Kemajuan yang begitu pesat di bidang Teknologi Informasi (TI) telah memberikan sumbangan yang besar bagi berkembangnya dunia informasi dan Transaksi Elektronik. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri, kemajuan yang begitu dahsyat tersebut di satu sisi membawa berkat bagi kemanusiaan tetapi di sisi yang lain juga dapat membawa mudarat bagi kemanusiaan. Kemajuan di bidang informasi dan Transaksi Elektronik telah menempatkan manusia dalam posisi yang makin paripurna dalam mengemban misi kekhalifahan di muka bumi tetapi juga dapat berpotensi menggelincirkan posisi kemanusiaan pada titik terendah ketika penggunaan informasi dan Transaksi Elektronik dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab dengan menyerang kehormatan dan nama baik orang lain. Apabila tumbuh marak berbagai bentuk kejahatan tetapi tidak ada hukum yang mengatur dan bersifat memaksa, maka kejahatan-kejahatan tersebut akan membunuh masyarakat dimana kejahatan itu berada. Akan tetapi, membuat ketentuan hukum terhadap bidang yang berubah dengan cepat sungguh bukan perkara yang mudah, sehingga diperlukan perubahan paradigma model hukum baru seiring dengan dinamika perkembangan dan kemajuan dunia siber (cyberspace). Karakteristik aktivitas di dunia siber yang bersifat lintas batas yang tidak lagi tunduk pada batasan-batasan teritorial dan hukum tradisional memerlukan hukum baru, sebab Pasal-Pasal tertentu dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) dianggap tidak cukup memadai untuk menjawab persoalan-persoalan hukum yang muncul akibat aktivitas di dunia siber. Meskipun aktivitas internet sepenuhnya beroperasi secara virtual, namun sesungguhnya masih tetap melibatkan masyarakat (manusia) yang hidup di dunia nyata (real/physical world). Oleh karenanya, sebagaimana halnya di dunia nyata, aktivitas dan perilaku manusia di dunia siber (cyberspace) pun tidak dapat dilepaskan dari pengaturan dan pembatasan oleh hukum Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan UU No. 19 Tahun 2016 merupakan langkah yang diambil pemerintah dalam rangka menyempurnakan aturan yang sudah ada. Salah satu penyempurnaan substansi tersebut adalah memperkuat peran pemerintah dalam melakukan pencegahan dan pemutusan akses terhadap sebuah situs. Selain itu, tujuan diperbaruinya UU ITE adalah untuk memberikan kepastian hukum dan pelindungan hukum kepada masyarakat dalam menggunakan media internet. ● Pengaturan pemutusan akses informasi elektronik dalam UU No. 19 Tahun 2016 menyebutkan bahwa penyebaran konten melalui media elektronik dapat menjadikan opini publik yang mengarah pada konflik sosial yang berkepanjangan.
● Oleh karena itu, pemutusan akses informasi elektronik yang
berisikan berita bohong dan ujaran kebencian perlu dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memberikan pelindungan hukum kepada masyarakat. Pemutusan akses elektronik terhadap konten tersebut perlu dilakukan dengan cepat akan tetapi tepat sasaran. Hal ini dilakukan dalam rangka menjaga penegakan hukum tidak melanggar HAM, Pembatasan tersebut sudah diberikan di dalam undang-undang. Dampak negatif lain dari perkembangan teknologi informasi yaitu berupa tindak pidana atau kejahatan, yang tidak dapat ditangani secara konvensional. Pembuktian kejahatan dengan alat bukti yang terdapat dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa, kurang memadai. Dengan berlakunya beberapa UU dan diperkuat dengan UU ITE, alat bukti di persidangan diperluas dengan mengakomodasi alat bukti elektronik. Pasal 5 ayat (1) UU tersebut menyatakan, bahwa “Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah”. Selanjutnya dalam ayat (2) dinyatakan bahwa; “Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia”. SEKIAN, TERIMA KASIH
Analisis Putusan Nomor 97-Pid - sus-2011-PN - SLMN Terhadap Tindakan Mengakses Komputer Secara Melawan HukuM Yang Mengakibatkan Kerusakan Sebagai Dasar Peringan