• Revisionisme
Tanggapan ini berasal dari Augustinus(354-430) yang menyatakan bahwa etika teologis
bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis.
• Sintesis
Jawaban ini dikemukakan oleh Thomas aquinas(1225-1274) yang menyintesiskan etika
filosofis dan etika teologis sedemikian rupa, hingga kedua jenis etika ini, dengan
mempertahankan identitas masing-masing, menjadi suatu entitas baru. Hasilnya
adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah yang bersifat umum, sedangkan etika
teologis menjadi lapisan atas yang bersifat khusus.
• Diaparalelisme
Jawaban ini diberikan oleh F.E.D Scheleiermacher(1768-1834) yang menganggap etika
teologis dan etika filosofis sebagai gejala-gejala yang sejajar. Hal tersebut dapat
diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang sejajar.
Sifat Etika
• 1. Non-empiris, Filsafat digolongkan sebagai
ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang
didasarkan pada fakta atau yang kongkret.
• 2. Praktis, Cabang-cabang filsafat berbicara
mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat
hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi
etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya
tentang “apa yang harus dilakukan”.
Hubungan Etika dengan Ilmu Filsafat
• Ciri khas etika filsafat itu dengan jelas tampak juga pada perbuatan
baik-buruk, benar-salah, tetepi diantara cabang-cabang ilmu filsafat
mempunyai suatu kedudukan tersendiri. Ada banyak cabang filsafat,
seperti filsafat alam, filsafat sejarah, filsafat kesenian, filsafat hukum,
dan filsafat agama. Sepintas lalu rupanya etika filsafat juga
menyelidiki suatu bidang tertentu, sama halnya seperti cabang-
cabang filsafat yang disebut tadi. Semua cabang filsafat berbicara
tentang yang ada, sedangkan etika filsafat membahas yang harus
dilakukan. Karena itu etika filsafat tidak jarang juga disebut praktis
karena cabang ini langsung berhubungan dengan perilaku manusia,
dengan yang harus atau tidak boleh dilakukan manusia.
Hakikat Etika Filsafat
• Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika
tidak memberikan ajaran melainkan memeriksa kebiasaan, nilai,
norma, dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika
menuntut pertanggungjawaban dan mau menyingkatkan kerancuan
(kekacauan). Etika tidak membiarkan pendapat-pendapat moral
yang dikemukakan dipertanggungjawabkan. Etika berusaha untuk
menjernihkan permasalahan moral, sedangkan kata moral selalu
mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Bidang
moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi
kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak
ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakkan manusia
dilihat dari segi baik buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai
pelaku peran tertentu dan terbatas.
Perbedaan etika, moral, norma, dan
kesusilaan
• Etika secar etimologi berasal dari kata Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan
atau adat. Secara terminology etika adalah cabang filsafat yang membicararkan
tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik buruk.
• Moral berasal dari kata latin mos jamaknya mores yyang berarti adat atau cara
hidup. Etika dan Moral sama artinya, tetapi dalam penilain sehari-hari ada sedikti
perbedaan. Moral dan atau Moralitas dipakai untuk perbuatan yang sednag dinilai.
Adapun etika dipakai untuk pengkajian system yang ada.
• Norma adalah alat tukang kayu atau tukang batu yang berupa segitiga . Kemudian
Norma adalah sebuah Ukuran. Pada perkembangannya norma diartikan garis
pengarah atau suatu peraturan. Misalnya dalam suatu masyarakat pasti berlaku
norma umum, yaitu norma sopana-santun, norma hokum,dan norma moral.
• Kesusilaan hanya berkaitan dengan batin kita.Akibat pandangan itu orang hanya
dapat berbicara tentang kehendak yang baik dan jahat. Kehandak baik ialah jika
perbuatan kehendak mewujudkan suatu bagian dari perkembangan yang sesuai
dengan gagasan yang jelas dan actual
Aliran atau Paham dalam Etika
• 1.Naturalisme
• 2.Hendonisme
• 3.Idealisme
• 4.Humanisme
• 5.Perfectioisme
• 6.Theologis
Naturalisme
• 1.Wujud yang paling kenyataan (hakikat) ialah kerohanian. Seseorang yang baik
pada prinsipnya bukan karena dianjurkan orang lain melainkan atas dasar
kemauan sendiri atau rasa kewajiban. Sekalipun diancam dan dicela orang lain,
perbuatan baik dilakukan juga, karena adanya rasa kewajiban yang berseri
dalam nurani manusia.
• 3.Dari kemauan yang baik itulah dihubungkan dengan suatu hal yang
menyempurnakan yaitu “rasa kewajiban”
Humanisme