Anda di halaman 1dari 44

Kepemimpinan Dalam

Manajemen Sumber Daya


Manusia
Dr. H. Yohny Anwar, MM., MH
• Perusahaan sebagai organisasi bisnis merupakan sistem sosial yang
berlapis-lapis. Mulai dari lapisan yang paling kecil yaitu
individu, kemudian membesar menjadi hubungan antar pribadi,
menjadi group atau tim kerja, seterusnya menjadi departemen atau
divisi, akhimya menjadi unit bisnis, bahkan berkembang menjadi
korporasi atau group of businesses. Semakin luas cakupan suatu
sistem sosial di dalam organisasi, maka akan semakin penting
keberadaaan dan peranan dari struktur organisasi.
• Struktur organisasi secara umum menciptakan dua posisi yaitu posisi
atasan (superior) dan posisi bawahan (subordinates). Atasan dapat
berupa team leader, supervisor, manager, general manager, atau pun
director. Sedangkan, bawahan dapat berupa anggota tim kerja yang
memiliki keahlian tertentu (staf fungsional) atau pun yang memiliki
beragam keahlian (staf operasional).
• Untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien, maka
idealnya posisi atasan itu diduduki oleh orang-orang yang memiliki
kemampuan berkinerja yang tinggi (high performance). Sehingga
dengan posisi strukturalnya sebagai atasan, mereka dapat memberikan
pengaruh yang konstruktif terhadap seluruh bawahan dalam
pencapaian tujuan organisasi.
• Kita tidak perlu sibuk-sibuk melakukan pelatihan ini itu, atau punya juga
memberi hadiah ini dan itu untuk mendongkrak kinerja organisasi
secara keseluruhan. Cukup dengan menempatkan orang-orang yang
berkinerja bagus pada posisi yang dapat berpengaruh. Sekaligus juga
"mengisolasi" orang-orang yang berkinerja buruk agar cukup
berpengaruh hanya pada dirinya saja. Dari sinilah kita menjadi paham
bahwa kinerja individu, posisi, dan pengaruh adalah penting bagi
kinerja organisasi secara keseluruhan.
• Orang-orang harus didorong agar berkinerja bagus, kemudian orang
yang berkinerja bagus harus mendapatkan posisi yang lebih besar
untuk dapat mempengaruhi orang lain, dan orang-orang yang sudah
berada di posisi sebagai atasa tersebut harus dapat berpengaruh
terhadap seluruh anggota tim. Dan kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang banyak merupakan kemampuan atau kapabilitas
kepemimpinan seseorang. Inilah arti penting kepemimpingan bagi
organisasi.
• Mengapa kepemimpinan perlu dikembangkan? Ya karena lewat
kepemimpinan sekelompok kecil orang yang berada pada posisi
atasan (20% atau bahkan kurang) dapat memberikan pengaruh
positif terhadap orang lainnya yang berada pada posisi bawahan
(80% atau bahkan lebih).
• John Maxwell berpendapat bahwa "Leadership is influence, nothing
more nothing less." (Maxwell, 2007). Kepemimpinan bukanlah posisi.
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi. Bisa saja
seseorang atasan itu tidak mampu mengaruhi anggota tim kerjanya.
Bisa juga seorang bawahan yang tidak memiliki posisi struktural
tetapi justru lebih didengarkan atau diikuti oleh anggota tim kerja yang
lain daripada atasannya yang memiliki posisi struktural.
• Jadi, tanpa kemampuan mempengaruhi seorang atasan hanyalah
atasan belaka, bukanlah pemimpin. Lebih tegas lagi, Peter Drucker
mengatakan bahwa "The only definition of leader is who has followers"
(Kruse, 2013). Tanpa ada orang lain yang bersedia untuk mengikuti,
maka seseorang bukanlah pemimpin, namun hanyalah orang yang
berjalan sendirian.
• Jika kepemimpinan hanya semata-mata "ability to influence" saja, maka
apa bedanya seorang pemimpin dengan penipu? Penipu juga
memiliki kemampuan yang hebat dalam mempengaruhi orang lain. Kalau
tidak ada kemampuan mempengaruhi, maka dia tidak efektif dalam
menipu. Tentu saja berbeda antara pemimpin dan penipu. Perbedaannya
terletak pada konsen atau kepedulian. Penipu mempengaruhi orang lain
hanya peduli pada kepentingan sendiri (self-concern). Penipu tidak pemah
mau peduli terhadap kepentingan orang yang jadi target atau korban
penipuannya.
• Sementara pemimpin, mereka mempengaruhi orang lain bukan
untuk kepentingan diri sendiri, tapi justru untuk kepentingan orang
yang dipengaruhi (concern to the others). Hal ini sejalan dengan
pernyataan Bill Gates, bahwa "as we look ahead into the next century,
leaders will be those who empower OTHERS'' (George dkk., 2015).
Bahwasanya pemimpin adalah mereka yang peduli pada orang lain,
bersedia memberdayakan orang lain. Bukan memperdayakan orang lain.
• seorang pemimpin tidak hanya berorientasi "sekarang " atau "saat ini"
saja. Pemimpin berorientasi masa depan. Hari ini kita bisa saja tertawa
sepuas hati, namun apa gunanya kalau besok kita menangis sejadi-jadinya.
Seorang pemimpin berorientasi pada masa depan, memikirkan kondisi
atau keadaan ideal seperti apa yang seharusnya diraih bersama-sama di
masa depan. Hal ini sejalan dengan pendapat Warren Bennis bahwa
"leadership is a capacity to translate vision into action" (Bennis, 2008).
Kepemimpinan adalah kapasitas seseorang untuk mengubah cita-
cita bersama menjadi tindakan bersama.
• kita dapat menarik kesimpulan bahwa kepemimpinan (leadership)
merupakan suatu kemampuan seseorang untuk melakukan process of
social influence yang memberdayakan orang lain untuk mewujudkan
sebuah visi atau cita-cita bersama. Lewat definisi tersebut, kepemimpinan
direfleksikan dalam tiga dimensi (Saputra, 2017, 2018), yaitu
kemampuan mempengaruhi (influence), kepedulian terhadap orang
lain (concern), dan orientasi terhadap masa depan (orientation).
• Melalui ketiga dimensi tersebut, kita dapat mengelompokkan orang-
orang dalam organisasi menjadi delapan level. Level paling rendah
adalah level pertama, yaitu orang-orang yang tidak dapat mempengaruhi
orang lain ( low influence), hanya peduli pada diri sendiri (self concern)
dan hanya berorientasi saat ini saja ( current orientation).
• Sedangkan level tertinggi adalah level kedelapan, yaitu orang-orang
yang mampu mempengaruhi orang lain (high influence), peduli
terhadap orang banyak (concern to others), dan berorientasi pada masa
depan (future orientation). Sehingga dengan demikian, pengembangan
kepemimpnan adalah upaya yang sistematis dilakukan organisasi
untuk mendongkrak level kepemimpinan seseorang dari level rendah
menuju level tertinggi yaitu level delapan.
• Pengembangan kepemimpinan dalam perspektif systemic thinking
(Frank dkk., 2016), yaitu kepemimpinan sebagai suatu sistem.
Kepemimpinan sebagai suatu kapabilitas dapat dipandang sebagai
entitas yang setidaknya memiliki tiga elemen utama yaitu masukan
(input), tahapan (process) dan keluaran (output). Keluaran merupakan
hasil atau produk dari tahapan dan masukan. Semakin lengkap
masukannya yang tersedia dan semakin sempuma tahap an yang
dilakukan, maka kepemimpinan akan menghasilkan keluaran yang
semakin berdampak.
Setidaknya ada enam keluaran yang dapat diharapkan suatu sistem
kepemimpinan, yaitu keterpercayaan, keterlibatan, terselesainya
masalah,tercapainya tujuan, kualitas hidup yang lebih baik, dan
pemimpin-pemimpin baru.
• Keluaran pertama adalah keterpercayaan atau trust. Kepemimpinan
harus mampu membuat para pengikut untuk yakin bahwa atasan yang
memimpin mereka memiliki kemampuan dan karakter yang memadai
untuk membawa mereka kepada terwujudnya kehidupan yang lebih baik.
• Keluaran kedua adalah keterlibatan atau involvement. Setelah
percaya kepada sang pemimpin, maka para pengikut pun mulai terlibat
dalam kegiatan yang diarahkan oleh sang pemimpin. Keterlibatan
tersebut dapat terlihat dari kesediaan anggota tim untuk memberikan
waktu, pikiran, tenaga, perasaan, bahkan harta maupun jiwa mereka
untuk terwujudnya tujuan atau cita-cita bersama.
• Keluaran ketiga adalah terselesainya masalah atau solved problems.
Karena terlibatan para anggota maka mulailah satu per satu
permasalahan atau hambatan yang dihadapi oleh tim kerja terselesaikan
atau tertangani.
• Keluaran keempat adalah tercapainya tujuan atau achieved vision. Dengan
terselesainya masalah atau hambatan yang dihadapi, unit kerja atau tim
bergerak semakin mendekati dengan tujuan yang diinginkan. Dengan
bila kondisi ini dipertahankan dan ditingkatkan, maka akhimya
perusahaan mencapai tujuannya.
• Keluaran kelima adalah kehidupan yang lebih baik atau higher quality
of life. Dengan terwujudnya visi, maka unit kerja atau tim kerja
mendapatkan kesempatan yang lebih baik untuk tumbuh dan
berkembang. Hal ini akan memberikan pengaruh positif terhadap
kualitas hidup yang dialami oleh semua orang yang ada di dalam
kepemimpinan tersebut.
• Keluaran keenam, pemimpin-pemimpin baru atau new leaders. Hasil
terbesar dari kepemimpinan adalah menghasilkan pemimpin-
pemimpin baru. Anggota tim kerja yang tadinya bekerja bersama sang
pemimpin bertumbuh dan berkembang kemampuannya. Bila
anggota-angota tersebut mendapat kesempatan atau posisi untuk
memimpin, maka jadilah mereka pemimpin-pemimpin baru.
• Jack Welch memiliki konsep empat E dari GE Leadership (Bartlett dan
Wozny, 1999), untuk menjelaskan enam proses dalam tahapan kepemimpinan,
yaitu exploring, envisioning, encouraging, empowering, enabling, dan enabling.
• Proses pertama, Mengeksplorasi Keadaan atau Exploring merupakan tahapan
paling awal ketika seseorang mendapat kesempatan untuk memimpim. Pada
tahap ini mereka meluangkan waktu mempelajari keadaaan yang dihadapi oleh
tim kerja. Pada tahap ini sang pemimpin berupaya untuk mendengarkan dan
menyimak sebanyak mungkin dari aktor-aktor kunci dalam tim kerja.
• Proses kedua, Menetapkan Tujuan atau Envisioning merupakan tahap
selanjutnya. Setelah memahami dengan baik kondisi yang dihadapi oleh
tim kerja, maka saatnya sang pemimpin merumuskan kondisi ideal
yang ingin dicapai di masa depan. Tujuan merupakan pemandu yang
menghubungkan kondisi unit atau tim kerja saat ini dengan kondisi ideal
yang diharapkan terjadi di masa depan.
• Proses ketiga, Meyakinkan Tim atau Encouraging merupakan tahapan
untuk menyakinkan seluruh anggota tim bahwa tujuan di masa depan
bukanlah hal yang mustahil untuk dicapai. Tujuan yang dicanangkan dan
disepakati pada proses envisioning bisa masih terkesan "muluk" dibenak
pikiran para anggota tim. Tujuan dari proses ini adalah membangun
optimisme seluruh anggota tim. Sang pemimpin berupaya untuk
membangun hubungan logis antara kondisi buruk saat ini dengan
kondisi ideal di masa depan.
• Proses keempat, Memberdayakan Tim atau Empowering merupakan
tahapan untuk melengkapi anggota tim dengan keterampilan-
keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Anggota tidak
hanya optimis terhadap tujuan atau visi yang ingin dicapai, tetapi juga
kompeten untuk mencapainya.
• Proses kelima, Menyiapkan Sarana dan Prasarana atau Enabling
merupakan tahapan di mana sang pemimpin berjuang untuk
menyediakan sarana dan prasana yang dibutuhkan tim kerja untuk
mencapai atau mempercepat pencapaian visi yang disepakati.
• Proses keenam, Memuliakan Anggota yang Berkontribusi atau Enobling merupakan
tahapan untuk mendistribusikan penghargaan dan kesempatan bertumbuh. Melalui
proses pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima unit atau tim kerja akhimya
mencapai visi atau tujuannya. Dan begitu tujuan tersebut tercapai, maka sang
pemimpin direkomendasikan untuk mendistribusikan kesempatan bertumbuh untuk
periode selanjutnya dan penghargaan kepada seluruh anggota tim. Pendistribusian
tersebut berdasarkan kontribusi yang diberikan. Semakin besar kontribusi yang
anggota tersebut berikan, maka akan semakin besar penghargaan dan kesempatan
untuk bertumbuh yang mereka peroleh. Melalui proses keenam ini, para
anggota dimuliakan, dimajukan, dan ditinggikan harkat, martabat, dan derajatnya.
• Untuk menjalankan tahapan dan menghasilkan keluaran dari sistem
kepemimpinan, maka ada enam masukan yang ada yaitu leader, team
members, structure, culture, resources, dan stakeholders. Pemimpin atau
leaders merupakan aktor sentral dari sistem kepemimpinan. Pemimpin
menjalankan tahapan kepemimpinan terhadap team members atau para
pengikutnya. Pemimpin memiliki cakupan pengaruh yang sangat
tergantung pada struktumya.
• Semakin tinggi posisi seorang pemimpin dalam suatu struktur organisasi,
maka semakin luas cakupannya untuk memberikan pengaruh. Dalam
memberikan pengaruh tersebut, pemimpin mendapatkan dukungan
maupun hambatan dari budaya (culture) yang berkembang. Dalam
memberikan pengaruh terhadap para pengikut, pemimpin juga
mendayagunakan sumber daya (resources) untuk menyediakan sarana
dan prasarana yang dibutuhkan para pengikut. Dalam menjalankan tahapan
kepemimpinan, pemimpin dan para pengikuti dipengaruhi dan
mempengaruhi para pemangku kepentingan (stakeholders).
• Komponen pertama adalah pemimpin. Dalam sistem kepemimpinan di
organisasi, setiap atasan dihadapkan pada dua tantangan utama, yaitu
tantangan mengelola pekerjaan (task related) dan tantangan
mengelola orang-orang yang mengerjakannya (people related).
Bersamaan dengan tantangan-tantangan tersebut, atasan juga dituntut
untuk mencapai sasaran jangka pendek (short term orientated) dan juga
sasaran jangka panjang (long term oriented)
Sebagai pemimpin unit kerja, atasan diharapkan mampu menjalankan
empat peranan peranan (Conner dan Ulrich, 1996) sebagai:
I. Administrative expert
Atasan seharusnya menguasai dengan baik aspek teknis dan administrasi
pekerjaan-pekerjaan yang ada dalam teritorinya. Peran administrative
expert ini terkait dengan tantangan mengelola pekerjaan dalam jangka
pendek.
2. Employee champion
Atasan seharusnya menjadi juara di hati para anggota timnya Bila terjadi
masalah non teknis, maka anggota tim akan mencari dan berdiskusi dengan
atasannya, bukan dengan pihak lain untuk menemukan solusi. Peran
employee champion ini berhubungan dengan tantangan mengelola orang
dalam jangka pendek.
3. Change agent
Atasan seharusnya piawai untuk membantu anggota tim kerj a
berkembang kompetensinya. Peran ini terkait dengan tantangan mengelola
orang dalamjangka panjang.
4. Strategic partner
Atasan seharunys menjadi mitra strategis yang memiliki sense-of•
businesses dalam pengembangan unit kerja untuk berkembang. Peran ini
terkait dengan tantangan mengelola pekerjaan dalam jangka panjang.
• Berkaitan dengan anggota tim kerja sebagai objek dari sistem
kepemimpinan, terdapat empat kategori (Saputra, 2020), yaitu:
1. Tenaga kerja (workforce) adalah otang-orang yang bekerja untuk
perusahaan di mana hanya tenaganya saja yang didayagunakan. Mereka
melakukan pekerjaan teknis dan rutin. Kinerja mereka sangat
tergantung pada kehadiran mereka dalam organisasi. Semakin
mereka bisa berperilaku disiplin dan jujur, semakin banyak tenaga yang
mereka kontribusikan bagi organisasi
2. Sumber daya manusia (human resource) adalah orang-orang yang
mendayagunakan keterampilan atau kemampuan khususnya untuk bekerja
pada perusahaan. Kinerja mereka tidak selalu tergantung pada
kehadirannya secara fisik dalam organisasi. Kemampuan analitis dan
keterampilan dikembangkan dalam jangka waktu lama.
3. Kapital humani (human capital) adalah orang-orang yang mampu
mendatangkan pemasukan atau revenue bagi perusahaan jauh lebih besar
daripada biaya yang ditimbulkan oleh kehadirannya dalam perusahaan.
Tidak semua sumber daya manusia adalah kapital humani. Kapital humani
adalah sumber daya manusia yang bisa mendatangkan keuntungan atau
economic surplus bagi perusahaan
4. Orang bertalenta (talent) adalah orang-orang yang keberadaannya
mereka di dalam perusahaan akan sangat menentukan daya saing
perusahaan tersebut di dalam industri. Mereka bukan hanya kapital humani
yang memberikan pendapatan yang jauh lebih besar daripada biaya yang
dikeluarkan oleh organisasi, namun juga menentukan posisi saing
perusahaan di antara para pesaingnya.
• Dengan mempertimbangkan keempat kategori anggota tim yang menjadi
objek kepemimpinan, maka penting bagi seorang atasan untuk
memberikan pendekatan yang berbeda. Kepemimpinan yang cocok atau
efektif untuk workforce tentulah tidak akan cocok bila diterapkan pada
tim kerja yang berkategori talent. Karena itu dalam menjalan
sistem kepemimpinan, atasan itu adalah sangat penting untuk mengenali
siapa dan apa kategori dari seluruh anggota tim kerjanya. Anggota tim
yang berbeda kategori membutuhkan pendekatan kepemimpinan yang
berbeda pula
• Semakin tinggi posisi seorang atasan dalam struktur suatu organisasi
maka akan semakin luas cakupan mereka maupun anggota tim mereka.
Dengan mengadaptasi konsep leadership pipeline (Charan dkk.,
2010), maka cakupan atasan sebagai pemimpin dapat dikelompokkan
menjadi pengelola hubungan (managing relationship), pengelola
tim kerja (managing team), pengelola fungsi kerja (managing
function), dan pengelola bisnis (managing business).
Dengan memadukan ketiga komponen tersebut-atasan sebagai pemimpin, anggota tim
sebagai pengikut, dan struktur organiasasi, maka pengembangan kepemimpinan
dalam perusahaan dapat diarahkan menjadi empat pola, yaitu:
1. Leadingfor action adalah program pengembangan kepemimpinan untuk para
team leader yang mengelola tenaga kerja operasional lapangan (workforce).
Sasaran yang diharapkan dari kepemimpinan pada level ini adalah eksekusi atau
menghasilkan tindakan atau action yang dibutuhkan untuk merealisasikan rencana
kerja atau arahan dari lapis manajerial di atasnya. Melalui kepemimpinannya, para
team leader dituntut lebih banyak berperan sebagai administrative expert
dengan mengembangkan aspek kejujuran (honesty) dan kedisiplinan dari anggota
timnya.
2. Leading for performance yaitu program pengembangan
kepemimpinan untuk para supervisor yang mengelola anggota tim yang
berkategori human resources. Supervisor dituntut untuk berperan
sebagai employee champion. Karena kontribusi utama dari anggota tim
bukanlah tenaga semata, tetapi juga pikiran dan keterampilan
tertentu. Suasana hati akan berpengaruh terhadap kinerja merka.
Karena itu melalui kepemimpinan, supervisor diharapkan dapat
mengembang keterampilan dan menjaga motivasi dari tim kerjanya.
3. Leadingfor effectiveness merupakan program pengembangan
kepemimpinan pada level direksi atau senior management. Mereka tidak hanya
memimpin anggota yang berkategori human capital, tetapi juga talented
people. Sasaran yang diharapkan dari kepemimpinan mereka adalah
keberlangsungan bisnis yang terus menerus (sustainability). Mereka tidak
hanya memperhatikan aspek internal organisasi, tetapi juga berkolahoasi dengan
pihak lain yang menjadi pemangku kepentingan dari perusahaan.
Melalui kepemimpnan mereka, diharapkan, organisasi tercukupi kebutuhan
akan talent untuk menjadi unggul dibandingkan para pesaing.

Anda mungkin juga menyukai