mengurangi berat pipa dalam air yang
mempengaruhi kestabilan pipa.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Analisa Stabiltas Pipa Bawah
Laut

Sketsa gaya-gaya yang bekerja pada pipa bawah laut.


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Analisa Stabiltas Pipa Bawah
Laut
 Desain stabilitas dari pipa merupakan interaksi yang kompleks
antara pergerakan arus air melalui pipa, baik arus yang
dibangkitkan oleh gelombang maupun arus yang dibangkitkan
oleh pasut yang menimbulkan terjadinya gaya-gaya
hidrodinamika pada pipa, dan kombinasi antara total berat
tenggelam pipa dengan koefisien gesek antara permukaan pipa
dengan tanah.
 Analisa sederhana dari stabilitas pipa di dasar laut dapat
dilakukan dengan berdasar pada keseimbangan statis antara
penerapan gaya-gaya hidrodinamika dengan kombinasi gaya
penahan tanah . Gaya penahan tanah sebenarnya merupakan
gaya gesek yang terdapat pada pertemuan permukaan pipa
dengan tanah. Berikut ini adalah gaya-gaya yang terlibat
dalam stabilitas:
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Analisa Stabiltas Pipa Bawah
Laut
 gaya-gaya yang terlibat dalam stabilitas:

 Berat isi dan berat tenggelam pipa.


 Kombinasi gaya drag.
 Kombinasi gaya angkat.
 Gaya inersia.
 Gaya friksi penahan antara permukaan pipa dengan dasar
laut.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Analisa Stabiltas Pipa Bawah
Laut
 Gaya-gaya hidrodinamika pada pipa
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Analisa Stabiltas Pipa Bawah
Laut
 Gaya Seret (Drag Force)

Gaya seret terjadi karena adanya gesekan antara fluida dengan dinding pipa
atau yang dikenal sebagai skin friction dan adanya vortex yang terjadi
dibelakang pipa (form drag),
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Analisa Stabiltas Pipa Bawah
Laut
 Terjadinya gaya seret sangat terpengaruh oleh kecepatan
aliran, nilai dari gaya seret dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana :
F = gaya seret
CD = koefisien seret
ρ = masa jenis fluida
D = diameter pipa
Us = kecepatan siginifikan akibat gelombang
Uc = arus laut
θ =sudut fasa gelombang
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Analisa Stabiltas Pipa Bawah
Laut
 Gaya Inersia : Gaya inersia menunjukan adanya gaya dari
masa fluida yang dipindahkan oleh pipa, nilainya dipengaruhi
oleh percepatan partikel air. Nilai dari gaya inersia dapat
dirumuskan seperti berikut:

Dimana :
FI = gaya inersia persatuan panjang
CM = koefisien hidrodinamik inersia
As = percepatan partikel air horizontal efektif
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Analisa Stabiltas Pipa Bawah
Laut
 Gaya Angkat (Lift Forces)

Gaya angkat adalah gaya hidrodinamik dalam arah vertikal,


gaya ini terjadi apabila terdapat konsentrasi streamline pada
pipa. Konsentrasi steramline terjadi diatas silinder pipa yang
mengakibatkan gaya angkat keatas. Jika terjadi celah sempit
antara silinder dan seabed, konsentrasi steamline dibawah
silinder pipa akan mengakibatkan gaya angkat negatif kearah
bawah.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Analisa Stabiltas Pipa Bawah
Laut
 Gaya Angkat (Lift Forces)

Besarnya gaya angkat ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :
FL = gaya angkat (lift force)
CL = adalah koefisien gaya angkat
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Reduksi Pembebanan Pada Pipa

 Akibat adanya interaksi antara pipa dengan tanah pada suatu


sistem pipeline mengakibatkan adanya reduksi gaya-gaya
yang bekerja di sekitar pipa. Gaya-gaya hidrodinamika dapat
tereduksi karena adanya:
 Sifat permeable dari dasar perairan .
 Penetrasi pipa ke tanah.
 Trenching.
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Reduksi Pembebanan Pada Pipa

 Reduksi Gaya Akibat Sifat Permeable Dasar Perairan


Pada dasar perairan yang bersifat permeable akan
mengizinkan terjadinya aliran arus di bawah pipa yang
menyebabkan terjadinya reduksi terhadap beban vertikal. Bila
gaya hidrodinamik arah vertikal yang digunakan dalam
analisis didasakan pada koefisien pembebanan yang diperoleh
dari asumsi non –permeable seabed, maka dapat digunakan
faktor reduksi : 0.7
Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Reduksi Pembebanan Pada Pipa

 Reduksi Gaya Akibat Terjadinya Penetrasi Pipa Ke Tanah


Seperti dijelaskan sebelumnya pipa akan terpendam/terkubur
apabila daya dukung tanah di mana pipa dipasang tidak dapat
menahan gaya yang terjadi. Faktor reduksi gaya yang terjadi
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Faktor reduksi gaya arah horizontal

Faktor reduksi gaya arah Vertikal


Konstruksi Sistem Pipa – Materi 3
Reduksi Pembebanan Pada Pipa

 Reduksi gaya akibat trenching


Pipa yang terdapat dalam parit dengan tinggi parit yang
diambil relatif terhadap seabed, dan mempunyai lebar parit
tidak lebih dari 3 kali diameter pipa akan mengalami reduksi
gaya hidodinamik, dimana faktor reduksinya dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Faktor reduksi gaya arah horizontal

Faktor reduksi gaya arah Vertikal

Anda mungkin juga menyukai