Anda di halaman 1dari 91

KIMIA FARMASI I

HISTAMIN DAN ANTIHISTAMIN


HISTAMIN DAN ANTIHISTAMIN

Struktur Histamin
( -imidazoliletilamin atau 1-H-imidazol-4-etanamin)
Histamin

NH2

5 4

1 3
N N
H
2

Histamine
Sisi reseptor

Ion histamonium
• Tersebar di alam, terdapat di ergot dan
tanaman lain, serta disemua organ dan
jaringan tubuh manusia.

• Histamin bersifat basa, gugus amino


rantai samping memp. pKa = 9,70 dan
gugus imidazol amin memp.pKa = 5,90.

• Pada pH tubuh senyawa ini berada


sebagai kation bervalensi tunggal
• Dalam tubuh histamin berasal dari hasil
dekarboksilasi histidin dari alam.

• Reaksinya dikatalisir oleh histidin


dekarboksilase
Histamin mempunyai sifat:
- merangsang sekresi asam lambung,
- menaikkan laju jantung
- menghambat kontraksi uterus tikus
- stimulasi sel parietal pada perut, sehingga
sekresi HCl meningkat
- pengerutan otot polos saluran cerna yang
menyebabkan sakit epigastrik, mual
muntah dan diare.
- dilatasi arteriol pra dan pasca kapiler sehingga
terjadi peningkatan permeabilitas
• SENYAWA-SENYAWA AGONIS HISTAMIN:
 

Betazol HCl
Selain itu senyawa lain yang merupakan agonis
histamin adalah :
H NH 2
Histamine
HN N

H NH 2
2-methyl histamine
HN N H1 Agonist

CH 3

H3 C NH 2 4-methylhistamine
H2 Agonist
HN N

H NH 2
(R)-methyl histamine
H H3 Agonist
HN N H3C
Histamin fosfat
Dalam klinik dipakai untuk diagnosa ketidak-beresan sel
penghasil asam ( sel parietal) dalam lambung.

Zat ini merupakan stimulan sekresi asam lambung yang


kuat.

Tidak adanya sekresi asam sesudah injeksi dianggap


bukti bahwa kelenjar penghasil asam lambung tidak
berfungsi ( suatu kondisi aklorhidria).

Dosis lazim : Subkutan 27,5 g / kg BB


Betazol HCl

Betazol HCl merupakan isomer histamin yang


bersifat sebagai agonis histamin.
Digunakan untuk mendiagnosa kerusakan sel perut
yang memproduksi asam.
Dibanding histamin, betazol kurang poten tetapi
masih mampu merangsang sekresi lambung dan
efek sampingnya lebih kecil dibandingkan
dengan histamin.
Dosis lazim : subkutan / i.v. 50 mg.
Antihistamin yang ditemukan pertama kali adalah 929 F
H3C C2H5
N
O C C C2H5
929F: Toxic
H2 H2
CH3
H3C
2-isopropyl-5-methyl phenoxyethyl diethylamine (929F)

RP2339: The first


Me compound that was used
C N C C N Et to treat human clinically.
H2 H2 H2
Me

Antergan
Pengikatan histamin pada reseptornya memacu beberapa aksi
seperti respon inflamasi. Oleh karena itu aktivitas antagonistik
pada reseptor histamin ditandai pada pengikatan secara
antagonis dan kompetitif mengeblok substrat alam dari ikatan.
Antagonis H -1

Antagonis H-1 sering pula disebut anti-


histamin klasik atau antihistamin-H-1
• Antagonis H1 dievaluasi berdasarkan kemampu-
annya menghambat kejang karena induksi
histamin pada secarik ileum marmot terpisah.

• Antagonis H1 bermanfaat untuk mengurangi


gejala alergi karena musim atau cuaca.

• Selain itu antagonis H-1 juga digunakan seba-


gai antiemetik, antimabuk, anti parkinson,
antibatuk, sedatif, antipsikotik, dan anestesi
setempat
Antagonis H-1 kurang efektif untuk pengobatan
asma bronchial dan schock anafilaksis.

Antagonis H-1 menimbulkan efek potensiasi


dengan alkohol dan obat penekan syaraf
pusat.

Efek samping antagonis H-1 antara lain


mengantuk, kelemahan otot, gangguan
koordinasi pada waktu tidur, gelisah, tremor,
iritasi, kejang dan sakit kepala.
Struktur umum senyawa antagonis H-1

Ar = Aril R = Alkil
X = C, N atau O
• Secara umum atom N ujung harus merupakan amina
tersier supaya maksimal aktivitasnya, atau dapat pula
bagian dari struktur heterosiklik.

• Perpanjangan atau percabangan rantai samping 2-


aminoetil menghasilkan senyawa yang kurang aktif.

• Parameter fisikokimia dan sterik penting terhadap aksi


antagonis H-1, tetapi tidak ada korelasi langsung
antara sifat dan efek antihistaminnya.
Efek samping Antihistamin

• Efek Sedasi (generasi pertama)  bahaya


mengendarai kendaraan bermotor atau
menjalankan mesin.

• Efek muskarinik  mulut kering, penglihatan


kabur, retensi urin, konstipasi
Reseptor histamin
N N

Senyawa dapat berinteraksi dengan reseptor


bila jarak N dan N+ rantai samping:

Reseptor H1 = 4,55 Ao

Reseptor H2 = 3,6 Ao
Subtipe reseptor histamin
Protein reseptor dalam manusia:
Reseptor H1 : 487 asam amino, 56 kd
Reseptor H2 : 359 asam amino , 40 kd
Reseptor H3 : 445 asam amino, 70 kd
Reseptor H4 : 390 asam amino,
Aktivasi reseptor H1 oleh histamin
berakibat:

1. Penurunan tahanan vaskuler perifer


2. permeabilitas venula post kapiler naik.
3. Vasokonstriksi arteri koroner dan basilaris
4. Bronkospasme
5. Konstraksi otot polos gastrointestinal
6. Rasa sakit dan gatal pd ujung syaraf kulit
7. Pada dosis tinggi menyebabkan pelepasan
katekolamin dari medulla adrenalis.
Aktivasi reseptor H2 oleh histamin berakibat

1. Penurunan tahanan vaskuler perifer,


2. Vasodilatasi kulit muka,
3. Dilatasi arteri karotis dan pulmonaris
4. Frekuensi dan kontraksi jantung naik
5. Otomatisitas atrium dan ventrikal naik
6. Bronkodilatasi
7. Sekresi asam lambung dan pepsin
8. Hambatan terhadap Ig E-dependen
degranulation dari pada basofil.
Aktivasi reseptor H3 berakibat:
 
1. Penghambatan terhadap pelepasan neurotrans-
mitter (histamin) dari neuron-neuron histaminergik
di otak.
2. Hambatan pelepasan transmitter dari saraf tepi dalam
sistem saraf otonom dan pleksus mienterikus.
3. Pengurangan influks kalsium didalam otak dan saraf
perifer.
Reseptor H4

Reseptor H4 diketemukan terutama dalam


jaringan intestinal, limpa, dan sel-sel aktif
immun ( seperti T cell, neutrophil dan
eosinophil), “ .
Reseptor H4 diduga mempunyai peranan
penting dalam pengaturan fungsi immun.
Berdasar strukturnya antihistamin
digolongkan menjadi:

A. Eter amino alkil (etanolamin eter)


B. Etilen diamin
C. Turunan Propilamin
D. Antihistamin cincin trisiklik
Eter amino alkil ( Etanolamin eter)
A. Eter amino alkil
Senyawa-senyawa yang paling aktif mempunyai
panjang rantai dua atom C. Kuarterinisasi nitrogen
rantai samping tidak selalu menghasilkan senyawa
yang kurang aktif.
Golongan ini mempunyai aktivitas antikolinergik nyata,
yang mempertinggi aksi pengeblokan reseptor H1
pada sekresi eksokrin.
Efek samping pemakaian eter amino alkil tersier adalah
mengantuk, sehingga dipergunakan sebagai pem-
bantu tidur pada obat tanpa resep.
Golongan ini dapat mengganggu penampilan tugas
pasien yang memerlukan ketahanan mental
• 1. Difenhidramin HCl USP = Benadryl

Basa bebasnya seperti minyak dan larut


dalam lipid, tersedia dalam garam HCl, yang
berupa kristal yang berasa pahit, stabil
diudara dan larut dalam air, alkohol dan
kloroform, pKa : 9
Larutan 1 % dalam air mempunyai pH sekitar 5.
Difenhidramin mudah disintesis, dengan
mengkondensasikan benzhidril bromida dengan
dimetil amino etanol dengan adanya natrium
karbonat.
Na2CO3
(C6H5)2 CHBr + (CH3)2N CH2CH2OH (C6H5)2CH-OCH2CH2N(CH3)2

Diberikan secara oral atau parentral untuk


pengobatan urtikaria, rinitis musiman dan
antiemetik dan obat batuk.
Difenhidramin diikat oleh plasma protein 80-98%,
kadar tertinggi dicapai dalam 2-4 jam setelah
pemberian oral.
Dimenhidrinat USP; Dramamine;
= 8-kloroteofilin-2-(difenil metoksi)-N-N-
dimetil etilamin.
• Dibuat dengan mereaksikan difenhidramin dengan 8-
kloroteofilin.

• Dengan adanya turunan purin tersebut dimaksudkan


agar ada efek menstimulasi system syarat pusat.

• Dapat digunakan untuk mabuk perjalanan dan untuk


mengatasi rasa mual pada waktu hamil.
3. Karbinoksamin Maleat ; Colistin maleat 
Bentuk basa bebasnya berupa cairan menyerupai
minyak yang larut dalam lipid. Garam maleatnya
berbentuk kristal putih, larut dalam air dan mudah
larut dalam alkohol dan kloroform.
Perbedaan struktur karbinoksamin dengan
klorfeniramin terletak pada atom oksigen yang
dipisahkan oleh atom karbon asimetrik dari rantai
samping aminoetil.
Cl-
Cl-

CH-CH2-CH2 NH (CH3)2
CH-O-CH2-CH2 NH (CH3)2
klorfeniramin karboksamin
N
N
Isomer levo karbinoksamin yang lebih aktif
mempunyai konfigurasi absolut S dan dapat
superimposabel dengan isomer klorfeniramin
yang mempunyai konfigurasi absolut S.

Karbinoksamin merupakan antihistamin poten


yang efek sedasinya kurang menonjol dan
tersedia sebagai campuran rasemik.
 
4. Klemastin Fumarat
 
Obat ini mempunyai aksi durasi yang lama, dengan
aktivitas yang mencapai maksimum dalam 5 – 7
jam, dan tetap berlangsung selama 10 – 12 jam.
Jika diberikan peroral akan diabsorpsi dengan baik
dan ekskresinya terutapa di urin.
B. Etilendiamin.
Etilendiamin mempunyai efek samping penekanan CNS
dan gastro intestinal.
Antihistamin tipe piperazin, imidazolin dan fenotiazin
mengandung bagian etilendiamin.
Pada kebanyakan molekul obat adanya nitrogen
kelihatannya merupakan kondisi yang diperlukan
untuk pembentukan garam yang stabil dengan asam
mineral.
Gugus amino alifatik dalam etilen diamin cukup basis
untuk pembentukan garam, akan tetapi atom N yang
diikat pada cincin aromatik sangat kurang basis.
Elektron bebas pada nitrogen aril di delokalisasi oleh
cincin aromatik.
Struktur resonansi yang menunjukkan delokalisasi
elektron adalah sbb.

Adanya penurunan kerapatan elektron pada N, menjadi


kurang basis dan protonasi pada posisi ini
berlangsung lambat.
Beberapa contoh antihistamin turunan etilediamin
Fenbenzamin merupakan salah satu anti histamin kuat
yang ditemukan oleh Halpern (1942), dan
merupakan model untuk deret senyawa yang
mempunyai struktur umum.
 
R R2
N – CH2-CH2- N
  R1 R3
 
Sintesis dan evaluasi hayati senyawa dengan struktur
Ini menghasilkan banyak anti histamin yang dipakai
dalam klinik.
 
1.Tripelenamin sitrat USP, Pyribenzamin citrate;
PPZ; 2-benzil [{2-(dimetil-amino)-etil}amino]
piridin dihidrogen sitrat (1:1)
 
Merupakan turunan fenbenzamin dengan satu
penggantian isosterik sederhana, yaitu gugus fenil
diganti dengan gugus piridil.
Penggaraman dengan asam sitrat, karena garam sitrat
kurang pahit dibanding garam HCl, sehingga rasanya
lebih enak.
Karena berbeda bobot molekulnya dosis kedua garam
harus disetarakan: 30 mg garam sitrat setara dengan
20 mg garam hidrokloridanya.
 
2. Tripelenamin Hidroklorida
Garam tripelenamin HCl merupakan serbuk kristal
putih dan akan berubah menjadi gelap dengan
adanya cahaya.
Garam yang larut dalam air (1: 0,77) dan dalam
alkohol (1:6). Mempunyai pKa sekitar 9 , pada
larutan 0,1 % merupakan pH 5,5.
Jika diberikan per oral, absorbsinya baik dan
efektifitasnya sama dengan difenhidramin dan
reaksi sampingnya lebih sedikit dan lebih ringan.
Menyebabkan kantuk dan harus dihindarkan
pemakaian dengan minuman beralkohol.
3. Pirilamin Maleat USP ; 2-[(2-dimetilaminoetil-9-
p-metoksibenzil) amino] piridil bimaleat

Basa bebas berbentuk seperti minyak, tersedia


sebagai garam asam maleat., yang berupa serbuk
kristal putih dengan sedikit bau, berasa pahit dan
asin.
Merupakan antihistamin yang kurang poten, tetapi
poten dalam meng-antagonis kontraksi terinduksi
histamin pada ileum marmot.
Karena mempunyai daya anestetika lokal, tidak boleh
dikunyak harus bersama makanan.
 
4. Metapirilen HCL USP ; Histadyl HCL;
2-[(dimetilamino- etil) (2- tienil)-amino
piridin monohidroklorida

Berupa serbuk kristalin putih, rasa pahit, larut dalam


air, alkohol dan kloroform, larutannya mempunyai
pH 5,5.
Cincin tiofen dianggap isosterik dengan cincin benzena
dan isoster ini memperlihatkan aktivitas yang sama.
Konformasi trans-metapirilen lebih disukai untuk dua
atom nitrogen etilen diamina.
FDA pada tahun 1979 menarik produk yang mengan-
dung metapirilen karena menyebabkan kanker.
5. Tonzilamin HCL; 2-[ Z(2-dimetilaminoetil) (p-
metoksi- benzil) amino] pirimidin hidroklorida

Berupa serbuk kristalin, larut dalam air , alkohol dan


kloroform.
Larutannya 2% dalam air mempunyai pH 5,5.
Aktivitasnya sama dengan tripelenamin tetapi kurang
toksis.

Dosis lazim : 50 mg, 4 kali sehari


.
  C. Turunan Propilamin

Anggota kelompok yang jenuh disebut sebagai


feniramin yang merupakan molekul khiral.
Turunan tersubstitusi halogen dapat diputuskan
dengan kristalisaasi dari garam yang dibentuk
dengan d-asam tartrat.
Antihistamin golongan ini merupakan antagonis H1
yang paling aktif.
Mereka tidak cenderung membuat kantuk, tetapi
beberapa pasien mengalami efek ini.
Pada anggota yang tidak jenuh, sistem ikatan rangkap
dua aromatik yang koplanar Ar – C = CH-CH2 - N
faktor penting untuk aktivitas antihistamin.
Gugus pirolidin adalah rantai samping amin tersier
pada senyawa yang lebih aktif.
Pada anggota alkena (tidak jenuh), aktivitas antihistamin
konfigurasi E berbeda sangat menyolok dibandingkan
dengan konfigurasi Z, sebagai contoh: E-Pirobutamin
sekitar 165 kali lebih poten dari pada Z-Pirobutamin;
E-Triprolidin aktivitasnya sekitar 1000 kali lebih poten
dibandingkan dengan Z-triprolidin.
Perbedaan ini dikarenakan jarak antara amina alifatik
tersier dengan salah satu cincin aromatik sekitar 5-6 Ao,
yang jarak tersebut diperlukan dalam ikatan sisi
reseptor.
Beberapa turunan propilamin antara lain :
 
1.Feniramin maleat; Avil ; Trimeton; Inhiston maleat

Berupa garam yang berwarna putih dengan sedikit bau


seperti amin yang larut dalam air, dan alkohol.
Feniramin maleat merupakan anggota seri yang paling
kecil potensinya dan dipasarkan sebagai rasemat .
Dosis lazim : 20 – 40 mg, sehari 3 kali
.
2. Klorfeniramin maleat ; Chlortrimeton
maleat; CTM ; Pehachlor

Berupa puder kristalin putih, larut dalam air, alkohol


dan kloroform. Mempunyai pKa 9,2 dan larutannya
dalam air memounyai pH 4-5.
Klorinasi ferinamin pada posisi para dari cincin fenil
memberikan kenaikan potensi 10 x dengan
perubahan toksisitas tidak begitu besar.
Hampir semua aktivitas antihistamin terletak pada
enantiomorf dektro. Dektro-klor dan brom feniramin
lebih kuat daripada levonya.
3. Dekstroklorfeniramin maleat = Polaramine
maleat
merupakan enantiomer klorfeniramin yang memutar
kekanan. Isomer ini aktivitas anti histaminnya paling
dominan dan mempunyai konfigurasi S yang super
imposable pada konfigurasi S enantiomorf karbinok-
samin levorotatori yang lebih aktif.
 4.Bromfeniramin maleat = Dometane maleat
Kegunaan sama dengan klorfeniramin maleat
senyawa ini mempunyai waktu kerja yang panjang
dan efektif dalam dosis 50 x lebih kecil daripada
dosis tripelenamin.
 
5. Dekstrobromfeniramin maleat = Disomer

Aktivitasnya didominasi oleh isomer dekstro, dan


potensinya sebanding.
Turunan Propilamin yang tidak jenuh
 
1. Pirobutamin fosfat USP; Pyronil fosfat; (E)-1-
[4-(4-Klorofenil)-3-fanil-2-butenil]pirolidin
difosfat.
Berupa serbuk kristal putih yang larut dalam air
panas sampai 10 %. Garam fosfatnya lebih mudah
diabsorbsi daripada garam HCl nya
..
.2. Tripolidin HCl USP; Actidil HCl .
(E)-2-[3-(1-pirrollidinil)-1-p-tolil propenil)piridin
mono hidroklorida.

Berupa puder kristalin putih, larut dalam air, alkohol dan


larutannya alkali terhadap lakmus.
Aktivitasnya terutama ditentukan pada isomer
geometriknya dimana gugus pirolidinometil adalah
trans terhadap gugus 2-piridil.
Studi farmakologi terbaru memastikan aktivitas tripolidin
yang tinggi dan keunggulan isomer E terhadap isomer
Z sebagai antagonis-H1
  D. Antihistamin sistem cincin trisiklik
Dua gugus aromatik dalam klas antihistamin dapat
dihubungkan satu sama lain melalui penambahan
atom, misalnya heteroatom seperti S atau O, atau
melalui ikatan pendek dari satu atau dua karbon.
Struktur mereka dapat digambarkan sebagai berikut :
Antihistamin trisiklik pertama kali yang poten adalah
fenotiazin ( Y = S dan X = N) dan mengandung dua
atau tiga atom karbon menghubungkan rantai alkil
diantara nitrogen fenotiazin dan amina alifatik.
Mereka berbeda dari turunan fenotiazin antipsikotik
yang mana biasanya panjang rantai tiga atom karbon
dan tidak bercabang dan hilangnya substitusi dalam
cincin aromatik.
Disamping aktivitas antihistamin yang bermanfaat,
kebanyakan mempunyai aksi sedatif dan durasinya
lama.
Penggunaan lain termasuk pengobatan nausea dan
vomiting dihubungkan dengan anestesi dan untuk
mabok perjalanan.
Turunan Fenotiazin
 1. Prometazin Hidroklorida USP ; Phenergan HCl;
()-10-(2-dimetil-aminopropil)fenotiazin
monohidroklorida
Garam ini berupa serbuk kristalin berupa kuning muda
yang larut dalam air, alcohol dan kloroform.
Selain mempunyai aktivitas sebagai antihistamin,
senyawa ini juga mempunyai efek antiemetik, serta
memperkuat kerja obat analgetik dan sedatif.
Memperpanjang rantaisamping dan substitusi gugus
lipofilik pada posisi 2 cincin aromatik menghasilkan
senyawa dengan aktivitas antihistamin yang
menurun dan menaikkan sifat psikoterapetik.
Dipakai juga untuk pemakaian lokal karena mempunyai
efek anestesi lokal.
     
Trimeprazin Tartrat USP ; Temaril tartrate;
() - 10-(3-dimetilamino-2-metilpropil) feno-tiazin
tartrat

Berupa serbuk kristal putih yang mudah larut


dalam air dan alkohol.
Aksi antihistaminnya sekitar 1,5 – 5 kali
prometazin.
Selain itu juga mempunyai aksi antipruritik.
 
1. Metdilazin Hidroklorida USP; Tacaryl Hydro-
chloride ; ()-10-[(1-metil-3-pirolidinil)
metil] fenotiazin monohidroklorida
 
Berupa serbuk kristalin kehitaman dengan bau sedikit
karakteristik.
Aktivitasnya sama dengan metdilazin dan diberikan
secara oral untuk efek antipruritik.
Absorbsi obat dalam saluran cerna cepat, kadar darah
tertinggi dicapai 30 menit setelah pemberian oral.
 
Golongan trisiklik yang lain

Siproheptadin HCl USP ; Periactin Hydrochloride;


Heptasan
 Senyawa ini sedikit larut dalam air dan dalam alkohol.
Mempunyai aktivitas sebagai antiserotonin dan
antihistamin yang potensinya sebanding dengan
klorfeniramin maleat.
Dapat digunakan untuk pengobatan alergi kulit seperti
antipruritik, urtikaria, ekzem dan dermatitis.
Selain itu juga mempunyai aktivitas sebagai anti-
migrain, perangsang nafsu makan dan trankuilizer.

Dosis : 4 mg diberikan 3-4 kali sehari.


Azatadin Maleat USP ; Optimine Maleat; Zadine
 
Azatadin merupakan isoster aza dari siproheptadin
dimana ikatan rangkap dua dari 10,11-direduksi.
Azatadin merupakan antagonis-H1 yang kuat dengan
masa kerja panjang dan efek sedasi rendah.
Potensinya 3 x siproheptadin pada lapisan ileum
marmot terpisah dan mempunyai aktivitas yang
lebih besar dibanding klorfeniramin maleat.
Dosis lazim : 1-2 mg, dua kali sehari.
Antagonis H1 Generasi kedua

Untuk menghilangkan atau meminimalkan efek sedasi,


maka dikembangkan antihistamin generasi kedua,
yaitu senyawa yang mempunyai kelarutan pada lipid
yang rendah pada pH fisiologi, dan bekerja pada
reseptor H1 perifer.
Mereka bervariasi luas dalam strukturnya.
Contoh antihistamin generasi kedua tersebut antara lain
adalah terfanadin, feksofenadin, astemizol,
sefarantin, loratadin, setrizin, akrivastin, taksifilin dan
sodium kromolin.
1. Terfenadin ; Hiblorex; Nadane

Merupakan antagonis H1 selektif yang relatif tidak


menimbulkan efek sedasi dan anti-kolinergik. Senyawa
ini tidak berinteraksi dengan reseptor  dan 
adrenergik, karena tidak mampu menembus sawar
darah otak. Terfenadin efektif untuk pengobatan alergi
rinitis musiman, pruritik dan urtikaria kronik. Absorbsi
obat dalam cerna baik dan cepat.  
Awal kerja obat cepat sekitar 1-2 jam, efek mencapai
maksimum setelah 3-4 jam dan berakhir setelah
sekitar 8 jam. Metabolit utamanya adalah feksofenadin
(Allegra) yang juga merupakan antagonis H1 yang
poten.

2. Astemizole

Struktur Astemizole

Astemizole merupakan produk pengembangan dari be-


berapa benzimidazol. Efek sampingnya serupa
terfanadin.
3. Akrivastin ( Semprex)

Triprolidin
Senyawa analog triprolidin yang mempunyai lipofilitas
rendah karena ada gugus karboksilat (asam akrilat),
sehingga sukar menembus SSP dan kerja obat
menjadi lebih cepat.
Akrivastin digunakan untuk alergi kulit yang kronis.
Pemakaiannya sering dikombinasi dengan obat
dekongestant.
5. Cetirizine

Cetirizine merupakan metabolit asam dari oksidasi alko-


hol primer dari antihistamin hidroksizin. Memp. durasi
aksi lama dan selektivitas tinggi pada reseptor H-1.
4. Loratadin (= Claritin)

Azatadin
Loratadin
Merupakan turunan antihistamin trisiklik azatadin yang
poten, mempunyai masa kerja yang panjang dengan
aktivitas antagonis perifer yang selektif.
Loratadin dimetabolis melalui proses oksidasi dan bukan
hidrolisis menjadi deskarboetoksi loratadin.
Loratadin digunakan untuk meringankan gejala alergi
rinitis urtikaria kronik dan kelainan alergi dermatologis.
Antagonis H2
 
Antagonis H2 menjadi alternatif yang penting dalam
terapi borok peptic. Denominator umum dalam
etilogi borok peptic adalah adanya enzim proteolitik
aktif, yaitu pepsin.
Oleh karenanya mekanisme untuk mengobati dan
mencegah sakit borok peptik adalah mekanisme
penghambatan pepsin.
Mekanisme penghambatan aktivitas pepsin :

1.  Kompleksasi kimia


2. Penghambatan pH
3. Antasida
4. Anti sekresi
 1.      Kompleksasi
Turunan ester sulfat dan sulfonat dari poli sakarida
dan ligmin membentuk kompleks kimia dengan
enzim, pepsin.
Kompleks ini tidak mempunyai aktivitas proteolitik.
Karena polisulfat dan polisulfonat absorbsinya
dalam saluran gastro intestinal buruk, kompleksasi
kimia spesifik kelihatannya menjadi mekanisme
penghambatan pepsin yang diinginkan.
Sayangnya, polimer ini juga merupakan anti
koagulan yang poten.
Aktivitas pepsin itu tergantung pH. Aktivitas optimum
pada pH 1,5 – 2,5 pada 37º C.
Mekanisme antasid merupakan netralisasi asam,
bukan kompleksisasi kimia dengan pepsin.
Salah satu faktor yang menyulitkan adalah
ketidakpastian dari interval dosis.
Karena laju dan jumlah sekresi asam beragam
dengan perhatian individu terhadap makanan,
kebiasaan makan dan laju pengosongan lambung
yang membatasi durasi aksi antasid.
Secara teoritik pengikatan kembali asam adalah
masalah yang patensial karena pH isi lambung
mempengaruhi pelepasan gastrin.
pH sekitar 2,0 mekanisme gastrin untuk menstimulasi
sekresi lambung diblok, tetapi kenaikan pH diatas 3
menyebabkan pelepasan gastrin.
Oleh karena itu mekanisme antasid secara tidak
langsung menstimulasi sekresi asam.
Mekanisme antisekresi antagonis-H2
Antagonis-H2 menghambat aksi histamin langsung pada
sekresi asam yang distimulasi oleh gastrin atau asetil
kolin.
Menurut hipotesis, pensekresi itu mempunyai dua
kemajuan :

1. Kemanjuran intrinsic, yang menunjukkan respon


maksimal yang dihasilkan jika tidak ada obat lain.
2. Kemanjuran potensiasi yang menunjukkan besarnya
respon dengan adanya obat kedua yang
memperkuat aksinya.
Histamin mempunyai kedua kemanjuran intrinsic dan
potensiasi.
Sedangkan gastrin dan asetilkolin hanya mempunyai
kemanjuran potensiasi.
Obat antimuskarinik seperti atropin menekan sekresi
lambung yang terstimulasi histamin dengan memblok
aksi potensial asetilkolin.
Oleh karena itu, histamin dan antagonis-H2 mampu
mengalami tautorisme 1,3-prototropik dan tautomer
N-H pada keduanya lebih lazim.
Gugus donor elektron, mis. metil lebih menyukai tauto-
mer N-H yang lebih dekat, sedangkan gugus
penarik elektron tidak.
-R

Struktur Histamin
( -imidazoliletilamin atau 1-H-imidazol-4-etanamin)
Struktur burimamida menyukai tautomer N-H, sedang-
kan metiamida menyukai tautomer N-H.
Metiamida lebih poten  5x dibanding burimamida.
Jika gugus R diatas adalah metil (donor é), tautomer N-
H juga lebih disukai dengan demikian, efek tautomer
suatu rantai penarik elektron diperkuat oleh substituen
metil.

Rantai
Untuk memperoleh aktivitas optimal, cincin harus
dipisahkan dari gugus N oleh rantai setara dengan
rantai empat karbon.
Rantai yang lebih pendek menurunkan secara drastis
aktivitas antagonis H-2 nya.
Rantai harus mengandung substituen penarik elektron.
Senyawa yang lebih aktif mengandung rantai tio eter
isosterik (-S-) menggantikan gugus metilena (-CH2)

Gugus N
Untuk mendapatkan aktivitas antagonis yang
maksimum, gugus N-ujung harus merupakan
substituen non basis yang polar, misal gugus guanidin
yang terprotonkan pada pH fisiologik menghasilkan
senyawa yang antagonis lemah dan agonis parsial.
Struktur kimia dari antagonis H1 berbeda dengan
antagonis H2.
Antagonis H1 mempunyai gugus aril yang tidak perlu
mempunyai hubungan struktural dengan cincin
imidazol histamin, tetapi memberikan lipofilitas yang
besar kepada molekul.
Kemiripannya dengan histamin adalah memiliki gugus
rantai samping umumnya ammonium yang
bermuatan positif pada pH fisiologis.
Pada antagonis-H2 : merupakan molekul hidrofilik yang
mempunyai cincin imidazol yang mampu mengalami
tautomeri 1,3-proto tropik.
Mereka berbeda dengan struktur histamin pada rantai
samping yang meskipun polar, tetapi tidak
bermuatan.
Dengan demikian tidak menirukan aksi stimulasi
histamin.
H3C CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
S

Metiamida
N N
H

H3C CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
N-CN

N N Simetidin
H

(CH3)2 N-CH2 O
CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
CH-NO2
Ranitidin

(Z)
CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
S N-SO2NH2

(NH2)2 C=N- (Z)


N Famotidin
Obat-obat yang beraksi sebagai antagonis H2
1. Metiamida
H3C CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
S

Metiamida
N N
H

H3C CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
N-CN

N N Simetidin
H

(CH3)2 N-CH2 O
CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
CH-NO2
Ranitidin

(Z)
CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
S N-SO2NH2

(NH 2)2 C=N- (Z)


N Famotidin

Metiamida memgandung gugus tiourea non basik dan


pola.
Efektif dalam mengurangi sekresi asam lambung.
Substituen serupa dengan gugus sianoguanidin
merupakan gugus yang sangat polar, tetapi
pada pH fisiologis didominasi oleh yang tidak
terionisasi.
Senyawa yang dihasilkan adalah simetidin, yang
mempunyai aktivitas sama dengan metiamida
dan tidak memberikan efek samping
agranulositopenia.
2. Simetidin USP, Tagamet
H3C CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
S

Metiamida
N N
H

H3C CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
N-CN

N N Simetidin
H

(CH3)2 N-CH2 O
CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
CH-NO2
Ranitidin

(Z)
CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
S N-SO2NH2

(NH 2)2 C=N- (Z)


N Famotidin

Berupa padatan kristal tak berwarna, sedikit larut


dalam air (1,14% pada 37º C). Pada pH 7, larutan
dalam air stabil selama 7 hari. Mempunyai koefisien
partisi oktanol-air : 2,5.
Merupakan antagonis kompetitif histamin pada
reseptor H-2 dari sel parietal, sehingga secara
efektif dapat menghambat sekresi asam
lambung yang disebabkan oleh rangsangan
makanan maupun oleh asetil kolin, kaffein dan
insulin.
Simetidin digunakan untuk pengobatan tukak
lambung atau usus dan keadaan hipersekresi
yang patologis.
Efek samping yang ditimbulkan a.l. : diarrhae, pusing
dan kelelahan. Keadaan kebingungan dan impotensi
dapat terjadi meskipun bersifat terpulihkan.
Dosis lazim dewasa : borok duodenal-oral 300 mg,
4 x sehari sewaktu makan dan pada waktu tidur.
Kondisi hiper sekresi patologik-oral, 300 mg, 4 x sehari
dengan makanan dan pada waktu tidur, selama
pengobatan klinik.
Dosis anak lazim : oral, 5-10 mg per kg berat badan,
4 x sehari, dengan makanan dan waktu tidur
3. Ranitidin HCl = Ranin = Rantin
H3C CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
S

Metiamida
N N
H

H3C CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
N-CN

N N Simetidin
H

(CH3)2 N-CH2 O
CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
CH-NO2
Ranitidin

(Z)
CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
S N-SO2NH2

(NH 2)2 C=N- (Z)


N Famotidin

Merupakan senyawa analog simetidin dengan pe-


nggantian cincin imidazol dengan isosternya, yakni
cincin furan dan penggantian gugus sianogen
dengan gugus nitrometenil.
Merupakan antagonis kompetitif histamin pada reseptor
H2.
Digunakan untuk pengobatan tukak lambung atau usus.
Adanya modifikasi diatas maka dapat menghilangkan
efek samping dari simetidin, seperti ginekomastia,
konfusi mental dan mengurangi kebasaan senyawa.
Efek samping ranitidin a.l. hepatitis, trombosito-penia,
dan leukopenia yang terpulihkan.
Dosis : 150 mg, 2 x sehari atau 300 mg, sebelum tidur.
4. Famotidin = Facid = Restadin
H3C CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
S

Metiamida
N N
H

H3C CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
N-CN

N N Simetidin
H

(CH3)2 N-CH2 O
CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
CH-NO2
Ranitidin

(Z)
CH2-S-CH2-CH2-NH-C-NH-CH3
S N-SO2NH2

(NH2)2 C=N- (Z)


N Famotidin

Merupakan antagonis kompetitif histamin yang khas


pada reseptor H2 sehingga secara efektif dapat
menghambat sekresi asam lambung, menekan kadar
asam dan volume sekresi lambung.
Merupakan antagonis H2 yang kuat dan sangat selektif.
Efek samping obat a.l. adalah trombositopenia,
konstipasi, diarrhe, sakit kepala dan pusing.
Kadar plasma tertinggi dicapai dalam waktu 1-3 jam
setelah pemberian oral dengan masa kerja obat ± 12
jam
Dosis : 75 mg, 2 x sehari sebelum tidur.

Anda mungkin juga menyukai