KELEBIHAN DAN
KEKURANGANNYA
Sopyan Sauri 221411062
Samiyah 221411058
PENDAHULUAN
Pengklasifikasian tafsir al-Qur’an dilihat dari sumber penafsirannya, dibagi
dalam tiga kategori, yaitu :
1. tafsir bi al-ma’tsūr atau tafsir bi al-riwāyah,
2. tafsir bi al-ra’yi atau tafsir bi al-dirāyah, dan
3. tafsir bi al-iqtirāni atau campuran antara nas dan akal pikiran manusia
Dari ketiga macam tafsir di atas yang menjadi bahan perdebatan antar para ulama
tafsir adalah tafsir bi al-ra’yi, karena dikhawatirkan, menurut mereka yang anti
tafsir bi al-ra’yi, hanya ditafsirkan secara subjektif untuk mendukung
kepentingan pribadi atau kelompok mereka.
Namun, juga sangat disayangkan sekali ketika anugerah akal yang memang
seharusnya diperuntukkan manusia untuk mencari kebenaran dan hikmah di
balik ayat-ayat-Nya, baik yang tersurat maupun yang tersirat selama tetap dalam
koridor syariah yang telah baku, tidak difungsikan sebagaimana mestinya.
PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
Dari Ibnu ‘Abbas ra. dia berkata, bersabda Rasulullah saw: “Barang siapa menafsirkan al-Qur’an dengan tanpa ilmu,
maka bersiaplah tempatnya di neraka” (HR. Tirmidzi)
“Bumi manakah yang akan menahanku dan langit mana yang akan meneduhiku jika aku menyatakan tentang al-Qur’an
dengan akal pikiranku” (Abu Bakar Ash-Shiddiq RA)
Ibnu Taimiyah berkata, “Barang siapa mengatakan tentang al-Qur’an dengan dasar pikirannya saja, maka berarti dia
telah menentukan beban yang tidak ada ilmu di dalam hal ini, dan berarti telah menempuh hal yang tidak diperintahkan.
Maka sekalipun dia mungkin tepat mengartikan hal itu, namun dia tetap bersalah karena dia tidak mendatangi sesuatu di
pintunya, seperti halnya seorang hakim yang memutuskan perkara orang dengan kebodohan, maka dia akan masuk
neraka sekalipun keputusannya itu sesuai dengan kebenaran. Tetapi hal itu hanya lebih ringan dasarnya dari pada orang
berbuat salah.”
PEMBAHASAN
Perbedaan Pendapat Ulama Tafsir Tentang Tafsir bi al-Ra’yi
Dalil yang mendukung :
sebagian besar ulama membolehkan menafsirkan dengan menggunakan metode tafsir bi al-ra’yi. Dengan tingkat
kehati-hatian (ikhtiyāṭ) yang tinggi, mereka menempuh jalur al-jam’u wa al-tafrīq (mengkompromikan dan memilah-
milah) sehingga mereka memunculkan beberapa syarat bagi mufassir sebagai ketentuan baku yang telah disepakati.
(٢٩ : (ص. كتاب انزلناه اليك مبارك ليدبروا اياته وليتذكر اولوا االلباب
“Ini adalah kitab yang Kami turunkan kepada engkau penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-
ayatnya, dan supaya mendapat peringatan orang-orang yang berakal.” (QS. Shad: 29)
Jika tafsir bi al-ra’yi tidak boleh, maka ijtihad pun tidak boleh sehingga hukum banyak yang terkantung-kantung.
PEMBAHASAN
Pembagian Tafsir bi al-Ra’yi
1. Tafsir al-Maḥmūdah
2. Tafsir al-Madzmumah
3. Tafsir al-Maḥmūdah
Adalah suatu penafsiran yang sesuai dengan kehendak syari’at (penafsiran oleh orang yang menguasai aturan syari’at),
jauh dari kebodohan dan kesesatan, sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab, serta berpegang pada uslub-uslubnya
dalam memahami nas-nas Qur’aniyah.
Hukum tafsir bi al-ra’yi al-maḥmūd menafsirkan al-Qur’an dengan ijtihad dengan tetap memenuhi syarat-syaratnya
(menguasai ilmu-ilmu yang mendukung penafsiran al-Qur’an), serta berpegang kepadanya dalam memberikan makna-
makna terhadap ayat-ayat al-Qur’an, maka penafsiran itu telah patut disebut tafsir al–maḥmūd atau tafsir al-masyrū’.
PEMBAHASAN
Pembagian Tafsir bi al-Ra’yi
Contoh Tafsir al-Maḥmūdah :
Mafātiḥ al-Ghayb, oleh: Fakhr al-Dīn al-Rāziy
Al-Tafsīr al Jalālayn, oleh: Jalāl al-Dīn Al-Maḥalliy dan Jalāl al-Dīn Al-Suyūṭi
(٤٦ : فٍانها ال تعمى األ بصـار و لكن تعمى القلوب التي في الصـدور (الحـج
“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”. (QS, Al Hajj:
46)
PEMBAHASAN
Pembagian Tafsir bi al-Ra’yi
Contoh Tafsir al-Madzmumah :
(١٦٤ : وكلم هللا موسى تكليما (النساء
“dan Allah telah berbicara dengan Musa secara langsung” (Al-Nisa’: 164)
Menurut pandangan mereka kata kallama (telah berbicara) dalam ayat tersebut bukan berasal dari akar kata kalam
(berbicara), melainkan dari akar kata al-jarh (luka).
Dengan demikian ayat tersebut bermakna, “Allah melukai Musa dengan kuku ujian dan cobaan”.
PEMBAHASAN
Kelebihan Tafsir Bi Ra’yi
1. Mufassir dapat menafsirkan seluruh komponen ayat Al-Qur’an secara dinamis sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sehingga dengan tafsir bir-ra’yi memungkinkan untuk menjelaskan beberapa ayat yang
sebelumnya dipahami secara sempit oleh mufassir, menjadi luas dan dinamis, seperti halnya kata qalam yang
awalnya hanya di artikan sebagai pena, dapat di artikan sebagai teknologi di zaman modern seperti mesin ketik atau
komputer. (Prof. Dr. Amin Suma, Ulumul Qur’an)
2. Mufassir bisa memberikan cakrawala yang luas dalam menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan kondisi dan situasi.
3. Kemungkinan mufassir dapat menafsirkan seluruh komponen ayat al-Qur’an secara dinamis sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Menjadikan tafsir al-Qur’an dapat berkembang dalam menjawab segala permasalahan yang timbul seiring dengan
kehidupan umat islm sepanjang masa.
5. Mendorong umat islam untuk senantiasa berfikir dan bertadabbur atas kebesaran ayat-ayat al-Qur’an, dan tidak lekas
menerima apa adanya (taqlid) terhadap ulama’-ulama’ salaf.
6. Lebih rasional, relatif dinamis dan mudah menyesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi
PEMBAHASAN
Kekurangan Tafsir Bi Ra’yi
1. Penafsiran yang dipaksakan, subjektif dan pada hal-hal tertentu mungkin sulit dibedakan antara pendekatan ilmiah
yang sesungguhnya dengan kecenderungan subjektivitas mufassirnya.
2. Mufassir menjustifikasikan pendapatnya dengan al-Qur’an padahal al-Qur’an tidak demikian.
3. Mufassir akan menafsirkan al-Qur’an dengan penafsiran yang salah, karena kedangkalan ilmu pengetahuan mufassir
atau tidak memenuhi persyaratan sebagai mufassir.
4. Sulit menghidarkan diri dari subyektivitas mufassirnya dan dalam hal-hal tertentu cenderung dipaksakan.
JAZAKUMULLAHU KHAIRAN
ATAS PERHATIAN DAN WAKTUNYA