Anda di halaman 1dari 26

PENYAKIT TIDAK MENULAR

PSIKOSIS

KELOMPOK 6
CHALZA NURHAEDA FAZRIANI
(R.2101010034)
CITRA MIRA KANIA NURJANAH
(R.2101010007)
DEFINISI PSIKOSIS
Psikosis adalah penyakit mental yang menyebabkan pengidapnya
mengalami gangguan dalam membedakan antara imajinasi dengan realita.
Gangguan psikosis ditandai dengan munculnya gejala halusinasi dan waham
(delusi). Jika tidak ditangani dengan tepat, kondisi ini bisa semakin parah
dan mebuat pengidapnya semakin bermasalah dengan kondisi mentalnya.

Penyakit ini terjadi karena ada gangguan pada otak. Gangguan yang terjadi
memengaruhi cara kerja organ ini dalam memproses informasi. Alhasil,
pengidapnya mengalami perubahan dalam cara berpikir dan berprilaku.
Gangguan mental bisa mengganggu kehidupan dan menurunkan kualitas
hidup pengidapnya, sehingga harus segera mendapatkan penanganan yang
tepat.
SEJARAH PSIKOSIS
Istilah "psikosis" diperkenalkan oleh Karl Friedrich Canstatt dan Ernst von
Feuchtersleben pada abad ke-19. Istilah "psikosis" berasal dari kata Yunani
yang berarti kondisi jiwa yang abnormal. Psikosis dibedakan dari
"neurosis" yang memengaruhi sistem saraf. Emil Kraepelin
mengembangkan pendekatan klinis baru untuk penyakit mental dan
membagi psikosis menjadi kegilaan manik depresif dan demensia praecox.
Kegilaan manik depresif meliputi gangguan mood seperti depresi klinis dan
bipolar, sementara demensia praecox mengacu pada penyakit mental tanpa
gangguan mood dengan kemunduran psikotik dan disintegrasi kognitif.
TANDA DAN GELAJA PSIKOSIS
Seseorang dengan psikosis biasanya akan memiliki gejala yang meliputi:

1. Halusinasi, yaitu sebuah kondisi yang ditandai dengan adanya sebuah


persepsi yang dirasakan tanpa adanya rangsangan nyata terhadap panca
indra. Hal ini meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, dan
sentuhan. Sebagai contoh, pengidap merasa melihat suatu sosok atau
mendengar suara yang tidak nyata.

2. Delusi atau waham adalah sebuah keyakinan yang dipegang oleh


pengidap, tetapi keyakinan tersebut adalah salah. Misalnya, seseorang
merasa dirinya adalah seorang manusia super yang bisa terbang.

3. Rasa cemas yang berlebihan.


4. Depresi.
5. Sulit berkonsentrasi
6. Tidur terus-menerus.
7. Penuh dengan rasa curiga.
8. Mengalami gangguan mood.
9. Cenderung menjadi murung, menarik diri dari lingkungan
keluarga atau teman.
10.Gangguan dalam berbicara, seperti tidak fokus, berpindah dari
topik satu ke topik lain, dan sering kali tidak nyambung.
11.Memiliki pikiran-pikiran untuk bunuh diri dan melakukan
percobaan bunuh diri.
ETIOLOGI PENYAKIT PSIKOSIS
Etiologi psikosis tidak dapat disederhanakan menjadi satu faktor tunggal,
melainkan melibatkan sejumlah faktor yang saling berinteraksi. Berikut adalah
beberapa faktor etiologi yang dapat berperan dalam perkembangan psikosis:

1. Faktor Genetik: Ada bukti kuat bahwa faktor genetik berperan dalam
perkembangan psikosis. Jika ada anggota keluarga yang menderita gangguan
psikotik seperti skizofrenia, risiko seseorang untuk mengalami psikosis
meningkat. Penelitian juga telah mengidentifikasi beberapa gen yang terkait
dengan risiko psikosis.
2. Gangguan Kimia di Otak: Ketidakseimbangan atau disfungsi
neurotransmiter, seperti dopamin, serotonin, dan glutamat, telah dikaitkan
dengan perkembangan psikosis. Dopamin, misalnya, telah terkait dengan
gejala positif psikosis, seperti waham dan halusinasi.
3. Faktor Lingkungan: Lingkungan juga memainkan peran penting dalam
perkembangan psikosis. Trauma, terutama trauma pada masa kanak-
kanak, seperti pelecehan fisik atau seksual, penelantaran, atau kekerasan,
dapat meningkatkan risiko psikosis pada masa dewasa

4. Faktor Neurobiologis: Beberapa kelainan neurobiologis telah dikaitkan


dengan psikosis. Misalnya, gangguan pada struktur dan fungsi otak,
termasuk perubahan pada volume otak, koneksi sinaptik, dan aktivitas
jaringan otak, dapat mempengaruhi perkembangan psikosis.

5. Faktor Perkembangan: Psikosis sering kali muncul pada masa remaja atau
awal dewasa. Perubahan hormonal, perubahan sosial, stres akademik, dan
perkembangan identitas individu pada periode ini dapat mempengaruhi
risiko psikosis.
KLASIFIKASI PENYAKIT PSIKOSIS
Penyakit psikosis dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis utama,
dengan yang paling umum adalah skizofrenia, Berikut adalah beberapa
klasifikasi penyakit psikosis yang umum:

1. Skizofrenia : Skizofrenia adalah bentuk psikosis yang paling umum.


Penderita skizofrenia mengalami distorsi pada pemikiran, persepsi,
emosi, dan perilaku. Gejala-gejala yang sering muncul meliputi waham
(keyakinan yang tidak sesuai dengan realitas), halusinasi (persepsi
sensorik yang tidak nyata, seperti mendengar suara yang tidak ada),
gangguan pikiran (kesulitan dalam mempertahankan pola pikir yang
teratur), serta penurunan fungsi sosial dan kognitif.
2. Gangguan Psikotik Pendek: Ini adalah jenis psikosis yang berlangsung
dalam jangka waktu yang relatif singkat, biasanya kurang dari satu bulan.
Penderita mengalami gejala psikotik yang mirip dengan skizofrenia, seperti
waham atau halusinasi, tetapi gejalanya berlangsung dalam waktu yang
lebih pendek.
3. Gangguan Psikosis Berkepanjangan: Jenis psikosis ini memiliki gejala yang
berlangsung lebih dari satu bulan tetapi kurang dari enam bulan. Gejala
mungkin mirip dengan skizofrenia, waham atau halusinasi tetapi durasinya
lebih pendek daripada skizofrenia kronis.
4. Gangguan Psikosis Bersifat Sementara: Ini mengacu pada kondisi psikosis
yang terjadi sebagai akibat penggunaan obat atau zat tertentu, seperti
alkohol, narkoba, atau obat-obatan tertentu. Gejala psikosis mirip dengan
skizofrenia, waham atau halusinasi, namun biasanya berkurang setelah
penggunaan zat dihentikan atau setelah efek obat mereda.
5. Gangguan Bipolar dengan Fitur Psikotik: Ini adalah bentuk psikosis yang
terkait dengan gangguan bipolar. Penderita mengalami periode episode
mania atau depresi yang disertai dengan gejala psikotik, seperti waham atau
halusinasi.
6. Gangguan Psikosis Organik: Psikosis organik terjadi sebagai akibat dari
gangguan atau penyakit fisik yang mempengaruhi otak, seperti penyakit
Parkinson, tumor otak, infeksi otak, defisiensi vitamin, atau efek samping
dari obat-obatan tertentu , dan nantinya akan mengakibatkan salah satu
penyakit gangguan psikosis organic yaitu Alzheimer.
FAKTOR RESIKO PENYAKIT PSIKOSIS
Ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan
seseorang mengalami penyakit psikosis, meskipun tidak semua individu
dengan faktor risiko ini akan mengembangkan psikosis. Faktor risiko
tersebut meliputi:

1. Riwayat Keluarga: Memiliki anggota keluarga, terutama orang tua atau


saudara kandung, dengan riwayat psikosis, seperti skizofrenia,
meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami penyakit psikosis.
Faktor genetik dapat berperan dalam rentang risiko ini.
2. Penggunaan Zat Psikoaktif: Penggunaan zat psikoaktif, termasuk
narkoba dan alkohol, dapat meningkatkan risiko psikosis. Beberapa zat,
seperti cannabis dan amfetamin, terkait dengan peningkatan risiko
psikosis pada individu yang rentan.
3. Stres Psikososial: Paparan terhadap stres psikososial yang
berkepanjangan dan tinggi, seperti trauma fisik atau seksual, kehilangan
yang signifikan, atau pengalaman hidup yang buruk, dapat
meningkatkan risiko psikosis. Terutama stres pada masa kanak-kanak
atau masa remaja dapat berkontribusi pada perkembangan psikosis di
kemudian hari.

4. Gangguan Kesehatan Mental Komorbid: Kehadiran gangguan kesehatan


mental lain, seperti gangguan bipolar atau depresi berat, dapat
meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami psikosis. Terdapat
hubungan yang kompleks antara berbagai gangguan mental, dan
psikosis seringkali dapat terjadi dalam konteks gangguan yang lebih
luas.
5. Komplikasi pada Kehamilan dan Kelahiran: Beberapa faktor yang terkait
dengan komplikasi kehamilan dan kelahiran, seperti infeksi pada ibu
selama kehamilan, malnutrisi, komplikasi saat persalinan, atau berat
badan lahir rendah, telah dikaitkan dengan peningkatan risiko psikosis
pada anak.

6. Kelainan Neurologis dan Fisik: Beberapa kondisi neurologis dan fisik,


seperti epilepsi, tumor otak, kelainan genetik, dan gangguan sistem
saraf pusat, dapat meningkatkan risiko psikosis.
KOMPLIKASI PENYAKIT PSIKOSIS
Penyakit psikosis dapat menyebabkan sejumlah komplikasi yang dapat
memengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang. Berikut akibat penyakit
psikosis:
1. Fungsi Sosial dan Interpersonal yang Terganggu: Psikosis dapat
mengganggu kemampuan individu untuk berinteraksi secara sosial dengan
orang lain. Mereka mungkin mengalami penarikan diri sosial, isolasi, dan
kesulitan dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang sehat
dengan orang lain. Ini dapat menyebabkan kesulitan dalam pekerjaan,
pendidikan, dan kehidupan sosial.
2. Gangguan Pekerjaan dan Pendidikan: Psikosis dapat mempengaruhi kinerja akademik
dan profesional individu. Gejala yang terkait dengan psikosis seperti gangguan
konsentrasi, kesulitan mempertahankan

3. rutinitas, atau halusinasi yang mengganggu dapat membuat sulit bagi individu untuk
mempertahankan pekerjaan atau mencapai pencapaian akademik yang optimal.

4. Risiko Kehilangan Kemandirian: Beberapa individu dengan penyakit psikosis yang


parah mungkin mengalami kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari-hari secara
mandiri.
6. Penurunan Kesehatan Fisik: Orang dengan penyakit psikosis cenderung
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami penurunan kesehatan
fisik.
7. Kehidupan Seksual yang Terganggu: Psikosis dapat mempengaruhi
kehidupan seksual seseorang. Gejala seperti hilangnya minat seksual, atau
perubahan hormon akibat pengobatan dapat memengaruhi hubungan intim
dan kualitas kehidupan seksual individu.
8. Risiko Kekerasan atau Perilaku Merugikan: Pada kasus yang jarang terjadi,
penyakit psikosis yang parah dapat dikaitkan dengan risiko kekerasan atau
perilaku merugikan terhadap diri sendiri atau orang lain.
PREVALENSI PENYAKIT PSIKOSIS
Prevalensi psikosis 1,8 per 1000 penduduk menurut Riskesdas 2018 sedikit lebih tinggi dibandingkan hasil Riskesdas
2013 yang menyebutkan pevalensi psikosis 1,7 per 1000 penduduk (dengan metode sama seperti yang disebut di atas 1,5
per 1000 penduduk). Prevalensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia di Jawa Barat tahun 2018 diketahui berada pada
batas nasional yaitu sebesar 7% (Riskesdas, 2018).
Prevalensi psikosis lebih tinggi di perdesaan dibandingkan di perkotaan. Hal ini berbeda dengan teori kepadatan
penduduk yang menyebutkan skizofrenia (salah satu jenis psikosis) lebih tinggi di daerah dengan kepadataan penduduk
yang tinggi seperti di perkotaan. Faktor lingkungan kepadatan penduduk merupakan faktor berpengaruh terhadap
terjadinya ganguan jiwa antara lain psikosis
PATOFISIOLOGI PENYAKIT PSIKOSIS
Patofisiologi penyakit psikosis, seperti skizofrenia, belum sepenuhnya
dipahami, tetapi terdapat beberapa teori yang mencoba menjelaskan
mekanisme yang mungkin terlibat.
1. Ketidakseimbangan Neurotransmiter
2. Kerusakan Struktural dan Fungsi Otak
3. Gangguan pada Sistem Saraf
4. Gangguan Pengaturan Sirkuit Otak:
5. Faktor Genetik:
PENCEGAHAN PENYAKIT PSIKOSIS

Psikosis adalah kondisi kesehatan mental yang ditandai oleh pemikiran,


persepsi, dan perilaku yang tidak sesuai dengan realitas. Berikut adalah
beberapa pencegahan penyakit psikosis:
1. Pola makan sehat
• Asupan nutrisi seimbang
• Hindari makanan olahan
• Asupan omega-3
• Batasi konsumsi zat adiktif
2. Gaya hidup sehat
• Olahraga teratur:
• Hindari stres berlebihan:
• Hindari penggunaan obat-obatan terlarang

3. Tidur yang cukup


4. Dukungan social
5. Penggunaan obat-obatan sesuai anjuran dokter
PENGOBATAN PENYAKIT PSIKOSIS
Pengobatan psikosis melibatkan pendekatan terpadu yang melibatkan terapi
pengobatan psikosis:

1. Terapi Obat:
-Antipsikotik
-Antidepresan dan stabilizer mood

2. Terapi Psikososial:
Terapi Kognitif Perilaku (CBT)
-Terapi Dukungan Sosial:
-Program Pendidikan Pasien dan Keluarga

3. Terapi Pasien Involuntary


CONTOH KASUS PSIKOSIS DI INDONESIA
Atiek CB, atau Atiek Nur Wahyuni, adalah seorang artis
Indonesia yang meraih popularitas pada era 1980-an melalui
karyanya dalam industri musik dan film. Namun, dalam
beberapa tahun terakhir, ada spekulasi dan laporan yang
mengindikasikan bahwa Atiek CB telah didiagnosis
mengalami skizofrenia.
"Ya, saya menderita mental illnes dari lama. Mood saya very
crazy up and down. Itu turunan nenek dan bapak saya.
Mereka ada schizophrenia (gangguan berpikir),“
CONTOH KASUS PSIKOSIS DI INDONESIA
Selain itu, penyakit jiwa yang diderita Atiek CB itu menurun ke anak-anaknya, meski dengan jenis yang berbeda. Kedua

anak Atiek CB dari pernikahannya bersama Laurence Smith, warga Amerika Serikat, juga menderita bipolar dan

boderline personality disorder (BDP). Bipolar adalah gangguan mental yang menyerang kondisi psikis seseorang

ditandai perubahan suasana hati yang sangat ekstrem. Sedangkan BDP adalah gangguan kepribadian ambang adalah

sebuah kondisi yang muncul akibat terganggunya kesehatan mental seseorang. Kondisi ini berdampak pada cara berpikir

dan perasaan terhadap diri sendiri maupun orang lain, serta adanya pola tingkah laku abnormal.

Selain itu, karena sakit mental yang dimiliki, Atiek CB jarang bergaul dan bersosialisasi dengan lingkungan tempatnya

tinggal. Atiek CB yang dikenal dengan kacamata hitamnya itu bahkan mengaku tidak memiliki teman.

"Saya lebih senang menyendiri. Saya nggak punya teman. Kadang happy, kadang sedih, tapi banyak sedihnya," ucap

Atiek CB.
KESIMPULAN
Psikosis merupakan gangguan jiwa yang melibatkan kehilangan kontak dengan realitas. Gejala-

gejalanya meliputi halusinasi, waham, gangguan pikiran, dan perubahan perilaku yang signifikan.

Psikosis mengenai seluruh kepribadian seseorang sehingga sulit bagi penderita untuk beradaptasi

dengan norma-norma hidup yang wajar. Penderita psikosis hidup dalam dunianya sendiri dan seringkali

tidak menyadari bahwa dirinya sakit. Gejala penyakit psikosis meliputi halusinasi (pendengaran, visual,

taktil), waham (persekusi, kebesaran, kehilangan kontrol), gangguan pikiran (pemikiran bercabang,

kesulitan berfokus, pemikiran tersandung), gangguan emosi (euforia tidak wajar, depresi psikotik), dan

perubahan perilaku (agitasi, penarikan diri sosial, perubahan pola tidur dan makan, hilangnya minat atau

motivasi).
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai