ANTIHISTAMIN
DISUSUN OLEH :
2. INDAH PURNAMA
3. NURITA
4. SUMARJA
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histaamin
dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi reseptor H1, H2, dan H3. Efek
antihistamin bukan suatu reaksi antigen-antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah
efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat mencegah produksi
histamine. Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat secara bersaing interaksi histamin
dengan reseptor khas. Berdasarkan hambatan pada reseptor khas, antihiistamin dibagi menjadi
tiga kelompok yaitu antagonis H1 dan antagoonis H2. Antagonis H1 digunakan untuk
pengobatan gejala-gejala akibat reaksi energy. Antagonis H2 digunakan unuk mengurangi
sekresi asam lambung pada pengobatan penderita tukak lambung.
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan
oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari tanaman.
Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.
Terdapat beberapa jenis antihistamin, yang dikelompokkan berdasarkan sasaran kerjanya
terhadap reseptor histamin.
Bab II
Isi
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin
terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin (penghambatan saingan). Pada
awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor
khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2,maka secara farmakologi reseptor histamin
dapat dibagi dalam dua tipe , yaitu reseptor-H1 da reseptor-H2. Berdasarkan penemuan ini,
antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni antagonis reseptor-H1 (singkatnya
disebut H1-blockers atau antihistaminika) dan antagonis reseptor H2 ( H2-blockers atau zat
penghambat-asam
Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding
pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek
histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis,
antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi Dahulu antihistamin dibagi secara
kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar
kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.
Obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat
histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah
berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah
menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi
sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida.
Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita
reflux. Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine,
famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin.
Antihistamin yang memblok reseptor H1 secara umum mempuyai struktur sebagai berikut:
R’
O, adalah turunan aminoalkil eter, senyawa menimbulkan efek sedasi yang besar..
N, adalah turunan etilendiamin, senyawa lebih aktif tetappi juga lebih toksik.
CH, adalah turunan alkilamin, senyawa kurang aktif tetapi toksisitasnya lebih
rendah.
Histamin H1 ditemukan di jaringan otot, endotelium dan sistem saraf pusat. Bila histamin
berikatan dengan reseptor ini, maka akan mengakibatkan vasodilasi, bronkokun, striksi, nyeri
dan gatal pada kulit. Reseptor ini adalah reseptor yang paling bertanggung jawab terhadap gejala
alergi. Antagonis reseptor histamin-H1secara klinis digunakan untuk mengobat alergi, contoh
obatnya adalah difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizina, quetiapine ( khasiat
antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini) dan prometazina.
a. Turunan eter amino alkil
Rumus : Ar(Ar-CH2) CH-O-CH2-CH2-N(CH3)2
b. Turunan etilendiamin
Rumus umum ; Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antagonis H1 dengan keefektifan yang cukup tinggi, meskipun penekan
system saraf dan iritasi lambung cukup besar.
d. Turunan piperazin
Turunan ini memunyai efek antihistamin sedang dengan awal kerja lambat dan masa
kerjanya relativ panjang
e. Turunan fenotiazin
Selain mempunyai efek antihistamin, golongan ini juga mempunyai aktivitas tranquilizer,
serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat analgesic dan sedativ.
Antihistamin yang memblok reseptor H2 secara umum mempuyai struktur sebagai berikut:
Stuktur Kimia
1. Antihistamin H1
2. Antihistamin H2
Memunyai struktur serupa dengan histamine yaitu mengandung cincin imidazol, tetapi
yang membedakan adalah panjang gugus rantai sampingnya. Sekresi asam lambung dipengaruhi
oleh histamine, gastrin, dan asetilkolin, antagonis H2 menghambat secara langsung kerja hstamin
pada sekresi asam lambung dan menghambat kerja potensial histamine pada sekresi asam yang
dirangsang oleh gastrin atau asetilkolin, sehingga histamine mempunyai efikasi intrinsic dan
efikasi potensial, sedang gastrin dan aetilkolin hanya mempunyai efikasi potensial.
Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh histamin, gastrin dan asetilkolin. Antagonis H2
menghambat secara lansung kerja histamin pada sekresi asam (efikasi intrinsik) dan menghambat
kerja potensiasi histamin pada sekresi asam, yang dirangsang oleh gastri atau asetilkolin ( efikasi
potensiasi). Jadi, antihistamin mempunyai efikasi intrinsik dan efikasi potensiasi, sedang gastrin
dan asetilkolin hanya mempunyai efikasi potensial. Hal ini berarti bahwa hanya histamin yang
dapat meningkatkan sekresi asam, sedang gastrin atau asetilkolin hanya meningkatkan sekresi
asam karena efek potensiasinya dengan histamin.
Contohnya :
Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat
serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang paling sering
ialah sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien yang perlu
banyak tidur. Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi
sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengurangan dosis atau
penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat mengurangi efek sedasi ini. Astemizol, terfenadin,
loratadin tidak atau kurang menimbulkan sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan efek
sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia,
euphoria, gelisah, insomnia dan tremor. Efek samping yang termasuk sering juga ditemukan
ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare,
efek samping ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan.
Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi,
hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek samping karena efek
antikolinergik tersebut kurang pada pasien yang mendapat antihistamin nonsedatif. AH1 bisa
menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat penggunaan lokal
berupa dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah dilaporkan terjadi. Selain itu
pemberian terfenadin dengan dosis yang dianjurkan pada pasien yang mendapat ketokonazol,
troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid dapat memperpanjang interval QT dan
mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel. Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan
gangguan fungsi hati yang berat dan pasien-pasien yang peka terhadap terjadinya perpanjangan
interval QT (seperti pasien hipokalemia). Kemungkinan adanya hubungan kausal antara
penggunaan antihistamin non sedative dengan terjadinya aritmia yang berat perlu dibuktikan
lebih lanjut.
Cara Pembuatan:
Jalur kedua: dari piridin, melalui alkilasi oleh 4-klorobenzilklorida, menghasilkan 2-(4-
klorobenzil) piridin (16.1.13). Alkilasi produk ini dengan 2-dimetilaminoetilklorida dalam
natrium amida menghasilkan klorfeniramin (16.1.12)
Bab III
Penutup
Kesimpulan
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin
terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor-histamin (penghambatan saingan).
Antihistaminikum juga dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yakni Antagonis reseptor-H1
(singkatnya disebut H1-blockers atau antihistaminika) dan Antagonis reseptor-H2 (H2-
blockers atau zat penghambat asam).
Daftar Pustaka
http://arimjie.blogspot.com/2012/05/sintesis-obat-chlorpheniramine.html diakses
tanggal 27 September 2014