Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK
DENGAN
Kelompok 7
ATRESIA ANI 1. Nova Zulita
2. Marta Epida
3. Hasni Murti
4. Osy Febrayemi
5. Onna Setya N
Pengertian Atresia Ani
 Atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang
anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan
langsung dengan rektum (Purwanto, 2011).
 Atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang
anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan
langsung dengan rectum. (Agung hidayat. 2019)
 Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada
distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani,
R, 2011).
Etiologi
1. Secara pasti belum diketahui
2. Merupakan anomali gastrointestinal dan genitourynari

 Namun ada sumber yang mengatakan kelainan anus bawaan disebabkan


oleh:
a. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang anus.
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena
ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu atau 3 bulan.
d. Kelainan bawaan , dimana sfingter internal mungkin tidak memadai.
Patofisiologi
 Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana
saat proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses
perkembangan anus dan rectum. Dalam perkembangan
selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka
yang juga akan berkembang jadi genitor urinary dan struktur
anoretal.
 Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan
perkembangan kolon antara 7-10 minggu selama
perkembangan janin. Kegagalan tersebut terjadi karena
abnormalitas pada daerah uterus dan vagina, atau juga pada
proses obstruksi. Anus imperforate ini terjadi karena tidak
adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga
menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok
besar yaitu
1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus
gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna.Kelompok
ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina
atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering
dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus
yang adequate sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate
untuk jalam keluar tinja.Pada kelompok ini tidak ada mekanisme
apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon,
memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera.
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi
yaitu :
 Anomali rendah

Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis,


terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.
 Anomali intermediet

Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung


anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
 Anomali tinggi

Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada.
Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius - retrouretral
(pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum
sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang khas pada klien antresia ani seperti :
 Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah
kelahiran.
 Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
 Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah
letaknya
 Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila
tidak ada fistula).
 Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
 Pada pemeriksaan rectal touche terdapat adanya membran
anal.
 Perut kembung
Komplikasi
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Medis:

Penatalaksanaan pada atresia ani dalah sebagai berikut:


a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada daerah dinding abdomenuntuk
mengeluarkan feses. Pembuatan lubang ini bisa untuk sementaraatau permanen dari usus besar atau colon iliaka.
Untuk atresia ani dengan anomali tinggi, dapat dilakukan kolostomi beberapahari setelah lahir.

b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)


Bedah PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty) umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan. Penundaan iniuntuk
memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada otot -otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan
bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya

c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus.
Setelah pasca operasi BAB akan sering keluar, tetapi seminggu pasca operasi BAB berkurang frekuensinya dan
agak padat.
(Aziz, 2010)& (Suriadi & Yuliani, 201
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ATRESIA ANI

Pengkajian Keperawatan
Menurut (Dewi,2013) Pengkajian yang dapat dilakukan oleh seorang perawat untuk mendapatkan
data objektif dansubjektif dari ibu diantaranya:

a. Biodata: Nama, Umur, Alamat, Tanggal lahir


b. Keluhan Utama: Nyeri post kolostomi
c. Riwayat kesehatan:
1) Riwayat kesehatan sekarang:
Biasanya ditemukan nyeri, mual muntah, perdarahan post operasi
2) Riwayat kesehatan dahulu:
Klien mengalami tindakan pembedahan diantaranya:
- Pembuatan kolostomi
- Pembuatan anus atau Post Posterio Sagital Ano Rektal Plasty (PSARP)
- Penutupan kolostomi
3) Riwayat kesehatan keluarga
Merupakan suatu kelainan kongenital bukan kelainanatau penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh
anggota keluarga yang lainnya.

d. Pola nutrisi metabolik.


Biasanya anak akan mengalami penurunan berat badan. Hal ini umum terjadi pada penderita Atresia Ani post
Rekolostomi. Keinginan makan cendrung terganggu oleh mual dan muntah karena efek samping anastesi
e. Pola eliminasi.
Dikarenakan anus buatan belum berfungsi dengan normal sehingga
menyebabkan klien tidak dapat mengeluarkan sisa metabolisme yang
dapat menyebabkan kesulitan dalam defekasi.
f. Pola aktifitas.
Pada penderita Atresia Ani pola aktifitas dan latihan ini dipertahankan
guna untuk menghindari terjadinya kelemahan otot.
g. Pola tidur dan istirahat
Pada penderita Atresia Ani klien cendrung terganggu pola tidur dan
istirahatnya dikarenakan rasa nyeri pada areaabdomen akibat
prosedur operasi erkolostomi.
h. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan hasil yaitu:
- Adanya luka operasi rekolostomi
- Luka penutupan kolostomi dan Post Posterio Sagital Ano Rektal
Plasty (PSARP) pada anus
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah penilaian mengenai masalah kesehatan yang
dialami klien baik yang secara aktual maupun potensial. Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada Atresia ani adalah:

a. Diagnosa Keperawatan Pre Operasi:


1. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmapuan mencerna
makanan
2. Ansietas orang tua berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan
rencana operasi

b.Diagnosa Keperawatan Post Operasi:


3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (prosedur operasi)
4. Resti infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive
5. Resti gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi

(SDKI PPNI, 2017)


INTERVENSI KEPERAWATAN
 Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmapuan mencerna makanan

Luaran/tujuan: status nutrisi membaik


Dengan kriteria hasil :
 Porsi makan yang dihabiskan meningkat
 Nafsu makan membaik

Intervensi:
1) Identifikasi status nutrisi
2) Monitor asupan makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Monitor berat badan
5) Lakukan oral hygiene sebeum makan, jika perlu
6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
 Ansietas orang tua berhubungan dengan krisis
situasional ditandai dengan rencana operasi.

Luaran/tujuan: tingkat ansietas menurun


Dengan kriteria hasil :
 Perilaku tegang menurun
 Konsentrasi membaik
 Perilaku gelisah menurun

Intervensi:
1) Monitor tekanan darah, nadi,, pernafasan, suhu tubuh, berat
badan, EKG
2) Jelaskan kepada orang tua tentang prosedur, waktu dan
lamanya operasi
 Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (prosedur operasi)

Luaran/tujuan: Tingkat nyeri menurun


Dengan kriteria hasil:
 Keluhan nyeri menurun
 Meringis menurun

Intervensi:
1) Identifikasi lokasi, karakterisitik, durasi, frekuensi, kualitas , intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Ajarkan orang tua teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
4) Jelaskan kepada orang tua penyebab, periode, dan pemicu nyeri
5) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
6) Fasilitasi istirahat dan tidur
7) Kolaborasi pemberian analgetik
8) Monitor efek samping pemberian analgetik
 Resti infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif

Luaran/tujuan: Tingkat infeksi menurun


Dengan kriteria hasil:
 Kebersihan tangan meningkat
 Kebersihan badan meningkat
 Demam menurun
 Nyeri menurun

Intervensi:
1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
2) Batasi jumlah pengunjung
3) Berikan perawatan kulit pada area luka operasi
4) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
5) Pertahankan teknik aseptik
6) Jelaskan kepada orang tua tanda dan gejala infeksi
7) Ajarkan orang tua cara mencuci tangan yang benar
8) Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi

( SLKI PPNI, 2019 dan SIKI PPNI, 2018)


DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah (2012) Perawatan Anak Sakit. Edisi II. Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin Huda and Kusuma, H. (2015) Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA. Yogyakarta: Mediaction Publishing.

Suriadi and Yuliani, R. (2010) Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi II. Jakarta: CV.
Sagung Seto.

Dewi, V. N. L. (2013) Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika.

PPNI (2017) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi I. Jakarta: DPP


PPNI.

PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi I. Jakarta: DPP


PPNI.

PPNI (2019) Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai