Anda di halaman 1dari 21

MODERASI BERAGAMA

DI NEGARA PANCASILA
Dr. Ngatawi Al-Zastrouw, S.Ag., M.Si
(Dosen Pasca Sarjana UNUSIA Jakarta, Kepala Makara Art Center Universitas Indonesia)

Bahan Presentasi
Pelatihan Teknis Sosial Kultural Angkatan 4, 5, dan 6
Kementrian Dikbudristek
14 Desemeber 2021
Pengertian Moderasi Beragama
• Mohammad Hashim Kamali, menjelaskan moderasi
sebagai sikap seimbang (balance) dan berlaku adil
(justice) dalam beragama (Harin Hiqmatunnisa dan
Ashif Az-Zafi, 2020; 29);
• Khaled Abou El Fadl (2006; 117-122), menjelaskan
moderasi adalah sikap kemampuan membedakan
yang benar dan salah sebagai anugrah dari Tuhan,
sehingga memiliki kebebasan dalam menentukan
pilihan terbaik dalam koridor moral yang diterapkan
di masyarakat umum.
Pengertian Moderasi Beragama
Menurut Lukman Hakim Saefudin Moderasi
beragama itu adalah upaya kita bersama bagaimana
membaut moderat, tidak berlebih-lebihan, tidak
ekstrem dalam beragama. Jadi yang bermoderasi itu
cara kita beragama, jadi ini yang perlu kita pahami
(Junaedi, E. 2019; 182–186).
Moderasi beragama itu adalah meyakini secara
absolut ajaran agama yang kita yakini dan
memberikan ruang terhadap agama yang diyakini oleh
orang lain, dan juga bahwa dalam kehidupan
masyarakat plural dan multikultural seperti Indonesia
Akar Kultural-Sosiologis Moederasi
Beragama
• Moderasi beragama bangsa Indonesia berakar pada
konstruksi sosiologis masyarakat Nusantara yang
beragam. Proses interaksi yang panjang dan intensif
masyarakat Nusantara yang beragam inilah yang
akhirnya membentuk karakter budaya yang elastis dan
fleksibel.
• Relasi lintas agama yang ymembentuk budaya
moderat bangsa Nusantara bisa dilihat pada jejak-jejak
sejarah berikut:
Moderasi Agama Hindu Buddha
Dalam sejarah pertautan anatara Hindu-Buddha terjadi ketika
Pramodhawardhani dari wangsa Syailendra memeluk Buddha aliran
Mahayana, dengan Rakai Pikatan, pangeran dari wangsa Sanjaya yang
beragama Hindu aliran Syiwa (R. Soekmono, 1973; hlm. 44). Tiga abad
berikutnya, hal ini terulang ketika Ken Arok, Raja Singhasari penganut
Hindu, mengawini Ken Dedes yang beragama Buddha (Gatra, Volume
12, Masalah 29-32, 2006: ii).
Perkawinan Pramodhawardani dengan Rakai Pikatan disebut-sebut
sebagai momen bersatunya dua keluarga besar yang sebelumnya
berseteru (Thomas Wendoris, Mengenal Candi-candi Nusantara, 2008:
18). Penyatuan dua wangsa ini tentu saja berdampak positif terhadap
toleransi beragama antara pemeluk Buddha dan Hindu di Jawa kala itu.
Agama Syiwa Budhha
Merujuk tulisan I Ketut Widnya dalam artikelnya Pemujaan
Siva-Budha dalam Masyarakat Hindu di Bali, ditulis bahwa
sejarah evolusi perpaduan Siva-Budha di Indonesia terjadi
melalui tiga fase. Fase pertama ialah meliputi evolusi pra-
Majapahit. Fase kedua ialah zaman Majapahit (1292-1500).
Dan fase ketiga ialah pasca-Majapahit, di mana
perkembangannya terjadi di Bali.
Berkembangnya paham Tantra, di era Majapahit tidak saja
mempengaruhi penafiran kedua agama itu, tetapi juga
berfungsi menyatukan perbedaan Sivaisme dan Budhisme.
Penyatuan agama Shiva-buddha ini terlihat dalam Lontar
Candra Bherawa (Nyoman Ariyoga; 2018)
Sunni Syi’ah di Nusantara
Islam Masuk Tahun 800 M, dari golongan syi’ah.
Dalam waktu 40 tahun yaitu tanggal 1 Muharram 225H
(840M) berdiri kerajaan Islam Peureulak dengan raja
pertamanya Sultan Syyid Maualana Abdul Azis (A.
Hasjmy, 1983; Gerrini, 1909;).
Setelah itu masuk ulama-ulama sunni dari Arab.
Terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh para
pengikut ahlissunnah semasa pemerintahan Sayyid
Maulana Abbas 285-300H/888-913M (Hamka, 1996;
M. Junus Djamil, 2005)
Sriwijaya dan Islam
Hubungan Sriwijaya dengan kekhalifahan Islam di Timur Tengah,di
masa khalifah Umar bin Abdul Azis. Ibn Abd Al Rabbih dalam
karyanya al Iqd al Farid yang dikutip oleh Azyumardi Azra (2002)
dalam karyanya “Islam Nusantara; Jaringan Ulama Global dan
Lokal” menyebutkan adanya korespondensi antara raja Sriwijaya
kala itu Sri Indravarman dengan khalifah yang masyhur karena
adilnya itu.
Isi surat diantaranya: “Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah,
yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak tetapi
sekadar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada
saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan
menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.”

Kalingga dan Islam
Berdasarkan dokumentasi surat menyurat milik Kekhalifahan Bani
Umayyah yang disimpan di Museum Granada, Spanyol. Diketahui
jika Khalifah Utsman bin Affan ketika itu sempat mengutus
armada lautnya yang dipimpin Muawiyah bin Abu Sufyan untuk
melakukan ekspedisi mengenalkan Islam ke daratan China
termasuk ke Nusantara. Ekspedisi ini didorong oleh Kabar
mengenai kebijakan dan kejujuran pemimpin kerajaan Kalingga,
Ratu Shima, yang diperoleh dari para pedagang Arab yang telah
sampai ke Kerajaan Kalingga.
Hasil kunjungan damai dan persahabatan dari rombongan armada
laut yang dipimpin Muawiyah bin Abu Sufyan ini adalah, Pangeran
Jay Sima, putra Ratu Shima, masuk memeluk agama Islam.
Moderasi terhadap Kristen
Kristen masuk ke Papua atas seizin Sultan Tidore karena Papua
waktu itu berada di bawah kesutanan Tidore. Missinaris Kristen
minta izin ke Sultan Tidore itu. Tidak hanya itu, bahkan Sultan
memerintahkan dua orang anggota kerajaannya (yakni pelaut
sebagai penunjuk jalan) untuk mengawal rombongan misi Kristen
yang dipimpin Ottow dan Gisler. Mereka mendarat di Mansiman,
sebuah wilayah yang berada di dekat Manokwari, pada 5 Februari
1855.
Menurut Karel A. Stenbrink dan Robert W.Hefner, konflik Kristen-
Islam yang terjadi lebih dikarenakan manuver para tokoh elit
politik dalam pemerintahan Indonesia sejak zaman kolonial
hingga saat ini dibandingkan unsur teologis kedua agama.
Moderasi Beragama Dalam Islam
Dari sisi ayat qauliyah moderasi beragama ummat Islam
berpijak pada QS. Al-Baqarah; 143 yang menyebut ummatan
wasthan sebagai type ideal ummat yang mampu berdiri tegak
di tengah-tengah dalam menjaga dan menegakkan keadilan.
Karakter wasathiyah ini kemudian dijelaskan dalam QS. Ali
Imran; 110 yang menyatakan maksud ummatan wasatha
adalah khoira ummah (umat terbaik). Hampir semua ahli
tafsir sepakat bahwa wasathiyah mengandung makna yang
terbaik, yang ideal, yang seimbang, yang proposional (A.
Suharto, 2014).
Dari ayat kauniyah pijakan Islam wasthiyah adalah tatanan
alam semesta yang bisa berjalan secara baik karena ada
harmoni dan keseimbangan.
Moderasi Beragama Ummat Islam
Moderasi beragama dalam Islam yang juga dikelanl
dengan istilah wastiyah, adalah sikap berIslam yang
menolak ekstrimitas. Menolak berbagai tindakan dan
pemikiran ekstrim yang bisa merusak tatanan dan
menimbulkan kemadharatan. Berdiri tegak di tengah
untuk menjaga keadilan demi terwujudnya
kemaslahatan. Istilah ini dipopulerkan oleh Yusuf
Qardawi yang berasumsi bahwa semua prinsip dasar
agama Islam baik aqidah, syariah maupun akhlak
dilandasi atas nilai wasatiyah.
Indokator Dasar Moderasi Beragama
Fleksibel dan elastis namun tegas; menerima dan bisa
menyesuaikan kondisi pada hal-hal yang bersifat furu’iyah
dan muamalah (kultural) namun bersikap tegas terhadap
hal-hal yang bersifat mendasar (Ushul) dan prinsip
(teologis).
Mengedepankan kearifan dan akhlak dalama menerapkan
ajaran Islam termasuk dalam menjalankan syariah Islam.
Menolak tindakan dan pemikiran ekstrim karena hal ini
bisa menyebabakan terjadinya ketidak adilan. Sikap dan
pandangan yang ekstrim akan membuat manusia terjebak
hanya pada satu sisi, mengabaikan dan menutup sisi yang
lain sehingga tidak bisa bersikap seimbang dan adil.
Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa Yang
Moderat
• Menurut bung Karno, suatu bangsa memiliki “jiwa”. Dan “jiwa” inilah
yang dia gali dari dalam diri bangsa Indonesia itu sendiri. Kristalisasi
“jiwa” ini ialah sila-sila dalam Pancasila. Jadi, Pancasila adalah “jiwa”
bangsa atau kepribadian bangsa Indonesia. Tanpa Pancasila,
Indonesia pasti menjadi bangsa yang tak punya “jiwa” (Soakrno
dalam Armada Riyanto, dkk., 2015; 18). “Penggalian saya tentang
Pancasila, sampai jaman sebelum agama Islam. Saya gali sampai
jaman Hindu dan pra-Hindu” (Soekarno; Ibid)
Ini artinya Pancasila sebagai fondasi filosofis (philosophische
grondslag) yang menjadi jiwa bangsa Indonesia bukan datang dari
langit, dan bukan datang dari ideologi-ideologi tertentu. Tetapi dia
adalah “fondasi pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, dan hasrat
yang sedalam-dalamnya yang lahir dari kearifan lokal masyarakat
Nusantara
GOTONG ROYONG CERMIN MODERASI
Gotong royong merupakan cermin sikap moderat yang sudah mengakar di
Nusantara. Tradisi Gotong royong bisa dilacak pada:
• Prasasti Talang Tuo (684 M), tentang pembentukan Taman Ksetra Ksatan
Sriwijaya. Sebah kawasan yang dibangun untuk kesejahteraan bersama semua
mahkluk.
 Prasasti Sri Kahulunan (824 M), Tentang Kamuliaan Bumi Sambhara yang
tercermin dalam Candi Borobudur sebagai krisatalisasi kerja gotong royong
dalam sejarah.
 Tradisi Merti Bumi (Magelang); upacara Pameleon Bolon Sipahat Lima (Batak
Parmalim), Gemohing d masyaakat Lamaholot, NTT; tlah Sintuwu Maroso
(Poso); Izakod Bekai Izakod Kei (Merauke), Alak Tau (Dayak ); Ngacau
Gelamai (Bengkulu).
 Negeri Pancasila adalah negeri yang moderat
Moderasi, Intoleransi dan Radikalisme
Secara paradigmatik filosofis terjadi hubungan yang
kontraditif antara Intiolerasi dan Radikalisme yang
merupakan ekspresi sikap ekstrim dengan moderasi beragama
yang merupakan ekspresi sikap anti ekstrimisme. Dengan
demikian secara intrinsik dan instinktif moderasi beragama
akan menolak dan menentang ekstrimisme, sehingga dapat
menjadi spirit melawan intoleransi dan terorisme.
Selain itu moderasi beragama lebih compatble (sesuai) dengan
budaya Nusantara yang harmoni dan toleran sehingga lebih
mudah diterima oleh masyarakat Indonesia. Ini artinya MI
juga memiliki legitimasi kultural sehingga lebih memiliki nilai
strategis untuk menolak dan melawan teorisme yang tidak
sesuai dengan kultur Nusantara.
Moderasi Beragama Dalam Pancasila
Untuk bisa mengamalkan moderasi beragama di negeri
Pancasila, harus menggunakan pendekatan budaya.
Sebagaimana tercermin dalam pola gerakan Walisongo,
ulama-ulama Nusantara dan para tokoh agama lainnya
yang terlibat dalam pergulatan ideologi saat pendirian
bangsa. Misalnya, pata tokoh agama (Islam) lebih
mengutamakan kearifan dan akhlakul karimah serta
menempatkan syariah formal secara proporsional
daripada menuntut formalisasi agama.
Pendekatan kebudayaan akan menumbuhkan pemikiran
kreatif yang konvergen hingga melahirkan gerakan yang
lentur (fleksible) dan mudah diterima oleh masyarakat
yang berakat.
Kembali Ke Akar Sejarah dan Tradisi
Untuk memperkuat moderasi beragama, diperlukan
pemahaman yang kuat terhadap sejarah keislaman dan
kenusantaraan. Sejarah ini inilah yang akan menjadi referensi
hidup (maroji’ul hayah) sekaligus sumber pengetahuan
(resources) untuk diaktualisasikan dalam menghadapi
pertarungan.
Kedua, memahami akar-akar tradisi sebagai jangkar dan spirit
agar tidak mudah hanyut dan larut dalam tekanan arus dan
silau oleh kenyataan. Dengan berbekal pada kedua hal inilah
Walisongo dan Ulama Nusantara mampu melahirkan berbagai
macam karya budaya dan pemikiran hingga bisa bertahan
menghadapi tekanan dan tampil menjadi pemenang.
Daftar Pustaka
Abou El Fadl, Khaled, 2006, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan, Jakarta: Serambi,

Ahmad Suharto (2014), Ayat-ayat Perjuangan, Pnorogo, Pustaka pesantren Gontor

Al-Faruqi, Ismail, R. (1986). The Cultural Atlas of Islam, New York: Macmillan publishing company.

Armada Riyanto, dkk., 2015, KEARIFAN LOKAL PANCASILA: Butir-butir Filsafat


Keindonesiaan, Yogyakarta, Kanisius

Ariyoga, Nyoman 2018, Ajaran Siwa-buddha Dalam Lontar Candra Bherawa Perspektif Pendidikan
Agama Hindu, DHARMASMRTI, Vol. 9 Nomor 2 Oktober 2018 :

Azra, Azyumardi (2002) dalam karyanya “Islam Nusantara; Jaringan Ulama Global
dan Lokal”, Bandung, Mizan

Djamil, M. Junus dan H. Anas M. Yunus. (2005). Gerakan Kebangkitan Aceh (Kumpulan Sejarah
Muhammad Junus Djamil). CV. Jaya Mukti, Bandung

Gatra, Volume 12, Masalah 29-32, 2006: ii


Daftar Pustaka
 G. E. Gerini (1909), Researches on Ptolemy's geography of Eastern Asia (further India and Indo-Malay
archipelago), London, Royal Asiatic Society, Asiatic Society Monographs, vol.1

Hasjmy, Ali, (1990), Sejarah kabudayaan Islam di Indonesia. Bulan Bintang, Banda Aceh:

Hamka, (1996), Sejarah Ummat Islam, Published by Pustaka Nasional Pte. Ltd. Singapura

Harin Hiqmatunnisa dan Ashif Az-Zafi, “Penerapan Nilai-nilai Moderasi Islam dalam
Pembelajaran Fiqih Di PTKIN menggunakan Konsep Problem Based Learn”, Jurnal JIPIS, Vol.29, No. 1 (April
2020),

Junaedi, E. 2019. INILAH MODERASI BERAGAMA PERSPEKTIF KEMENAG. Harmoni, 18(2), 182–186.
https://doi.org/10.32488/harmoni.v18i2.414, diakses 13 Desember 2021

Qardawi, Yusuf, dalam Taqrib al-Madhahib-Qaradawi’s Declaration of Principles Regarding Sunni-Shi’i


Ecumenism” Publishedonline, http://www.qaradawi.net/site/topics/static.asp?
cu_no=2&lng=0&templateid=11&temp_type=42.
 
R. Soekmono, 1973, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid 2, Yogyakarta, Kanisius

Wendoris, Thoma, 2008, Mengenal Candi-candi Nusantara, Yogyakarta, Pustaka Widyatama


Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai