Anda di halaman 1dari 4

Analisis Kasus Etik Legal

A. Otonomi (autonomy)
Otonomi adalah kemampuan seseorang untuk membuat keputusan yang rasional
dan tidak terpengaruh. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa otonomi merupakan
indikator utama kesehatan.
Prinsip otonomi memandang hak individu untuk menentukan nasib sendiri. Ini
berakar pada penghormatan masyarakat terhadap kemampuan individu untuk membuat
keputusan berdasarkan informasi tentang masalah pribadi.

B. Keadilan (justice)
Prinsip ini didasarkan pada gagasan bahwa beban dan manfaat pengobatan baru
atau eksperimental harus didistribusikan secara merata diantara semua kelompok
dimasyarakat. Penerapan prinsip membutuhkan prosedur yang menjunjung tinggi
semangat hukum yang ada dan adil bagi semua pihak yang terlibat. Penyediaan layanan
kesehatan harus mempertimbangkan empat bidang utama saat mengevaluasi keadilan:
distribusi yang adil dari sumber daya yang langka, kebutuhan bersaing, hak dan
kewajiban, dan potensi konflik dengan undang-undang yang ditetapkan.

C. Kebermanfaatan (benefisicence)
Prinsip ini diperlukan agar prosedur keperawatan diberikan dengan niat baik untuk
pasien yang terlibat. Prinsip ini juga mengharuskan penyediaan layanan kesehatan
mengembangkan dan memelihara keterampilan dan pengetahuan, terus meperbaharui
pelatihan, mempertimbangkan keadaan individu dari semua pasien, dan berusaha untuk
mendapatkan keuntungan bersih. Istilah beneficence mengacu pada tindakan yang
mempromosikan kesejahteraan orang lain. Dalam konteks medis ini berarti mengambil
tindakan yang melayani kepentingan terbaik pasien.

D. Tidak membahayakan (nonmaleficence)


Prinsip ini diperlukan agar prosedur yang dilakukan tidak membahayakan pasien
yang terlibat atau orang lain dimasyarakat. Spesialis infertilitas beroperasi dengan asumsi
bahwa mereka tidak membahayakan atau setidaknya meminimalkan bahaya dengan
mencapai hasil positif yang lebih besar. Namun, karena teknologi reproduksi bantu
memiliki tingkat keberhasilan yang terbatas tidak pasti keseluruhan hasil, keadaan
emosional pasien mungkin akan berdampak negatif.

E. Kejujuran (veracity)
Kejujuran adalah prinsip pengajaran kebenaran, dan didasarkan pada pasien serta
konsep otonomi. Agar seseorang dapat membuat pilihan rasional sepenuhnya, dia harus
memiliki informasi yang relefan dengan keputusannya apalagi informasi ini harus sejelas
dan seakurat mungkin. Kebenaran akan dilanggar setidaknya dalam dua cara, dengan
tindakan berbohong atau pertukaran informasi keliru yang disengaja. Namun, prinsip
kejujuran juga dilanggar dengan kelalaian, penghindaran yang disengaja dari semua atau
bagian dari kebenaran. Akhirnya, prinsip kejujuran juga bisa dilanggar dengan
menyelaraskan informasi secara sengaja dalam jargon atau bahasa yang gagal
menyampaikan informasi dengan cara yang bisa dipahami oleh penerimanya atau yang
sengaja menyesatkan sipenerima.

F. Kesetiaan (fidelity)
Prinsip kesetiaan secara luas mensyaratkan bahwa kita bertindak dengan cara yang
setia. Ini termasuk menepati janji, melakukan apa yang diharapkan, melakukan tugas dan
dapat dipercaya kesetiaan peran mencakup loyalitas spesifik yang terkait dengan
penunjukan profesional tertentu.

G. Informed Consent
Informed consent dalam etika biasanya mengacu pada gagasan bahwa seseorang
harus diberi tahu sepenuhnya dan memahami potensi manfaat dan resiko pilihan
pengobatan mereka. Orang yang kuarang informasi berisiko salah memilih yang tidak
mencerminkan nilai atau keinginannya. Ini tidak secara khusus berarti proses
mendapatkan persetujuan, atau persyaratan hokum spesifik, yang bervariasi dari satu
tempat ketempat lain, namun dalam kapasitas untuk mendapatkan persetujuan.[1]
H. Hak Kerahasiaan (confidentiality)
Menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentnag pasien/klien yang
dipercaya pasien kepada perawat.
Dalam kasus pemicu mengenai RBBB menggunakan etik kerahasiaan
(confidentiality), dimana dalam kasus ini keluarga pasien ingin mengetahui hasil
pemeriksaan EKG dengan cara mendokumentasikannya melalui handphone. Dalam hal
ini, tindakan tersebut tidak diperbolehkan karena dapat menyebarluaskan hasil
pemeriksaan yang bersifat tertutup, sehingga bisa menyebabkan tindakan yang tidak
bertanggung jawab apabila disalahgunakan oleh pihak lain. Hasil EKG merupakan hasil
pemeriksaan oleh tenaga kesehatan, sehingga tidak boleh disebarluaskan melalui media
masa, serta menjaga nama baik dari pemilik hasil pemeriksaan EKG.

Dalam menjaga kerahasiaan pasien juga didasari dengan peraturan-peraturan


yang berlaku diantaranya Undang- Undang dan Peraturan Kementrian Kesehatan.
Undang- Undang Perlindungan hak pasien juga tercantum dalam pasal 32. Undang-
Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, mengenai privasi klien yang
mengatakan bahwa “ mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya ” hal ini berarti semua data medis termasuk hasil EKG
pasien tidak diperkenankan disebarluaskan atau didokumentasikan secara sembarangan
melalui perangkat media elektronik[3]
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis,
dalam Bab IV pasal 10 ayat 1 mengatakan bahwa “ infromasi tentang identitas,
diagnostik, riwayat penyakit pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter ,
dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan”. Data medis pasien harus dijaga kerahasiaannya supaya tidak disebarluaskan
secara tidak bertanggung jawab serta pasien juga memerlukan privasi selama masa
pearatannya[4]

Undang- Undang RI nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, dalam bab V


padal 36 bagian D yang mengemukakan : “menolak keinginan klien atau pihak lain yang
bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur
operasional, atau ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak dan kewajiban klien
pasal 38 bagian E : “memperoleh keterjagaan kerahasiaan kondisi kesehatannya. Pada
pasal 40 dalam praktik keperawatan, klien berkewajiban mematuhi ketentuan yang
berlaku di fasilitas pelayanan kesehatan seperti dilarang foto pada saat perawat
melakukan tindakan ke pasien dan dilarang memfoto asil data medis atau rekaman medis
pasien. Jadi kesimpulannya, keluarga tidak diperkenankan memfoto hasil EKG karena
terdapat dasar hokum yang melarang pendokumentasian data medis melalui foto.

Anda mungkin juga menyukai