Anda di halaman 1dari 11

Atresia Ani

Atresia ani atau disebut juga anus imperforata adalah salah satu jenis cacat lahir yang terjadi saat usia
kehamilan mencapai 5-7 minggu, di mana perkembangan bentuk rektum (bagian akhir usus besar)
sampai lubang anus tidak sempurna. Kondisi ini terjadi pada 1 dari 5.000 bayi, dan merupakan kondisi
serius yang perlu ditangani segera dengan operasi.

Terdapat beberapa bentuk dari atresia ani, sebagai berikut:

Lubang anus yang menyempit atau sama sekali tertutup.

Terbentuknya fistula atau saluran yang menghubungkan rektum dengan kandung kemih, uretra, pangkal
penis, atau vagina.

Rektum yang tidak terhubung dengan usus besar.

alodokter-atresia-ani

Penyebab Atresia Ani

Pada kondisi normal, lubang anus, saluran kemih, dan kelamin janin terbentuk pada usia kehamilan tujuh
hingga delapan minggu melalui proses pembelahan dan pemisahan dinding-dinding pencernaan janin.
Gangguan pada masa perkembangan janin inilah yang akan menyebabkan atresia ani.

Penyebab di balik gangguan perkembangan tersebut belum diketahui secara pasti. Para pakar menduga
bahwa terdapat keterlibatan faktor keturunan atau genetika di balik terjadinya cacat lahir ini.

Gejala Atresia Ani

Bayi yang lahir dengan kondisi atresia ani umumnya memiliki gejala dan tanda klinis sebagai berikut:

Lubang anus sangat dekat dengan vagina pada bayi perempuan.


Lubang anus tidak di tempat yang semestinya, atau tidak terdapat lubang anus sama sekali.

Tinja pertama tidak keluar dalam jangka waktu 24-48 jam setelah lahir.

Tinja keluar dari vagina, pangkal penis, skrotum, atau uretra.

Perut membesar.

Diagnosis Atresia Ani

Atresia ani umumnya diketahui pada pemeriksaan fisik yang pertama kali dilakukan ketika bayi lahir.
Dokter akan memeriksa seluruh bagian tubuh bayi baru lahir, dari kepala sampai dengan kaki. Bila
ditemukan atresia ani, dokter kemudian akan memastikan apakah ada jenis kelainan lain yang juga
dialami oleh bayi.

Atresia ani merupakan kelainan kongenital atau bawaan yang terjadi akibat gangguan saat
perkembangan janin. Selain atresia ani, beberapa di antaranya juga memiliki kelainan yang berhubungan
dengan gangguan perkembangan saat masih dalam kandungan, seperti:

Kelainan pada saluran urine dan ginjal.

Kelainan pada tulang belakang.

Kelainan pada saluran pernapasan.

Kelainan pada kerongkongan.

Kelainan pada lengan dan tungkai.

Sindrom Down.

Penyakit jantung bawaan.

Penyakit Hirschsprung.

Atresia duodenum (kelainan pada usus halus).

Untuk mengetahui kelainan lainnya yang terkait dengan atresia ani, dokter akan melakukan tes lanjutan,
seperti:

Foto Rontgen, untuk mendeteksi jika terdapat kelainan tulang.

USG tulang belakang.


MRI, untuk memeriksa kondisi kerongkongan, tenggorokan, dan organ-organ yang terkait.

Ekokardiografi, untuk memeriksa kondisi jantung.

Pengobatan Atresia Ani

Bayi yang tidak memiliki lubang anus akan diberi asupan melalui infus. Jika ada fistula yang terbentuk
pada saluran kemih, dokter akan memberikan antibiotik.

Agar saluran pencernaan berjalan dengan normal, atresia ani harus dikoreksi dengan tindakan operasi.
Namun penentuan saat yang tepat kapan dilakukan operasi berbeda pada setiap bayi, tergantung dari
jenis dan kerumitan bentuk atresia ani yang terjadi serta kondisi kesehatan bayi sendiri, mengingat
setengah dari penderita atresi ani juga memiliki kelainan kongenital lainnya. Keadaan yang mengancam
nyawa akan ditangani terlebih dahulu. Bila tindakan operasi perbaikan belum dapat dilakukan, dokter
akan membuat kolostomi, yaitu pembuatan lubang (stoma) di dinding perut sebagai saluran
pembuangan sementara. Lubang ini akan disambungkan dengan usus, dan kotoran yang keluar dari
stoma akan ditampung dalam sebuah kantung yang dinamakan colostomy bag.

Jenis operasi perbaikan yang dilakukan tergantung dari jenis atresia ani. Sebagai contoh, dokter akan
melakukan tindakan yang dinamakan perineal anoplasty, yaitu menutup fistula yang terhubung dengan
saluran kemih atau vagina, dan akan membuat lubang anus di posisi yang seharusnya. Keberhasilan
tindakan operasi dalam memperbaiki atresia ani dapat dikatakan baik, walaupun terkadang tidak hanya
membutuhkan satu kali tindakan operasi.

Komplikasi Atresia Ani

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi setelah dilakukan tindakan operasi perbaikan, antara lain:

Konstipasi. Konstipasi dapat diatasi dengan diet tinggi serat. Obat pencahar juga terkadang diberikan
untuk mencegah menumpuknya tinja di dalam usus, yang akan membuat usus melebar dan
mengakibatkan gerakannya menjadi berkurang.

Inkontinensia tinja atau urine. Inkontinensia tinja atau urine dapat terjadi, walaupun operasi berjalan
mulus dan tanpa komplikasi.

Stenosis anus. Anus yang baru dapat membentuk jaringan parut dan menyempit (stenosis). Bila terjadi,
kondisi ini akan membutuhkan tindakan operasi lanjutan. Untuk mencegah stenosis anus, dokter akan
melakukan dan mengajarkan kepada orang tua pasien untuk melakukan tindakan meregangkan atau
melebarkan anus yang baru secara berkala (dilatasi anus).
Selain komplikasi yang terjadi pasca operasi, komplikasi juga dapat terjadi sebelum dilakukan tindakan
operasi, antara lain robekan (perforasi) usus, atau infeksi saluran kemih apabila terdapat fistula ke
saluran kemih.

Referensi :

Choi, et al. (2009). Imperforate Anus: Determination of Type Using Transperineal Ultrasonography.
Korean Journal of Radiology, 10(4), pp. 355-360.

Finnigan, et al. (2005). A Proposed Mechanism for Intermediate Atresia Ani (AA), Based on a Porcine
Case of AA and Hypospadias. Birth Defects Research, 73(6), pp. 434-439.

NORD (2018). Imperforate Anus.

NIH (2017). MedlinePlus. Imperforate Anus.

MedicineNet (2016). Anal Atresia.

MedicineNet (2016). Imperforate anus.

Pietrangelo. A. Healthline (2017). Imperforate Anus.

Rosen, N. Medscape (2016). Pediatric Imperforate Anus.

WebMD (2011). Imperforate Anus.

. Pengertian

Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital (Dorland,
1998).

Suatu perineum tanpa apertura anal diuraikan sebagai inperforata. Ladd dan Gross (1966)
membagi anus inperforata dalam 4 golongan, yaitu:

Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus

Membran anus menetap

Anus inperforata dan ujung rectum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum

Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum yang buntu

Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula, pada bayi wanita yang sering ditemukan fisula
rektovaginal (bayi buang air besar lewat vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektobrinarius.
Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir dikandung kemih atau uretra
serta jarang rektoperineal.
B. Pathofisiologi

C. Ganbaran Klinik

Pada sebagian besar anomati ini neonatus ditemukan dengan obstruksi usus. Tanda berikut
merupakan indikasi beberapa abnormalitas:

1. Tidak adanya apertura anal

2. Mekonium yang keluar dari suatu orifisium abnormal

3. Muntah dengan abdomen yang kembung

4. Kesukaran defekasi, misalnya dikeluarkannya feses mirip seperti stenosis

Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus
dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat
juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau
jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum.
Gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.

D. Pemeriksaan Penunjang

X-ray, ini menunjukkan adanya gas dalam usus

Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius, misalnya suatu sistouretrogram mikturasi
akan memperlihatkan hubungan rektourinarius dan kelainan urinarius

Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium

E. Penatalaksanaan

 Medik:

1. Eksisi membran anal

2. Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sememtara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi
sekaligus

 Keperawatan
Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebut
dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya
dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan ke 2, selain itu perlu
diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi. Serta
memperhatikan kesehatan bayi.

F. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan eliminasi BAK b.d Dysuria

2. Gangguan rasa nyaman b.d vistel rektovaginal, Dysuria

3. Resti infeksi b.d feses masuk ke uretra, mikroorganisme masuk saluran kemih

4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia

5. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d trauma jaringan post operasi

6. Resti infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi

7. Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta.

Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans. Guidelines for planing
and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta.

Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed. 25. Jakarta: EGC

Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah EGC. Jakarta.

Long, Barbara. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Terjemahan: Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan. USA: CV Mosby

Faktor predisposisi

Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti :

Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus,
ginjal dan kelenjar limfe).
Kelainan sistem pencernaan.

Kelainan sistem pekemihan.

Kelainan tulang belakang.

Klasifikasi

Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :

Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran
fistula eksterna.

Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang
relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus
yang adequate sementara waktu.

Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja.

Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon,
memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3
sub kelompok anatomi yaitu :

Anomali rendah

Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan
eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.
Anomali intermediet

Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada
pada posisi yang normal.

Anomali tinggi

Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan
dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.

Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan
menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin,
atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari
orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis
menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih,
berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung
mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan
kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika
fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.

Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina,
fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar
dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel
vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya
minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat
direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan
antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna
sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada
pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm
dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis
anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak
anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi
feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan
perempuan, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara <>

Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus
dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus
normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus
terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya
harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara <>

Patofisiologi

Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang
berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi stenosis
anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan
migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal.
Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan
vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan
sehungga intestinal mengalami obstrksi.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir,
tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum
(Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24
jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan
terlihat menonjol (Adele,1996)

Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu manifestasi klinis
atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna
hitam kehijauan karena cairan mekonium.
Pemeriksaan Penunjang

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

Pemeriksaan radiologis

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.

Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan
kantung rectum dari sfingternya.

Ultrasound terhadap abdomen

Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya
faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.

d. CT Scan

Digunakan untuk menentukan lesi.

e. Pyelografi intra vena

Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.


f. Pemeriksaan fisik rectum

Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.

g. Rontgenogram abdomen dan pelvis

Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.

Anda mungkin juga menyukai