Anda di halaman 1dari 12

Bahan baku pembuatan gula

Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan gula terdiri dari bahan baku utaman dan
bahan baku penunjang.
a. Bahan baku utama
Bahan baku utama dalam pembuatan gula yaitu tebu. Tebu adalah tanaman yang ditanam
untuk bahan baku gula dan termasuk jenis rumput-rumputan. Tanaman tebu dapat tumbuh
hingga 3 meter dikawasan yang mendukung. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen
mencapai kurang lebih 1 tahun. Tebu dipanen dengan cara manual atau menggunakan mesin-
mesin pemotong tebu.
 Komposisi atau Kandungan Tebu
Umumnya tebu memiliki komposisi sebagai berikut:

Komposisi Kadar

Sukrosa 11-19%

Gula reduksi 0,5-1,5%

Senyawa anorganik 0,5-1,5%

Asam anorganik 0,15%

Sabut 16-19%

Zat warna 8-9%

Air 65-75%

b. Bahan penunjang
Bahan penunjang dalam pembuatan gula yaitu air proses, susu kapur, gas sulfit, phosphate,
flokulan, fondan,soda kostik dan hiquid master.

 Air proses
Air proses berasal dari waduk atau sungai yang kemudian dilakukan pengolahan. Kegunaan air
proses yaitu sebagai air imbibisi, pelarut, pencuci dan pengencer larutan gula, pengencer susu
kapur, pendingin, penghasil steam dan air kondensor.
 Susu kapur (Ca(OH)2)
Susu kapur ditambahkan pada proses penggilingan dan pemurnian. Pada proses penggilingan,
ditambahkan bila nira mentah yang didapat pada proses penggilingan terlalu asam, karena terlalu
lama disimpan.
Manfaat pemurnian menggunakan susu kapur yaitu :
 Memperpanjang waktu kontak susu kapur dan nira sebelum pemanasan
 Mencegah inversi gula
 Mencegah korosi alat akibat nita bersifat asam.
 Gas sulfit (SO2)
Gas sulfit ditambahkan pada stasiun pemurnian dan penguapan. Proses pemurnian bertujuan
untuk menetralkan pH nira mentah yang dinaikkan pada proses defekasi dan membantu
pengendapan karena mengikat kelebihan kapur.
 Phosphat
Phosphate ditambahkan pada stasiun pemurnian. Penambahan phosphate bbertujuan membantu
proses pengendapan kotoran pada nira mentah, mengapungkan endapan, menurunkan warna nira
mentah dan dengan Ca(OH)2 dapat menggumpalkan dextran, starch, dan Fe.
 Flokulan
Flokulan ditambahkan pada proses pengendapan, tujuannya yaitu untuk mengikat partikel-
partikel kotoran yang halus dan koloid yang tidak mengendap menjadi partikel yang lebih besar
sehingga mengendap.
 Fondan
Fondan ditambahkan pada stasiun masakan, yang berupa Kristal gula halus yang disuspensikan,
berfungsi dalam pembentukan Kristal yang akan diperbesar pada proses kristalisasi.
 Soda kostik (NaOH) dan Hiquid Master (HM7)
Soda kostik (NaOH) dan Hiquid Master (HM7) merupakan bahan kimia yang digunakan untuk
membersihkan atau melunakan kotoran yang menempel pada dinding dan pipa-pipa tempat
menglirnya nira yang akan dipekatkan.

Limbah Pembuatan Gula


1. LIMBAH PADAT
a. Ampas tebu
Ampas tebu juga dapat dikatakan sebagai produk pendamping, karena ampas tebu
sebagian besar dipakai langsung oleh pabrik gula sebagai bahan bakar ketel. Ampas tebu
mengandung air, gula, serat dan mikroba, sehingga bila ditumpuk akan mengalami
fermentasi yang menghasilkan panas. Ampas yang berlebih dapat dimanfaatkan untuk
pembuatan briket, partikel board, bahan baku pulp dan bahan kimia seperti furfural,
xylitol, methanol, metana, dll.

b. Abu dan debu hasil pembakaran ampas di ketel


Penanganan debu hasil pembakaran ampas dilakukan dengan cara menangkap
debu tersebut dengan menggunakan dust collector. Debu dan abu hasil pembakaran
ampas ditanam bersama dalam tempat pembuangan akhir kemudian disiram air.

c. Padatan bekas analisa laboratorium


Limbah cair bekas analisa gula di laboratorium ditangani dengan
cara mengumpulkan cairan (filtrat) tersebut untuk di-elektrolisis agar logam berat
menempel pada elektroda. Logam berat diambil dari elektroda sebagai limbah padat.

d. Blotong
Blotong merupakan limbah padat produk stasiun pemurnian nira, diproduksi
sekitar 3,8 % tebu atau sekitar 1,3 juta ton. Limbah ini sebagian besar diambil petani
untuk dipakai sebagai pupuk, sebagian yang lain dibuang di lahan tebuka, dapat
menyebabkan polusi udara, pandangan dan bau yang tidak sedap di sekitar lahan tersebut.
Penanganan awal untuk sisa blotong (produksi blotong – blotong yang telah
dimanfaatkan petani) perlu ditangani dengan cara menanam ke dalam lubang
pembuangan awal sebelum dimanfaatkan kembali sebagai pupuk. Hal ini dilakukan untuk
menghindari pandangan dan bau yang tidak sedap.
Blotong dapat dimanfaatkan antara lain untuk pakan ternak, pupuk dan pabrik
wax. Penggunaan yang paling menguntungkan saat ini adalah sebagai pupuk di lahan
tebu.

e. Tetes tebu
Tetes (molasses) sebagai limbah di stasiun pengolahan, diproduksi sekitar 4,5 %
tebu atau sekitar 1,5 juta ton. Tetes tebu sebagai produk pendamping karena sebagian
besar dipakai sebagai bahan baku industri lain seperti vitsin (sodium glutamate), alkohol
atau spritius dan bahkan untuk komoditas ekspor dalam pembuatan L-lysine dan lain-lain.

f. Pucuk Tebu
Pucuk tebu adalah ujung atas batang tebu berikut 5-7 helai daun yang dipotong dari tebu
giling ataupun bibit. Diperkirakan dari 100 ton tebu dapat diperoleh sekitar 14 ton pucuk
tebu segar. Pucuk tebu segar maupun dalam bentuk awetan, sebagai silase atau jerami
dapat menggantikan rumput gajah yang merupakan pakan ternak yang sudah umum
digunakan di Indonesia.

1. LIMBAH CAIR
a. Cairan bekas analisa di laboratorium
Dalam analisa kontrol kualitas bahan alur proses di laboratorium dihasilkan limbah
bekas analisa yang berbentuk cairan dan padatan yang mengandung logam berat (Pb).
Logam tersebut berasal dari bahan penjernih Pb-asetat basa yang digunakan untuk analisa
gula dalam pengawasan pabrikasi. Bahan penjernih tersebut telah digunakan sudah cukup
lama, sejak satu abad yang lalu.
b. Luberan bahan olah yang tidak disengaja

C. LIMBAH GAS
a. Gas cerobong ketel
b. Gas SO2 dari cerobong reaktor pemurnian cara sulfitasi

Pengolahan Limbah
Secara umum pengelolaan limbah seperti limbah cair, yang dikeluarkan pabrik gula
merupakan limbah organik dan bukan Limbah B3 (bahan beracu dan berbahaya). Limbah cair ini
dikelola melalui dua tahapan, yaitu:
Pertama, penanganan di dalam pabrik (in house keeping). Sistem ini dilakukan dengan
cara mengefisienkan pemakaian air dan penangkap minyak (oil trap) serta pembuatan bak
penangkap abu bagasse (ash trap).
Kedua, penanganan setelah limbah keluar dari pabrik, melalui Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL).
Sedangkan pengelolaan limbah dengan cara pemanfaatan limbah dari pabrik tebu dapat
memberikan nilai lebih. Pemanfaatan limbah pabrik tebu bisa berupa pembuatan bioetanol,
pemanfaatan pucuk tebu sebagai bahan pakan ternak, ampas tebu untuk pakan ternak dan
pembuatan senyawa furfural besrta turunannya, serta pembuatan pupuk kompos dari blotong.
Sedangkan untuk limbah berupa asap dapat dikelola dengan jalan menekan pengeluaranya
diudara bebas.

Bahan Baku Pembuatan Baja


Baja adalah besi yang mengandunbg 0.02%-1.5% karbon. Sifat baja tergantung
pada jumlah karbon yang dikandungya.

Berdasarkan kandungan karbon, jenis baja dibagi menjadi :


1. Baja lunak, yaitu baja yang mengandung kurang dari 0.2 % karbon. Disebut baja
lunak karena | 38 mudah dibentuk dan diregangkan. Baja ini bisa digunakan untuk
membuat kabel dan rantai.
2. Baja medium, yaitu baja yang mengandung 0.2%-0.6% karbon. Baja ini digunakan
untuk membuat rel, balok dan rangka.
3. Baja karbon tinggi, yaitu baja yang mengandung 0.6%-1.5% karbon. Sifatnya keras,
kaku, biasa digunakan untuk alat-alat logam, per, alat pemotong dan alat rumah
tangga.
Disamping itu, untuk memperoleh efek khusus pada baja, maka baja dicampur dengan logam-
logam transisi yang sesuai dengan sifat, kualitas dan kegunaan tertentu. Pencampuran dilakukan
dengan hati-hati dan teliti untuk mendapatkan komposisi campuran yang memenuhi sifat yang
diinginkan. Jenis baja ini disebut baja alloy atau campuran.
Efek khusus logam transisi yang dicampurkan pada baja , antara lain:
a. Kobalt : membuat baja tetap kuat pada suhu tinggi.
b. Krom : membuat baja menjadi lebih keras, tahan gesekan, tahan korosi, dan tahan
temperature tinggi.
c. Mangan : membuat baja menjadi keras, tahan aus dan tahan gesekan.
d. Molibden : memperbaiki kekerasan baja, tahan goncangan dan tahan temperature
tinggi.
e. Nikel : membuat baja tahan korosi
f. Silikon : pada konsentrasi tinggi membuat baja tahan kondisi asam, pada konsentrasi |
39 rendah memperbaiki sifat megnetik dan sifat listrik baja.
g. Vanadium : memperkuat baja dan meningkatkan ketahanan baja terhadap panas.

Berdasarkan komposisi dan jenis logam transisi yang dicampurkan, baja dibagi
menjadi:
1. Stainless steel : baja tahan karat mengandung Cr 19%, Ni 9%, dan Fe 72%.
2. Baja krom : baja yang tahan karat tahan panas mengandung 12%-18% Cr
3. Baja nikel : baja tahan karat dan keras, mengandung 25% Ni.
4. Baja mangan : baja sangat keras mengandung 11%-14% Mn.
5. Dan lain-lain.

Pengolahan Limbah Baja

Limbah yang dihasilkan oleh pabrik besi baja PT. Krakatau Steel mengandung beberapa unsur dan
senyawa bahan kimia yang masih dapat dimanfaatkan, baik oleh PT. Krakatau steel sendiri
maupun oleh pabrik lain, misal debu EAF mempunyai kandungan Zn yang tinggi sehingga dapat
dimanfaatkan menjadi Zinc Oksida melalui proses thermal dengan temperature di atas 1300 oC.
Berikut pemanfaat limbah B3 dari pabrik besi baja saat ini.
 Pemanfaatan Limbah B3 di PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk.

No Nama Limbah Sumber Perlakuan


1. Mill Scale Hot Strip Mill (HSM)
a. Dimanfaatkan untuk industri magnet
domestic
b. Diekspor ke cina

2. Steel Slag Slab Steel Plant (SSP) a. Diolah menjadi produk PS Ball
dan Billet Steel Plant b. Dimanfaatkan untuk roadbase
(BSP) c. Dimanfaatkan pihak ketiga

3. Debu EAF dan Slab Steel Plant (SSP) Dimanfaatkan oleh industri semen
Sludge Billet Steel Plant (BSP)
dan Water Treatment
Plant (WTP) yang ada
pada masing-masing
pabrik
4. Oli dan Setiap pabrik yang Diserahkan pada pihak ketiga berizin
pelumas bekas menggunakan pelumas
5. Waste Pickle Cold Rolling Mill Diserahkan ke pemanfaat yang berizin
Liquor (WPL) (CRM)
6. Resin Catalyst Direct Reduction Plant Diserahkan ke pemanfaat yang berizin
dan karbon (DRP)
aktif
Sumber : PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk

 Teknologi Pengolahan Limbah B3

Tujuan dari pengolahan limbah B3 adalah untuk mengurangi bahaya dari limbah terhadap manusia
dan lingkungan. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah limbah menjadi material yang tidak
berbahaya atau ramah lingkungan melalui proses kimia, fisika, biologis dan termal.
Teknologi pengolahan Limbah B3secara umum dapat dibagi empat macam, meliputi proses
fisika/fisikokimia, proses kimia, proses biologi, dan proses termal. Secara umum skema teknologi
pengolahan limbah B3 terhadap jenis limbah B3 yang berbeda-beda dapat dilihat pada gambar di
bawah ini. Pemilihan teknologi pengolahan limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik limbah
B3 tersebut.

Gambar

Upaya pengelolaan limbah B3 di industri besi dan baja dapat dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut:

1. Reduksi limbah dengan mengoptimalkan penyimpanan bahan baku dalam proses kegiatan
atau house keeping, substitusi bahan, modifikasi proses, maupun upaya reduksi lainnya.
2. Kegiatan pengemasan dilakukan dengan penyimbolan dan pelabelan yang menunjukkan
karakteristik dan jenis limbah B3 berdasarkan acuan Keputusan Kepala Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : Kep-05/Bapedal/09/1995.
3. Penyimpanan dapat dilakukan di tempat yang sesuai dengan persyaratan yang berlaku
acuan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep-
01l/Bapedal/09/1995.
4. Pengumpulan dapat dilakukan dengan memenuhi persyaratan pada ketentuan Keputusan
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep--01/Bapedal/09/1995 yang
menitikberatkan pada ketentuan tentang karakteristik limbah, fasilitas laboratorium,
perlengkapan penanggulangan kecelakaan, maupun lokasi.
5. Kegiatan pengangkutan perlu dilengkapi dengan dokumen pengangkutan dan ketentuan
teknis pengangkutan.
6. Upaya pemanfaatan dapat dilakukan melalui kegiatan daur ulang (recycle), perolehan
kembali (recovery) dan penggunaan kembali (reuse) limbah B3 yang dlihasilkan ataupun
bentuk pemanfaatan lainnya.
7. Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan cara thermal, stabilisasi, solidifikasi secara
fisika, kimia, maupun biologi dengan cara teknologi bersih atau ramah lingkungan.
8. Pengangkutan Limbah B3 dilakukan dengan alat angkut yang bersifat tertutup, untuk
menghindari pencemaran lingkungan.
9. Kegiatan penimbunan limbah B3 wajib memenuhi persyaratan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999.

Bahan Baku Aluminium


Bahan Baku Utama :

Alumina

Bijih alumunium yang lebih dikenal dengan nama bauksit banyak terdapat di daerah Tropik dan Sub-
Tropik, yaitu Afrika, India Barat, Amerika Selatan dan Australia. Bijih bauksit dimurnikan menjadi
alumunium oxide trihydrate (alumina) kemudian secara elektrolisa direduksi menjadi logam alimunium.
Logam alumunium sebagai produk dari industri pertambangan yang berasal dari pengolahan bijih bauksit
melalui standar yang telah kita kenal, yaitu didapat dari proses pengolahan bauksit menjadi alumina
(proses bayer) dan pengolahan alumina menjadi alumunium (proses Hall-Heroult).

Setelah mendapatkan Alumina dari proses Bayer maka proses selanjutntya untuk mendapatkan
Aluminium adalah peleburan Alumina. Proses ini didasarkan pada prinsip elektrolisa lelehan garam
alumina pada temperature yang tinggi. Syarat alumina yang akan dilebur menjadi logam aluminium
adalah sebagai berikut :
a. kadar Al2O3 98,50% - 99,40%

b. kadar SiO2 0,015% - 0,03%

c. kadar Fe2O3 0,015% - 0,03%

d. kadar TiO2 0,001% - 0,003%

Bahan Baku Penunjang :

a) Anoda karbon

anoda karbon yang digunakan di pabrik reduksi merupakan anoda karbon hasil produksi dari pabrik
karbon yang ada di PT. Inalum. Anoda ini terbuat dari kokas residu hasil penyulingan minyak bumi atau
kokas batubara. Anoda ini dilengkapi dengan tangkai (rodding) untuk menghubungkan arus dari busbar
anoda ke blok anoda karbon. Anoda yang dipakai pada proses Hall-Heroult adalah karbon. Pemilihan
material karbon sebagai anoda ini perlu dipertimbangkan berdasarkan acuan literatur sebagai berikut:

1) Konduktivitas listrik tinggi (0,0036-0,0091 Ωcm) agar aliran listrik dapat mengalir efektif.
2) Daya tahan panas tinggi, titik sublimasi 4.200oC dan titik leleh 3.700oC pada tekanan 1 atm
berguna untuk bekerja pada suhu operasi yang tinggi (965oC)
3) Konduktivitas panasnya tinggi berguna pada saat proses backing sehingga pot reduksi cepat
mencapai suhu yang tinggi.
4) Ekspansi panas yang rendah (± 0,5 kali tembaga) berguna pada saat konstruksi perangkaian
anoda agar anoda tidak terlepas dari tangkainya karena pemuaian.
5) Densitas rendah (1,4-1,7 gr/m3) agar partikel karbon yang terlepas (debu) tidak terendapkan pada
katoda sehingga tidak mengotori produk ingot.

b) Katoda

Katoda merupakan elektroda berkutub negatif. Katoda yang sering digunakan pada proses Hall-
Heroult adalah katoda karbon.

Kategori dalam pemilihan karbon berdasarkanbahan baku dan proses pembuatannya harus memiliki
spesifikasi sebagai berikut :

1) Katoda amorphus bahan baku antrasit, suhu pemanggangan 1.200oC.


2) Katoda semigrafit bahan baku grafit, suhu pemanggangan 1.200oC.
3) Katoda semigrafit bahan baku semigrafit, suhu pemanggangan 2.300oC.
4) Katoda semigrafit bahan baku kokas, terintegrasi hingga suhu 3.000oC.

c) Elektrolit

Elektrolit yang dipakai dibagian reduksi PT. Inalum pada proses Hall-Heroult adalah lelehan kryolite
(Na3AlF6). Lelehan ini dipilih karena kemampuannya melautkan berbagai jenis oksida dengan baik.
Kelarutan alumina dalam kryolite (bath) dipengaruhi oleh suhu lelehan kryolite. Pada suhu ± 960oC
alumina melarut dalam lelehan kryolite murni sebanyak 11% dari beratnya. Kelarutan alumina juga dapat
dipengaruhi oleh zat tambahan (aditif) dalam kryolite.

d) Bath

Bath adalah cairan yang mengandung 70-90% kryolite (Na3AlF6) dan komponen lainnya seperti
alumina dan alumunium fluorida. Dalam satu pot reduksi alumunium dibutuhkan 12 ton bath. Karena
hanya berfungsi sebagai elektrolit, kehilangan kryolite di pot reduksi selama produksi relatif kecil yaitu
sekitar 0,2 kg/ton alumunium yang umumnya terjadi karena penguapan.

Bath ini memiliki sifat yang menguntungkan untuk operasi peleburan. Sifat-sifat tersebut antara lain
sebagai berikut :

1) Mampu melarutkan alumina dengan baik


2) Konduktivitas tinggi
3) Tegangan dekomposisi lebih tinggi dai alumina
4) Titik lelehnya relatif rendah
5) Tidak bereaksi dengan alumina dan karbon
6) Cukup encer sebagai pelarut
7) Tekanan uap rendah

KOMPOSISI BATH

Komponen Kandungan (%)


AlF3 (Alumunium Florida) 7-9

CaF2 (Kalsium Florida) 3-4

Al2O3 (Alumina) 1-8

Na3AlF6 (Kryolite) 79-90

e) Alumunium Fluorida (AlF3)

Penggunaan Alumunium Fluorida (AlF3) didalam proses peleburan antara lain dapat menurunkan
nilai liquidus temperatur, daya serap logam dam cairan, tegangan permukaan, kekentalan dan berat jenis
serta dapat meningkatkan keasaman bath. Sedangkan efek yang tidak diinginkan dari penambahan AlF3
ini adalah dapat menurunkan daya larut alumina, konduktivitas listrik serta tekanan uap.

f) Soda Abu

Pemakaian soda abu pada pot reduksi hanya pada saat transisi saja, yaitu untuk memperkuat struktur
lapisan karbon pada katoda dan dinding samping sehingga tidak mudah tererosi baik oleh bath maupun
metal alumunium. Pemakaian soda abu juga membantu mempercepat terbentuknya lapisan kerak di
dinding samping pot. Lapisan kerak ini fungsinya sebagai penahan erosi bath.
g) Energi Listrik

Energi listrik merupakan faktor penting pada peleburan alumunium khususnya di bagian reduksi.
Energi listrik yang digunakan merupakan energi listrik arus searah (DC) untuk melangsungkan proses
elektrolisis sekaligus menghasilkan panas untuk melelehkan kryolite dan untuk mengoperasikan alat-alat
atau sistem pemrosesan lainnya pada pabrik reduksi.

Pengolahan limbah b3 industri alumunium

Oleh PT INALUM

Dalam hal pengolahan limbah, Perusahaan telah membangun instalasi Waste Water Treatment
Plant untuk pengolahan air limbah, Gas Cleaning untuk pembersihan gas buang ke udara dan
Incinerator untuk pengolahan limbah rumah sakit. Bahkan, pada tahun 2014, telah dilakukan
pengkajian untuk mendaur ulang sampah dan diharapkan dapat diimplementasikan pada tahun
2015 ini. Sedangkan untuk limbah-limbah tertentu seperti limbah rumah sakit dan lainnya,
Perusahaan bekerjasama dengan pihak terkait untuk mengelola limbah tersebut sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Usaha ini memberikan dampak yang positif untuk menjaga kualitas
lingkungan dengan mentaati baku mutu lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Limbah – limbah yang dihasilkan pada proses produksi pada PT INALUM terdiri dari tiga
bagian yaitu:
1. Proses pengolahan limbah padat
Limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan operasional pabrik dikumpulkan pada tempat
penyimpanan sementara, dan tempat penyimpanan ini ditutup dengan baik. Limbah padat
ini pada umumnya ditanam di tempat yang sudah ditentukan.
2. Proses pengolahan limbah cair
Limbah cair diolah dengan cara pengolahan atau pemurnian air industri pada Water
Purifying Facilities. Setelah diolah dan dimurnikan air ini kemudian digunakan kembali
baik untuk keperluan industri, maupun keperluan konsumsi. Limbah cair yang dihasilkan
oleh industri yang tidak bisa dimanfaatkan lagi akan di proses secara electrocoagulasi
sehingga kotoran yang terkandung bisa di endapkan atau di apungkan yang kemudian
dipisahkan dari air. Air hasil proses pengolahan limbah cair ini dimanfaatkan guna
kebutuhan air proses lain atau dibuang ke badan penerima dengan ketentuan telah
memenuhi aturan yang ditetapkan pemerintah.
3. Proses pengolahan limbah gas
Proses pengolahan limbah gas ialah dengan proses dry scrubbing system (sistem
pembersih gas kering), dimana alumina sebagai adsorbent direaksikan dengan gas buang
(HF) di dalam sebuah reaktor. Gas yang dilepas dari tungku reduksi termasuk flourida dan
debu dihisap ke dalam sistem pembersih gas kering dengan ventilator penghisap melalui
pipa gas.

https://www.scribd.com/doc/296203532/Proses-Industri-Kimia-Pabrik-Gula

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._KIMIA/196802161994022-
SOJA_SITI_FATIMAH/Kimia_industri/BESI_BAJA.pdf
https://www.academia.edu/35333357/MAKALAH_Pengolahan_air_limbah_industri_besi_dan_b
aja_KEL_V
https://www.scribd.com/doc/113869806/Makalah-Aluminium
ttps://www.scribd.com/document/369181569/PT-SMELTING

Anda mungkin juga menyukai