Tuberkulosis dengan
Atrial Fibrilasi
Disusun oleh:
Ilham Rial Ali
21904101077
Dosen Pembimbing:
dr. Catur Budi Keswardiono, Sp. P
Bab I
Pendahuluan
Latar Be-
lakang
Penyakit TB paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
dan merupakan penyakit infeksi kronis yang menjadi masalah kesehatan dan perhatian dunia.
(Depkes RI, 2009).
Dilaporkan bahwa pada tahun 2009 terdapat 660 ribu kasus TB di Indonesia dengan pene-
muan 430 ribu kasus baru dan jumlah kematian akibat TB sebanyak 61 ribu kasus (Irawati,
2013).
Tuberkulosis paru ini juga meninggalkan gejala sisa yang dinamakan Sindrom Obstruksi
Post Tuberkulosis (SOPT) yang cukup meresahkan. Gejala sisa yang paling sering ditemukan
yaitu gangguan faal paru dengan kelainan obstruktif yang memiliki gambaran klinis mirip
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). (Irawati, 2013).
Latar Be-
lakang
Fibrilasi atrium (FA) merupakan aritmia yang paling sering ditemui dalam praktik sehari-
hari. Prevalensi FA mencapai 1-2% dan akan terus meningkat dalam 50 tahun mendatang.
Fibrilasi atrium menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas, termasuk stroke, gagal
jantung serta penurunan kualitas hidup. Pasien dengan FA memiliki risiko stroke 5 kali lebih
tinggi dan risiko gagal jantung 3 kali lebih tinggi dibanding pasien tanpa FA. Stroke merupakan
salah satu komplikasi FA yang paling dikhawatirkan, karena stroke yang diakibatkan oleh FA
mempunyai risiko kekambuhan yang lebih tinggi. (PERKI, 2014).
Fibrilasi atrium juga berkaitan erat dengan penyakit lain seperti hipertensi, gagal jantung,
penyakit jantung koroner, hipertiroid, diabetes melitus, obesitas, penyakit jantung bawaan
seperti defek septum atrium, kardiomiopati, penyakit ginjal kronis maupun penyakit paru ob-
struktif kronik (PPOK) (PERKI, 2014).
Rumusan
Masalah Tujuan Manfaat
Apa definisi dari SOPT & Af? Untuk memahami definisi dari SOPT. Agar pembaca dapat mengetahui
Bagaimana patofisiologi SOPT? Untuk mengetahui patofisiologi SOPT. apa itu SOPT sampai
Apa manifestasi klinis dari SOPT? Untuk mengetahui bagaimana manifestasi tatalaksananya dan penulis dapat
Bagaimana mendiagnosa SOPT? klinis dari SOPT. memahami lebih dalam mengenai
Apa saja diagnosa banding SOPT? Untuk dapat mendiagnosa SOPT. cara mendiagnosa sampai
Bagaimana tatalaksana SOPT? Untuk mengetahui diagnosa banding SOPT tatalaksana.
Untuk mengetahui tatalaksana SOPT.
Bab II
Laporan Ka-
sus
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Tanggal lahir/ Umur : 69 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Status : Menikah
Suku : Madura
Alamat : Tebul - Kwanyar
Masuk RS : 11 April 2021
No. RM : 211388
ANAMNESIS
Keluhan utama : Sesak
Riwayat penyakit sekarang: Sesak sejak 1 minggu yang lalu. Sesak memberat
sejak hari ini disertai nyeri uluh hati. Sesak memberat ketika beraktivitas seperti
menyapu, berjalan, sembahyang, dan angkat beban ringan. Sesak dirasakan
lebih ringan ketika pasien duduk atau tidur. Pasien tidur dengan satu bantal
dan tidak pernah terbangun pada malam hari karena sesak. Tidak ada edema
tungkai. Pasien batuk sejak 3 hari yang lalu dengan karakteristik batuk berda-
hak warna putih susu, setiap kali batuk dada terasa nyeri, darah (-).
Demam sejak 3 hari disertai nyeri uluh hati yang hilang timbul, mual muntah (-),
penurunan berat badan (-), pasien tidak nafsu makan ketika dirumah tetapi
membaik saat di rawat.
ANAMNESIS
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat gastritis : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkan
Riwayat asma : kurang lebih 10 tahun lalu, hilang timbul dan rutin kontrol
Riwayat diabetes : disangkal
Riwayat TB : kurang lebih pada tahun 2014 dengan pengobatan tuntas
Riwayat disentri : disangkal
Riwayat kejang : disangkal
Riwayat sakit ginjal : disangkal
Riwayat sakit kuning : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
Riwayat penyakit yang sama : sekitar 2 bulan yang lalu, di obati di puskesmas malang
ANAMNESIS
Cor :
S S S S N N N N
I : sianosis (-), tidak terlihat iktus kordis
P : Pulsus perifer normal S S S S N N N N
Pulmo : statis (depan dan belakang) Auskultasi, vesikuler dengan bagian kanan paru terdengar
I : pengembangan dada simetris , benjolan (-), tambahan Ronkhi, tidak didapatkan suara wheezing
luka (-) A P
P : nyeri tekan (-), krepitasi (-)
V-R R V V
V-R V V V
V- R V V V
PEMERIKSAAN FISIK dan DIAGNOSA
BANDING
Abdomen
I : dinding perut sejajar dengan dinding dada
A : bising usus 9x/menit, bruit (-)
P : supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak
teraba Diagnosa Banding
P : timpani, shifting dullnes (-), undulasi (-)
Ektremitas: TB Paru
Atas : deformitas (-/-), akral dingin (-/-), edema (-/-), Pneumonia
ulkus (-/-)
Bawah : deformitas (-/-), akral dingin (-/-), edema
PPOK
(-/-), ulkus (-/-)
Elektrokardiografi
Interpretasi EKG
Irama irregular
Gelombang P tidak tampak
Kesimpulan:
Atrial Fibrilasi
Diagnosa Kerja, Penatalaksanaan dan
Prognosis
Diagnosa Kerja
Sindrom Obstruksi Post Tuberkulosis dengan Atrial Fibrilasi
Penatalaksaan
Infus NaCl 0,9% 14 tpm
Oksigen simple mask 8l/menit
Injeksi levofloxacine 1x750 mg
Injeksi omeprazole 2x40 mg
vit. C 2x500mg
Acetylcystein 1x200mg
Candesartan 1x8mg
Pro cek TCM
Pro swab PCR
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanasionam : dubia ad bonam
Planning dan Monitoring
Bab III
Tinjauan Pus-
taka
Sindrom Obstruksi Paru Post Tuberkulosis
Definisi
SOPT (Sindrom Obstruksi Post Tuberkulosis) adalah penyakit obstruksi saluran napas
yang ditemukan pada penderita post tuberkulosis dengan lesi paru yang minimal. Hi-
langnya fungsi paru paling tinggi terjadi pada 6 bulan saat diagnosis tuberkulosis dan
12 bulan setelah dinyatakan sembuh dari tuberculosis (Ningsih, 2017).
Etiologi
- Mycobacterium tuberculosis
- Mycobacterium bovis
PATOFISIOLOGI
Droplet
Kolonisasi
Anamnesa
Batuk yang sudah berlangsung sejak lama dan berulang, dapat dengan
produksi sputum pada awalnya sedikit dan berwarna putih kemudian men-
jadi banyak dan kuning keruh.
Adanya riwayat tuberculosis sebelumnya.
Sesak napas yang semakin lama semakin memberat terutama saat
melakukan aktivitas berat (terengah-engah), sesak berlangsung lama,
hingga sesak yang tidak pernah hilang sama sekali dengan atau tanpa
bunyi mengi (Lindayani, 2017)
Diagnosis dan Diagnosa Banding
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan Darah Lengkap
Foto thorax:
Diagnosa Banding
Ppok
Asma
Bronkiektasis
Tuberculosis
Tatalaksana
Non-Farmakoterapi
Fisioterapi
2. Coughing exercise
a.Posisi pasien: duduk dengan posisi badan membungkuk sedikit ke depan.
b.Penatalaksanaan: siapkan tempat untuk membuang sputum. Pasien diminta menarik napas biasa sebanyak dua kali, lalu
pasien menarik napas dalam dan pelan sebanyak satu kali, kemudian pasien menahan selama dua hitungan dan membat-
ukkan sebanyak dua kali, setelah itu pasien diminta untuk tarik napas seperti biasa (Suntari, 2014).
Tatalaksana
Non-Farmakoterapi
Fisioterapi
Infra Red
a. Persiapan pasien: posisi pasien duduk di atas bed dengan memeluk bantal, daerah yang akan diterapi harus bebas
b. Pelaksanaan: arahkan IR pada daerah dada dan punggung dengan tegak lurus dan bergantian kemudian atur jarak 45-60
cm antara lampu dan permukaan kulit. Waktu terapi 15 menit, dosis yang digunakan adalah sub mitis dimana pasien
merasakan hangat. Setengah dari waktu terapi yang berlangsung, fisioterapi mengecek dengan menanyakan apakah ter-
lalu panas atau tidak. Hal ini untuk mencegah terjadinya luka bakar (Suntari, 2014).
Tatalaksana
Farmakoterapi
Komplikasi
Kerusakan parenkim berat yang dapat menyebabkan fibrosis paru, korpulmonal, amiloidosis, karsinoma paru,
sindroma gagal napas dewasa (ARDS) (Ningsih, 2017).
Pencegahan
Pencegahan kejadian sindrom obstruksi pasca tuberkolusis dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan
rutin setelah dinyatakan sembuh dari Tuberkulosis. Selain itu penderita Tuberkulosis harus menghindari po-
lusi udara atau paparan debu, serta merokok agar gangguan fungsi paru tidak bertambah berat (Ningsih,
2017).
Atrial Fibrilasi
Definisi
Fibrilasi atrium (AF) adalah irama jantung abnormal dengan aktivitas listrik jan-
tung yang cepat dan irregular (Yulita, 2016).
Etiologi
Penyakit Jantung yang Berhubungan dengan atrium fibrilasi
Penyakit di Luar Jantung
Penyakit Jantung yang Berhubungan dengan Penyakit di Luar Jantung
atrium fibrilasi
Penyakit jantung coroner Hipertensi sistemik
kardiomiopati dilatasi diabetes mellitus
kardiomiopati hipertrofik Hipertiroidisme
penyakit katup jantung seperti reumatik, penyakit paru seperti penyakit paru obstruktif
maupun non-reumatik kronik
aritmia jantung seperti takikardia atrial, fluter hipertensi pulmonal primer
atrial, sick sinus syndrome emboli paru akut
perikarditis
PATOFISIOLOGI
Berbagai jenis penyakit jantung dapat memicu remodelling yang perlahan tetapi pro-
gresif baik di ventrikel maupun atrium. Proses remodelling yang terjadi di atrium di-
tandai dengan proliferasi dan diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas yang dapat
meningkatkan deposisi jaringan ikat dan fibrosis di atrium.
Proses remodelling atrium menyebabkan gangguan elektris antara serabut otot dan
serabut konduksi di atrium, serta menjadi faktor pemicu sekaligus faktor yang
melanggengkan terjadinya FA. Substrat elektroanatomis ini memfasilitasi terjadinya
sirkuit reentri yang akan menyebabkan terjadinya aritmia
Sistem saraf simpatis maupun parasimpatis di dalam jantung juga memiliki peran
yang penting dalam patofisiologi FA, yaitu melalui peningkatan Ca2+ intraselular oleh
sistem saraf simpatis dan pemendekan periode refrakter efektif atrium oleh sistem
saraf parasimpatis (vagal). Stimulasi pleksus ganglionik akan memudahkan
terangsangnya FA melalui vena pulmoner (VP)(PERKI, 2014).
Manifestasi Klinis
Fibrilasi atrium dapat tidak menimbulkan gejala; penderita fibrilasi atrium paroksismal,
biasanya tidak menyadari kelainannya. Pada 10% – 25% penderita, diagnosis fibrilasi
atrium ditemukan tanpa gejala atau didiagnosis setelah terjadi komplikasi (Efendi,
2017).
Gejala fibrilasi atrium bergantung pada banyak faktor, seperti: laju ventrikuler, durasi fib-
rilasi atrium, serta ada atau tidaknya gangguan struktur jantung. Mayoritas penderita
mengeluhkan palpitasi, rasa tidak nyaman di dada, dispnea, kelemahan atau pusing.
Palpitasi merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan (Efendi, 2017).
Diagnosis
Anamnesa
Spektrum presentasi klinis FA sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik hingga syok kardiogenik atau kejadian serebrovasku-
lar berat. Hampir >50% episode FA tidak menyebabkan gejala (silent atrial fibrillation).
Beberapa gejala ringan yang mungkin dikeluhkan pasien antara lain (PERKI, 2014):
Palpitasi. Umumnya diekspresikan oleh pasien sebagai: pukulan genderang, gemuruh guntur, atau kecipak ikan di dalam
dada
Mudah lelah atau toleransi rendah terhadap aktivitas fisik
Presinkop atau sinkop
Kelemahan umum, pusing
Selain mencari gejala-gejala tersebut diatas, anamnesis dari setiap pasien yang dicurigai mengalami FA harus meliputi per-
tanyaanpertanyaan yang relevan, seperti:
Apakah irama jantung saat episode serangan terasa teratur atau tidak teratur?
Apakah terdapat faktor pencetus seperti aktivitas fisik, emosi atau asupan alkohol?
Apakah episode yang dirasakan sering atau jarang, dan apakah singkat atau cukup lama?
Apakah terdapat riwayat penyakit penyerta seperti: hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit vaskular
perifer, penyakit serebrovaskular, stroke, diabetes atau penyakit paru kronik?
Apakah ada riwayat keluarga dengan FA?
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Denyut nadi dijumpai ireguler dan cepat, sekitar 110-140x/menit. Namun pada penderita dengan toksisitas obat jantung
(digitalis) dapat mengalami bradikardia.
Pemeriksaan kepala dan leher menunjukkan eksoftalmus
pembesaran tiroid
peningkatan tekanan vena jugular atau sianosis
Pada pemeriksaan paru dapat dijumpai tanda-tanda gagal jantung (ronki, efusi pleura), mengi atau pemanjangan ekspirasi
mengindikasikan adanya penyakit paru kronik yang mungkin mendasari terjadinya FA (misalnya PPOK, asma) (Yulita,
2016).
Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, ureum, kreatinin serum untuk menunjukkan apakah pasien
menderita gangguan elektrolit atau gagal ginjal. Pemeriksaan enzim jantung seperti CKMB dan atau troponin. Dari pe-
meriksaan ini dapat ditemukan tanda-tanda infark miokard sebagai pencetus FA. Pemeriksaan D-dimer (bila pasien
memiliki risiko emboli paru). Pemeriksaan Fungsi tiroid untuk melihat apakah pasien memiliki gangguan tiroid seperti tiro-
toksikosis. Pemeriksaan kadar digoksin untuk mengevaluasi level subterapeutik dan atau toksisitas
Diagnosis
Elektrokardiografi
Pada penderita FA gambaran EKG umum nya sebagai berikut:
1. Pola interval RR yang irreguler.
2. Tidak dijumpainya gelombang P yang jelas.Gelombang P menjadi
fibrilasi dengan amplitudo, bentuk dan durasi yang bervariasi
3. Laju jantung umumnya berkisar 110-140x/menit, tetapi jarang
melebihi 160- 170x/menit.
Atrial Fibrilasi
Berdasarkan anamnesa diketahui pasien sering mengeluhkan jantung berdebar yang hilang tim-
bul, kemudian dari hasil pemeriksaan ekg didapatkan gambaran irama yang irregular dengan
gelombang P yang sulit di evaluasi.
Penatalaksanaan Kasus
Sindroma Obstruksi Post Tuberkulosis
Pada kasus dapat digunakan obat bronkodilator seperti salbutamol untuk membantu mengurangi sesak, ke-
mudian dapat menggunakan methylprednisolone untuk membantu mengurangi inflamasi dari sisa peradangan
akibat tuberculosis, untuk batuk berdahak dapat menggunakan n-acetyl cysteine untuk membantu men-
gencerkan dahak pada pasien.
Atrial Fibrilasi
Pemberian beta blocker seperti propanolol untuk mengendalikan laju jantung dengan harapan dalam waktu 1-
3 jam laju jantung akan lebih stabil, beta blocker direkomendasikan sebagai terapi pilihan pertama pada
pasien fibrilasi atrium.
Amiodaron dapat digunakan karena paling efektif dalam menurunkan kejadian FA paroksismal dan mencegah
rekurensi.
Antitrombotik seperti warfarin diberikan untuk mencegah stroke, pengendalian laju jantung dan pengendalian
ritme jantung.
Bab V
Penutup
Penatalaksanaan Kasus
Kesimpulan
Kasus komplikasi sindroma obstruksi post tuberculosis dengan atrial fibrilasi memerlukan perhatian dan tata
laksana yang tepat dan adekuat untuk menghindari prognosis menjadi lebih buruk. Edukasi pada pasien dan
keluarga sangat dibutuhkan untuk kepentingan terapi dan prognosis kasus.
Saran
Deteksi dini dan penanganan yang sesuai harus dilakukan untuk menghindari komplikasi yang lebih serius.
Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan RI Tentang Pedoman
Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI. Jakarta: Balai Pustaka
Irawati Anastasia. 2013. Naskah Publikasi Kejadian Sindrom Obstruksi Post Tuberkulosis di RSU Dr.
Soedarso Pontianak. (Thesis). Pontianak: Fakultas kedokteran Universitas Tanjung Pura.
Ningsih Leny. 2017. Gambaran Epidemiologi Kejadian Sindrom Obstruksi Post Tuberkulosis ( Sopt ) Di
Unit Pengobatan Penyakit Paru – Paru Pontianak. Pontianak. Ump
Suntari Senny. 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Sindrom Obstruksi Post Tuberkulosis
(Sopt) Di Rs. Paru Dokter Ario Wirawan Salatiga. Surakarta. Ums
Lindayani Luh Putu, Tedjamartono Theodore. 2017. PPOK. Bali. Udayana
Karimila Febri. 2018. Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Klien Tn.S Dengan Tb Paru Di Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Berapak Tahun 2018. Padang. Perintis
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2011). PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik):
Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta: PDPI.
Yulita. 2016. KARAKTERISTIK PASIEN FIBRILASI ATRIUMYANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIKTAHUN 2015. Medan. UNSU
Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia. 2014. Pedoman tatalaksana fibrilasi atrium. Cen-
tra communication.
Efendi. 2017. Tatalaksana fibrilasi atrium. Jakarta. Universitas atma jaya.
Kirchhof P, Benussi S, Kotecha D, et al. 2016 ESC Guidelines for the Management of Atrial Fibrillation
Developed in Collaboration with EACTS. Eur Hear J, 2016. doi:10.1093/eurheartj/ehw210