Anda di halaman 1dari 23

Kelompok 6 Tutorial

Dosen tutorial : dr.Luis Yulia, M.KKK, Sp.KKLP


AKIBAT LEDAKAN DITEMPAT KERJA

Tuan Hendra, seorang pekerja pabrik pria berusia 38 tahun merupakan korban sebuah
ledakan di tempat kerja. Ia datang ke klinik lima hari setelah terjadi ledakan dengan
keluhan pendengaran berkurang pada kedua telinga dan tinitus pada telinga kiri. Keluhan
ini muncul segera setelah ledakan. Pada pemeriksaan telinga, tampak ada perforasi kecil
pada membran timpani telinga kiri. Audiometri nada murni memberikan hasil adanya tuli
yang berat pada kedua telinga. Timpanometri rata pada telinga kanan dan normal pada
telinga kiri. Dari pemeriksaan 2,5 bulan kemudian terjadi penyembuhan perforasi dan
pendengaran kembali menjadi normal, apa yang terjadi pada kasus ini? Dan bagaimana
pencegahan anda sebagai dokter di suatu pabrik.
Terminologi Asing
1 Tinnitus: suara bising di telinga, seperti deringan, dengung, raungan, atau bunyi klik. (Dorlan
ed 28 hal 1100)
2. Audiometri: Pengukuran ketajaman pendengaran untuk berbagai macam frekuensi
gelombang suara(Dorlan ed 28 hal 119)
3. Timpanometri: pemeriksaan objektif yang digunakan untuk menguji kondisi telinga tengah
dan mobilitas gendang telinga (membran timpani) serta tulang-tulang telinga tengah dengan
menghasilkan variasi tekanan udara di saluran telinga. Timpanometri merupakan teknik
pemeriksaan yang objektif untuk menilai aliran energi bunyi dalam liang telinga serta telinga
tengah, tekanan yang bervariasi pada telinga tengah akan digambarkan dalam bentuk
grafik (timpanogram).
4. Membran Timpani = struktur tipis antara meatus acusticus externus dan telinga tengah
(Dorland 29;468)
5. Perforasi: menembus, melubangi; digunakan untuk merujuk pada otot, saraf, arteri, dan vena
yang melubangi struktur lain. (Dorland)
Rumusan Masalah
1. Apa saja pertolongan utama yang dapat dilakukan?

2. Apa manfaat pemeriksaan tambahan timpanometri, setelah dilakukannya


pemeriksaan audiometri? dan apa yang membedakan kedua pemeriksaan tersebut?

3. Apa akibat yang di timbulkan bila ada ledakan di tempat kerja?

4. Bagaimana APD yang ideal untuk melindungi diri dari ledakan ditempat kerja?

5. Berapa nilai timpanometri dan audiometri yang normal?


Hipotesis
1. Menghentikan proses luka bakar, mendinginkan luka bakar, memberikan obat anti nyeri
dan menutup luka bakar.

2. Pemeriksaan audiometri berguna untuk mendapatkan audiogram (grafik ambang


pendengaran). sedangkan timpanometri berugna untuk menilai kondisi liang telinga
(normal atau tdp kelainan). dengan kata lain timpanometri berguna untuk mencari penyebab
dari hasil penurunan audiogram.

3. Akibat terjadinya kecelakaaan kerja dan penyakit akibat dari ledakan. selain itu
perusahaan akan mengalami kerugian dalam bentuk dana karena perusahaan harus
mengeluarkan biaya pengobatan, biaya kerusakan properti dan masih banyak biaya lainnya
yang tidak ter duga.
4. Menurut Jenis Bahannya, berupa:
a. Kain (fabric), melindungi diri dari debu, cat semprot dsb,
b.Kain berlapis plastik, melindungi dari cuaca dingin, paparan caustiksoda, benda korosif dsb,
c. Kulit (leather) untuk melindungi diri dari percikan api dsb.
d.Karet, agar kedap air dsb
e. Plastik, berfungsi seperti butir-b diatas

Menurut Bagian tubuh yang dilindungi (pelindung) :


a. Kepala (helm),
b.Mata,
c.Hidung/pernafasan (respirator)
d. Telinga,
e. Kaki,
f. Sabuk Penyelamat, dll. APD sesuai dengan standar K3
5. Audiometri
Kepekaan tehadap nada murni diukur pada frekwensi 500, 1000, 2000, 3000, 4000, 6000 dan
8000 Hz. Kisaran normal ambang dengar antara 0-25 dB, Tuli Ringan dengan ambang dengar
26-40 dB, Tuli Sedang dengan ambang dengar 41-50 dB, Tuli Berat dengan nilai ambang dengar
61-90 dB dan Sangat Berat dengan ambang dengar ≥ 90 dB.
Timpanometri
Pada umumnya hasil pengukuran timpanometri mulai dari +200 daPa sampai -400 daPa. Ukuran
untuk dewasa normal +50 sampai - 250 daPa
Skema
Hendra 38 Tahun

Datang ke klinik

Anamnesis Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Fisik
Keluhan utama : Audiometri : Kedua
Inspeksi :
Pendengaran telinga tuli berat
berkurang pada kedua Oto Dextra : -
telinga sejak 5 hari Timpanometri :
Oto Sinistra : Membran
lalu akibat ledakan
timpani (Perforasi) Oto Dextra : Rata
Keluhan utama :
Auskultasi : - Oto Sinistra : Normal
Tinitus pada telinga
kiri

Diagnosis
Tulli Konduktif
Learning Objective
1. . Anatomi dan fisiologi organ pendengaran

2. NAB kebisingan

3. Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan kebisingan dan kecelakaan kerja

4. Macam-macam tuli

5. Klasifikasi kurang pendengaran akibat bising (KPAB)

6. Epidemiologi kurang pendengaran akibat bising (KPAB)

7. Patofisiologi perforasi membran timpani dan tinitus akibat ledakan

8. Penanganan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative


1.Anatomi dan fisiologi organ
pendengaran

Anatomi Telinga
A. Telinga Bagian Luar
B. Telinga Bagian Dalam

1. Membran timpani
2.Tulang-tulang pendengaran
3.Tuba auditiva eustachius (saluran

eustachius)
C. TELINGA BAGIAN DALAM

Penampang koklea (a) dan


susunan organ Corti (b).
Fisiologi pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk
gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan
membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan
mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke
stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran
diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak
relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-
40) di lobus temporalis (Sherwood, 2014).
2. MAHASISWA MAMPU MEMAHAMI DAN MENJELASKAN NAD
KEBISINGAN

UTK MELINDUNGI TENAGA THD BAHAYA KEBISINGAN DI TMPAT ERJA MAKA PERLU DITETAPKAN
STANDARA PEMAPRAN ATAU NILAI AMBANG BATAS (NAB). DLM HAL INI PEMERINTAH TELAH
MENGELUARKAN KEPUTUSAN MENETERI TENAGA KERJA. KEPMENAKER NO 51 TH 1999 TENTANG
PELINDUNG PENDENGARAN. PADA KEBISINGAN YG LEBIH TINGGI, WAKTU PEMAPARAN (TANPA
ALAT PELINDUNG TELINGA) BERKURANG, DIMANA SETIAP KENAIKAN 3DB MAKA WAKTU
PEMAPARAN PERHARI MJD ½ NYA
3. Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan kebisingan dan
kecelakaan kerja
Salah satu potensi bahaya yang dapat terjadi di tempat kerja dianatara faktor fisik (kebisigan,
getaran lingk. Kerja yg panas, lingk. Kerja dingin, penerangan/pencahayaan, radiasi sinar
UV), faktor bahaya kimia, faktor bahaya biologi, faktor ergonomi, psikologi kerja.
NAB faktor bahaya fisik, seperti kebisingan, getaran, iklim kerja diatur dalam Permenakaer
No. 13/MEN/X/2011, untuk pemaparan 8 jam kerja/hari atau 40 jam /mgg
Dasar hukum:

1. UU no. 1 (1970) tentang keselamatan kerja pasal 2, pasal 3 ayat 1,f,g,l,k,l,m pasal 5, pasal8,
pasal9, dan pasal 14
2. UU no3 (1969) tentang persetujuan konvensi ILO no 120 mengetahui Hygiene dalam
perniagaan dan kantor2 pasal 7
3. perarutan menteri perburuhan no7 (1964) tentang syarat kesehatan kebersihan serta
peneranga dalam tmpat kerja
4. peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi no 13/MEN/X/2011 tetang nilai ambang
batas faktor fisika dan faktor kimia di tmpt kerja
5. intruksi mentri tenaga kerja no2 2/M/BW/BK/1984 tentang pengesahan alat pelindung diri
4. Macam - macam Tuli
Gangguan pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai:
• Tuli konduktif
• Tuli sensorineural
• Tuli campuran

Gangguan pendengaran ( ketulian) akibat bising (GPAB) :


• Tuli sementara (Temporaryt Treshold Shift =TTS)
• Tuli menetap (Permanent Treshold Shift =PTS)
• Trauma akustik
• Prebycusis
• Tinnitus
5. Klasifikasi kurang pendengaran akibat bising (KPAB)
Pajanan bising intensitas tinggi secara berulang dapat menimbulkan kerusakan sel- sel rambut organ Corti
di telinga dalam. Kerusakan dapat terlokalisasi di beberapa tempat di cochlea.
a.Trauma akustik
Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telinga akibat adanya energi suara yang sangat besar.
Cedera cochlea terjadi a- kibat rangsangan fisik berlebihan berupa getaran yang sangat besar sehingga
merusak sel-sel rambut.Pada pajanan berulang kerusakan bukan hanya semata- mata akibat proses fisika,
tetapi juga proses kimiawi berupa rangsang metabolik yang secara berlebihan merangsang sel-sel ram- but
sehingga terjadi disfungsi sel-sel ter- sebut. Akibatnya terjadi gangguan ambang pendengaran sementara.
Kerusakan sel-sel rambut juga dapat mengakibatkan gangguan ambang pendengaran yang permanen
b.Noise-induced temporary threshold shift
Pada keadaan ini terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahan-lahan akan
kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam bahkan sampai
bebe- rapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang sementara ini mula-mula terjadi pada frekuensi
4000 Hz, tetapi apabila pe- maparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang sementara akan
menyebar pa- da frekuensi sekitarnya. Makin tinggi inten- sitas dan lama waktu pemaparan makin be- sar
perubahan nilai ambang pendengaran- nya. Respon tiap individu terhadap kebi- singan tidak sama
tergantung sensitivitas masing-masing individu.
c. Noise-induced permanent threshold shift
Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan terutama pada frekuensi 4000 Hz.
Gangguan ini paling ba- nyak ditemukan dan bersifat permanen. Kenaikan ambang pendengaran yang
menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak menyadari
bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan audiogram.
Hilangnya pendengaran sementara aki- bat pemaparan bising biasanya sembuh sete- lah istirahat 1-2 jam.
Bising dengan inten- sitas tinggi dalam waktu yang lama (10-15 tahun) akan menyebabkan robeknya sel-
sel rambut organ Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti. Proses ini terjadi karena rangsangan
bunyi yang berlebihan dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan perubahan metabolism dan vaskuler
sehingga terjadi kerusakan degene- rativ pada struktur sel-sel rambut organ Corti, akibatnya terjadi
kehilangan pende- ngaran yang permanen. Ini merupakan pro- ses yang lambat dan tersembunyi sehingga
pada tahap awal tidak disadari oleh para pe- kerja. Hal ini hanya dapat dibuktikan de- ngan pemeriksaan
audiometrik. Apabila bi- sing dengan intensitas tinggi tersebut ber- langsung dalam waktu yang cukup
lama, a- khirnya pengaruh penurunan pendengaran akan menyebar ke frekuensi percakapan (500-2000
Hz).
6. Epidemiologi kurang pendengaran akibat bising (KPAB)

WHO, 2012 menunjukkan data prevalensi gangguan pendengaran yang ada di Asia Tenggara sebesar 27%
atau berkisar 156 juta orang dari total populasi yang ada. Sebanyak 9,3% atau sekitar 49 juta orang dengan
golongan usia dibawah kurang dair 65 tahun mengalami gangguan pendengaran yang dikarenakan suara bising
yang diproduksi dari lingkungan tempat mereka bekerja.
Hasil laporan oleh WHO tahun 2018 tentang ketulian dan gangguan pendengaran menyatakan bahwa
sebanyak 1,1 milyar orang denganrentang usia 12 hingga 35 tahun memiliki risiko kehilangan pendengaran
mereka disebabkan oleh paparan kebisingan. sedangkan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Republik
Indonesia (Riskesdas RI) tahun 2013, menunjukkan hasil data prevalensi gangguan pendengaran secara
nasional sebesar 2,6% yang diakibatkan oleh paparan bising secara berlebiha di area tempat kerja6. Ketulian
yang terjadi di Indonesia secara nasional mencapai 4,6% di tahun 2007 dan terus meningkat tiap tahunnya
hingga terjadi penurunan di tahun 2013 yakni sebesar 2,6%. Walaupun demikian, diperkirakan angka tersebut
akan terus meningkat tiap tahunnya seiring dengan perkembangan industri.
Berdasarkan hasil data dari Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian tahun
2014, menunjukkan hasl bahwa gangguan pendengaran akibat bising di Indonesia merupakan yang tertinggi se-
Asia Tenggara dikarenakan mencapai 16,8% atau berkisar 36 juta orang dari total populasi. Survei Multi Center
di Asia Tenggara menunjukkan hasil bahwa Indonesia tergolong dalam 4 negara yang memiliki prevalensi
ketulian yang cukup tinggi yakni sebesar 4,6%.
7. Patofisiologi

Pada otitis media, perforasi terjadi karena akumulasi pus pada ruang telinga tengah yang
terbentuk akibat proses infeksi. Akumulasi pus akan menekan pembuluh darah membran timpani
sehingga menyebabkan iskemik dan nekrosis, lalu terjadi perforasi. Pada perforasi membran
timpani yang disebabkan oleh trauma, lokasi yang sering terlibat adalah pars tensa kuadran
anteroinferior. Jika dibandingkan dengan bagian superior, pars tensa anteroinferior merupakan
bagian yang paling luas, lebih tipis, dan lebih mobile, sehingga lebih rentan mengalami perforasi

20XX presentation title 20


8. Penanganan meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
• Promotif
Istilah promotif diartikan sebagai "peningkatan", hal tersebut tidak terlepas dari asal mula digunakannya istilah promotif
itu sendiri. Promotif atau promosi kesehatan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris promotion of health.
Promosi kesehatan adalah proses untuk kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, maka masyarakat harus mampu
mengenal serta mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya.

• Preventif
Istilah preventif diartikan sebagai "pencegahan". Yang dimaksud dengan preventif kesehatan atau upaya kesehatan
preventif adalah suatu upaya melakukan berbagai tindakan untuk menghindari terjadinya berbagai masalah kesehatan
yang mengancam diri kita sendiri maupun orang lain di masa yang akan datang.
Usaha pencegahan suatu penyakit lebih baik dari pada mengobati, hal ini dikarenakan usaha pencegahan suatu penyakit
akan memunculkan hasil yang lebih baik dan biaya yang lebih murah.

20XX presentation title 21


• Kuratif
Istilah kuratiff diartikan sebagai "penyembuhan". Yang dimaksud dengan kuratif kesehatan atau upaya kesehatan
kuratif adalah suatu upaya kesehatan yang dilakukan untuk mencegah penyakit menjadi lebih parah melalui pengobatan.

Tujuan utama dari usaha pengobatan (kuratif) adalah pengobatan yang setepat-tepatnya dan secepat-cepatnya dari
setiap jenis penyakit sehingga tercapai penyembuhan yang sempurna dan segera.

• Rehabilitatif
Istilah rehabilitatif diartikan sebagai "pemulihan". Yang dimaksud dengan rehabilitatif kesehatan atau upaya
kesehatan rehabilitatif adalah suatu upaya maupun rangkaian kegiatan yang ditujukan kepada bekas penderita (pasien
yang sudah tidak menderita penyakit) agar dapat berinteraksi secara normal dalam lingkungan sosial.
Usaha rehabilitatif ini memerlukan bantuan dan pengertian dari seluruh anggota masyarakat untuk dapat mengerti
dan memahami keadaan mereka (bekas penderita), sehingga memudahkan mereka (bekas penderita) dalam proses
penyesuaian dirinya dalam masyarakat dengan kondisinya yang sekarang ini.

20XX presentation title 22


THANK YOU 

Anda mungkin juga menyukai