Anda di halaman 1dari 24

ETIK DAN KEBIJAKAN

TENTANG
PERAWATAN
PALIATIF
Kelompok 1
Layly Rezky Amaliah Asnur
Yuliana
Muh.Agus Amran
Astuti Irmayani
01
KODE ETIK
KEPERAWATAN
DI INDONESIA
Kode etik merupakan persyaratan profesi yang memberikan penentuan
dalamm mepertahankan dan meningkatkan standar pofesi. Kode etik
menunjukkan bahwa tanggung jawab terhadap kepercayaan masyarakat
telah diterima oleh professi (Kelly, 1987)

Pada dasarnya, tujuan etik keperawatan adalah upaya agar perawat


dalam menjalankan setiap tugas dan fungsinya dapat menghargai dan
menghormati martabat manusia (PPNI, 2000).
5 kode Etik yang harus di junjung tinggi
1. Perawat dan Klien
2. Perawat dan Praktik
3. Perawat dan Masyarakat
4. Perawat dan Teman Sejawat
5. Perawat dan Profesi
02
PRINSIP DAN ASAZ
ETIK KEPERAWATAN
AUTONOMY BENEFICENCE JUTICE FIDELITY
(Kemandirian) (Berbuat Baik) (Keadilan) (Menepati Janji)

N0N-
VERACITY CONFIDENTIALITY ACCOUNTABILITY
MALAFICENCE (Kejujuran) (Kerahasiaan) (Akuntabilitas)
(Tidak Merugikan)
03
INFORMED CONSENT
DEFINISI INFORMED CONSENT

Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu Informed dan consens. John M. Echols (2003)
dalam kamus bahasa inggris-indonesia memberi pengertian bahwa informed yaitu telah mendapatkan
penjelasan atau keterangan, telah disampaikan atau diinformasika, sedangkan consent yang berarti
persetujuan yang telah diberikan pada seseorang untuk berbuat sesuatu. jadi Informed consent dapat
diartikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter untuk melakukan tindakan
kedokteran tertenu setelah mendapatkan penjela dari dokter bersangkutan.

Persetujuan tindakan medis atau informed consent untk pasien paliatif harus dipastikan
terlebuh dahulu bahwa pasien memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan erawatan paliatif
melalui komunikasi yang berkesinambungan antara tim perawat paliatif dengan pasien dan kelurga.
DASAR HUKUM INFORMED CONSENT

Informed consent yang harus disampaikan kepada pasien atau keluarganya setidaknya menyangkut
hal-hal sebagaimana yang diatur dalam :
1. Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang praktek kedokteran dijelaskan
bahwa setiap dokter dalam menjalankan praktek kedokterannya wajib memberikan penjelasan
mengenai doagnosis atau tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan,
alternatif tindakan alain dan resikonya, resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap indakan yang dilakuakn.
2. Selanjutnya kewajiban dokter dalam memberikan informasi yang baik dan benar juga diatur
dalam pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonsia Tahun 2012, mengenai kewajiban dokter
menghargai hak-hak pasien bahwa “ Seorang dokter seharusnya tidak menyembunyikan
informasi yang dibutuhkan pasien, kecuali dokter berpendapat hal tersebut untuk kepentingan
pasien, dalam hal ini dokter dapat menyampaikan informasi ini kepada pihak keluarga atau wakil
pasien”.
.
TUJUAN INFORMED CONSENT

Di indonesia informent consent tentu memiliki maksud dan tujuan diatur dari arti pentingnya
perlindungan terhadap hak-hak azazi pasien untuk menentukan nasib sendiri ( hak informasi tentang
penyakitnya, hak untuk menerima/menolak rencana perawatan). Juga merupakan suatu tindakan
konkrit atas penghormatan kalangan kesehatan tehadap hak perorangan. Memberikan perlindungan
hukum terhadap pelaksanaan tindakan medis dari tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar,
serta akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap “risk of
treatment” yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta
telah sesuai dengan standar profesi medik. Sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka
tidak dapat dipersalahkan kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian (negligence) atau
karena ketidak tahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak akan dilakukan demikian oleh teman
sejawat lainnya.
.
FUNGSI INFORMED CONSENT

3. Menimbulkan rangsangan
1. Proteksi dari pasien kepada profesi medis
dan subyek untuk mengadakan
intropeksi terhadap diri
sendiri.

2. Mencegah terjadinya 4. Promosi dari keputusan


penipuan atau keputusan rasional.
peksanaan.
BENTUK- BENTUK INFORMED CONSENT

TERSIRAT ATAU
DIANGGAP TELAH DINYATAKAN
DIBERIKAN (Expressed consent)
(lim lied Consent)
04
NEGLIGENCE &
MALPRACTICE
NEGLIGENCE
Pengabaian/ kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelaian termasuk dalam arti
malpraktik, artinya dalam malraktek tidak selalu ada unsur kelainan. Kelalaian adalah segala tindakan
yang dilakukan dan dapat melanggar standar sehungga mengakibatkan cedera/kerugian orang lain
(Sampurno, 2005). Negligence dapat berupa omission (kelainan untuk melakukan sesuau tang
seharusnya dilakukan)aau Commission ( melakukan sesuatu secara berhati-hati).

MALPRACTICE
Malpraktek medis adalah suatu tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga medis yang tidak sesuai
dengan standar tindakan sehingga merugikan pasien, hal ini di kategorikan sebagai kealpaan atau
kesengajaan dalam hukum pidana.
Malpraktek mendis menurut J. Guwandi meliputi tindakan-tindakan sebagai berikut:
1. Melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatn.
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan melainkan kewajuban.
3. Melanggar suatu ketentuan menurut perundang-undangan.
05
ETHICAL DECISION
MAKING
(EDM) PADA
KEPERAWATAN
Pengambilan keputusan adalah suatu tindakan yang melibatkan berbagai komponen yang harus
dipertimbangkan secara matang oleh perawat, terutama yang terkait dengan permasalahan pada
tatanan klinik. Hal ini sangat erat kaitannya dengan perkembangan praktik keperawatan yang
semakin kompleks, adanya tuntutan efisiensi layanan kesehatan ditengah situasi yang selalu berubah,
serta perkembangan budaya yang ada menyebabkan tugas pengambilan keputusan menjadi lebih
berat. Tujuan utama profesi perawat adalah bertugas sebagai problem solver, yaitu memecahkan
masalah kesehatan pasiennya dengan menggunakan metode pemecahan masalah. Metode pemecahan
masalah digunakan sebagai kerangka bagi perawat untuk membuat keputusan etik.

Dalam Sumijatun (2009), mengatkan bahwa pembuatan keputusan selalu dihubungkan dengan
suatu masalah atau suatu kesulitan, dalam arti keputusan dan penerapannya diharapkan akan
menjawab persoalan atau menyelesaikan konflik.
Model pengambilan keputusan etis keperawatan, antara lain:
1. Mengidentifikasi fakta dan situasi spesifik..
2. Menerapkan prinsip dan teori etik keperawatan.
3. Mengacu kepada kode etik keperawatan..
4. Melihat dan mempertimbangkan kesesuaian klien.
5. Mengacu pada nilai yang dianut.
6. Mempertimbangkan faktor lain seperti nilai, kultur, harapan, komitmen,
penggunaan waktu dan kurangnya pengalaman.
06
ISSUE-ISSUE ETIK PADA
KEPERAWATAN PALIATIF
Dalam keperawatan paliatif, isu etik merupakan issue yang terkait dari penanganan diakhir
hidup yang menyangkut keputusan etis, moral, dan hukum oleh keluarga dan para tenaga medis. Sifat
perawatan paliatif berfokus pada perbedaan tentang masalah etik pada kematian. Keadaan pada akhir
hidup dapat mengakibatkan dilema etik yang lebih rumit oleh issue-issue tentang kompetensi orang
yang akan meninggal, hak mereka untuk menolak atau menerima perawatan dalam mempertahankan
integritas pribadi mereka atas kematian mereka sendiri.

Pengambilan keputusan bersama, perawat harus bersama dengan pasien untuk menguntungkan
pasien dan meminimalkan cedera pasien, pasien berhak memilih pengobatan dan menolaknya. Empat
klasifikasi hak pasien untuk menolak pengobatan:
1. Pasien cukuptahu dalam pengambilan keputusan
2. Pasien tidak cukup mengetahui jalan pengambilan keputusan, tetapi setuju apapun dengan
tindakan medis yang akan dilakukan pasien.
3. Pasien tidak tahu tentang apa yang akan dilakukan, dan tidak setuju.
4. Pasien tahu tentang yang harus dilakukan tetapi tetap tidak menyetujui.
07
KEBIJAKAN NASIONAL
TERKAIT PERAWATAN
PALIATIF
Program Paliatif yang efektif akan tercapai jika didukung komitmen pemangku
kebijakan dengan pendekatan kesehatan masyarakat, melalui:
1. Integrasi layanan paliatif dalam sistem kesehatan nasional.
2. Ketersediaan layanan professional serta pemberdayaan masyarakat.dan
prasarana terutamauntuk.
3. Ketersediaan sarana pengelolaan nyeri dan gejala psikologis.
4. Aksesibilitas setiap pasien yang memerlukan program paliatif.
5. Program paliatif dilakukan mulai dari RS hingga masyarakat.
1. Undang-undang Nomor23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor
100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495).
2. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran negara tahun
2004 nomor 116 tambahan lembaran negara nomor 4431)
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159b/Menkes/Per/I/1988 tentang
Rumah Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/Menkes/Per/IX/1898 tentang
Persetujuan Indakan Medik.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Iindonesia Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang
Pedoman Organisasi Rs di Lingkungan Depertemen Kesehatan.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 0588/YM/RSKS/SK/VI/1992 tentang Proyek Panduan
Pelaksanaan Paliatif dan Bebas Nyeri Kanker.
7. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Nomor 319/PB/A4/88 tentang
Informed Consent
8. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesi Nomor 336/PB/A4/88 tentang MATI
TERIMAKASI
H
Semoga Bermanfaat Untuk Kita Semua.

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, and it includes


icons by Flaticon, infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai