Anda di halaman 1dari 77

LIMBAH

PABRIK GULA
Penanganan Limbah Pabrik Gula
Limbah memberikan arti teknis adalah sebagai
barang yang dihasilkan oleh sebuah proses dan
dapat dikategorikan sebagai bahan yang sudah
tidak terpakai.
Limbah merupakan buangan yang dihasilkan
dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga atau yang lebih dikenal
sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu
saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki
lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.
Jenis sampah ini pada umumnya berbentuk padat
dan cair. 
Pabrik gula dari bahan tebu yang mempunyai
limbah organik berupa :
- blotong (filter cake),
- abu boiler.
 Blotong (filter cake) merupakan limbah padat
hasil dari proses produksi pembuatan gula,
dimana dalam suatu proses produksi gula akan
dihasilkan blotong dalam jumlah yang sangat
besar.
 Vinasse merupakan limbah cair yang dihasilkan
dari proses pembuatan Ethanol.
 Dalam proses pembuatan 1 liter Ethanol akan
dihasilkan limbah ( vinasse ) sebanyak 13 liter
(1 : 13). Dari angka perbandingan di atas maka
semakin banyak Ethanol yang diproduksi akan
semakin banyak pula limbah yang dihasilkannya.
 Jika limbah ini tidak ditangani dengan baik maka
di kemudian hari, limbah ini akan menjadi
masalah yang berdampak tidak baik bagi
lingkungan.
2. Penanganan Limbah
Sisa Ampas atau ampas lebih.
Sebelum dimanfaatkan kembali sebagai bahan
baku energi listrik, media kompos dan lain-lain,
penanganan awal yang  bijak untuk sisa ampas 
(produksi ampas – ampas yang telah digunakan
sebagai pembangkit energi untuk proses) adalah
dikempa terlebih dahulu menjadi bal (kubus).
Hal ini dilakukan untuk meningkatkan berat
jenis ampas, kemudian diikat agar ampas tidak
mudah lepas berterbangan. Selanjutnya ampas
bal siap untuk digudangkan.
Debu dan abu hasil pembakaran ampas. Penanganan
debu hasil pembakaran ampas dilakukan dengan cara
menangkap debu
tersebut dengan menggunakan dust collector
yaitu wet atau dry scrubber sebelum keluar
melalui cerobong ketel.
Debu dan abu hasil pembakaran ampas ditanam
bersama dalam tempat pembuangan akhir
kemudian disiram air. Hal ini dilakukan agar debu
dan abu tersebut aman terhadap lingkungan,
menghindari kebakaran karena
dikhawatirkan abu masih mengandung bara api
yang latent.
Blotong.
Penanganan awal untuk sisa blotong (produksi
blotong – blotong yang telah dimanfaatkan petani)
perlu ditangani dengan cara menanam ke dalam
lubang pembuangan awal sebelum dimanfaatkan
kembali sebagai pupuk. Hal ini dilakukan untuk
menghindari pandangan dan bau yang tidak sedap.
Limbah cair dan padat bekas analisa gula di laboratorium.
Limbah cair bekas  analisa gula di laboratorium ditangani
dengan cara  mengumpulkan cairan (filtrat) tersebut untuk
di-elektrolisis agar logam berat menempel pada elektroda.
Logam berat diambil dari elektroda  sebagai limbah padat.
Bersama-sama dengan limbah padat bekas analisa gula
di laboratorium dan limbah padat lainnya ditanam bersama
ke dalam tempat pembuangan akhir. Selanjutnya limbah
cair yang telah ditritmen dinetralkan, kemudian bersama-
sama dengan cairan lainnya (pendingin alat mesin
pabrik, luberan bahan olah yang tidak disengaja, air
kebutuhan karyawan pabrik) dikeluarkan dari pabrik dan
dikirim ke tempat pengolahan limbah dengan teknologi
sistem Biotray.
Sistem ini dapat mengolah air limbah untuk
dipakai kembali sehingga dapat mengurangi
suplesi air segar sampai 0,6 –1 M3 per ton tebu dan
beban polutan dapat diturunkan sampai nihil.
Tetes tebu.
Penyimpanan tetes tebu dalam tangki dapat
ditangani dengan cara mengantisipasi suhu tetes,
yaitu sebelum dikirim ke tangki tetes suhu tetes
harus berkisar antara 35 – 40oC. Misalnya dengan
cara melewatkan tetes tsb melalui pendingin
sehingga tetes yang keluar dari pendingin tersebut
berkisar 35 –40 oC.
3. Pencegahan Limbah
Limbah yang dihasilkan pabrik gula
Tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang
hanya dapat ditanam di daerah yang memiliki
iklim tropis
Di Indonesia, perkebunan tebu menempati luas
areal + 232 ribu hektar, yang tersebar di Medan,
Lampung, Semarang, Solo, dan Makassar.
Tanaman ini merupakan sumber bahan baku
perusahaan gula. Dalam suatu produksi barang,
pastilah didapat hasil samping (limbah). Begitu
pula halnya dengan produksi pada pabrik gula.
Berikut adalah limbah yang dihasilkan dari produksi
gula yang berasal dati tanaman tebu:
1. Pucuk Tebu
 Pucuk tebu adalah ujung atas batang tebu
berikut 5-7helai daun yang dipotong dari tebu
giling ataupun bibit.
 Diperkirakan dari 100 ton tebu dapat diperoleh
sekitar 14 ton pucuk tebu segar. Pucuk tebu segar
maupun dalam bentuk awetan, sebagai silase
atau jerami dapat menggantikan rumput gajah
yang merupakan pakan ternak yang sudah
umum digunakan di Indonesia.
Ampas Tebu
Tebu diekstrak di stasiun gilingan menghasilkan nira
dan bahan bersabut yang disebut ampas. Ampas terdiri
dari air, sabut dan padatan terlarut. Komposisi ampas
rata-rata terdiri dari kadar air : 46 – 52 %; Sabut 43 –
52 %; padatan terlarut 2 – 6 %. Umumnya ampas tebu
digunakan sebagai bahan bakar ketel (boiler) untuk
pemenuhan kebutuhan energi pabrik. Pabrik gula yang
efisien dapat mencukupi kebutuhan bahan bakar
boilernya dari ampas, bahkan berlebih. Ampas yang
berlebih dapat dimanfaatkan untuk pembuatan briket,
partikel board, bahan baku pulp dan bahan kimia
seperti furfural, xylitol, methanol, metana, dll
Blotong
 Pada proses pemurnian nira yang diendapkan di
clarifier akan menghasilkan nira kotor yang
kemudian diolah di rotary vacuum filter. Di alat
ini akan dihasilkan nira tapis dan endapan yang
biasanya disebut “blotong” (filter cake).
 Blotong dari PG Sulfitasi rata-rata berkadar air
67 %, kadar pol 3 %, sedangkan dari PG.
Karbonatasi kadar airnya 53 % dan kadar pol 2
%. Blotong dapat dimanfaatkan antara lain untuk
pakan ternak, pupuk dan pabrik wax. Penggunaan
yang paling menguntungkan saat ini adalah sebagai
pupuk di lahan tebu.
Tetes
 Tetes (molasses) adalah sisa sirup terakhir dari
masakan (massecuite) yang telah dipisahkan
gulanya melalui kristalisasi berulangkali
sehingga tak mungkin lagi menghasilkan gula
dengan
kristalisasi konvensional.
 Penggunaan tetes antara lain sebagai pupuk dan
pakan ternak dan pupuk. Selain itu juga sebagai
bahan baku fermentasi yang dapat menghasilkan
etanol, asam asetat, asam sitrat, MSG, asam
laktat dll.
Asap
 Telah disebutkan di atas hasil sampingan
(limbah) pabrik gula cukup beragam. Agar
limbah ini tidak menjadi masalah bagi lingkung
an sekitar, maka diperlukan suatu pengelolaan
terhadap limbah tersebut.
 Cara- cara yang bisa digunakan dalam
pengolahan limbah yaitu menetralkan limbah
sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan , dan
dengan merubah limbah menjadi barang lain
yang lebih bernilai tinggi.
Pengolahan dan pemanfaatan kembali limbah pabrik gula
Secara umum pengelolaan limbah seperti limbah cair, yang
dikeluarkan pabrik gula merupakan limbah organik dan bukan
Limbah B3 (bahan beracu dan berbahaya).
Limbah cair ini dikelola melalui dua tahapan, yaitu:
1. Penanganan di dalam pabrik (in house keeping).
Sistem ini dilakukan dengan cara mengefisienkan
pemakaian air dan penangkap minyak (oil trap) serta
pembuatan bak penangkap abu bagasse (ash trap).
2. Penanganan setelah limbah keluar dari pabrik, melalui
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
 IPAL dibangun di atas tanah seluas lebih dari 8 ha, terdiri dari 13
kolam dengan kedalaman bervariasi dari 2 m (kolam aerasi)
sampai 7 m (kolam anaerob). Total daya tampung lebih dari
240.000 m3, sehingga waktu inap (retention time) dapat mencapai
60 hari.
Sedangkan pengelolaan limbah dengan cara
pemanfaatan limbah dari pabrik tebu dapat
memberikan nilai lebih.
Pemanfaatan limbah pabrik tebu bisa berupa
pembuatan bioetanol, pemanfaatan pucuk tebu
sebagai bahan pakan ternak, ampas tebu untuk
pakan ternak dan pembuatan senyawa furfural
besrta turunannya, serta pembuatan pupuk
kompos dari blotong.
Sedangkan untuk limbah berupa asap dapat
dikelola dengan jalan menekan pengeluaranya di
udara bebas.
Berikut adalah sejumlah hal tentang pemanfaatan dan pengelolaan
hasil samping pabrik gula yang dapat digunkan untuk menekan tingkat
pencemaran:
1. Pembuatan Bioetanol
Pada dasarnya unit pembuatan etanol dari tebu terdiri dari 4 bagian,
yaitu:
1. Unit gilingan
2. Unit preparasi bahan baku
3. Unit fermentasi
4. Unit destilasi.
Unit gilingan berfungsi untuk menghasilkan nira mentah dari tebu.
Komponen unit gilingan terdiri dari pisau pencacah dan tandem
gilingan.
Sebelum masuk gilingan, tebu dipotong-potong terlebih dulu dengan
pisau pencacah. Cacahan tebu selanjutnya masuk kedalam tandem
gilingan 3 rol yang biasanya terdiri atas 4 atau 5 unit gilingan yang
disusun secara seri.
Pada unit gilingan pertama, tebu diperah menghasilkan
nira perahan pertama (npp). Ampas tebu yang dihasilkan
diberi imbibisi, kemudian digiling oleh unit gilingan kedua.
Nira yang terperah ditampung, ampasnya kembali
ditambah air imbibisi dan digiling lebih lanjut oleh unit
gilingan ketiga, dan demikian seterusnya. Semua nira yang
keluar dari setiap unit gilingan dijadikan satu dan disebut
nira mentah.
Unit preparasi berfungsi untuk menjernihkan dan
memekat kan nira mentah yang dihasilkan unit gilingan.
Klarifikasi bisa dilakukan secara fisik dengan penyaringan
atau secara kimiawi. Klarifikasi terutama bertujuan untuk
menghilangkan beberapa impurities yang bisa mengganggu
proses fermentasi. Nira yang dihasilkan dari proses ini
disebut nira jernih.
Selanjutnya tahap ini dilanjutkan untuk memproduksi gula dan
sisanya berupa molase bisa dilanjutkan masuk ke tahapan
pembuatan etanol.
Unit fermentasi berfungsi untuk mengubah molase menjadi
etanol, melalui aktivitas fermentasi ragi. Jumlah unit fermentasi
biasanya terdiri dari beberapa unit (batch) atau system kontinyu
tergantung kepada kondisi dan kapasitas pabrik. Beberapa
nutrisi ditambahkan untuk optimalisasi proses.
Etanol yang terbentukdibawa ke dalam unit destilasi. Unit
destilasi berfungsi untuk memisahkan etanol dari cairan lain
khususnya air. Unit ini juga terdiri dari beberapa kolom
destilasi. Etanol yang dihasilkan biasanya memiliki kemurnian
sekitar 95-96%. Proses pemurnian lebih lanjut akan
menghasilkan etanol dengan tingkat kemurnian lebih tinggi
(99%/ethanol anhydrous), yang biasanya digunakan sebagai
campuran unleaded gasoline menjadi gasohol.
Selain dari nira, ampas yang dihasilkan sebagai hasil
ikutan dari unit gilingan bisa diproses lebih lanjut
menjadi etanol, dengan menambah unit pretreatment dan
sakarifikasi. Unit pretreatment berfungsi untuk
mendegradasi ampas menjadi komponen selulosa, lignin,
dan hemiselulosa. Dalam unit sakarifikasi, selulosa
dihidrolisa menjadi gula (glukosa) yang akan menjadi
bahan baku fermentasi, selanjutnya didestilasi menghasil
kan etanol.
Pembuatan etanol selain dari molase juga dari ampas
tebu. Ampas tebu sebagian besar mengandung ligno-
cellulose. Bahan lignoselulosa dapat dimanfaatkan untuk
memproduksi bioetanol.
Limbah dari pabrik gula yaitu tetes, dapat dipakai sebagai
bahan baku pabrik alcohol.  Limbah cair yang dikeluarkan
pabrik merupakan limbah organik dan bukan Limbah B3
(bahan beracu dan berbahaya). Limbah cair ini dikelola
melalui dua tahapan.
Pertama, penanganan di dalam pabrik (in house keeping).
Sistem ini dilakukan dengan cara mengefisienkan pemakaian
air dan penangkap minyak (oil trap) serta pembuatan bak
penangkap abu bagasse (ash trap).
Kedua, penanganan setelah limbah keluar dari pabrik, melalui
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL dibangun di
atas tanah seluas lebih dari 8 ha, terdiri dari 13 kolam dengan
kedalaman bervariasi dari 2 m (kolam aerasi) sampai 7 m
(kolam anaerob). Total daya tampung lebih dari 240.000 m3,
sehingga waktu inap (retention time) dapat mencapai 60 hari.
Pemanfaatan Ampas Tebu
Limbah padat berupa ampas tebu (bagasse) dapat dapat
dijadikan bubur pulp dan dipakai untuk pabrik kertas, untuk
makanan ternak;
Bahan baku pembuatan pupuk, particle board, bioetanol, dan
sebagai bahan bakar ketel uap (boiler) sehingga mengurangi
konsumsi bahan-bakar minyak oleh pabrik.
Selain itu semua, adanya kandungan polisakarida dalam
ampas tebu dapat dikonversi menjadi produk atau senyawa
kimia yang digunakan untuk mendukung proses produksi
sektor industri lainnya. Salah satu polisakarida yang terdapat
dalam ampas tebu adalah pentosan, dengan persentase sebesar
20-27%. Kandungan pentosan yang cukup tinggi tersebut
memungkinkan ampas tebu untuk diolah menjadi Furfural.
Furfural memiliki aplikasi yang cukup luas dalam
beberapa industri dan juga dapat disintesis menjadi
turunan-turunannya seperti : Furfuril Alkohol, Furan, dan
lain-lain. Kebutuhan (demand) Furfural dan turunannya
di dalam negeri meski tidak terlalu besar namun
jumlahnya terus meningkat . Hingga saat ini seluruh
kebutuhan Furfural untuk dalam negeri diperoleh melalui
impor. Impor terbesar diperoleh dari Cina yang saat ini
menguasai 72% pasar Furfural dunia.
Furfural
(C5H4O2) atau sering disebut dengan 2-furan
karboksaldehid, furaldehid, furanaldehid, 2-Furfural
dehid, merupakan senyawa organik turunan dari golongan
furan.
Furfural memiliki aplikasi yang cukup luas
terutama untuk mensintesis senyawa-senyawa
turunannya.
Di dunia hanya 13% saja yang langsung
menggunakan Furfural sebagai aplikasi,
selebihnya disintesis menjadi produk turunannya.
Furfural dihasilkan dari biomassa (ampas tebu)
lewat 2 tahap reaksi, yaitu hidrolisis dan dehidrasi.
Untuk itu digunakan bantuan katalis asam,
misalnya: asam sulfat, dan lain-lain.
Furan
Furan merupakan contoh lain senyawa yang dapat
dihasilkan dengan bahan baku Furfural.
Furan yang biasa disebut juga Furfuran atau oxole,
memiliki rumus molekul C4H4O. Furan diproduksi
dengan proses dekarbonilasi Furfural dengan kehadiran
katalis logam mulia.
Furan dimanfaatkan sebagai bahan kimia pembangun
dalam produksi senyawa kimia yang digunakan pada
industri farmasi, herbisida, senyawa penstabil (stabilizer),
dan sebagai bahan baku dalam pembuatan senyawa
turunan dari furan
Salah satu senyawa yang diproduksi dengan bahan baku
Furan adalah Tetrahidrofuran (tetrametilen oksida atau
oxolane).
Senyawa yang dihasilkan melalui hidrogenasi
katalitik dari Furan ini digunakan sebagai
pelarut untuk polivinil klorida (PVC),
polivinilidene klorida, beberapa serat
poliuretan yang diaplikasikan pada proses
pelapisan dan perekat.
3. Pemanfaatan Blotong untuk pembuatan kompos
Pembuatan kompos dilakukan dengan pencampuran
bahan baku asal limbah pabrik gula, antara lain ;
serasah, blotong dan abu ketel, serta menambahkan
bahan aktivator berupa mikroorganisme, yang terdiri
dari ; campuran bakteri, fungi, aktinomisetes, kotoran
ayam dan kotoran sapi. Proses pengolahan ini dilakukan
secara biologis karena memanfaatkan mikroorganisme
sebagai agen pengurai limbah.
Contoh Prosedur pembuatan pupuk kompos adlah
sebgai berikut: Bahan pupuk terdiri dari tumpukan
berisi 60 kg serasah, 300 kg blotong , dan 100 kg abu
ketel. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam
cetakan berbentuk kotak dengan ukuran bawah 1,5 x 1,5
m; ukuran atas 1 m x 1 m serta tinggi 1,25 m
 Sebelum dicetak, daun tebu dipotong-potong
sehingga panjangnya kurang dari 5 cm. Semua
bahan dicampur rata, kemudian ditambah 5 kg TSP
dan 10 kg Urea. Untuk menjaga kelembaban
dilakukan penambahan air.
 Pemberian aktivator pada setiap tumpukan masing-
masing sebanyak 10 kg campuran mikroorganisme
selulolitik,yaitu 5 kg fungi; 2,5 kg bakteri dan 2,5
kg aktinomisetes. Aktivator ditabur bersamaan
dengan saat memasukkan bahan kompos ke dalam
cetakan. Setelah tercetak, kemudian di setiap
tumpukan diberi lubang aerasi pada masing-
masing sisi dan bagian atas tumpukan dengan cara
menusukkan sebatang bambu.
Pembalikan tumpukan kompos dilakukan dua minggu
sekali. Hal ini dimaksudkan untuk membantu
memperlancar sirkulasi udara ke bagian tengah kompos,
sehingga dapat mempercepat pertumbuhan
mikroorganisme selulolitik.
Setiap dua minggu dengan menganalisa nisbah C/N dan
pH sampai diperoleh nisbah C/N sekitar 12-20 dan pH
mendekati netral.
Limbah pabrik gula berupa blotong juga dapat dijadikan
pupuk organik dengan cara mencampurkan nya dengan
limbah pabrik etanol berupa vinace dan ditambah
sejumlah mikroba.
Seorang peneliti pupuk mengungkapkan, kandungan
unsur karbon (C) dan Nitrogen (N) pupuk ini
mencapai 12 persen.
Sementara tanah yang sehat punya kandungan unsur
C dan N antara 10-15 persen. Mikroba yang ada di
pupuk ini antara lain Celulotic bacteria,
Pseudomonas, Bacyllus, dan Lactobacyllus. Dikatakan
pula bahwa bakteri itu ada yang berfungsi melarutkan
fosfat.
Seperti diketahui, fosfat jika dipakai untuk pupuk
harus dalam keadaan terlarut, dan yang melarutkan
itu mikroba. Pupuk organik ini mampu memperbaiki
tekstur dan mampu menyehatkan tanah kritis akibat
pupuk kimia (anorganik).
Pupuk kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan
kembali untuk perkebunan tebu. Pemberian kompos
yang berasal dari limbah industri gula ini telah dicoba
pada tanaman tebu di berbagai wilayah pabrik gula di
Indonesia.
Secara umum kompos dapat meningkatkan produksi
dan produktivitas gula. Pemberian kompos blotong
dan kompos ampas pada lahan tebu di pabrik gula
Cintamanis Palembang, masing-masing dengan
takaran 30 ton/ha mampu meningkatkan bobot tebu.
Bobot tebu yang diberikan pupuk kompos ini pada
tanaman pertama, berturut-turut lebih tinggi 26,5 dan
8,1 ton/ha dibandingkan dengan kontrol.
4. Pengelolaan asap dan debu
Senyawa pencemar udara itu sendiri digolongkan
menjadi (a) senyawa pencemar primer, dan (b)
senyawa pencemar sekunder.
Senyawa pencemar primer adalah senyawa pencemar
yang langsung dibebaskan dari sumber sedangkan
senyawa pencemar sekunder ialah senyawa pencemar
yang baru terbentuk akibat antar-aksi dua atau lebih
senyawa primer selama berada di atmosfer.
Dari sekian banyak senyawa pencemar yang ada, lima
senyawa yang paling sering dikaitkan dengan
pencemaran udara ialah: karbonmonoksida (CO),
oksida nitrogen (NOx), oksida sulfur (SOx),
hidrokarbon (HC), dan partikulat (debu).
Pencemaran udara dari pada pabrik gula berupa asap dan
debu, yang dapat menyebabkan sejumlahpenyakit
pernafasan seperti infeksi saluran pernafasan pada manusia
disekitar pabrik tersebut,  iritasi mata dan lain-. Untuk
menanggulanginya dibutuhkan pengendalian pencemaran
udara.
Pengendalian ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
pengendalian pada sumber pencemar dan pengenceran
limbah gas. Pengendalian pada sumber pencemar
merupakan metode yang lebih efektif karena hal tersebut
dapat mengurangi keseluruhan limbah gas yang akan
diproses dan yang pada akhirnya dibuang ke lingkungan.
Di dalam sebuah pabrik kimia, pengendalian pencemaran
udara terdiri dari dua bagian yaitu penanggulangan emisi
debu dan penanggulangan emisi senyawa pencemar. Idealnya
demikian pula yang harus dilakukan oleh pabrik tebu.
Guna menekan tingkat pencemaran udara, pabrik
tebu dapat mengelola asap dan debu tersebut dengan
jalan memisahkan partikel padatanya yang berada di
asap. Nantinya partikel-partikel ini dalam jumlah
yang cukup, bisa diolah menjadi pupuk. Karenanya
suatu pabrik gula seharusnya dilengkapai dengan
alat-alat pemisah debu untuk memisahkan debu dari
alirah gas buang. Debu dapat ditemui dalam berbagai
ukuran, bentuk, komposisi kimia, densitas, daya
kohesi, dan sifat higroskopik yang berbeda.
Maka dari itu, pemilihan alat pemisah debu yang
tepat berkaitan dengan tujuan akhir pengolahan dan
juga aspek ekonomis. Secara umum alat pemisah
debu dapat diklasifikasikan menurut prinsip kerjanya:
Pemisah Brown
Alat pemisah debu yang bekerja dengan prinsip ini
menerapkan prinsip gerak partikel menurut Brown.
Alat ini dapat memisahkan debu dengan rentang
ukuran 0,01 – 0,05 mikron. Alat yang dipatenkan
dibentuk oleh susunan filamen gelas dengan jarak
antar filamen yang lebih kecil dari lintasan bebas
rata-rata partikel.
Penapisan
Deretan penapis atau filter bag akan dapat
menghilangkan debu hingga 0,1 mikron. Susunan
penapis ini dapat digunakan untuk gas buang yang
mengandung minyak atau debu higroskopik.
Electrostatic Precipitator
Pengendap elektrostatik
Alat ini mengalirkan tegangan yang tinggi dan
dikenakan pada aliran gas yang berkecepatan rendah.
Debu yang telah menempel dapat dihilangkan secara
beraturan dengan cara getaran.
Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan
pengendap elektrostatik ini ialah didapatkannya debu
yang kering dengan ukuran rentang 0,2 – 0,5 mikron.
Secara teoritik seharusnya partikel yang terkumpulkan
tidak memiliki batas minimum.
Pengumpul sentrifugal
 Pemisahan debu dari aliran gas didasarkan pada gaya
sentrifugal yang dibangkitkan oleh bentuk saluran
masuk alat.
Gaya ini melemparkan partikel ke dinding dan gas
berputar (vortex) sehingga debu akan menempel di
dinding serta terkumpul pada dasar alat. Alat yang
menggunakan prinsip ini digunakan untuk
pemisahan partikel dengan rentang ukuran diameter
hingga 10 mikron lebih.
Pemisah inersia
Pemisah ini bekerja atas gaya inersia yang dimiliki
oleh partikel dalam aliran gas. Pemisah ini
menggunakan susunan penyekat sehingga partikel
akan bertumbukan dengan penyekat dan akan
dipisahkan dari aliran fasa gas. Alat yang bekerja
berdasarkan prinsip inersia ini bekerja dengan baik
untuk partikel yang berukuran hingga 5 mikron.
Pengendapan dengan gravitasi
Alat yang bekerja dengan prinsip ini memanfaatkan
perbedaan gaya gravitasi dan kecepatan yang dialami
oleh partikel. Alat ini akan bekerja dengan baik
untuk partikel dengan ukuran yang lebih besar dari
40 mikron dan tidak digunakan sebagi pemisah debu
tingkat akhir. 
Pada industri, yang lebih maju terdapat juga
beberapa alat yang dapat memisahkan debu dan gas
secara bersamaan (simultan). Alat-alat tersebut
memanfaatkan sifat-sifat fisik debu sekaligus sifat gas
yang dapat terlarut dalam cairan. Beberapa metoda
umum yang dapat digunakan untuk pemisahan
secara simultan ialah:Irrigated Cyclone Scrubber
Menara percik
Prinsip kerja menara percik ialah mengkontakkan aliran gas
yang berkecepatan rendah dengan aliran air yang bertekanan
tinggi dalam bentuk butiran. Alat ini merupakan alat yang relatif
sederhana dengan kemampuan penghilangan sedang (moderate).
Menara percik mampu mengurangi kandungan debu dengan
rentang ukuran diameter 10-20 mikron dan gas yang larut dalam
air. 
Siklon basah
Modifikasi dari siklon ini dapat menangani gas yang berputar
lewat percikan air. Butiran air yang mendandung partikel dan
gas yang terlarut akan dipisahkan dengan aliran gas utama atas
dasar gaya sentrifugal. Slurry dikumpulkan di bagian bawah
siklon. Siklon jenis ini lebih baik daripada menara percik.
Rentang ukuran debu yang dapat dipisahkan ialah antara 3 – 5
mikron.
Pemisah venture
Metode pemisahan venturi didasarkan atas kecepatan
gas yang tinggi pada bagian yang disempitkan dan
kemudan gas akan bersentuhan dengan butir air yang
dimasukkan di daerah sempit tersebut. Alat ini dapat
memisahakan partikel hingga ukuran 0,1 mikron dan gas
yang larut di dalam air.
Tumbukan orifice plate
Alat ini disusun oleh piringan yang berlubang dan gas
yang lewat orifis ini membentur lapisan air hingga
membentuk percikan air. Percikan ini akan
bertumbukkan dengan penyekat dan air akan menyerap
gas serta mengikat debu. Ukuran partikel paling kecil
yang dapat diserap ialah 1 mikron.
Menara dengan packing
Prinsip penyerapan gas dilakukan dengan cara
mengkontakkan cairan dan gas di antara packing. Aliran
gas dan cairan dapat mengalir secara co-current,
counter-current, ataupun cross-current. Ukuran debu
yang dapat diserap ialah debu yang berdiameter lebih
dari 10 mikron.
Pencuci dengan pengintian
Prinsip yang diterapkan adalah pertumbuhan inti dengan
kondensasi dan partikel yang dapat ditangani ialah
partikel yang berdiameter hingga 0,01 mikron serta
dikumpulkan pada permnukaan filamen.
Pembentur turbulen
Pembentur turben pada dasarnya ialah penyerapan
partikel dengan cara mengalirkan aliran gas lewat cairan
yg berisi bola-bola pejal. Partikel dapat dipisahan dari
aliran gas krn bertumbukkan dengan bola-bola tersebut.
Efisiensi penyerapan gas bergantung piada jumlah tahap
yang digunakan.
Blotong dan SO2. Pemakaian bahan pembantu proses
(kapur dan belerang) yg berlebihan dapat ditekan dengan
kontrol kondisi proses pemurnian nira yang efektif
melalui optimasi pH, suhu dan waktu.
Dengan memperhatikan kualitas bahan baku yang diolah
dan hasil pemurnian yg ingin dicapai mk kondisi
operasional proses yg  optimal dpt ditetap kan, shg
Limbah cair atau padat bekas analisa di laboratorium.
Pencegahan terjadinya limbah logam berat berkategori B3
karena penggunaan bahan penjernih Pb-asetat basa dapat
dinihilkan melalui penggunaan bahan penjernih aman
lingkungan (PAL) sebagai alternatif pengganti bahan
penjernih berkategori B3 tersebut. Dgn dmk cairan yang
dihasilkan (filtrat) langsung dapat dikirim ke tempat
pengolahan limbah.
Tetes tebu. Pencegahan terjadinya ledakan selama
penyimpanan tetes dalam tangki dapat dilakukan dengan
mendinginkan tetes pada suhu 35 – 40oC. Di dalam tangki
tetes dipasang pipa-pipa pendingin yang  melingkar, air
pendingin mengalir di dalam pipa pendingin. Sehingga
dengan demikian, sambil menunggu pengeluaran tetes
diharapkan suhu tetes yang disimpan berkisar 35 – 40oC.
Pengawasan suhu tetes terjadwal menjadi sangat
penting. Gas cerobong ketel. Kesempurnaan
pembakaran ampas dipengaruhi oleh kualitas ampas
sebagai bahan bakar, jenis dan kondisi dapur + ketel.
Namun demikian pembakaran yang sempurna dapat 
diidentifikasi dari kualitas gas cerobong (kadar CO2 >
12 %, O2 < 7  dan produksi uap per kampas > 2 kg).
Oleh karena itu kontrol kualitas gas cerobong ketel
terjadwal perlu menjadi perhatian.
dari kualitas gas cerobong (kadar CO2 > 12 %, O2 < 7 
dan produksi uap per kampas > 2 kg). Oleh karena itu
kontrol kualitas gas cerobong ketel terjadwal perlu
menjadi perhatian.
Limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai
pakan alternatif adalah limbah dari perkebunan tebu.
Limbah dari tebu ini yang dapat dimanfaatkan sebagai
pakan antara lain adalah mollases, blotong, dan pucuk
tebu. Pucuk tebu adalah limbah tebu yang memiliki
potensi sangat besar. Pucuk tebu dapat dimanfaatkan
untuk pakan ruminansia.
Salah satu kelemahan dari pucuk tebu adalah kandungan
serat kasar yang tinggi. Untuk meningkatkan manfaaat
dari pucuk tebu dilakukan pengolahan.
Metode pengolahan yang biasa digunakan untuk pakan
berserat tinggi adalah pengolahan kimiawi. Bahan kimia
yang biasa digunakan adalah urea dan NaOH.
Fraksi limbah tebu lainnya yang masih memiliki nilai
gizi yang baik adalah blotong. Blotong adalah limbah
yang dapat dipisahkan dengan proses penapisan dalam
proses klarifkasi nira.
Untuk meningkatkan nilai gizi dari protein pada blotong
perlu dilakukan fermentasi dengan menggunakan
kapang.
Keseimbangan asam amino diharapkan dapat
ditingkatkan melalui fermentasi.
Dengan meningkalnya kualitas protein diharapkan dapat
meningkatkan kecernaan zat-zat makanan. Jenis kapang
yang biasa digunakan adalah Saccharomyces cereviceae,
Aspergillus oryzae, Aspergiltus niger.
Penelitian tahap pertama dilakukan terdiri dua bagian
yaitu tahap pengolahan pucuk tebu dan penggunaannya
dalam ransum Pucuk tebu akan dilakukan pengolahan
dengan amoniasi, silase, dan hidrolisis dengan NaOH.
Untuk menentukan cara pengolahan yang terbaik
terhadap pucuk tebu maka dilakukan penelitian secara in
vitro.
Perlakuan yang dicobakan pada perlakuan  vitro adalah:
RI = Pucuk tebu tanpa pengolahan ;
R2 = Pucuk tebu diolah secam Amoniasi;
R3 = Pucuk tebu diolah secara Silase ;
R4 = Pucuk tebu diolah secara Hidrolisis dengan NaOH
Berdasarkan basil penelitian tersebut, temyata metode 
pengolahan yang baik untuk pucuk tebu adalah amoniasi.
Untuk menentukan penggunaaanya dalam ransum
dilakukan penelitian dengan rancangan acak lengkap 4 x
5 , tiap perlakuan diulang 5 kali.  
Susunan perlakuannya adalah sebagai berikut:
RO    = 70% konsentrat +30% rumput lapang
RI      = 70% konsentrat + 20% rumput lapang + 10%
pucuk tebu teramoniasi
R2     = 70% konsentrat + 10% rumput lapang + 20%
pucuk tebu teramoniasi
R3     = 70% konsentrat + 0% rumput lapang + 30%
pucuk tebu teramoniasi
Penelitian tahap kedua diawali dengan menentukan jenis kapang yang
paling baik pada fermentasi blotong, Susunan perlakuannya sbb:
RO = blotong tanpa pengolahan; Rl= blotong difermentasi
dengan Saccharomyces cereviceae ;
R2 = blotong difermentasi dengan Aspergillus oryzae
R3=blotong difermentasi dengan Aspergillus niger
R4 = blotong difermentasi dengan Rhizopus orryzae.
Berdasarkan hasil peneliian tersebut fermentasi yang terbaik adalah
menggunakan yeats Saccharomyces cereviceae . Untuk menentukan
penggunaannya adalah ransum dilakukan penelitian dengan rancangan
acak lengkap 5 x 5 susunan  perlakuannya adalah sebagai berikut :
RO  = ransom basal
Rl = RO + 5% blotong terfermentasi dari BK ransom
R2 = RO + 10% blotong terfermentasi Bari BK ransum
R3 = RO + 15% blotong terfermentasi dari BK ransum
R4 = RO + 20% blotong terfermentasi dari BK ransum
Berdasarkan uji lanjut BNT menunjukkan bahwa
perlakuan tidak berbeda nyata terhadap KCBK dan
KCBO. Hasil nyata ditunjukkan pada paramter NH3 dan
VFA. Berdasarkan kedua paramter tersebut menunjukkan
bahwa perlakuan  amoniasi menunjukkan hasil yang lebih
baik dibandinngkan perlakuan lainny& Oleh karena itu,
pengolahan yang digunakan pada pucuk tebu dalam
ransom adalah amoniasii. 
Berdasarkan uji lanjut polinomial ortogonal
menunjukkan bahwa penggunaan pucuk tebu teramoniasi
dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan dan
bahan organik berpola tinier dengan persamaan masing-
masing Y = 37,739 +0,094X dan 39,361 + 0,114X. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan pucuk
tebu dalam ransom semakin tinggi nilai kecernaannya
Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan
jenis kapang terhadap parameter kecemaan menujukkan tidak
berberda nyata.
Hasil yang nyata terlihat dari parameter WA dan NH3.
Berdasarkan parameter VFA dan NH3 menujukkan bahwa
penggunaan yeast Saccharomyces cereviceae sebagai bahan
fermentasi pada blotong memberikan basil yang lebih baik
bila dibandingkan dengan menggunakan kapang lainnya.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan blotong
dalam ransom  berpengaruh nyata terhadap kadar NH3.
Berdasarkan uji lanjut polinomial ortogonal menunjukkan
bahwa perlakuan memliki reespon linear terhadap kadar NH3
dengan persamaannya Y= 4,035 +0,237X. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan blotong
semakin tinggi kadar NH3 ciran rumen
Hasil analisis ragam dan analisis polinomial ortogonal
menunjukkan bahwa perlakuan blotong dalam ransom
tidak berbeda nyata terhadap WA dan kecemaan bahan
organik ransum (KCBO).
Hasil analisis ragam dan analisis polinomial ortogonal
menunjukkan bahwa perlakuan blotong berbeda nyata
terhadap kecemaan bahan kering ransum. Kurva
responnya adalah linear dengan  persamaan Y=45,964 –
0,294X. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
kandungan blotong dalam ransum nilai kecemaan bahan
keringnya menurun.
Ampas tebu juga dapat dimanfaatkan sebagai
energi listrik yang dijual ke rumah tangga.
Misalnya saja sisa ampas tebu pada musim giling
2008 (279.332 ton) dapat menghasilkan listrik
sekitar 36 ribu MW, atau dapat untuk memenuhi
kebutuhan listrik sekitar 60.000 rumah tangga di
lingkungan pabrik gula selama 6 bulan (asumsi
kebutuhan rumah tangga 100 KW per bulan)
yang  menghasilkan rupiah sekitar Rp. 18
Milyard.
Tabel 1. Listrik yang dihasilkan (KW) dari sisa ampas
tebu pada musim giling 2008
Produsen Tebu Ampas Ampas Sisa Setara Setara Setara
digiling (ton)diproduksi dibakar ampas uap listrik Rp
(ton) (ton) (ton) dhasilkn dihasilkn Milyard
(ton) (MW)

Jawa 23.626.250 7.615.601 7.423.503 192.098 383.617 25.574 12,79

Sumatra 9.790.911 3.155.967 3.076.360 79.607 139.462 9.297 4,65

Sulawesi 937.995 302.350 294.723 7.627 15.050 1.003 0,50

Indonesia 34.355.156 1.107.3918 10.794.586 279.332 538.129 35.875 17,94


Serat-serat ampas merupakan bahan organik yang terdiri
dari selulosa, pentosan dan lignin. Bahan organik
tersebut dapat diubah menjadi kompos  melalui proses 
biokimia dengan melibatkan aktivitas mikroba. Oleh
karena itu ampas tebu dapat digunakan sebagai bahan
baku kompos.
Kompos ampas tebu (KAT) dan kompos dari campuran
ampas tebu, blotong dan abu ketel (KABAK) bagus
untuk pemupukan lahan tebu. Ampas tebu juga dapat
digunakan sebagai bahan baku briket arang ampas.
Briket tersebut mempunyai kualitas yang tidak begitu
berbeda dengan kualitas cokes. Dalam ukuran kecil,
briket dapat digunakan di dapur rumah tangga.
Di samping itu ampas tebu dapat digunakan untuk
membuat particle board. Particle board biasanya
digunakan untuk keperluan interior, akustik, insulator,
panel dinding dan meb. Blotong.
Blotong dapat digunakan langsung sebagai pupuk,
karena mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanah.
Untuk memperkaya unsur N blotong dikompos dengan
ampas tebu dan abu ketel (KABAK).
Pemberian  ke tanaman  tebu sebanyak  100 ton blotong 
atau komposnya per hektar dapat meningkat bobot dan
rendamen tebu secara segnifikan. Kandungan hara
kompos ampas tebu (KAT), blotong dan kompos dari
ampas tebu, blotong dan abu ketel (KABAK).
Tabel 2. Hasil analisis kimia KAT, blotong dan KABAK:

Analisis KAT Blotong KABA


K
pH 7.32 7.53 6.85
Karbon (C), % 16.63 26.51 26.51
Nitrogen (N), % 1.04 1.04 1.38
Nisbah C/N 16.04 25.62 15.54
Fosfat (P2O5), % 0.421 6.142 3.020
Kalium (K2O), % 0.193 0.485 0.543
Natrium (Na2O), % 0.122 0.082 0.103
Kalsium (Ca), % 2.085 5.785 4.871
Magnesium (Mg), % 0.379 0.419 0.394
Besi (Fe), % 0.251 0.191 0.180
Mangan (Mn), % 0.066 0.115 0.090
Di dalam  tetes tebu terkandung  total gula  sebagai invert
antara 60 – 70 %, merupakan bahan baku yang potensial
bagi produk-produk fermentasi dan salah satu diantaranya
adalah etanol (alkohol). Bahkan jika diproduksi dalam skala
industri perumahan menjanjikan untuk   menambah
pendapatan rumah tangga.
Dalam 5 tahun terakhir ini pemerintah sedang giatnya
menggalakkan program bahan bakar yang bersifat
renewable. Salah satu diantaranya adalah mencampur etanol
ke dalam BBM  menjadi gasohol sebagai energi alternatif.
Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia telah berhasil
menguji gasohol sampai E20 (etanol : bensin = 20 : 80)
untuk mesin bensin. Di dalam tetes tebu terkandung sukrosa
antara 35 – 45 %, gula invert antara 17 – 35 %, total gula
sebagai invert (TSAI) antara 60 – 70 %. Hal ini merupakan
bahan baku yang potensial bagi produk-produk fermentasi
dan salah satu diantaranya adalah sirup invert.
Untuk menjadikan gula  dalam  tetes menjadi invert
semua maka komponen sukrosa harus diinversi terlebih
dahulu. Proses  inversi sukrosa  menjadi gula invert
yang banyak diminati adalah cara enzimatis karena tidak
bersifat korosif terhadap peralatan yang digunakan.
Proses inversi menggunakan ragi roti optimal pada
larutan brix tetes 50 %, pH 4,5, suhu inkubasi 60oC
selama 24 jam. Di samping dapat dibuat alkohol atau
spiritus dan sirup invert, tetes tebu juga dapat dipakai
sebagai bahan baku L-lysine dan media untuk
pembuatan sodium glutamate di pabrik vitsien. Bahkan
tetes tebu saat ini merupakan komoditas eksport non
migas yang cukup menjanjikan.
CO2 dari gas cerobong. Limbah gas cerobong, khususnya gas
CO2, dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan
pemurnian nira sebagai pengganti gas SO2 atau
dimanfaatkan dalam pemurnian defekasi remelt
karbonatasi. Dalam 2 tahun terakhir ini proses defekasi
remelt karbonatasi sedang banyak dibicarakan para pakar
dan praktisi industri gula dalam negeri sehubungan dengan
harga belerang yang mahal, produksi gula dalam negeri yang
telah menyentuh swa sembada gula dan tuntutan akan gula
mutu tinggi.
Diprediksi pada musim giling 2009 dan yang akan datang
terjad kelebihan stok gula dalam negeri sehingga
dikhawatirkan terjadi penyaluran gula berlebih yang macet,
untuk diekspor mutu gula  dalam negeri masih kalah
bersaing. Oleh karena itu paling bijak adalah memilih proses
defekasi remelt karbonatasi dalam mengatasi masalah ini.
Dengan proses tersebut, di samping dapat
mengurangi cemaran lingkungan, juga  dapat
memproduksi gula mutu tinggi sehingga dapat
mengatasi masalah pergulaan nasional yang
sedang mengalami kendala dalam persaingan
global.
Dengan penanganan, pencegahan dan
pemanfaatan limbah pabrik gula tersebut
diharapkan program langit biru dan bumi hijau
akan terlaksana dengan baik di sektor industri
gula.
PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA DAN
ETHANOL MENJADI PUPUK ORGANIK
Penerapan cara Pertanian Organik Modern masih
belum populer untuk diterapkan di negara kita,
sehingga perlu pengembangan sistem Pertanian
Organik yang intergeted, agar hasil dari pertaniannya
bisa masuk pasar local maupun dunia (Eropa dan
Amerika).
Negara-negara yang pertaniannya sudah lebih maju,
seperti pertanian di Negara-negara Eropa dan Amerika
sudah lama meninggalkan sistem pertanian anorganik
( Kimia ) dan beralih ke pertanian yang ramah
lingkungan yaitu pertanian organik.
Untuk menjaga tanaman dari hama dan pestisida kimia,
perlu di kembangkan suatu Greenhouse, yang berfungsi
untuk menjamin kelangsungan produksi agar tidak
tergantung pada musim. Setelah Greenhouse jadi maka
dilakukan penanaman percobaan yaitu menanam beberapa
jenis komoditi yang di antaranya: cabe, terong, dan tomat,
langsung di atas tanah seperti biasanya.
Penanaman secara organik tidak menggunakan pestisida,
hal tersebut karena penanamannya juga sudah dilakukan
dalam Greenhouse, dengan di cover dengan net yang bisa
menahan hama Cabuk (hite fly) pembawa virus Bemicia
tabaci yang cukup sulit untuk diberatas.
Menanam di atas tanah seperti bisanya (secara
konvensional) ternyata memerlukan pemupukan secara
kimia yang sangat banyak di luar kewajaran secara
kalkulasi ekonomi, dan dari hasilnya tidak bisa masuk
katagori organik. Mengingat langkanya pupuk untuk
mendapatkannya, kalaupun ada dengan harga yang sudah
tidak normal atau tidak seperti harga-harga pupuk
sebelumnya. Jadi dari kualitas dan harga belum bisa
bersaing di pasar global atau pasar dunia.
Dengan kendala yang dihadapi itu, dapat di simpulkan
bahwa untuk memperbaiki tanah pertanian dengan
penambahan bahan organik yang sudah hampir hilang di
seluruh areal tanah pertanian, akibat pemakaian pupuk
kimia terus menerus (hampir 30–35 tahun), dan upaya
dalam perbaikan tanah hampir tdk pernah dilakukan
Dengan perhitungn ekonomis, perbaikan tanah pertanian
memerlukan waktu dan biaya yang sangat tinggi, jadi
perlu penanaman jenis komoditas seperti tadi (cabe,
terong, dan tomat) di dalam polibag, menggunakan media
yang umum di pakai, seperti kotoran ternak, cocopeat,
arang sekam dengan campuran yang disesuaikan dengan
jenis tamanan. Untuk tanaman yang hampir 22.000
tanaman/ha, diperlukan sekitar 200 ton media tanam
untuk tahap pertama, selanjutnya hanya di tambah dengan
interval 25 % atau 50 ton/musim tanam/ha.
Blotong (filter cake) merupakan limbah padat hasil dari
proses produksi pembuatan gula, dimana dalam suatu
proses produksi gula akan dihasilkan blotong dalam
jumlah yang sangat besar.
Sementara ini pemanfatan blotong, sebagai pupuk
organik masih belum maksimal dan penggunanya pun
terbatas. Hal ini disebabkan karena :
1. Pengolahan limbah blotong menjadi pupuk organik
masih bisa dikatakan hanya asal-asalan, masih belum
ditangani dengan menggunakan satu proses yang baik
dan benar sehingga pupuk organik yang dihasilkan,
masih belum sempurna.
2. Minimnya pengetahuan petani akan manfaat
penggunaan pupuk organik dari bahan blotong.
Vinasse merupakan limbah cair yang dihasilkan dari
proses pembuatan Ethanol. Dalam proses pembuatan
1 liter Ethanol akan dihasilkan limbah (vinasse)
sebanyak 13 liter (1 : 13).
Dari angka perbandingan di atas maka semakin banyak
Ethanol yang diproduksi akan semakin banyak pula
limbah yang dihasilkannya. Jika limbah ini tidak di
tangani dengan baik maka di kemudian hari, limbah ini
akan menjadi masalah yang berdampak tidak baik bagi
lingkungan.
Salah satu cara pemanfaatan limbah ini yaitu dengan
merubah vinasse menjadi pupuk organik cair dengan
menggunakan metode tertentu. Hal ini mungkin
dilakukan karena kandungan unsur kimia dalam vinasse
sebagian besar merupakan unsur organik yang berguna
dan dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman.
Di Indonesia penggunaan pupuk organik sangat minim
dilakukan oleh petani. Hal ini dikarenakan sedikitnya
produsen pupuk organik, dan minimnya pengetahuan
petani tentang manfaat pengguanan pupuk organik.
Dengan adanya hal tersebut di atas maka akan tepat jika
limbah yang sedemikian besar tadi dimanfaatkan menjadi
pupuk organik.
Limbah filter cake, abu boiler, dan vinasse merupakan
bahan organik. Untuk bisa menjadi pupuk organik yang
siap diaplikasikan mk diperlukan suatu proses
dekomposisi bahan oleh bantuan mikoorganisme.
Proses daur ulang limbah menjadi pupuk dapat dilakukan
dengan menggunakan mikro organisme secara manual.
Sekitar 20-23 hari, proses thermofolik bisa tercapai,
maka jadilah humus yang kandungan unsurnya cukup
bagus dan berguna untuk memperbaiki struktur tanah.
Peluang Pasar
Seiring dengan kebijakan pemerintah tentang pertanian
organik dan gerakan moral yang menyerukan
kembalinya pemakaian bahan-bahan organik seperti
untuk pupuk, pestisida dan lain-lain.
Sebagai bahan dasar dalam usaha pertanian, maka
kebutuhan bahan organik terutama pupuk organik
menjadi semakin besar. Hal ini sangatlah beralasan
karena pemakaian bahan organik pada usaha pertanian
lebih menguntungkan bila ditinjau dari nilai ekonomis,
keamanan, lingkungan dan kesehatan.
Meningkatnya harga dan langkanya keberadaan pupuk
anorganik (kimia) di tingkat petani, maka dapat di
manfaatkan sebagai langkah untuk penerapan pola
pertanian secara organik. Nilai ekonomis dari pupuk
organik yang terjangkau dari pemanfaatan limbah pabrik
guna ini akan dapat meningkatkan permintaan pupuk
secara organik. Harapannya akan banyak para petani
yang beralih ke pertanian secara organik.
Akan tetapi kebutuhan pupuk organik yang terus
meningkat dari tahun ke tahun tersebut tidak diimbangi
dengan suplay pupuk organik yang mencukupi. Hal ini
dikarenakan sedikitnya produsen atau pengolah pupuk
organik yang ada di tanah air. Disamping itu bisnis
pupuk organik ini dinilai kurang menguntungkan oleh
produsen pupuk jika dibanding dengan pupuk kimia.
Hal tersebut sebenarnya bukan dikarenakan tidak adanya
kebutuhan pupuk organik di tingkat konsumen (petani) tetapi
lebih mengacu kepada ketidak-tahuan petani akan manfaat dari
penggunaan pupuk organik tersebut dan keengganan pihak
yang terkait untuk memberikan penyuluhan tentang hal
tersebut. Pihak-pihak terkait dari pemerintah diharapkan
memberikan informasi atau penyuluhan ke petani untuk
bercocok tanam secara organik, hal ini dilakukan agar para
petani tidak tergantung pada pupuk kimia (anorganik).
Penggunaan pupuk organik dapat memberikan pengaruh
positif pada tanah antara lain untuk memperbaiki sifat fisik
tanah dan struktur tanah. Pemberitahuan informasi penyuluh
ke petani akan meningkatkan kesadaran para petani itu sendiri,
bahkan petani akan berusaha dalam pemanfaatan sumberdaya
yang ada di lingkungannya untuk dijadikan pupuk organik.
Pupuk organik akan menjadi suatu bisnis yang sangat
menguntungkan apabila kesadaran petani akan
manfaat penggunaan pupuk organik baik jangka
pendek maupun jangka panjang semakin meningkat.
Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk
Indonesia pada umumnya bermata pencaharian di
sektor pertanian.
Selain itu sumberdaya yang ada di sekitar nampak
tidak bermanfaat akan menjadi solusi bagi para petani
yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan pupuk
anorganik. Pemanfaatan sumber daya alam sekitar
mampu memberikan manfaat yang lebih dan akan
memberikan nilai ekonomis yang bisa diperhitungkan.
Limbah pabrik gula dan ethanol dapat bermanfaat bila
dikelola dengan baik untuk dijadikan pupuk organik
yang bisa menangani kelangkaan pupuk anorganik
ditingkat petani. Pupuk organik dari pemanfaatan
limbah gula dapat meningkatkan atau memperbaiki
sifat fisik tanah yang sudah tergantung pada pupuk
anorganik. Nilai ekonomis dari pupuk organik juga
tinggi untuk bisa meningkatkan hasil produksi para
petani.
Penutup
Limbah pabrik gula yang  terasa mempunyai konotasi mengganggu dan mencemari
lingkungan tampaknya dapat diatasi  dengan baik, sehingga memberi manfaat pada
lingkungan.
Upaya penanganan limbah cair dilakukan melalui elektrolisis cairan bekas analisa di
laboratorium dan  mengolah limbah cair yang keluar dari pabrik gula dengan   biotray.
Penanganan limbah padat dilakukan dengan cara menangkap debu hasil pembakaran
ampas dengan dustcollector dan menanam  atau membakar limbah padat bekas analisa
di laboratorium  kepembuangan.
Upaya pencegahan limbah cair dan gas melalui penggunaan bahan penjernih aman
lingkungan (PAL) dalam analisa di laboratorium, kontrol pembakaran ampas dan
kontrol pemurnian nira. Upaya  pemanfaatan limbah padat melalui pemanfaatan
ampas dan blotong sebagai bahan baku pupuk   kompos, ampas untuk energi listrik di
perumahan dan tetes  sebagai bahan baku industri etanol, spiritus dan vitsin.
Pemanfaatan kembali CO2 dari gas cerobong untuk pemurnian nira sebagai pengganti
gas SO2.
Dengan penanganan, pencegahan dan pemanfaatan limbah pabrik gula tersebut
diharapkan program langit biru dan bumi hijau akan terlaksana dengan baik di sektor
industri gula. Namun yang terpenting dari semua  pemanfaatan  limbah pabrik gula 
tersebut adalah mempunyai prinsip menangani masalah limbah tanp menimbulkan
masalah limbah baru yang berdampak lebih negatif pada lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Martoyo, T., B. E. Santoso dan M. Mochtar. 1994. Bahan
penjernih alternatif untuk analisis pol nira dan bahan alur
proses di pabrik gula. Majalah Penelitian Gula Vol 30 (3 –
4). P3GI. Pasuruan. pp: 1– 5.
Santoso.B.E., 2008., Limbah Pabrik Gula: Penanganan,
Pencegahan Dan Pemanfaatannya
Dalam Upaya Program Langit Biru Dan Bumi Hijau. Pusat
Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Pasuruan,
Indonesia. p: 1-6.
Widodo. Yusuf., 2007, Pemanfaatan Limbah Industri Gula 
Melalui Pengolahan Biologis Dan Kimiawi Dalam Upaya
Meningkatkan Upaya Kecernaannya Secara Invitro,
Lampung University Library,  Lampung.
http://www.penelitian_gula.asp.atm.
77

Anda mungkin juga menyukai