Anda di halaman 1dari 32

Thoracoabdominal Injury

Anatomi
• Pada toraks terdapat jantung, pembuluh darah besar, paru-paru.
Selain itu juga terdapat pleura, diafragma, rusuk, dan otot-otot torakal
• Pada abdomen terdapat organ solid: hati, limpa, pancreas; juga organ
berongga: gaster, usus. Juga terdapat rusuk, struktur pembuluh darah,
vesica, serta rongga dan organ retroperitoneal

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7123492/
Trauma Laparotomy: Principles and
Techniques
• Pada pasien trauma yang dilakukan laparotomi bertujuan untuk kontrol
perdarahan, kontaminasi dari traktus digestivus, dan identifikasi cedera lebih
lanjut

• Pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil intervensi segera untuk


menyelamatkan nyawa: pertimbangkan kontrol jalan nafas, dekompresi dada
(bila perlu), pasang akses IV, inisiasi transfusi darah

• Selama di ruang OK, prioritas sebelum insisi adalah posisi dan preparasi pasien
• Perlu komunikasi yang baik antar tim
Posisi pasien ideal
Akses peritoneum
• Umumnya dilakukan dengan insisi midline (the
sicker the patient, the larger the incision should
Hemodinamik be)- dapat dilakukan dari xifoid hingga pubis
• Insisi ini besar, sehingga dapat cepat dilakukan

tidak stabil identifikasi cedera segera; dapat terlihat juga


eksposur pada organ intra dan retroperitoneal, dan
dapat dimodifikasi menjadi sternotomy bila perlu

• Insisi dapat dilakukan dengan ukuran lebih kecil

Hemodinamik
stabil
Manuver awal
Setelah peritoneum Sumber perdarahan yang
terbuka, maka harus segera umum ditemui adalah organ
evakuasi padat, mesenterika, dan
perdarahan/bekuan darah pembuluh darah besar Perdarahan hati dapat
dengan tangan dan pad lainnya ditangani dengan packing,
laparotomi tetapi perdarahan limpa
umumnya ditangani dengan
Segera palpasi dan inspeksi splenectomy.
Kemudian dilakukan organ padat untuk mencari Perdarahan mesenteric
eviserasi usus halus, dengan adanya trauma, diikuti ditangani dengan klem dan
cara menyapu usus halus dengan packing untuk ligase, kemudianmelihat
dengan tangan dari kuadran membantu penyerapan viabilitas usus
LUQ ke arah pelvis, darah dan untuk
kemudian pindah ke sisi menghentikan perdarahan
kanan; mengangkat usus
halus ke dinding abdomen
kanan atas.
• Apabila perdarahan tertangani operasi dapat stop sejenak:
resusitasi volume darah yang hilang, persiapan alat, persiapan mental
untuk prosedur lanjutan
• Apabila perdarahan tidak tertangani cari supraceliac aorta
Hemorrhage control techniques
• Perdarahan hati ditangangi dengan kompresi manual, kemudian
packing lateral, superior, dan inferior dari hati
• Apabila perdarahan terkontrol biarkan pack di tempatnya
• Apabila tidak terkontrol lakukan Pringle maneuver (letakkan jari melalui
foramen Winslow dan pencet portal triad), kemudian gunakan klem vascular
untuk menjepit apabila perdarahan masih tidak terkontrol dengan Pringle,
curiga trauma vena hepatica atau vena kava retrohepatik
• Perdarahan limpa pindahkan ke midline agar terlihat jelas,
kemudian reseksi
• Zona I merupakan zona sentral, dari hiatus diafragmatika ke bifurkatio vena kava dan aorta
• Zona ini dapat dibagi lagi menjadi supramesokolik dan inframesokolik
• Apabila ada hematoma retroperitoneal di zona I, kemungkinan memerlukan tatalaksana
Zona I surgical, karena terdapat banyak pembuluh darah besar

• Zona II berada lateral dari ginjal ke parakolic gutters, hematoma di daerah ini umumnya
menyebabkan trauma di ginjal, arteri atau vena ginjal. Trauma tembus ke zona II umumnya
berakhir ke laparotomi eksplorasi, sedangkan pada trauma tumpul hanya dilakukan eksplorasi
Zona II apabila hematoma membesar.

• Zona III termasuk pelvis, meliputi arteri dan vena iliaka, dan umumnya hanya boleh
dieksplorasi dalam kasus cedera penetrasi.
Zona III
Akses retroperitoneum
• Dilakukan rotasi medial visceral untuk melihat
struktur retriperitoneal
• Cattell-Braasch maneuver digunakan untuk
melihat inferior kava, ginjal kanan, dan arteri
serta vena iliaka, ureter, pancreas, duodenum,
dan kolon
• Terbagi dalam zona I, II, III dan dieksplor terlebih dahulu saat awal prosedur
• Mobilisasi duodenum dengan manuver Kocher, kemudian visualisasi
seluruh bagiannya
• Periksa seluruh bagian usus untuk mengetahui adanya kelainan
• Serosal injury atau perforasi dapat diklem dengan Babcock clamp atau dijahit
sementara terlebih dahulu
• Hati, limpa, ginjal, dan gallbladder dipalpasi untuk mengetahui adanya
kerusakan
• Diafragma harus diisnpeksi dengan hati-hati karena ada kemungkinan luput
dari pemeriksaan
Vascular repair
• Penanganan trauma intraabdomen termasuk ligase, primary repair,
vein patch, graft, dan shunting sementara
• Ligasi harus dipertimbangkan dengan hati-hati, karena memiliki resiko
iskemia (misalnya jika dilakukan ligase pada arteri iliaka komunis)
• Apabila memungkinkan, semua injury vascular harus dilakukan
arteriorrhaphy atau end to end anastomosis
Temporary
abdominal
closure
• Temporary abdominal closure
memungkinkan operator untuk
melihat kembali abdomen
tanpa merusak fascia, dan
dapat ditutup kembali sebelum
dilakukan penutupan definitive
• Bertujuan untuk menampung
seluruh isi organ, melindungi
usus, menyediakan identifikasi
awal untuk komplikasi
intraabdominal, dan menjaga
fascia untuk penutupan
definitif
Complications of trauma laparotomy
• Fascial Dehiscence and Evisceration
• Dehiscence terjadi ketika fascia yang tadinya sudah ditutup, terbuka lagi
• Evisceration terjadi ketika isi abdomen keluar dari rongga peritoneal, melalui
celah di fascia
• Enterocutaneous and Enteroatmospheric Fistulae
• Fistula merupakan koneksi abnormal antara 2 organ berepitel, dengan faktor
yang mempengaruhi terbentuknya enterocutaneous fistulas (ECFs) adalah
kerusakan pada serosa, erosi usus oleh mesh prostetik, missed traumatic or
iatrogenic injury to the bowel, and anastomotic breakdown.
• Missed Injury and Retained Foreign Bodies
Negative and nontherapeutic laparotomy
• Negative laparotomy laparotomi dilakukan tetapi tidak
ditemukannya trauma
• Nontherapeutic laparotomy laparotomi pada pasien yang tidak
memerlukan tatalaksana surgical
Relaparotomy
• Untuk perdarahan
• Keputusan untuk relaparotomy karena perdarahan paska operasi perlu
memikirkan resiko perburukan koagulopati dan hipotermia dengan perbaikan
sumber perdarahan di meja operasi
• Infeksi intraabdominal
• Apabila sebelumnya pasien
tidak ada cedera GIT
kemudian terdapat infeksi
intraabdomen, operator
harus memikirkan adanya
missed injury.
• Missed injury memerlukan
penanganan segera: apabila
gambaran klinis septik,
kembali ke OK atau dapat
dilakukan imaging untuk
melihat pengumpulan cairan
(dapat dilakukan drainase
perkutan)
Diafragma
• Merupakan salah satu otot paling penting dalam respirasi,
memisahkan rongga abdomen dan toraks
• Trauma tembus di diafragma mungkin awalnya tidak bergejala, tetapi
kemudian dapat menyebabkan herniasi dan strangulasi dari organ
intraabdomen
• Ruptur pertama kali dilaporkan pada tahun 1541 oleh Sennertus
Anatomi
Fisiologi
• Otot diafragma berfungsi baik pada traktus digestivus maupun
respiratorius; berpartisipasi dalam bernafas, menelan, batuk, defekasi,
muntah, berkemih, partus, bersin, dan vokalisasi
• Perforasi diafragma berpengaruh terhadap fisiologinya secara akut:
• Tekanan yang sama antara dada dan abdomen menyebabkan berpindahnya isi
abdomen ke rongga dada, yang dapat mengganggu fungsi pernafasan dan jantung
• Gangguan pada jantung termasuk penurunan cardiac output
• Gangguan pada pernafasan termasuk penekanan pada parenkim paru ipsilateral,
apabila berat mungkin terjadi pergeseran mediastinum
• Bagian GIT yang masuk ke rongga abdomen juga dapat mengalami iskemia,
nekrosis, dan perforasi
Diagnosis and diagnostic tests
• Cedera di diafragma seringkali asimtomatik atau disertai dengan klinis
cedera organ lainnya
• Cedera tumpul diafragma seringkali disebabkan oleh peningkatan
tekanan abdomen tiba-tiba (paling sering kecelakaan motor),
sedangkan pada trauma tembus di torakoabdominal harus dicurigai
kemungkinan cedera diafragma
CXR
• Penggunaan CXR masih dianggap sebagai alat diagnosis awal pada pasien dengan cedera torso, terutama pada trauma tembus
• Temuan CXR kurang akurat, sensitifitasnya 27-62% untuk cedera di bagian kiri dan 18-33% di bagian kanan; temuan pada pasien
dengan traumatic diaphragm injury seringkali tidak spesifik, yaitu hilangnya kontur halus diafragma, efusi pleura ipsilateral,
peningkatan hemidiafragma ipsilateral, atau shifting mediastinum

USG
• Pada USG, diafragma dikenali sebagai struktur melengkung hiperekoik yang pergerakannya dapat dikenali saat respirasi
• Tanda TDI termasuk adanya floating diaphragm edges, herniasi intratorakal, dan hilangnya diaphragmatic excursion
• Rip’s absent organ sign, yaitu tidak terlihatnya limpa atau hati, juga termasuk tanda dari TDI

CT • Penggunaan CT scan menurunkan insidensi dari TDI yang terlewat. (sensitivity of 71% to 100% and specificity of 75% to 100%)
• Temuan di CT scan: Nampak rusaknya diafragma langsung, atau adanya Sebagian dari diafragma yang tidak terlihat, atau
adanya herniasi viscera

MRI • MRI menghasilkan gambaran yang baik, dan temuannya mirip pada temuan CT
Repair of diaphragmatic injury
• Prinsip utama untuk repair hernia diafragma akut adalah reduksi komplit dari organ
Kembali ke rongga abdomen dan penutupan defek dengan erat untuk mencegah
berulangnya diafragma.
• Karena tingginya angka kejadian rupture diafragma yang terkait dengan trauma
tumpul, maka yang terbaik adalah dilakukan repair saat laparotomi eksplorasi
• Pasien dengan hemodinamik stabil dengan trauma tembus dapat dilakukan
laparoskopi diagnostic, laparoskopi repair atau laparotomi, tergantung dari operator
• Defek yang lebih besar, biasanya karena trauma tumpul mungkin perlu dijahit
beberapa kali, atau dengan teknik 2 layer
• Selama prosedur repair diafragma, pleura akan terpapar udara pasang torakostomi
tube post op, direkomendasikan juga dilakukan CXR post op

Anda mungkin juga menyukai